Anda di halaman 1dari 30

TUTORIAL TUGAS 2

Pendidikan kewarganegaraan

Ditanggapi oleh :

Anastasia Natania Frensicitra

NIM : 045363175

UPBJJ UT Bandung

Fakultas Ekonomi

Program Studi : S1 Akuntansi

Mata Kuliah : Pendidikan kewarganegaraan – MKDU4111

Dosen Tutor : Dr. Lasiyo, M.A.M.M, Dr. Retno Wikandaru, S.FIL., M.PHIL., Dr. Hastangka,
S.FIL., M.PHIL.
1. Uraikan makna dari identitas nasional dan berikanlah contoh identitas nasional yang ada di
Indonesia!

Jawab :

Pengertian Identitas Nasional


Identitas sendiri memiliki arti sebagai ciri yang dimiliki setiap pihak yang dimaksud
sebagai suatu pembeda atau pembanding dengan pihak yang lain. Sedangkan nasional atau
Nasionalisme memiliki arti suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu
harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Identitas nasional adalah kepribadian nasional
atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa
yang lainnya.

Identitas nasional dalam kosteks bangsa cenderung mengecu pada kebudayaan, adat
istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam konteks negara
tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa
Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar
Falsafah Negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 serta
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Pahlawan – pahlawan
rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran Antasari dan
lain – lain.

Dengan terwujudnya identitas bersama sebagai bangsa dan negara Indonesia dapat
mengikat eksistensinya serta memberikan daya hidup. Sebagai bangsa dan negara yang
merdeka, berdaulat dalam hubungan internasional akan dihargai dan sejajar dengan bangsa dan
negara lain. Identitas bersama itu juga dapat menunjukkan jatidiri serta kepribadiannya. Rasa
solidaritas sosial, kebersamaan sebagai kelompok dapat mendukung upaya mengisi
kemerdekaan. Dengan identitas bersama itu juga dapat memberikan motivasi untuk mencapai
kejayaan bangsa dan negara di masa depan.

Identitas nasional merupakan suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan
sebelumnya. Perlu dirumuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas Nasional secara
terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi
yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan internasional.

Ciri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh
budaya asing akan menghadapi challence dan response. Jika challence cukup besar sementara
response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa
Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika. Namun demikian jika challance kecil
sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang
kreatif.

Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka
harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa
Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di
berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung
menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.

Unsur Identitas Nasional Indonesia


Para pendiri negara Indonesia sudah menyepakati unsur-unsur identitas nasional.
Identitas nasional negara Indonesia dituliskan secara resmi dalam UUD 1945 Pasal 35 sampai
36. Berikut adalah unsur-unsur identitas nasional:
1. Bendera Indonesia

Pasal 35 UUD 1945 berbunyi ‘Bendera Negara Indonesia ialah Sang merah Putih’.
Merah memiliki arti berani dan putih memiliki arti suci. Lambang merah putih ini sudah tidak
asing lagi sejak masa kerajaan.

Tidak hanya dipakai oleh kerajaan Majapahit saja, kerajaan kediri juga memakai panji
merah putih sebagai lambang kebesarannya. Bendera merah putih ini pertama kali digunakan
di Jawa pada Oktober 1928, tepatnya hari sumpah pemuda.

Namun ketika pemerintahan kolonialisme, bendera merah putih dilarang untuk


dikibarkan. Akhirnya, bendera merah putih menjadi bendera resmi pada tanggal 17 Agustus
1945.
Bendera merah putih bukan sembarang bendera, karena memiliki ukuran khusus,
Ukuran bendera merah putih diatur dalam undang-undang nomor 24 tahun 2009 pasal 4 ayat 1
dan 3.

2. Bahasa Indonesia

Pasal 36 UUD 1945 berbunyi ‘Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia’. Bahasa
Indonesia menjadi bahasa nasional atau bahasa persatuan. Bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu Riau.

Seiring waktu bahasa ini selalu berkembang dan mengalami perubahan. Bahasa
Indonesia diawali sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Indonesia
merupakan usulan dari Muhammad Yamin.

Pada saat itu ia mengatakan bahwa hanya ada dua bahasa yang bisa menjadi bahasa
persatuan, antara bahasa Jawa dan bahasa Melayu, namun dalam kedepannya, bahasa Melayu
lah yang akan menjadi bahasa persatuan.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, karena bangsa Indonesia memiliki


berbagai jenis bahasa.
3. Lambang Negara Indonesia
Pasal 36A UUD 1945 berbunyi “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Garuda pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika dipilih
menjadi lambang negara dan semboyan negara.

Burung Garuda yang dikenal dari mitologi kuno merupakan kendaraan Wishnu. Burung
Garuda ini menggambarkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan kuat. Burung
Garuda sebagai simbol ikatan persatuan dan menyatunya rakyat Indonesia yang heterogen.

Lambang Garuda Pancasila dirancang oleh panitia Lencana Negara yang diketuai
Sultan Hamid II. Lambang ini akhirnya disempurnakan oleh Soekarno dan diresmikan pertama
kali pada tanggal 11 Februari 1950.

Di dalam burung Garuda Pancasila terdapat simbol-simbol untuk setiap sila. Sila
pertama bergambar bintang emas, sila kedua dilambangkan dengan tali rantai berwarna emas,
sila ketiga dilambangkan dengan pohon beringin, sila keempat dilambangkan dengan kepala
banteng, dan untuk sila kelima dilambangkan dengan padi dan kapas.

Melalui banyak hal mengenai lahirnya Pancasila seperti ditandai oleh pidato yang
dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai
(Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Pidatonya pertama kali mengemukakan
konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia pada 1 Juni 1945 sehingga di
tetapkan Hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni

4. Semboyan Bangsa Indonesia

Sedangkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti ‘berbeda-beda tapi tetap satu
jua’. Semboyan negara ini merupakan kutipan dari Kitab Sutasoma dari Mpu Tantular.
Semboyan ini dipilih untuk menggambarkan persatuan negara Indonesia yang memiliki
keberagaman suku, ras, agama, budaya, dan bahasa.

5. Lagu Kebangsaan Indonesia

Pasal 36B UUD 1945 berbunyi ‘Lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya’. Lagu
Indonesia Raya dipilih menjadi lagu kebangsaan Indonesia. Lagu ini diciptakan oleh Wage
Rudolf Soepratman, dan diperkenalkan pertama kali pada sumpah pemuda, 28 Oktober 1928
di Batavia.

Lirik lagu Indonesia Raya pertama kali dipublikasi di surat kabar Sin Po. Lagu
kebangsaan Indonesia pertama kali dikumandangkan di depan Kongres Pemuda Kedua, namun
setelah itu pemerintah kolonial melarang penyebutan lagu Indonesia Raya. Meski begitu,
pemuda Indonesia tidak gentar dan mereka tetap menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Pasal 36C UUD 1945 merupakan pasal ketentuan lebih lanjut tentang unsur-unsur
identitas nasional. Pasal 36C berbunyi:

“Ketentuan lebih lanjut mengenai bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu
kebangsaan diatur dengan undang-undang.”

6. Dasar Falsafah Negara

Pancasila menjadi dasar falsafah negara. Terdiri dari lima dasar yang menjadi ideologi
negara bangsa Indonesia. Pancasila adalah identitas nasional Indonesia yang memiliki
kedudukan sebagai ideologi dan dasar negara.

7. Konstisusi Negara Indonesia

UUD 1945 menjadi konstitusi atau hukum dasar negara. UUD 1945 merupakan hukum
yang tertulis dan memiliki kedudukan tertinggi dalam peraturan perundangan. UUD 1945
dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan dan bernegara. UUD 1945 sudah digunakan sejak
Indonesia merdeka. Sehari setelah proklamasi , atau pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan naskah yang kini menjadi Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

8. Bentuk Negara Indonesia


Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berkedaulatan rakyat. Negara
indonesia berbentuk kesatuan dan memiliki bentuk pemerintahan republik.

9. Sistem Indonesia
Sistem pemerintahan yang digunakan di Indonesia adalah sistem demokrasi, dengan
sistem yang menjunjung kedaulatan rakyat. Sampai saat ini sudah disepakati bahwa Indonesia
tidak akan melakukan perubahan identitas sebagai negara kesatuan.

Makna atau arti Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah
kristalisasi pengalaman-pengalaman hidup dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang
telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai, pandangan filsafat, moral, etika yang telah
melahirkannya. Dengan Pancasila sebagai dasar Negara itu pula para pendiri Negara dengan
genius menyiapkan sistem ketatanegaraan NKRI sebagai “sistem sendiri”.

Contoh Identitas Nasional

Pada dasarnya, ada banyak sekali contoh identitas nasional Indonesia, di bawah ini akan
dijelaskan beberapa contoh identitas nasional Indonesia.

1. Pancasila adalah dasar negara Indonesia


2. Bendera Merah Putih merupakan bendera melambangkan persatuan karena
mempersatukan bangsa Indonesia yang sangat beragam.
3. Lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan negara Indonesia
4. Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan dari bangsa Indonesia
5. Burung Garuda adalah lambang negara Indonesia.

1. Lakukanlah analisis terkait dengan sila-sila Pancasila dilihat dari causa materialis dari
Pancasila!

Jawab :

ASAL MULA PANCASILA DASAR FILSAFAT NEGARA

A.T. Soegito (1999: 29-33) menjelaskan, bahwa Notonagoro ketika membahas asal
mula Pancasila dasar filsafat Negara mengatakan bahwa pembicaraan mengenai asal mula
Pancasila memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap kedudukan Pancasila sebagai dasar
filsafat atau dasar kerohanian Negara.
Segala sesuatu ciptaan atau makhluk yang berada di dalam waktu, pasti memiliki proses
penjadian artinya dulunya tidak ada lalu menjadi ada, sehingga dapat dikatakan mempunyai
permulaan. Proses menjadinya ada itu disebabkan oleh sesuatu yang lain yang dinamakan asal
mula atau sebab musabab. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara pernah tidak ada, maka
mempunyai hal lain yang mengadakan disebut asal mula atau sebab. Pancasila itu terdapat
dalam hukum dasar Negara kita yang tertinggi, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan naskah penjelasan terperinci dari
proklamasi kemerdekaan.

Pancasila menjadi dasar filsafat Negara tentu saja bersamaan dengan waktu
ditetapkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pada tanggal 18 Agustus 1945, sekalipun asal mulanya lebih tua. Kedua-duanya mempunyai
sejarah. Pembukaan untuk pertama kalinya direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang
terkenal sebagai Jakarta-Charter (Piagam Jakarta), sedangkan Pancasila telah lebih dahulu
diusulkan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia Merdeka yang akan didirikan, yaitu pertama
kali pada tanggal 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.

Sila-sila Pancasila tidaklah semata-mata dibuat atau diciptakan dari pemikiran logis
belaka, melainkan merupakan penemuan dan penggalian dari budaya Bangsa Indonesia sendiri.
Unsur-unsur budaya dikristalisasikan dengan memilah nilai-nilai luhur untuk kemudian
dituangkan dalam lima sila. Pancasila seperti dirumuskan oleh Senat Universitas Gadjah Mada
pada tahun 1951 adalah hasil perenungan jiwa yang dalam dan penelitian cipta yang saksama
atas dasar pengetahuan dan pengalaman hidup yang luas. Unsur-unsur Pancasila itu
sebagaimana sudah dikatakan dalam uraian dimuka telah terdapat sebelumnya dalam adat
kebiasaan, kebudayaan dan keyakinan agama-agama bangsa Indonesia, yang kemudian
dijadikan sebagai dasar negara. Hal ini oleh para ahli diperkenalkan dengan istilah berpancasila
dalam tri prakara. Persoalan mengenai asal mula Pancasila sebagai dasar filsafat negara
memerlukan perhatian khusus agar dapat dimengerti, fungsi, dan tempat yang sebenarnya.

Beberapa kalangan, harus diakui, dalam mendiskusikan perihal asal mula


mengemukakan pendapat-pendapat yang berbeda-beda. Seseorang dapat membedakan antara
beberapa macam asal mula atau sebab. Kita mengambil sebagai suatu contoh sebuah kursi dari
kayu. Kayu yang menjadi bahan untuk dijadikan kursi itu merupakan asal mula atau sebab jenis
pertama dan disebut asal mula atau sebab berupa bahan. Kayu dengan kata lain menjadi asal
mula bahan. Kayu sebelum dan sesudah menjadi kursi, kayunya sama saja, yang berubah bukan
kayunya, yang berubah adalah bentuk atau bangunnya. Bentuk atau bangun itu dikatakan
menjadi asal mula atau sebab jenis kedua dan disebut asal mula bentuk atau sebab berupa
bentuk atau bangun. Bahan kayu tidak cuma dapat dijadikan kursi, akan tetapi juga dapat
dijadikan barang lain-lainnya. Kayu dijadikan kursi atau barang lainnya itu tergantung dari
penggunaan barang yang akan dibuat, maka dari itu tujuan penggunaan merupakan asal mula
atau sebab jenis ketiga dan disebut asal mula tujuan atau sebab berupa tujuan. Tiga macam asal
mula atau sebab tadi belum dapat menyebabkan terjadi apa-apa, kursinya baru menjadi ada,
apabila dilakukan perbuatan untuk membuat kursi, maka karya itu adalah asal mula atau sebab
jenis keempat dan disebut asal mula atau sebab karya yang menimbulkan akibat terjadinya
barang sesuatu baru, dan inilah yang pada umumnya dimaksud sebagai asal mula atau sebab
yang langsung menimbulkan akibat. Akan tetapi yang demikian itu sebenarnya tidak
mencukupi untuk memperoleh pengertian yang sebaiknya dari hal sesuatu dan seringkali
menimbulkan salah paham. Demikian pula halnya dengan Pancasila itu. Sebenarnya keempat-
empat asal mula memiliki kedudukan yang sama-sama penting, dalam arti tidak dapat
diabaikan, ibarat kursi di atas tidak dapat jadi kursi yang baik jika tidak ada kayunya sebagai
bahan, kayu tidak dapat dijadikan kursi begitu seterusnya.

Penerapannya diperuntukkan kepada Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, maka kita
mendapatkan asal mula-asal mula atau sebab-sebab sebagai berikut: asal mula langsung dan
asal mula tidak langsung. Pembagian asal mula menjadi langsung dan tidak langsung
didasarkan atas hubungannya dengan proses menjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat
negara. Asal mula langsung meliputi pembahasan-pembahasan menjelang dan sesudah
proklamasi kemerdekaan yang menunjukkan aspek langsung menjadinya Pancasila sebagai
dasar negara. Asal mula tidak langsung lebih menunjuk pada aspek bahan dalam dimensi
historis masa lampau khususnya yakni sebelum kemerdekaan, tidak dihubungkan dengan
kegiatan secara langsung dengan proses pembahasannya di sekitar proklamasi.

Asal Mula Pancasila ditinjau dari Causa Materialis


Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya sehingga pada hakikatnya
nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila adalah digali dari bangsa Indonesia sendiri yang
berupa nilai-nilai adat kebudayaan dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia. Jadi asal mula bahan atau causa materialis Pancasila adalah
bangsa Indonesia sendiri yang berupa kepribadian dan pandangan hidup.

Catatan yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa nilai-nilai yang terdapat pada kelima
sila Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ideal, sedangkan yang dianggap tidak
ideal tidak diakomodasikan. Jika kita perhatikan dengan seksama, maka tidak dapat dipungkiri
dalam kehidupan bahwa terdapat hal-hal yang kurang baik dan berat sebelah, seperti terlalu
individua atau sebaliknya terlalu sosial, sehingga mengorbankan kepentingan sosial atau
sebaliknya mengorbankan kepentingan sendiri, sedangkan sila-sila Pancasila berupaya
mencari jalan tengah di antara kedua kutub itu.

Unsur-unsur Causa Materialis Pancasila


Prof. Notonagoro untuk mencari asal mula Pancasila menggunakan teori causalitas
(sebab akibat). Berdasarkan teori causalitas tersebut, causa materialis Pancasila berasal dari
adat kebiasaan, kebudayaan dan agama yang ada di Indonesia (Notonagoro, 1975: 32). Dengan
demikian, tidak dapat diragukan bahwa dasar negara yang kita miliki digali dari nilai yang
terdapat dalam masyarakat. Nilai tersebut tersebar pada masyarakat, digunakan untuk
mengatur kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak, diragukan lagi bahwa Pancasila
sebenarnya merupakan budaya dan pembudayaan bangsa Indonesia yang perlu dipahami
secara ilmiah oleh bangsa Indonesia.

1. Adat-istiadat
Sebelum melihat sejauh mana implementasi adat-istiadat dalam Pancasila, dan
bagaimana bentuk konkretnya dalam sila-sila Pancasila terlebih dahulu diuraikan karakteristik
adat-istiadat tersebut. Pada pokoknya adat-istiadat merupakan urusan kelompok; tidak ada
adat-istiadat orang seorang. Seseorang mengikuti adat-istiadat bersama dengan orang lain;
adat-istiadat sekaligus merupakan urusan masyarakat. Masyarakat ini kadang-kadang
mempunyai pembatasan yang agak cermat, misalnya, sebuah suku atau satu persekutuan
pedesaan yang masih tertutup di dalam masyarakat yang bersifat sangat agraris.

Sebuah persekutuan merupakan objek maupun subjek adatistiadat tidak ada pemisah di
antara kedua hal ini, bahkan keduanya tepat bersamaan. Artinya, persekutuan tunduk kepada
adat-istiadat, namun juga merupakan pendukungnya serta mempertahankannya (de Vos, 1987:
42).
Dengan diambilnya adat-istiadat sebagai unsur sila Pancasila, memang sangat tepat,
sebab para pemimpin kita yang merumuskan sila-sila Pancasila mengharap negara yang
berdasarkan Pancasila merupakan negara kekeluargaan, bukan negara yang bersifat orang
perorangan. Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang ditanamkan dari atas, melainkan
merupakan manifestasi moralitas publik. Artinya, dimensi otoritas dan tradisi seharusnya
melenturkan diri sefleksibel mungkin, sehingga publik pun berpartisipasi dalam diskursus
tentang nilai-nilai dasar Pancasila itu (Lanur, 1995: 11).

Karakteristik lain dari adat-istiadat. Orang tidak lagi mempertanyakan tentang asal-usul
serta apa yang hendak dicapai oleh adat-istiadat, melainkan orang mematuhi secara diam-diam
dan tanpa mempersoalkannya. la diterima dan dipatuhi sebagai sesuatu yang wajar. la tidak
memerlukan dasar pembenaran; palingpaling kehendak Tuhan merupakan dasar
pembenarannya (de Vos, 1987: 43). Dari kedua karakteristik adat-istiadat di atas, sudah sangat
jelas maksud dan tujuannya. Di samping itu, tampaknya adatistiadat memiliki karakteristik
yang universal, artinya berlaku untuk adat istiadat dimana pun dengan tidak melihat di mana
tempat keberadaannya. Dengan demikian, adat-istiadat bangsa kita memiliki karakteristik
tersebut.

Koentjaraningrat (1974) setelah membedakan antara kebudayaan dengan adat


menyatakan. Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan. Secara lengkap wujud itu dapat kita
sebut adat tata kelakuan, karena adat itu berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Adat dapat
dibagi lebih khusus dalam empat tingkat, ialah (i) tingkat nilai budaya, (ii) tingkat norma-
norma, (iii) tingkat hukum, (iv) tingkat aturan khusus (Koentjaraningrat, 1974: 20).

Dari deskripsi singkat tentang seluk-beluk adat-istiadat kita dapat mencoba melihat
transfonnasi nilai adat-istiadat yang terdapat di seluruh Nusantara ini ke dalam sila-sila
Pancasila. Perlu ditegaskan adat-istiadat yang dimaksud di sini berhubungan dengan masalah
sosial, ekonomi, politik dan ketatanegaraan. Sebab, tidak semua bentuk adat-istiadat tersebut
ditransformasikan ke dalam sila-sila Pancasila.

2. Kebudayaan
Causa materialis kedua Pancasila adalah budaya atau kebudayaan bangsa. Dari segi
etimologisnya; kata "Kebudayaan" berasal dari kata Sanskerta budhayah, ialah bentuk jamak
dari budhi yang berarti "budi" atau "akal". Demikian, kebudayaan itu dapat diartikan "hal-hal
yang bersangkutan dengan budi dan akal" (Koentjaraningrat, 1974: 19).

Mengikuti arti etimologis kebudayaan, ternyata kebudayaan sangat luas aspeknya.


Kebudayaan merupakan hasil dari akal budi, dengan demikian keseluruhan hasil akal manusia,
seperti ilmu, teknologi, ekonomi dan lain-lain termasuk kebudayaan. Seiring dengan itu, JWM
Bakker dalam mencari definisi kebudayaan menyatakan sekurang-kurangnya terdapat tujuh
kategori arti kebudayaan, masing-masing sebagai berikut.
1. Ahli sosiologi mengerti kebudayaan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian,
ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat.
2. Ahli Sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai
warisan sosial atau tradisi.
3. Ahli Filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan terutama pembinaan
nilai dan realisasi cita-cita.
4. Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, kelakuan.
5. Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian (adjustment) manusia kepada
alam sekelilingnya, kepada syarat hidup (Bakker, 1984: 27-28).

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan. Pertama, kebudayaan merupakan


hasil olahan akal manusia tentang alam ini. Dalam arti ini, maka setiap produk akal manusia
disebut kebudayaan seperti ilmu, teknologi, ekonomi, seni, dan lain-lainnya. Kedua, pengertian
kebudayaan dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, tergantung dari segi mana kebudayaan
tersebut dilihat. Dengan demikian, pengertian tersebut belum dapat memberikan gambaran
kepada kita tentang kebudayaan daerah yang diangkat menjadi sila-sila Pancasila. Untuk itu
perlu dilihat aspek lain dari kebudayaan, yang merupakan unsur kebudayaan.

Mengutip pendapat B. Malinowski, kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur


universal, yaitu: (1) Bahasa, (2) Sistem teknologi, (3) Sistem mata pencaharian, (4) Organisasi
sosial, (5) Sistem pengetahuan, (6) Religi, (7). Kesenian

Selain tujuh unsur tersebut, kebudayaan memiliki wujud, yang terdiri atas kompleks
gagasan, konsep, dan pikiran manusia: wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak
dapat dilihat, dan berpusat; pada kepala manusia yang mengaturnya. Kompleks aktivitas,
berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkret, dapat diamati atau
diobservasi. Wujud ini sering disebut sistem sosial. Wujud sebagai benda, aktivitas manusia
yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya
manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan berbagai
macam benda untuk berbagai keperluan hidupnya (Soelaiman, 1988: 13).

Melihat berbagai unsur kebudayaan tersebut di atas, kebudayaan Indonesia memiliki


bahasa.Yang dimaksud dengan bahasa ialah ungkapan pikiran dan perasaan manusia yang
secara teratur dinyatakan dengan memakai tanda berbentuk alat bunyi (Alisjahbana, 1977: 15).
Bahasa merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada manusia di samping akal pikiran.
Jadi sangat jelas, bahasa lisan terlebih-lebih bahasa tulis tidak hanya terbatas dapat dimengerti
oleh orang lain. Bahasa memperlihatkan sikap, perasaan dan pikiran pemiliknya.

Bahasa dijadikan alat komunikasi manusia, dengan perkembangan ilmu seperti


sekarang ini, bahasa tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi antara satu orang dengan
orang lain. Bahasa sudah dijadikan alat komunikasi ilmiah. Karena ilmu memiliki sifat
sistematik, metodik, maka bahasa komunikasi ilmu, baik lisan maupun tulisan harus memenuhi
kaidah ilmiah. Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan dengan berbagai bahasa daerah yang
banyak sekali jumlahnya, bangsa ini memiliki bahasa nasional (persatuan), yaitu bahasa
Indonesia.

Sistem teknologi, Ellul berpendapat istilah teknik tidak berarti mesin, objek hasil
teknologi melainkan "satu keseluruhanmetode yang dicapai secara rasional dan mempunyai
efisiensi mutlak (untuk satu tahap perkembangan tertentu) dalam setiap bidang kegiatan
manusia (Ellul, 1986: 12). Jadi, yang dimaksud dengan teknologi canggih, tetapi mengacu
kepada setiap karya manusia yang dapat digunakan secara efisien, mulai dari penemuan
peralatan sederhana, seperti alat yang terbuat dari batu, dari kayu, berupa kapak kayu, kapak
batu dan sejenisnya.

Sistem mata pencaharian, tidak dapat dibantah bahwa system mata pencaharian yang
paling awal yang dimiliki manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya adalah
dengan mengumpulkan hasil alam, seperti berburu binatang liar, mencari bahan yang
disediakan alam. Perkembangan selanjutnya manusia mulai membudidayakan apa yang
disediakan oleh alam, maka muncullah budaya bercocok tanam.

Organisasi sosial. Institusi pada umumnya dapat didefinisikan sebagai berikut. Institusi
sosial ialah satu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola kelakuan, peranan dan
relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum guna
tercapainya kebutuhan sosial dasar (Hendropuspito, 1983: 114). Organisasi sosial, sering
disamakan dengan system sosial. Dalam satu sistem sosial harus memiliki ciri. Dua orang atau
lebih, terjadi interaksi di antara mereka, bertujuan, memiliki struktur, simbol, dan harapan
bersama yang dipedomani (Soelaiman,1990: 17). Satu sistem sosial di dalam pertumbuhannya
mungkin mempengaruhi diri sendiri sehingga mengakibatkan perubahan yang bukan inti,
misalnya pemerintah demokratis menjadipemerintahan otokratis, atau kapitalis menjadi
sosialis, lagi pula dapat mempengaruhi suasana masyarakat yang melindunginya (Soekanto,
1982: 345). Kalau kita melihat masyarakat ini, telah memiliki organisasi sosial, seperti
organisasi arisan, subak (organisasi sistem irigasi) di Bali, dan lain-lain.

Sistem pengetahuan. Pengetahuan diambil dari bahasa Inggris Knowledge, yang berarti
tahu/ketahuan. Dari segi bahasa ini, pengetahuan adalah hasil tahu manusia tentang sesuatu.
Ilmu adalah satu institusi kebudayaan, satu kegiatan manusia untuk mengetahui tentang dirinya
dan alam sekitar dengan tujuan mengenal manusia sendiri, berbagai perubahan yang
dialaminya yang dekat dan jauh darinya; perubahan lingkungan dan variasinya, untuk
memanfaatkan, menghindari dan mengendalikannya (Jacob, 1996: 5).

Secara sederhana sistem pengetahuan yang dimiliki oleh nenek moyang kita masih
sangat bersahaja belum sekompleks sekarang. Misalnya, dalam hal untuk menentukan waktu
turun menanam padi, untuk mengetahui terjadinya letusan gunung api, dilihat dengan turunnya
binatang buas. Dengan perkataan lain, sistem pengetahuan yang dimiliki oleh nenek moyang
kita berguna untuk mengembangkan pengetahuan yang ada saat ini.

Sistem religi. Setiap kebudayaan memiliki sistem religi, berupa keyakinan terhadap
yang gaib. Sistem kesenian, tidak bedanya dengan sistem religi, kebudayaan diperkaya dengan
berbagai bentuk kesenian, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling
mutakhir. Menyangkut sistem religi ini, akan dibicarakan panjang lebar pada bagian causa
materialis agama.
3. Agama-agama
Causa materialis ketiga Pancasila adalah berbagai agama yang ada di Indonesia. Sudah
sejak dahulu kala dikatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, bangsa yang
mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Pada waktu meyampaikan pidato lahirnya Pancasila,
Bung Karno mengusulkan prinsip Ketuhanan. Bangsa Indonesia dengan memiliki prinsip
tersebut, dikatakan. Prinsip Ketuhanan bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-
masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah
menurut Tuhan petunjuk Isa alMasih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad
S.A.W., orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya
(Soekarno, tanpa tahun: 27).

Bung Karno dalam pidato tersebut di atas, menyebutkan prinsip Ketuhanan


berkeadaban, yang diartikan setiap pemeluk agama lain. Dalam konteks Indonesia, dengan
menerima Ketuhanan YangMaha Esa sebagai salah satu sila, kita mengungkapkan keyakinan,
bahwa negara terbentuk berdasarkan kodrat sosial manusia yang diciptakan Tuhan (Lanur,
1995: 20).

Agama yang hidup dalam komunitas bangsa Indonesia dapat digolongkan ke dalam
agama asli dan agama etnis, sedangkan agamayang datang dari luar disebut sebagai agama
langit atau agamayang bersumber dari wahyu Tuhan. JWM Bakker, menyebutkan agama asli
pada berbagai suku bangsa yang dikenal dengannama Protomelayu (Bakker, 1976: 23).
Selanjutnya dikatakan, yang terkenal sebagai agama asli tadi, yaitu: Parmalin, Parbaringan atau
agama Si raja Batak, agama Sabulungan di kepulauan Mentawai, Kaharingan, agama suku
Dayak di Kalimantan, Aluk to Dollo, agama asli suku Toraja, Parandangan Ada, agama asli
lain di Sulawesi Tengah, agama Marapu, agama asli di pulau Sumba, agama Bali Aga, agama
asli di pulau Bali, agama Viori Keraeng, di Manggarai, Flores Barat, agama Ratu Bita Bantara,
di Sikka, Flores Tengah (Bakker, 1976: 25).

E.E. Evans Pritchard (1984), menyatakan : ... bahwa agamaagama primitif adalah
merupakan bagian dari agama pada umumnya (species dari genus), dan bahwa semua orang
yang benninat terhadap agama haruslah mengakui bahwa semua orang yang benninat terhadap
agama haruslah mengakui bahwa suatu studi tentang pandangan dan praktek ragam coraknya,
akanmenolong kita untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan tertentu tentang hakikat agama
pada umumnya... (Pritchard, 1984: 2) .

2. Lakukanlah analisis terkait dengan internalisasi nilai-nilai dari sila-sila Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari!

Jawab :

Internalisasi Nilai-Nilai Dari Sila-Sila Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Pancasila memiliki lima sila yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik
pribadi hingga bermasyarakat. Kelima sila dalam Pancasila yang perlu dipahami oleh
masyarakat Indonesia:

1. Ketuhanan yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Makna Dan Nilai-Nilai Yang Terkandung dalam Pancasila

Pancasila yang merupakan dasar Negara Republik Indonesia memiliki makna dan nilai-
nilai luhur dalam setiap silasilanya, karena setiap butir pancasila itu dirumuskan dari nilai-nilai
yang sudah ada sejak zaman dulu dalam kehidupan pribadi bangsa Indonesia. Adapun makna
dan nilainilai yang terkandung dalam setiap sila-sila itu adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan sesuatu
yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia. Memahami Ketuhanan
sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat yang berketuhanan, yakni
membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai
ridho Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Dari sudut pandang etis
keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah negara yang menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan
kepercayaan masing-masing. Dari dasar ini pula, bahwa suatu keharusan bagi masyarakat
warga Indonesia menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang
beragama, apapun agama dan keyakinan mereka.

2. Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadarantentang
keteraturan, sebagai asas kehidupan, sebab setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi
manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab. Manusia yang maju peradabannya tentu lebih
mudah menerima kebenaran dengan tulus, lebih mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola
kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal hukum universal.

Kesadaran inilah yang menjadi semangat membangun kehidupan masyarakat dan alam
semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha gigih, serta dapat diimplementasikan
dalam bentuk sikap hidup yang harmoni penuh toleransi dan damai (Nurgiansah & Al Muchtar,
2018).

3. Persatuan Indonesia (Kebangsaan)


Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran Indonesia dan
bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa Indonesia hadir untuk
mewujudkan kasih saying kepada segenap suku bangsa dari Sabang sampai Merauke.
Persatuan Indonesia, bukan sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan sempit, namun
harus menjadi upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dari dunia luar. Negara
Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dalam proses sejarah perjuangan panjang dan terdiri
dari bermacam-macam kelompok suku bangsa, namun perbedaan tersebut tidak untuk
dipertentangkan tetapi justru dijadikan persatuan Indonesia (Nurgiansah et al., 2020).

4. Permusyawaratan dan Perwakilan


Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan dengan orang
lain, dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan saling menghargai satu sama lain
atas dasar tujuan dan kepentingan bersama. Prinsip-prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita
utama untuk membangkitkan bangsa Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam dunia
modern, yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau
berada dalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan.

Hikmah kebijaksanaan adalah kondisi sosial yang menampilkan rakyat berpikir dalam
tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri dari belenggu pemikiran
berasaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit (Alfaqi, 2016).

5. Keadilan Sosial
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihak kan,
keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa. Itu semua bermakna
mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik, dimana setiap anggotanya
mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada
kemampuan aslinya. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan
peningkatan kualitas rakyat,sehingga kesejahteraan tercapai secara merata (Bahrudin, 2019).

Dari uraian nilai-nilai kelima butir Pancasila itu kita dapat melihat betapa apik dan luhur
nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Sehingga sangat disayangkan apabila nilai-nilai itu
hanya menjadi wacana belaka dan tidak terealisasikan sebagaimana mestinya dalam kehidupan
seharihari karena kurangnya kesadaran dan sikap menjiwai Pancasila yang kurang. Nilai-nilai
tersebut mungkin bisa lebih merasuk kedalam hati dan jiwa setiap rakyat Indonesia apabila
nilai-nilai itu telah tertanam dalam setiap individu dalam hidup di tengah keluarga, bersekolah,
dan berada ditengahtengah masyarakat (Cahyo Pamungkas, 2015).

Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang
harus diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
adalah sebagai berikut: Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara
lain: Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu
dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil,
Maha Bijaksana dan sebagainya; Contohnya: Menyayangi tumbuh-tumbuhan dan merawatnya;
selalu menjaga kebersihan dan sebagainya (Dedees, 2016).
Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak suka pada orang-orang yang
membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap orang-orang yang selalu
bertakwa dan selalu berbuat baik. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan
Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang
wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainya demi
kelangsungan dan peningkatan kualitas Hidup itu sendiri (Murdiono et al., 2020).

Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan


yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut:
Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan kewajiban asasinya.
Penerapan, pengamalan/ aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari yaitu: Dapat diwujudkan
dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik
dan sehat; hak setiap orang untuk mendapatkan informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; hak setiap orang untuk berperan dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hokum yang
berlaku dan sebagainya.

Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila
ini, misalnya mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa tetap
nyaman; menjaga kelestarian tumbuhtumbuhan yang ada dilingkungan sekitar; mengadakan
gerakan penghijauan dan sebagainya. Nilai-nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab ini
ternyata mendapat penjabaran dalam UndangUndang No. 23 Tahun 1997 di atas, antara lain
dalam Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (3); Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1)
sampai ayat (2). Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak yang
sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; dalam ayat (2) dikatakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (3) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak
untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku (Retnasari & Hidayah, 2019).

Dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup dan dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan
akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Dalam Pasal 7 ayat (1) ditegaskan, bahwa
masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam
pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa ketentuan pada ayat (1) di
atas dilakukan dengan cara: Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan
kemitraan; Menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; Menumbuhkan
ketanggap segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; Memberikan saran
pendapat; Menyampaikan informasi dan /atau menyampaikan laporan. Dalam Sila Persatuan
Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti dalam hal-hal yang menyangkut
persatuan bangsa patut diperhatikan aspekaspek sebagai berikut: Persatuan Indonesia adalah
persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia serta wajib membela dan menjunjung
tinggi (patriotisme); Pengakuan tehadap Ke Bhinneka Tunggal Ika dan suku bangsa (etnis) dan
kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan
kesatuan bangsa; Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme)
(Sutiyono, 2018).

Penerapan sila ini dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: Dengan melakukan
inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu diperhitungkan dalam pengendalian
pembangunan lingkungan di daerah dan mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan
serta penerangan dan penyuluhan dalam pengenalan tata nilai tradisional dan tata nilai agama
yang mendorong perilaku manusia untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Wahyudi,
2017) Di beberapa daerah tidak sedikit yang mempunyai ajaran turun temurun mewarisi nilai-
nilai leluhur agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-
ketentuan adat di daerah yang bersangkutan, misalnya ada larangan untuk menebang
pohonpohon tertentu tanpa ijin sesepuh adat; ada juga yang dilarang memakan binatang-
bintang tertentu yang sangat dihormati pada kehidupan masyarakat yang bersangkutan dan
sebagainya.

Secara tidak langsung sebenarnya ajaran ajaran nenek leluhur ini ikut secara aktif
melindungi kelestarian alam dan kelestarian lingkungan di daerah itu. Bukankah hal ini sudah
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan sehari-hari. Dalam
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan terkandung nilai-nilai kerakyatan. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus
dicermati, yakni: Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran
dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan
tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup; Mewujudkan,
menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan, Masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup.

Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan
sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain: Penerapan sila ini
tampakdalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur masalah lingkungan hidup. Sebagai
contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup dan
pemanfaatan sumber daya alam (Yunita & Suryadi, 2018). Dalam ketetapan MPR ini hal itu
diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40) Mengelola sumber daya alam dan memelihara
daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke
generasi. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan
teknologi ramah lingkungan.

Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah


daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan
lingkungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan undang-
undang. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan
yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang
yang pengaturannya diatur dengan undang-undang. Berikut ini beberapa contoh penerapan
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :

Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia

Elemen penting dari beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME), dan
berakhlak Mulia adalah akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak
kepada alam, serta akhlak bernegara. Contoh perilaku di kehidupan sehari-hari:

a) Menjalankan perintah agama sesuai kepercayaan masing-masing


b) Berkata dan berbuat baik sesuai ajaran agama
c) Bersikap ramah, sopan, dan menghargai sesama manusia
d) Mencintai dan menjaga kelestarian lingkungan sekitar
e) Bertingkah sebagai tidak warga negara yang baik dan tidak melawan hukum

Penerapan Pancasila dalam berkebinekaan global

Sebagai warga dunia, kita perlu mengenal dan menghargai kebudayaan lain. Selain itu,
kita juga perlu berkomunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, serta merefleksi
dan bertanggung jawab terhadap pengamalan kebinekaan. Contoh penerapan nilai Pancasila
dalam aspek ini di antaarnya:

a) Mencoba mengenal dan menghargai teman dari suku yang berbeda


b) Menggali cara komunikasi yang efektif dengan teman dari suku yang berbeda
c) Mengumpulkan informasi terkait ragam budaya sebagai bekal untuk membangun relasi
yang baik dengan sesama

Pancasila dalam sikap gotong royong

Salah satu nilai luhur bangsa Indonesia adalah gotong-royong. Elemen penting dalam
gotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi. Sikap gotong-royong bisa
mendorong kolaborasi yang baik untuk mendapatkan hasil yang lebih baik juga. Beberapa
contoh penerapan dari Pancasila di kehidupan sehari-hari dalam aspek gotong-royong:

a) Mencoba untuk berkolaborasi dengan orang lain


b) Menanamkan kepedulian pada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama
c) Terbuka untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, atau sumber daya lain yang
memungkinkan

Bersikap mandiri

Salah satu nilai yang wajib dimiliki Pelajar Pancasila adalah mandiri. Mandiri yang
dimaksud adalah bertanggung jawab atas proses dan hasil belajar yang ditempuh. Sikap
mandiri juga diwujudkan dengan memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta
memiliki regulasi diri. Contoh dari sikap ini seperti saat dihadapkan dalam situasi sulit maka
kita dapat dengan tenang mencari solusi sendiri dan menghadapi situasi dengan bijak.

Berpikir kritis

Berpikir kritis atau bernalar kritis merupakan salah satu kemampuan yang sangat
dibutuhkan untuk menghadapi tantangan pada abad 21. Dengan terus mengasah proses
berpikir, kita sekaligus mengasah kemampuan berpikir kritis. Sikap yang menunjukkan kita
memiliki kemampuan ini sebagai berikut:

a) Cara memperoleh dan memproses informasi serta gagasan;


b) Menganalisis sekaligus mengevaluasi proses penalaran yang terjadi dalam pikiran;
c) Merefleksikan pemikiran dan proses berpikir itu sendiri;
d) Serta mengambil keputusan sebagai hasil dari proses berpikir.

Berpikir Kreatif

Profil Pelajar Pancasila berikutnya adalah kreativitas yang baik dimana pelajar mampu
menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermanfaat, dan berdampak baik itu berupa gagasan,
karya, atau tindakan. Contoh dari penerapan nilai Pancasila dalam aspek kreativitas:

a) Memberikan ide yang berbeda dari teman-teman lain dalam suatu proyek,
b) Mampu mengolah informasi atau mencari inspirasi dan melahirkan gagasan baru,
c) Menyelesaikan masalah dengan cara atau pendekatan yang berbeda.

3. lakukan analisis kedudukan Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indoneisa dalam


kehidupan sehari-hari!
Jawab :

Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa

Secara harfiah, kepribadian bangsa terdiri dari dua kata, yaitu kepribadian dan bangsa.
Kepribadian adalah orientasi sifat yang berbeda dalam diri seseorang ketika menghadapi
kondisi tertentu. Sedangkan bangsa adalah kumpulan masyarakat yang memiliki keterikatan
dan saling berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Istilah Pancasila dalam kehidupan kenegaraan dikenalkan pertama kali oleh Ir.
Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa, memiliki
fungsi utama sebagai dasar negara Indonesia. Dalam kedudukannya yang demikian Pancasila
menempati kedudukan yang paling tinggi, sebagai sumber dari segala sumber hukum atau
sebagai sumber hukum dasar nasional dalam tata hukum di Indonesia. Adapun kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagai berikut.
1. Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
indonesia.
2. Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintregrund)
3. Mewujudkan cita-cita hukum sebagai dasar ( baik hukum yang tertulis maupun tidak
tertulis)
4. Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengundangkan isi yang mewajibkan
pemerintah dan penyelenggara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5. Merupakan semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggara negara, para pelaksana
pemerintahan.

Secara umum, fungsi dan peranan Pancasila menurut Tap MPR No. III/ MPR/2000
tentang Sumber Hukum Nasional dan Tata Urutan Perundangan dinyatakan bahwa Pancasila
berfungsi sebagai dasar negara. Hal ini mengandung maksud bahwa Pancasila digunakan
sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan negara, yang meliputi bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. fungsi dan peranan
Pancasila sebelumnya telah kita kenal sebagai sebagai berikut.
a) Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia Pancasila sebagai jiwa bangsa berfungsi agar
Indonesia tetap hidup dalam jiwa Pancasila.
b) Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia Pancasila sebagai pribadi Bangsa
Indonesia memiliki fungsi, yaitu sebagai hal yang memberikan corak khas Bangsa
Indonesia dan menjadi pembeda yang membedakan bangsa kita dengan bangsa yang
lain.
c) Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Pancasila sebagai sumber hukum
berfungsi sebagai sumber hukum yang mengatur segala hukum yang berlaku di
Indonesia.
d) Pancasila sebagai perjanjian luhur Pancasila sebagai perjanjian luhur telah berfungsi
dan disepakati melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18
Agustus 1945.
e) Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia Pancasila sebagai cita- cita
bangsa memiliki fungsi, yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
f) Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan ber negara.
g) Pancasila sebagai moral pembangunan.

Dasar negara merupakan fondasi atau landasan yang kuat dan kokoh serta tahan
terhadap segala gangguan, hambatan maupun rintangan dari dalam maupun dari luar, sehingga
bangunan gedung di atasnya dapat berdiri dengan kokoh dan kuat. Bangunan itu ialah Negara
Republik Indonesia yang ingin mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Ditinjau
dari asal-usulnya, kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta. yang mengandung dua suku
kata, yaitu panca dan syila. Panca berarti lima dan syila dengan huruf i yang dibaca pendek
mempunyai arti sendi, dasar, alas atau asas. Sedangkan syila dengan pengucapan i panjang
(syiila) berarti peraturan tingkah laku yang baik, utama atau yang penting. Dengan demikian
Pancasila dapat diartikan berbatu sendi lima, atau lima tingkah laku utama, atau pelaksanaan
lima kesusilaan Pancasila Krama).
Istilah Pancasila juga dapat kita jumpai dalam sebuah karya Empu Tantular. Dalam
buku itu terdapat istilah Pancasila yang diartikan sebagai pelaksanaan kesusilaan yang lima
(Pancasila Krama), yaitu:
✓ Tidak boleh melakukan kekerasan
✓ Tidak boleh mencuri
✓ Tidak boleh berwatak dengki
✓ Tidak boleh berbohong
✓ Tidak boleh mabuk minuman keras.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung arti bahwa Pancasila dipergunakan sebagai
dasar (fundamen) untuk mengatur pemerintah negara atau sebagai dasar untuk mengatur
penyelengaraan negara. Dengan demikian Pancasila merupakan kaidah negara yang
fundamental, yang berarti hukum dasar baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis dan semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia harus
bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental.
Pancasila sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau pedoman dalam
penyelenggaraan negara. Seandainya negara adalah sebuah bangunan, maka Pancasila sebagai
fondasi yang nantinya akan dijadikan tempat berpijak bangunan-bangunan berikutnya. Dengan
demikian, Pancasila dijadikan dasar dan tonggak dalam pembuatan segala peraturan
perundang-undangan negara serta berbagai peraturan lainnya yang mengatur di berbagai
bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, maupun pertahanan dan
keamanan.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara menempatkan Pancasila sebagai sumber
hukum yang paling utama bagi segala perundang-undangan yang akan dibuat dan digali. Hal
ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila
ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan
negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Adapun yang dimkasud Pancasila sebagai pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk
hidup dan jalan hidup (way of life). Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila berfungsi
sebagai pedoman atau petunjuk dalam kehidupan sehari-ahari. Ini berati, Pancasila sebagai
pandangan hidup merupakan petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan
di segala bidang.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila selalu
dijunjung tinggi oleh setiap warga masyarakat, karena pandangan hidup Pancasila berakar pada
budaya dan pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan hidup yang ada dalam
masyarakat Indonesia menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang dirintis sejak jaman
Sriwijaya hingga Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri
negara ini serta disepakati dan ditentukan sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dalam
pengertian yang demikian, maka Pancasila selain sebagai pandangan hidup negara, sekaligus
juga sebagai ideologi negara.
Sebagai pandangan hidup bangsa, di dalam Pancasila terkandung konsep dasar
kehidupan yang dicita-citakan serta dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena itulah Pancasila harus menjadi pemersatu bangsa
yang tidak boleh mematikan keanekaragaman yang ada sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dengan
demikian Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan
kekuatan rohaniah bagi tingkah laku hidup sehari-hari dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
maka segala daya upaya bangsa Indonesia dalam membangun dirinya akan terarah sesuai garis
pedoman dari pandangan hidup bangsa Indonesia.
Berdasar uraian di atas, manfaat dijadikannya pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
antara lain:
a. mengatasi berbagai konflik atau ketegangan sosial, artinya ideologi dapat
meminimalkan berbagai perbedaan yang ada dalam masyarakat dengan simbol- simbol
atau semboyan tertentu.;
b. menjadi sumber motivasi, artinya ideologi dapat memberi motivasi kepada seseorang,
kelompok orang atau masyarakat untuk mewujudkan cita-citanya, gagasan dan ide-
idenya dalam kehidupan nyata., dan
c. Menjadi sumber semangat dalam mendorong individu dan kelompok untuk berusaha
mewujudkan nilai-nilai yang terkadung di dalam ideologi itu sendiri serta untuk
menjawab dan menghadapi perkembangan global dan menjadi sumber insiparsi bagi
perjungan selanjutnya.

Sehingga dapat disimpulkan, Pancasila sebagai kepribadian bangsa merupakan


perwujudan dari nilai-nilai budaya bangsa yang diyakini kebenaran dan kebaikannya. Berikut
contoh sikap pengamalan butir Pancasila dalam kehidupan sehari-hari:

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

❖ Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan pada orang lain.


❖ Menghormati pemeluk agama lain dalam melaksanakan ibadah.

2. Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


❖ Bersikap tenggang rasa kepada orang lain.
❖ Berani membela kebenaran dan keadilan.
❖ Saling menghormati dan mau bekerja sama dengan orang lain.
❖ Tidak bertindak sewenang-wenang kepada orang lain.

3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia

❖ Rela berkorban untuk kepentingan bangsa.


❖ Cinta Tanah Air dan bangsa
❖ Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi atau golongan.

4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan Perwakilan

❖ Menerima dan melaksanakan setiap keputusan musyawarah.


❖ Tidak memaksakan kehendak pada orang lain.
❖ Mempertanggungjawabkan setiap keputusan musyawarah secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

4. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

❖ Menghormati hak-hak orang lain.


❖ Ringan tangan atau gemar membantu orang lain.
❖ Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
Daftar Pustaka

lasiyo dkk, MKDU4111 BMP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN , Universitas


Terbuka, Tangerang Selatan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/13/21112671/strategi-menyelamatkan-
pancasila?page=all
https://www.kemenkopmk.go.id/internalisasi-pancasila-lewat-pembiasaan
Mellynea Kezyta Negraheni, Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Pada Kalangan Pelajar,
https://www.researchgate.net/publication/329484898_INTERNALISASI_N
ILAINILAI_DALAM_PANCASILA_PADA_KALANGAN_PELAJAR,
Herwan Parwiyanto, “Pancasila Sebagai Sumber Nilai”,
http://herwaparwiyanto.staff.uns.ac.id/
jah, Nikmah. “http://nikmahajah.blogspot.co.id/2013/11/proses-berbangsa-
danbernegara.html” (diakses pada selasa, 01 november 2022)
Ativa, Titik. “Makalah Identitas Nasional” http://putrimedansitiativa.blogspot.co.id/ (diakses
pada selasa, 01 november 2022)
Latheva. “Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa Indonesia”
https://lathevha.wordpress.com/2016/05/03/kewarganegaraan-identitasnasional-sebagai-
karakter-bangsa-indonesia/ (diakses pada minggu, 24september 2017)
Mangihot, Pasaribu. “Pengertia, Unsur, Faktor dan Sifat Identitas Nasional”
http://mangihot.blogspot.co.id/2017/02/pengertian-faktor-unsur-unsur-dansifat.html (diakses
pada selasa, 01 november 2022)
Septiana Tiyas, "Contoh Penerapan Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari", Klik untuk
baca: https://caritahu.kontan.co.id/news/contoh-penerapan-nilai-pancasila-dalam-
kehidupan-sehari-hari. (diakses pada selasa, 01 november 2022)
Jurnal Kewarganegaraan Vol. 5 No.1 Juni 2021 P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328
Yohana.R.U.Sianturi & Dinie Anggraeni D – Universitas Pendidikan Indonesia.
(diakses pada selasa, 01 november 2022)
https://caritahu.kontan.co.id/news/contoh-penerapan-nilai-pancasila-dalam-kehidupan-sehari-
hari (diakses pada selasa, 01 november 2022)
http://www.smpn3purbalingga.sch.id/2021/07/kedudukan-dan-fungsi-pancasila-sebagai.html
(diakses pada selasa, 01 november 2022)
Retnasari, L., & Hidayah, Y. (2019). Menumbuhkan Sikap Nasionalisme Warga Negara Muda
di Era Globalisasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi (Studi
padaMahasiswa PGSD UAD). Jurnal Basicedu, 4(1), 79–
88.https://doi.org/10.31004/basicedu.v4i1.303 (diakses pada selasa, 01 november
2022)
Sutiyono, S. (2018). Reformulasi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
UntukMenguatkan Nasionalisme Warga Negara Muda Di Wilayah Perbatasan.
Citizenship Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan, 6(1), 1.
https://doi.org/10.25273/citizenship.v6i1.1824 (diakses pada selasa, 01 november
2022)
Wahyudi, W. (2017). Peran Kader Bela Negara Di Kawasan Perbatasan Dalam
DinamikaHubungan Lintas Batas Negara: Studi Tentang Peran Forum Bela Negara di
Sebatik,Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Jurnal Pertahanan & Bela
Negara, 7(3),19–40. https://doi.org/10.33172/jpbh.v7i3.227 (diakses pada selasa, 01
november 2022)

Anda mungkin juga menyukai