Anda di halaman 1dari 23

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM J-VERUV : Jakarta Vertical Urban Farming Village Kampung Pertanian Vertikal dengan Sistem Policircular Shape Structure (Postruct) sebagai Solusi untuk Mengatasi Permasalahan Ketahanan Pangan dan Pemukiman di Jakarta

BIDANG KEGIATAN: PKM-GT

Diusulkan oleh: Made Gita Pitaloka Vanessa M Samsul Anam Indra Kusuma J. R. S (3113100135) (3113100072) (3111100076) (3112100045) Angkatan 2013 Angkatan 2013 Angkatan 2011 Angkatan 2012

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM J-VERUV : Jakarta Vertical Urban Farming Village Kampung Pertanian Vertikal dengan Sistem Policircular Shape Structure (Postruct) sebagai Solusi untuk Mengatasi Permasalahan Ketahanan Pangan dan Pemukiman di Jakarta

BIDANG KEGIATAN: PKM-GT

Diusulkan oleh: Made Gita Pitaloka (3113100135) Vanessa (3113100072) M Samsul Anam (311100076) Indra Kusuma J. R. S (3112100045)

Angkatan 2013 Angkatan 2013 Angkatan 2011 Angkatan 2012

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014


i

1. Judul Kegiatan : J-VERUV : Jakarta Vertical Urban Farming Village Kampung Pertanian Vertikal dengan Sistem Policircular Shape Structure (Postruct) sebagai Solusi untuk Mengatasi Permasalahan Ketahanan Pangan dan Pemukiman di Jakarta 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI 3. Ketua a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Universitas/Institut/Politeknik e. Alamat email 4. Anggota Pelaksana/Penulis ( v ) PKM-GT

: Vanessa : 3113100072 : Teknik Sipil : Institut Teknologi Sepuluh Nopember : nesscht19@gmail.com : 4 orang

5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar : Trihanyndio Rendy Satria, S.T., M.T b. NIDN : 0010108401 c. Alamat Rumah dan No.telp/HP: Jalan Medokan Ayu 1-P /20 Surabaya Surabaya, 17 Maret 2014 Menyetujui, Ketua Jurusan Teknik Sipil ITS

Ketua Pelaksana Kegiatan

(Budi Suswanto, ST, MT, Ph. D) NIP. 197301281998021002

(Vanessa) NIP. 3113100072

Pembantu Rektor Bidang Akademik Dan Kemahasiswaan

Dosen Pendamping

Prof. Dr. Ing. Herman Sasongko NIP. 19601004198611001

Trihanyndio Rendy Satria, S.T., M.T NIP. 0010108401

ii

KATA PENGANTAR

Tim penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ini ini dengan lancar dan tepat pada waktunya. Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) dengan judul J-VERUV : Jakarta Vertical Urban Farming Village Kampung Pertanian Vertikal dengan Sistem Policircular Shape Structure (Postruct) sebagai Solusi untuk Mengatasi Permasalahan Ketahanan Pangan dan Pemukiman di Jakarta . Pertanian vertikal yang sekaligus menjadi sebuah pemukiman sebagai solusi dari masalah pangan, padatnya pemukiman dan kurangnya lahan untuk Ruang Terbuka Hijau di kota DKI Jakarta dengan konsep bangunan berbentuk oval disertai sistem open frame dan Policircular Shape Structur. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak tertentu yang telah membantu menyelesaikan karya tulis ini. Adapun pihak yang telah membantu penulisan karya tulis ini antara lain: 1. 2. 3. 4. Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ing. Herman Sasongko aas bantuan moral dan materiil yang telah diberikan Trihanyndio Rendy Satrya, ST, MT selaku pembimbing atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan Dosen-dosen Teknik Sipil ITS yang telah senantiasa memberikan ilmunya Pihak-pihak lain yang telah membantu proses terselesaikannya karya tulis ini

Tim Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna guna perbaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi tim penulis dan pembaca pada umumnya

Surabaya, 17 Maret 2014

Tim Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul Halaman Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Ringkasan

Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Penulisan Manfaat Penulisan

Gagasan Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan Meningkatnya Kebutuhan Pangan dalam Negeri Akibat Pertumbuhan Penduduk terhadap Pemukiman di DKI Jakarta Kondisi Pangan di Indonesia

Kesimpulan Konsep Vertical Urban Farming Prediksi keberhasilan Gagasan Vertical Urban Farming Langkah-Langkah Strategis Implementasi Gagasan Daftar Pustaka Daftar Riwayat Hidup Lampiran

iv

RINGKASAN Indonesia merupakan sebuah negara berkembang di Asia. Perkembangan Indoensia tidak kalah cepat dengan negara-negara lain yang ada di Asia. Negeri ini memiliki pulaupulau yang berjajar dari Sabang sampai Merauke yang kaya akan sumber daya. Kondisi Indonesia yang strategis dan beriklim tropis membawa banyak keuntungan yang unggul dibandingkan negara lain. Tetapi menjadi negara yang kaya tidaklah mudah untuk mengelolanya. Pemerintah dituntut untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang terus meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahunnya. Ketahanan pangan yang terus merosot menimbulkan berbagai masalah di beberapa sektor. Pemerintah yang memfokuskan diri dengan penyelesaian masalah belumlah menerapkan solusi yang terbaik. Indonesia yang pernah dikenal sebagai negara agraris, kini telah berubah seiring dengan perubahan yang terjadi secara global. Ketersediaan lahan yang ada tidak betambah atau tetap beralih fungsi menjadi gedung-gedung pencakar langit di perkotaan. Pembangunan ini terus menggusur ketersediaan lahan pertanian yang ada di Indonesia mengakibatkan para petani kehilangan mata pencaharian dan menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi memaksa masyarakat mencari kehidupan yang lebih layak dengan cara urbanisasi ke daerah perkotaan. Kepadatan penduduk di perkotaan, seperti Jakarta yang minim lahan pemukiman, mengakibatkan pemukiman kumuh yang terlihat jelas disisi kota Tidak hanya permasalah pemukiman yang mendesak, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta juga sangat minim jumlahnya. Pemerintah dituntut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan solusi yang menguntungkan berbagai sektor. Vertical Urban Farming menawarkan solusi yang dapat diterapkan didaerah perkotaan. Konsep ini memiliki keuntungan diberbagai sektor seperti menyelesaikan masalah pertanian dan menyediakan pemukiman bagi masyarakat. Sebuah bangunan dengan penggunaan lahan tetap tetapi dapat digunakan secara maksimal dengan berbagai fungsi yang menguntungkat. Dengan konsep bangunan mandiri yang dapat mengolah sumber daya sendiri, gedung ini dapat menyokong kebutuhan pangan dan menyediakan pemukiman bagi masyarakat di perkotaan. Dengan adanya Vertical Urban Farming diharapakan kota besar, seperti Jakarta, dapat menyokong kebutuhannya sendiri dan menjadi alternatif solusi atas persoalan-persoalan di kota besar.

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia memiliki banyak gedung pencakar langit yang berdiri kokoh di setiap sisi kota. Selain itu gedung-gedung pencakar langit menjadi tempat persinggahan dan pemukiman yang dikhayalkan bagi masyarakat menengah ke bawah. Namun, tidak semua orang berkesempatan untuk dapat hidup dan memiliki tempat tinggal layak di Jakarta. Secara umum jumlah penduduk Indonesia terus meningkat, khususnya wilayah Jakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik, BPS Provinsi Jakarta (2010) menunjukan bahwa jumlah penduduk Jakarta terus meningkat secara signifikan dari 8 juta penduduk dari tahun 2000 menjadi 10 juta pada tahun 2010 mengakibatkan tingkat kebutuhan lahan pemukiman bagi penduduk juga semakin meningkat. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, tentu akan menyebabkan kebutuhan pangan meningkat. Kebutuhan pangan akan semakin meningkat lagi seiring dengan meningkatnya daya konsumsi dari setiap masyarakat. Disisi lain jumlah prouduksi pertanian dalam negeri sampai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik. Menurut BPS bulan Agustus 2012, jumlah impor beras sudah mencapai 1.033.794,255 ton. Sementara itu, rata-rata harga beras September 2012 naik 0,22% dibanding Agustus 2012 dan naik 7,98% dibandingkan September 2011. Produksi jagung tahun 2011 sebesar 17,64 juta ton turun sebanyak 684,39 ribu ton (3,73%) dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 477,290 ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 207.100 ton. Hal ini menunjukan bangsa ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan domestik. Selain itu permasalahan lahan pertanian yang semakin berkurang akibat pembangunan yang tidak terkontrol juga akan menyebabkan daya produksi pangan dalam negeri semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik. Tidak lepas dari permasalahan pangan, pada tahun 2011 masih tercatat ada 5.560 titik lokasi kumuh perkotaan di seluruh Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Pemukiman kumuh ini akan mengakibatkan timbulnya banyak penyakit dan rentan terjadi kebakaran. Kondisi ini perlu dibenahi dengan diadakannya relokasi pemukiman kumuh. Selain itu Jakarta sebagai kota besar harus memiliki RTH (Ruang Terbuka Hijau) sebesar 30% dari luas wilayah kota (UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR)). Menurut Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi, DKI Jakarta memiliki 8 taman kota, 1.172 taman lingkungan, dan lain-lain seluas 9,664,471. Kondisi ini masih belum memenuhi standar RTH untuk sebuah kota besar. Kondisi ini terus berlanjut dari era pembangunan yang memfokuskan pada pengembangan sektor industri sehingga mengesampingkan perkembangan sektor pertanian dalam negeri yang sempat berjaya. Kini kebutuhan pangan yang semakin meningkat memaksa pemerintah untuk mengimpor kebutuhan pangan dari luar negeri.

TUJUAN PENULISAN Karya ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui potensi kota besar sebagai produsen pangan dalam negeri. 2. Untuk mengetahui rekayasa-rekayasa sipil dalam modifikasi fungsi bangunan sebagai lahan pertanian vertikal. 3. Menciptakan inovasi baru dalam pemaksimalan penggunaan gedung yang terintegrasi secara modern dan menjadi solusi pemecahan masalah melalu konsep Vertical Farming.

MANFAAT PENULISAN Karya tulis ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai penyedia Ruang Terbuka Hijau (RTH) di lahan yang minim seperti di kotakota besar. 2. Sebagai alternatif solusi pemukiman terstruktur dan ramah lingkungan. 3. Menciptakan solusi permasalahan pangan dalam negeri dengan memaksimalkan fungsi bangunan di kota besar. 4. Menciptakan inovasi baru dengan penerapan rekayasa sipil dan arsitektur.

GAGASAN Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan Meningkatnya Kebutuhan Pangan dalam Negeri Laju peningkatan kebutuhan pangan di beberapa kota besar di Indonesia semakin meningkat. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan nasional melalui swasembada pangan lima komoditas strategis belum menunjukan hasil yang optimal. Hal ini ditunjukan dari tingkat ketersedian komoditas pangan domestik yang masih impor yaitu kedelai 70 %, gula 54 %, beras 11 % dan jagung 11 %. Dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin tinggi, maka hal ini akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan pangan nasional, khususnya peningkatan jumlah penduduk di kota-kota besar. Menurut data Badan Pusat Statistik, BPS Provinsi Jakarta (2010) menunjukan bahwa jumlah penduduk Jakarta terus meningkat secara signifikan dari 8 juta penduduk dari tahun 2000 menjadi 10 juta pada tahun 2010. Selain petumbuhan jumlah penduduk, tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi juga akan meningkatkan tingkat kebutuhan pangan nasional. Jika pada tahun 1950, seseorang makan dengan nasi dan lauk sudah cukup, maka di era modern seperti ini, kebutuhan tersebut tidaklah cukup bagi masyarakat. Gaya hidup masyarakat yang terus meningkat ini yang berpengaruh pada tingkat selera konsumsi masyarakat. hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan tingkat kebutuhan pangan nasional.

Akibat Pertumbuhan Penduduk terhadap Pemukiman di DKI Jakarta Meningkatnya pembangunan perumahan di era sekarang salah satunya disebabkan tingkat pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat setiap tahunnya. Tahun 2012, penduduk provinsi DKI Jakarta berdasarkan proyeksi penduduk berjumlah 9.932.063 jiwa, berbeda dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 yang berjumlah 9.761.992 jiwa. Artinya dalam kurun waktu 1 tahun, telah terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 170.071 jiwa atau naik sebesar 1,74 persen. Jumlah penduduk DKI Jakarta dari tahun 1961 sampai tahun 1990 jumlah penduduk berkembang pesat dari 2,9 juta jiwa. Kemudian pada tahun 1961 menjadi 4,6 juta jiwa dan pada tahun 1971 laju pertumbuhan penduduk per tahun nya menjadi sebesar 4,62 persen. Selang 1 dasawarsa, jumlah penduduk kembali melonjak menjadi 6,5 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan 4,01 persen per tahun. Pada tahun 1990, penduduk DKI Jakarta naik sekitar 1,7 juta jiwa, sehingga jumlah penduduk berjumlah 8,3 juta jiwa. Selama kurun waktu 1980-1990 laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,42 persen per tahun. Pada periode ini laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta sempat mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan periode sepuluh tahun sebelumnya. Pada kurun waktu 1990-2000, pertambahan jumlah penduduk DKI Jakarta dapat dikendalikan sehingga kenaikannya hanya sekitar 0,16 persen. Dilanjutkan pada periode 2000-2010, laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan menjadi 1,43 persen per tahun, sedangkan pada tahun 2010-2012 menjadi 1,67 persen. (Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Peovinsi DKI Jakarta, 2012). Peningkatan jumlah penduduk yang selalu terjadi setiap tahunnya seharusnya segera di tindak lanjuti. Karena dapat menimbulkan permasalahan di berbagai bidang seperti pemukiman, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan sanitasi lingkungan. Salah satu masalah yang utama adalah lahirnya pemukiman yang kurang layak dan pemukiman kumuh (Slump area) di beberapa wilayah di DKI Jakarta.

Gambar 1. Grafik prosentase penduduk miskin DKI Grafik diatas menunjukan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi di DKI Jakarta. (Menurut BPLHD Jakarta). Banyaknya jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta membuat mereka tidak mampu mencari rumah yang layak digunakan. Alhasil, mereka mendirikan pemukiman kumuh yang jumlahnya tidak sedikit.

Kondisi Pangan di Indonesia Sebagai komoditas pangan uang strategis di negara kawasan Asia Pasifik, lebih dari 80% produksi beras dijadikan sebagai bahan pangan pokok. Isu beras sebagai penopang ketahanan pangan berkelanjutan di kawasan ini. Setelah harga beras yang melambung tinggi pada tahun 2008 menandai krisi pangan global dan adanya perubahan iklim global. (http://bkp.pertanian.go.id/berita-228-strategi-perberasan-untuk-asia-pasifik.html) Tabel 1. Perkembangan Produksi Padi, Palawija, dan Tebu

Komoditas pangan beras menempati peran yang sangat strategis dalam perekonomian Indonesia, karena sekitar 95 persen penduduk yang jumlahnya saat ini hampir mencapai 220 juta jiwa, masih mengandalkan beras sebagai komoditas pangan utama. Dalam kondisi demikian, ketersediaan dan distribusi beras serta keterjangkauan daya beli masyarakat merupakan isyu sentral yang tidak hanya berperan penting bagi terciptanya stabilitas ekonomi, tetapi juga stabilitas sosial dan politik nasional. Konversi lahan pertanian merupakan permasalahan utama yang menjadi ancaman bagi peningkatan produksi beras domestik mengungkapkan bahwa dampak konversi lahan selama periode 19851998 telah menyebabkan hilangnya peluang peningkatan produksi padi sekitar 2.82 juta ton per 68 tahun atau setara dengan volume impor beras yang secara rata-rata sekitar 1.5 juta ton per tahun. Konversi lahan lebih banyak terjadi di daerah lahan sawah karena infrastruktur ekonomi lebih banyak tersedia di lahan persawahan. Kurun waktu 1978-1999 luas konversi lahan sawah secara nasional mencapai 2.37 juta hektar atau 118.7ribu hektar per tahun (Deptan ,2003). Di sisi lain konversi lahan juga dibarengi dengan pencetakan sawah baru yang jumlahnya mencapai 3.82 juta hektar per tahun, karena luas pencetakan sawah masih lebih tinggi daripada konversi sawah maka secara nasional luas sawah nasional meningkat sebesar 72.2 ribu hektar per tahun. Meskipun demikian, keterbatasan potensi lahan mengakibatkan masalah konversi perlu mendapat perhatian yang lebih serius dimasa yang akan datang. Permasalahan lainnya adalah ketidakseimbangan antara pertumbuhan luas lahan pertanian (yang semakin melambat) dengan pertumbuhan populasi petani sehingga rata-rata luas lahan yang dikuasai petani semakin menyempit. Rata-rata penguasaan lahan pertanian berdasarkan Sensus Pertanian (SP) 1983 di Indonesia adalah 0,98 hektar per keluarga petani, masing-masing di Jawa sebesar 0,58 dan di luar Jawa sebesar 1,58 hektar per keluarga tani. Adapun pada tahun 1993 rata-rata nasional penguasan tanah per keluarga tani turun menjadi 0,83 hektar; dengan rata-rata di Jawa 0,47 dan di Luar Jawa 1,27 hektar per pertani. Memperkirakan bahwa setiap terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar satu persen maka akan menyebabkan rata-rata luas garapan petani menurun sebesar 0,23 persen.
4

Kemudian dengan asumsi sebagian besar petani adalah penduduk yang tinggal di pedesaan maka peningkatan satu persen penduduk pedesaan akan menyebabkan rata-rata luas lahan petani menurun sebesar 0,46 persen. Penguasaan lahan yang semakin mengecil tersebut akan berdampak tidak menguntungkan bagi upaya peningkatan efisiensi usahatani dan kesejahteraan petani. Selain masalah keterbatasan sumberdaya lahan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi usaha peningkatan produksi beras domestik pada saat ini diantaranya adalah prasarana produksi yang terbatas khususnya sistem pengairan tata air mikro (irigasi) di luar Pulau Jawa, kondisi anomali iklim yang terjadi pada saat ini, keengganan dan keterbatasan kemampuan petani untuk mengadopsi atau megakses bibit unggul, kejenuhan lahan akibat menipisnya unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan berbagai hambatan dalam pengembangan teknologi produksi dan penanganan pasca panen. Solusi yang Pernah Ditawarkan Permasalahan ketahanan pangan dan tempat tinggal merupakan 2 masalah terpenting yang menjadi kebutuhan primer manusia untuk hidup. Beberpa solusi yang diusulkan untuk memnuhi kebutuhan pangan di Indonesia adalah dengan mengadakan impor bahan-bahan pangan. Impor memang membantu terhadap pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Akan tetapi di sisi lain impor akan membuat negeri kita tidak mandiri pangan serta hanya akan mematikan perekonomian masyrakat kalangan menengah ke bawah. Sehingga impor kebutuhan pangan harus dikurangi, caranya dengan meningkat produksi hasil pertanian dalam negeri. Impor akan menutup pasar pertanian Indonesia yang berdampak pada para petani di daerah yang semakin terhimpit keadaan. Peningkatan hasil pertanian dalam negeri bisa melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi. Upaya yang sulit dilakukan adalah ekstensifikasi, salah satunya adalah perluasan lahan pertanian. Permasalahan yang ada adalah bukan lahan pertanian yang bertambah, akan tetapi bahan lahan pertanian yang berubah menjadi perumahan perumahan. Hal ini tidak hanya terjadi di daerah yang berada di sekitar kota besar, di beberapa kabupaten telah banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi perumahan elit. Sehingga upaya ekstensifikasi dengan perluasan lahan secara horizontal tidak dimungkinkan untuk mengatasi produksi pangan dalam negeri. Permasalahan lain yang sangat terkait adalah dengan permasalahan ketahan pangan di atas adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan horizontal untuk memnuhi kebutuhan hunian horizontal akibat terus meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk. sehingga pemukiman/perumahan horizontal harus diganti dengan perumahan sistem vertikal. Salah satu solusi yang telah ada adalah apartemen. Apartemen terkesan hanya sebagai tempat tinggal saja tanpa mempertimbangkan aspek ruang terbuka hijau yang ada dalam sebuah bangunn. Apartemen terkesan sempit dan kurang memberikan kenyaman dan kesejukan bagi para penghuni. Selain itu hunian vertikal seperti apartemen hanya bisa dinikmati untuk masyarakat menengah ke atas. Jika permasalahan pemukiman ini ingin diselesaikan maka masyarakat menengah ke bawah juga harus mendapat kesempatan mendapatkan hunian vertikal, karena sebagian besar masyarakat indonesia adalah masyarakat menengah ke bawah. Telah disinggung terkait permasalahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang minim di kota-kota besar. Sebagai salah satu contoh solusinya adalah Urban Farming yang dikembangakan di
5

Kota Bandung. Untuk mengatasi ketersediaan lahan untuk RTH, maka pemerintah kota Bandung memperkenalkan pertanian perkotaan dimana di setiap Rukun Warga (RW) wajib menanam berbagai tanaman produktif seperti sayur-sayuran yang dapat dipanen sendiri dalam skala kecil. Tetapi program ini tidaklah dapat menjawab kebutuhan pokok masyarakat seperti beras ataupun gandum yang berskala besar. Tabel 1. Parameter solusi yang pernah ditawarkan. Parameter Sistem Impor Apartemen Urban Farming Fungsi Perdagangan Tempat tinggal vertikal Pertanian skala kecil internasional untuk sebagai solusi untuk memenuhi memenuhi kebutuhan pemukiman kebutuhan pangan dalam negeri Kelebihan Memenuhi kebutuhan Dapat menampung Masyarakat dapat pangan yang besar puluhan bahkan ratusan memanen sendiri rumah tinggal tanaman yang ditanam Kekurangan -Menjadikan Indonesia Lebih mengutamakan Hasil pertanian yang negeri yang tidak kalangan menengah ke dapat dipanen berskala mandiri atas kecil -Berdampak negatif dalam perekonomian dan pasar pertanian lokal Gagasan Baru yang Ditawarkan Konsep Vertical Urban Farming Konsep pertanian vertikal sebagai solusi dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Lahan pertanian yang semakin tergusur oleh pembangunan gedung-gedung pencakar langit kini dapat direlokasikan dengan sistem pertanian dalam gedung. Pembangunan gedung tersebut dilokasikan di kota-kota besar, seperti Jakarta, dengan lahan minim sehingga dapat memaksimalkan fungsi lahan yang ada. Konsep gedung dengan pertanian didalamnya tidak hanya menyelesaikan permasalahan pangan, namun juga permasalahan pemukiman yang ada. Konsep ini menggabungkan pertanian didalam gedung dan ruang-ruang tinggal disisi lainnya. Konsep Vertical Urban Farming ini memiliki keuntungan sebagai berikut: - Menghemat energi dan memaksimalkan sumber daya - Mengurangi pencemaran tanah, air, dan udara - Merestorasi ekosistem - Menyelesaikan permasalahan pangan Selain itu keuntungan menggunakan konsep vertical farming adalah: Memaksimalkan hasil panen dengan rekayasa cuaca Dengan pertanian sistem vertikal, aspekaspek yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dikendalikan secara akurat. Sehingga kegagalan panen dapat dihindari dan kualitas hasil panen dapat terkontrol dengan baik. Beberapa aspek

tersebut meliputi suhu, kelembapa, intensitas cahaya matahari, yang dapat dikendalikan karena sistemnya indoor openframe. Sehingga gagal panen dapat dihindari. Pengelolaan hasil panen lebih terintegrasi Dengan sistem vertikal, secara tidak langsung akan membuat setiap petak sawah menjadi suatu sistem superblok lahan pertanian. Sehingga mobilisasi pra tanam sampai pasca penen, dilakukan secara vertikal. Setelah pasca panen, hasil panen akan diolah langsung di rumah produksi yang berada di sekitar Vertical Urban Farming. Sehingga para petani dapat langsung menjual produknya tanpa melalui makelar, dan harga jual hasil panen juga lebih tinggi. Sistem pengairan akan semakin efisien Dengan diterapkanya konsep ini, energi yang dibutuhkan hanya pompa untuk menaikan air dari tanah ke lantai tertinggi. Setelah itu air dapat dialirkan secara gravitasi, pengairan dapat dilakukan secara efisien.

Sistem Struktur Bangunan Sistem struktur yang digunakan pada J-Veruv ini adalah sistem open frame menggunakan sistem Policircular Shape Structure (Postruct). Sistem ini digunakan dengan beberapa pertimbangan kekuatan struktur bangunan dan pertimbangan pertumbuhan tanaman pertanian. Beberapa pertimbangan tersebut antara lain : a. Pertimbangan aerodinamis angin yang bekerja pada struktur bangunan. Dengan adanya Policircular Shape Structure angin akan diarahkan sesuai bentuk lengkung dari struktur bangunan. Angin yang mengenai struktur bangunan akan diarahkan oleh Policircular Shape Structure menuju ke sebuah turbin angin sumbu horizontal. Fungsi turbin ini adalah untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk sistem pengairan tanaman. b. Pertimbangan radiasi matahari yang diperlukan tanaman. Dengan sistem Policircular Shape Structure, struktur bangunan berbentuk oval dengan sistem circular disisinya memaksimalkan fungsi lengkung bangunan untuk konversi cahaya matahari kedalam bangunan. Pencahayaan maksimal didapat dari sistem circular building dimana cahaya matahari terkonversi secara merata yang dibiaskan dinding kaca berbentuk lengkung. Sisi dinding yang terbuat dari plastik transparan atau panel Ethylene Tetraflouroethylene (ETFE) untuk menggantikan kaca memiliki sifat transparan seperti air. Sehingga cahaya matahari dapat diteruskan dan sangat membantu fotosintesis tumbuhan. Tidak hanya menggunakan ETFE, sisi dinding akan dilapisi dengan titanium oxide, dimana dapat menyaring polutan. Secara garis besar J-Veruv dengan sistem Policircular Shape Structure terbagi atas Upper structure meliputi urban farming area, housing area, jalur transportasi vertikal dan horizontal, turbin sumbu horizontal dan generator. Sedangkan lower structure meliputi sistem pondasi tiang pancang dan basement yang berfungsi sebagai rumah produksi hasil pertanian serta gudang penyimpanan. Beberapa bagian tersebut dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 1. Model Bangunan dengan sistem Policircular Shape Structure a. Urban Farming Area Area ini khusus diperuntukan untuk wilayah pertanian beberapa jenis tanaman pangan dan memiliki luas lahan 80% dari luas total bidang horizontal yang ada pada upper structure. Beberapa jenis tanaman yang dikembangkan pada area ini meliputi padi, kedelai, jagung dan beberapa jenis sayur- sayuran meliputi bayam, kangkung, sawi, bawang merah, cabai, dsb. Sistem tanam yang diterapkan pada area pertanian ini meliputi sistem zoning dan sistem tumpang sari. Sistem zoning berarti setiap jenis tanaman akan ditanam pada tempat/zona masing-masing jenis tanaman karena pertimbangan produktivitas pertumbuhan. Sedangkan sistem tumpang sari artinya 2 atau lebih jenis tanaman akan ditanam dalam satu zona/wilayah dengan pertimbangan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman, sehingga lahan yang digunakan akan lebih efektif. Sistem polikultur (tumpang sari) harus meperhatikan sistem perkaran tanaman, dan waktu tanam. Pengaturan tumpang sari harus diingat bahwa tanaman selalu mengadakan kompetisi dengan tanaman semusim yang dapat saling menguntungkan, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kacangkacangan, karena kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas. Beberapa kombinasi tanaman yang diterapkan pada sistem tanam di urban farming area antara lain : 1. Tomat-petcai atau kubis diantaranya cabai 2. Bawang merah - cabai diantaranya 3. Cabai - selang baris labu-labuan 4. Terung-labu-labuan 5. Cabai atau terung atau tomat-jagung 6. Cabai rawit-kedele Sementara tanaman padi ditanam secara terpisah karena kebutuhan nutrisi dan konsisi lahan dari jenis tanaman ini sangat berbeda jauh dengan jenis tanaman lainyya, sehingga lahan tanam perlu disendirikan
8

b. Housing Area Housing area merupakan wilayah yang diperuntukan sebagai hunian masyrakat yang bekerja dalam farming area. Housing area memilki luas wilayah mencapai 20 % dari luas total bidang horizontal yang ada pada upper structure. area ini dikonsep sebagi area perkampungan modern, akan tetapi masih memperhatikan aspek budaya. Hal ini ditunjukan dengan desian arsitektur betawi yang diterapkan pada rumah. Beberapa komponen penting yang harus ada dalam housing area adalah sebagai berikut : Energi : untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, basis energi yang digunakan adalah energi matahari dengan memanfaatkan panel surya. Selain energi matahari energi, sumber energi biogas, hasil sisa metabolisme penduduk dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi setiap hari. energi listrik rumah tangga dipenuhi dari energi matahari dan sebagian energi biogas. Sedangkan energi untuk keperluan dapur dipenuhi dari biogas. Kebutuhan air : kebutuhan air sekaligus disediakan bersamaan dengan kebutuhan air untuk irigasi tanaman, akan tetapi air untuk kebutuhan rumah tangga akan diproses lebih lanjut agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sanitasi : setiap lantai memiliki satu blok housing area, dan setiap satu blok housing area memiliki satu unit instalasi sisa metabolisme penduduk dalam satu blok tersebut untuk diolah menjadi energi biogas. Semua sisa metabolisme dari setiap rumah dalam suatu blok akan dialirkan menuju ke tempat instalasi biogas tersebut yang akan diolah menjadi biogas. Hasil utama berupa biogas akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sedangkan hasil samping akan digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.

c. Moda Transportasi Untuk memenuhi kebutuhan perpindahan, baik perpindahan horizontal di setiap lantai maupun kebutuhan perpindahan vertikal antar lantai diperlukan sebuah moda yang saling terintegrasi. Untuk perpindahan horizontal digunakan horizontal escalator, moda ini hanya digunakan untuk transportasi barang baik pra tanam maupun pasca panen, mengingat kebutuhan energi yang cukup besar untuk moda ini. sedangkan untuk kebutuhan tranportasi vertikal digunakan lift. Moda lift digunakan untuk memenuhi kebutuhan perpindahan vertikal barang maupun orang. Semua energi yang digunakan untuk perpindahan ini diperoleh dari turbin raksasa yang ditempatkan di antara kedua struktur Policircular Shape Structure (Postruct) yang mengarahkan aerodinamis angin ke arah turbin tersebut, sehingga turbin dapat berputar dan menghasilkan energi listrik yang digunakan untuk menggerakan moda transportasi. d. Pusat Pembangkit listrik Tenaga Angin Pusat pembangkit listrik tenaga angin menggunakan Turbin Angin Sumbu Horisontal (TASH) terdiri dari poros rotor utama, baling-baling dan generator listrik. Turbin berukuran kecil diarahkan oleh sebuah baling-baling angin (baling-baling cuaca) yang sederhana, sedangkan turbin berukuran besar pada umumnya menggunakan sensor
9

angin yang dihubungkan ke sebuah servo motor. Sebagian besar memiliki sebuah gearbox yang mengubah perputaran kincir yang pelan menjadi lebih cepat berputar. Turbin biasanya diarahkan melawan arah anginnya. Bilah-bilah turbin dibuat kaku agar mereka tidak terdorong menuju menara oleh angin berkecepatan tinggi. Sebagai tambahan, bilahbilah itu diletakkan di depan menara pada jarak tertentu dan sedikit dimiringkan.

Gambar 2. Pemanfaatan Turbin Angin Sumbu Horizontal pada Gedung Tinggi Dengan melihat potensi tenaga angin yang melimpah di Indonesia, maka dalam hal optimalisasi fungsi bangunan tinggi ini, digunakan Turbin Angin sumbu Horizontal di sisi atas dan pada bagian tengah gedung tinggi. Hal ini memungkinkan turbin angin bisa mendapatkan angin yang lebih maksimal dalam perputarannya. Secara umum kerja turbin angin bisa maksimal dengan memperbesar kecepatan angin yang datang ke turbin. Untuk mendapatkan hal ini maka bentuk bangunan ini dibuat sedemikian rupa sehingga mampu mengumpulkan angin secara optimal yang datang ke arah gedung.

Gambar 3. Optimalisasi Pemanfaatan Angin dengan Desain Gedung Berbentuk X-Circular Dengan teknologi TASH ini diharapkan bisa membantu suplai listrik yang dibutuhkan sebesar 30%-40% dari kebutuhan listrik yang digunakan oleh bangunan gedung. Peletakan turbin angin yang memanfaatkan lantai atas ini diharapkan bisa mendapatkan kecepatan angin yang lebih memadai. Karena kecepatan angin bertambah 20% setiap kenaikan 10 meter.

10

Gambar 4. Turbin Angin Sumbu Horizontal Turbulensi menyebabkan kerusakan struktur menara, dan realibilitas begitu penting, sebagian besar TASH merupakan mesin upwind (melawan arah angin). Meski memiliki permasalahan turbulensi, mesin downwind (menurut jurusan angin) dibuat karena tidak memerlukan mekanisme tambahan agar mereka tetap sejalan dengan angin, dan karena di saat angin berhembus sangat kencang, bilah-bilahnya bisa ditekuk sehingga mengurangi wilayah tiupan mereka dan dengan demikian juga mengurangi resintensi angin dari bilah-bilah itu. Kelebihan TASH adalah Dasar menara yang tinggi memudahkan akses angin yang lebih kuat di tempat-tempat yang memiliki geseran angin (perbedaan antara laju dan arah angin antara dua titik yang jaraknya relatif dekat di dalam atmosfer bumi. Di sejumlah lokasi geseran angin, setiap sepuluh meter ke atas, kecepatan angin meningkat sebesar 20% sehingga posisi turbin yang terletak di pada bangunan pencakar langit ini dapat beroperasi secara maksimal. e. Rumah Produksi Hasil Pertanian (RPHP) Rumah produksi hasil pertanian ditempatkan pada bagian basement dari struktur ini. penempatan ini didasarkan atas posisi hasil panen sawah dengan posisi tempat produk dijual. Pada posisi basement ini, seluruh hasil pertanian akan dibawa langsung ke rumah RPHP ini untuk diolah menjadi suatu produk yang siap jual di pasaran. Sehingga nilai jual produk akan semakin tinggi. Selain itu dengan penempatan seperti ini, nilai jual harga tanaman panen yang diterima petani akan semakin tinggi karena tidak memalui makelar, dan akan meningkatkan kesejahteraan petani yang mengelola lahan tersebut. Pada RPHP ini juga memiliki zona pengolahan terpisah, tergantung produk hasil pertanian apa yang akan diolah. Hasil produk akan dipasarkan ke beberapa pasar dan pusat perbelanjaan yang ada di jakarta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. dengan konsep ini secara tidak langsung akan memangkas biaya transportasi, sehingga harga pasar dari produk akan lebih murah di pasaran. Milestone (Tahapan Rencana) Pada jangka pendek (2015-2020), studi mengenai sistem dan teknologi yang diterapkan di Vertical Urban Farming ini dilakukan guna mendapatkan teknologi yang tepat, murah, dan mudah diaplikasikan. Studi dikhususkan pada penerapan Policircular Shape
11

Structure di konsep ini, khususnya hubungan Policircular Shape Structure terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terhadap kekuatan dan keekonomisan struktur dalam menerima beban angin, serta efektifitas Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH) dalam mensuplai energi. Selama 5 tahun berikutnya, (2020-2025), Tahap konstruksi Jakarta-Vertikal Urban Farming. Tahap awal dibangun di satu lokasi, tahapan pertama dilakukan pembangunan struktur rangka bangunan serta penyelesaian Rumah produksi hasil Pertanian (RPHP) terlebih dahulu. RPHP harus selesai pada tahap awal karena RPHP ini yang akan menampung hasil pertanian. Setelah itu dilanjutkan tahap pembangunan Hosuing Area, Farming Area, serta pusat pembangkit listrik, dan pusat instalasi sisa rumah tangga dan pertanian. Setelah itu dilanjutkan dengan kelengkapana sarana moda tranportasi vertikal maupun horizontal yang akan menunjang aktivitas masyarakat dalam Vertical Urban Farming Village tersebut. Komunitas masyarakat dalam kampung tersebut diharapkan akan dapat menghuni rumahrumah tersebut dengan sedikit adaptasi terhadap cara hidup baru ini. Pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas menjadi sangat penting untuk memastikan keberlanjutannya di masa depan. Pada jangka panjang (2025-2030), Evaluasi jangka menengah terhadap satu unit Vertical Urban Farming Village yang telah dibangun. setelah didapatkan hasil evaluasi maka dilanjutkan pembangunan unit lain dengan total 40 unit di seluruh wilayah Jakarta. Menjelang akhir 2040, J-Verfavil pengembangannya secara komersil dicapai. Pada tahap ini Pengingkatan kualitas bangunan menjadi berskala besar telah mampu dilaksanakan karena dalam rentang waktu 25 tahun terhitung dari 2015, teknologi konstruksi terus diperbaikii dan diperbaharui. Pihak yang Dapat Mengimplentasikan Konsep Kontraktor Kontraktor termasuk salah satu pihak yang memiliki peran dalam mewujudkan gagasan ini. Peran kontraktor dalam pembangunan Vertical Urban Farming ini antara lain: 1. Melaksanakan pembangunan sesuai dengan gambar rencana, hitungan struktur, syarat-syarat dan rencana anggaran yang sudah dibuat oleh pengguna jasa 2. Menyediakan segala properti demi keselematan kerja para pekerja dan masyarakat disekitar lokasi pembangunan Pemilik Proyek Peran pemilik proyek disini adalah memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kelancaran sebuah pekerjaan. Selain itu, ikut mengesahkan perubahan apabila tejadi dalam suatu pekerjaan. Konsultan Perencana Konsultan perencana memiliki peran yang cukup penting dalam hal ini. Peran yang diambil antara lain adalah : 1. Membuat perencanaan pembangunan yang terdiri dari gambar rencana, hitungan struktur, syarat-syarat bahkan sampai rencana anggaran biaya yang dibutuhkan 2. Ikut memberi saran dan pertimbangan tentang pelaksanaan pekerjaan
12

3. Memberi penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal yang kurang jelas, misalnya gambar kerja,rencana kerja, syarat-syarat. Konsultan Pengawas Badan yang diharapkan mampu membantu terwujudnya Vertical Farming ini adalah konsultan pengawas konsultan pengawas yang membantu mengelola pelaksanaan dari awal mula sampai akhir pekerjaan pembangunan ini. Adapun peran yang penting adalah mengkoordinasikan segala informasi antar berbagai bidang guna menghindari terjadinya kesalahan. Arsitek Seorang arsitek disini memiliki peran yang cukup penting dalam pembangunan Vertical Urban Farming. Di harapkan sorang aristek disini mampu mengeluarkan idenya demi terwujudnya sebuah bangunan yang memiliki desain yang unik dan menarik dengan konsep bangunan berbentuk oval disertai sistem open frame dan Policircular Shape Structure. Perusahaan Penyedia Energi, Air, dan Sanitasi Pihak-pihak ini saling terkait dan bertanggung jawab dalam penyediaan komponenkomponen penting dalam bangunan Vertical Urban Farming, terutama dalam Housing Area karena semua komponen ini penting adanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemerintah Disini, pemerintah diharapkan mampu memperhitungkan segala aspek yang ada. Baik dari segi keamanan, sosial ekonomi dan lingkungan. Uji kelayakannya dapat dilaksanakan bersama dengan departemen yang terkait serta dengan menjalin kerja sama dengan para ahli sesuai bidangnya masing-masing. Masyarakat Pada akhirnya, masyarakat menjadi akhir tujuan adanya pembangunan Urban Vertical Farming ini dengan cara ikut mendukung pembangunan ini agar dapat terlaksana sebagaimana mestinya. KESIMPULAN Konsep Vertical Urban Farming Sebagai solusi permasalahan mendasar di Indonesia dengan melibatkan kota besar, seperti Jakarta, sebagai objek aktif dalam pembangunan mandiri dan terintegrasi menuju pencapaian ketahanan pangan Indonesia. Pembaharuan ini melibatkan Jakarta tak hanya sebagai kota besar ataupun ibukota yang hanya fokus terhadap pembangunan gedung-gedung pencakar langit dengan fungsi perkantoran dan industri. Dengan ruang lingkup penyelesaian masalah yang luas (pangan, pemukiman, dan RTH), maka solusi ini dalam jangka menengah ataupun panjang dapat terlihat perkembangannya dalam pembenahan fungsi kota di Indonesia. Langkah-Langkah Strategis Implementasi Gagasan Realisasi dari konsep ini perlu direncanakan dengan matang dan konsisten guna tercapainya tujuan dari Vertical Urban Farming. Tidak kalah penting dengan konsistensi rencana, konsep ini perlu diterima dan dipahami terlebih dahulu di masyarakat agar tujuan dan maksud baiknya dapat menjadi tujuan bersama sehingga perubahan itupun dapat
13

terwujud. Pencapaian pemahaman oleh masyarakat dapat dilakukan dengan metode iklan dan berita publik sehingga dapat dikenal secara luas.

Prediksi keberhasilan Gagasan Vertical Urban Farming Proyek pertanian didalam gedung ini didukung dengan sistem mandiri dimana proses pengolahan dan supply berasal dari sumber daya yang mudah didapat dan diperbaharui sehingga tidak terjadi pemborosan energi. Konsep ini dibuat untuk tercapainya kota dengan pengadaan pangan mandiri, sehingga pemerintah tidak lagi perlu melakukan impor pangan. Selain itu, pemukiman yang tersedia menciptakan ruang bagi masyarakat untuk dapat bercocok tanam ataupun menikmati hasil pertanian yang transparan pengolahannya. Pembangunan proyek ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar terwujud Jakarta yang modern dan menjadi objek aktif pembenahan dan pembangunan Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Despommier, Dick. 2010. The Vertical Farm. http://inhabitat.com/review-amp-interview-thevertical-farm-by-dick-despommier/vertical-farm-designs-1/?extend=1/ diakses Maret 2014 BPS. http://www.bps.go.id/ diakses Maret 2014 BPS Provinsi DKI Jakarta. http://jakarta.bps.go.id/ diakses Maret 2014 Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta. http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id/ diakses Maret 2014 Kementrian Pertanian Republik Indonesia. http://www.pertanian.go.id/ diakses Maret 2014 Persatuan Masyarakat Ilmiah. http://gopanganlokal.miti.or.id/ diakses Maret 2014 Destila Sari, Ivanie. 2013. Vertical Farming Konsep Pertanian Masa Depan DAFTAR RIWAYAT HIDUP Ketua Kelompok Nama NRP Jurusan/ Fakultas Tempat, tanggal lahir Institut HP Alamat Email

: Vanessa : 3113100072 : Teknik Sipil/ Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan : Jakarta, 19 Agustus 1995 : Institut Teknologi Sepuluh Nopember : 085921664860 : Jl. Gebang Wetan No. 29 A, Sukolilo, Surabaya : nesscht19@gmail.com Ketua

( Vanessa) NRP. 3113100072


14

Anggota Nama NRP Jurusan/ Fakultas Tempat, tanggal lahir Institut HP Alamat Email

: M Samsul Anam : 3111100076 : Teknik Sipil/ Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan : Nganjuk, 11 Juli 1993 : Institut Teknologi Sepuluh Nopember : 085708509743 : Keputih Utara, No 7A Surabaya : msamsulanam@gmail.com

Anggota

(M Samsul Anam ) NRP. 3111100076

Anggota Nama NRP Jurusan/ Fakultas Tempat, tanggal lahir Institut HP Alamat Email

: Made Gita Pitaloka : 3113100135 : Teknik Sipil/ Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan : Jayapura, 16 November 1995 : Institut Teknologi Sepuluh Nopember : 081288286130 : Jl. Baskara Selatan D4, Surabaya : gitapitalokaa@gmail.com Anggota

(Made Gita Pitaloka) NRP. 3113100135

Anggota Nama NRP Jurusan/ Fakultas Tempat, tanggal lahir Institut HP Alamat Email

: Indra Kusuma Jati Raj Suweda : 3112100045 : Teknik Sipil/ Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan : Denpasar, 10 September 1993 : Institut Teknologi Sepuluh Nopember : 089676481165 : : tv_brained@yahoo.co.id Anggota

15

(Indra Kusuma Jati Raj Suweda) NRP. 3112100045

LAMPIRAN

Gambar 1. Perbandingan tinggi bangunan (Sumber: Indra, 2014)

Gambar 2. Tampak Atas Bangunan (Sumber: Indra, 2014)

16

GGGambar 3. Tampak didalam bangunan dengan petak-petak pertanian (Sumber: Indra, 2014) Gambar 2.

Gambar 4. Visualisasi sistem transportasi didalam gedung (Sumber: Indra, 2014)

17

Anda mungkin juga menyukai