Anda di halaman 1dari 81

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

ANALISIS PERBEDAAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK DARI


PEMERIKSAAN DAN REALISASI AUDIT COVERAGE RATIO (ACR)
SEBELUM DAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA TAX AMNESTY
PERIODE I
HALAMAN JUDUL

Diajukan oleh:
NUR SUBOWO
NPM: 154060006526

AHLI MADYA AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
Tahun 2007

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat


Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan
pada Politeknik Keuangan Negara STAN
2017
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

NAMA : NUR SUBOWO


NOMOR POKOK MAHASISWA : 154060006526
BIDANG SKRIPSI : PERPAJAKAN
JUDUL SKRIPSI : ANALISIS PERBEDAAN REALISASI
PENERIMAAN PAJAK DARI
PEMERIKSAAN DAN REALISASI AUDIT
COVERAGE RATIO (ACR) SEBELUM
DAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA
TAX AMNESTY PERIODE I
Dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi ini adalah hasil tulisan saya
sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin atau
tiru tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Bila terbukti saya melakukan
tindakan plagiarisme saya siap dinyatakan tidak lulus dan dicabut gelar yang telah
diberikan.

Tangerang Selatan, Februari 2017


Yang memberikan pernyataan,

Nur Subowo

ii
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : NUR SUBOWO


NOMOR POKOK MAHASISWA : 154060006526
BIDANG SKRIPSI : PERPAJAKAN
JUDUL SKRIPSI : ANALISIS PERBEDAAN REALISASI
PENERIMAAN PAJAK DARI
PEMERIKSAAN DAN REALISASI AUDIT
COVERAGE RATIO (ACR) SEBELUM
DAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA
TAX AMNESTY PERIODE I

Mengetahui, Menyetujui,
Direktur PKN STAN, Dosen Pembimbing,

Rahmadi Murwanto, Ak., M.Acc., M.B.A., Ph.D. Dr. Ir. Agung Budilaksono, S.E., M.M.
NIP 197003131990031001 NIP 196710101997031001

iii
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
PERNYATAAN LULUS UJIAN KOMPREHENSIF

NAMA : NUR SUBOWO


NOMOR POKOK MAHASISWA : 154060006526
BIDANG SKRIPSI : PERPAJAKAN
JUDUL SKRIPSI : ANALISIS PERBEDAAN REALISASI
PENERIMAAN PAJAK DARI
PEMERIKSAAN DAN REALISASI AUDIT
COVERAGE RATIO (ACR) SEBELUM DAN
SETELAH DIBERLAKUKANNYA TAX
AMNESTY PERIODE I

Tangerang Selatan, Februari 2017

1.

Khusnaini, S.S.T., Ak., M.A.B. (Ketua Penguji)


NIP 197505241995032001

2.

Dr. Ir. Agung Budilaksono, S.E., M.M. (Anggota Penguji/Pembimbing)


NIP 196710101997031001
3.

Amrie Firmansyah, S.E., M.M., M.Ak. (Anggota Penguji)


NIP 198002152000121002

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Alhamdulillahirrabal’alamin. Tiada kata yang terindah sebelum memulai
melainkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dan
semoga sholawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan
para sahabatnya.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak sekali menerima bantuan,
dukungan, bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua tercinta, ayahanda (Bpk Rusdan) dan ibunda (Ibu Lasiyem) yang telah
mengasuh dan mendidik penulis dari kecil hingga sekarang yang tiada terbalas
jasanya, serta atas doanya yang selalu menyertai.
2. Istri tercinta, Priyatiningsih yang selalu mendampingi penulis dengan segala
kasih dan sayangnya dan juga puteriku tercinta, Nurindya Tasnim yang selalu
memberikan semangat dan kesejukan dengan senyumannya.
3. Keluarga dan Saudara penulis, kakakku (Mas Ari, Mas Haryo, Mas Heri, Mbak
Upi, Mbak Evi, Mbak Entin), adikku (Hasto dan Amri) serta keponakanku (Egi,
Sanis, Siva, Fara, Hani, Muadz, Musa, Sulaiman, Rasyif, Aisyah, Fatimah,
Azizah, Qonita, dan Afan).
4. Bapak Rahmadi Murwanto, Ak., M.Acc., M.B.A., Ph.D., selaku Direktur
Politeknik Keuangan Negara STAN.
5. Bapak Dr. Ir. Agung Budilaksono, S.E., M.M., selaku dosen pembimbing materi
penulisan skripsi ini yang telah memberikan bimbingan dan segala ilmu.
6. Bapak Kuwat Slamet, SE., Ak., M.Si. dan Ibu Susi Zulvina, SH., M.H., selaku
dosen KPO atas segala saran yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Nur Indah Lestari, S.Pd., M.S.E., M.P.P., selaku dosen pembimbing teknis
yang telah memberikan perbaikan serta masukan atas penulisan skripsi ini.

v
8. Ibu Khusnaini, S.S.T., Ak., M.A.B. dan Bapak Amrie Firmansyah, S.E., M.M.,
M.Ak., sebagai dosen penguji skripsi atas segala ilmu, waktu, dan masukan demi
sempurnanya skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat mahasiswa DIV Akuntansi Reguler Angkatan 2015 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya selama ini.
10. Semua pihak dan teman seperjuangan: Bob, Pamulak, Reza, Dito, Nindita, Arif,
Udin, Andika, Septian, Hadi, Dewi dan Danang. Terima kasih atas kontribusi,
dukungan, dan bantuan yang selama ini diberikan semoga mendapat balasan
kebaikan dari Allah SWT.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangannya. Penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak agar nantinya menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat memberikan motivasi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tangerang Selatan, Februari 2017

Nur Subowo

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI........................................................................ii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................................... iii
PERNYATAAN LULUS UJIAN KOMPREHENSIF ................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian ....................................................................................... 1
B. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah Penelitian .................................................................................. 5
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 5
F. Sistematika Pembahasan ......................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................ 7
A. Landasan Teori ....................................................................................................... 7
1. Pajak........................................................................................................................ 7
2. Tax amnesty (Pengampunan pajak) ........................................................................ 8
3. Pemeriksaan pajak (Tax audit) ............................................................................. 10
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 17
C. Pengembangan Hipotesis ...................................................................................... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 20
A. Gambaran Umum Objek ....................................................................................... 20
B. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................... 22
C. Populasi................................................................................................................. 22

vii
D. Variabel dan Definisi Operasional ........................................................................ 23
E. Model Penelitian ................................................................................................... 23
F. Pengujian Hipotesis .............................................................................................. 24
G. Program Komputer yang Digunakan .................................................................... 25
H. Hasil yang Diharapkan.......................................................................................... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 26
A. Deskripsi Data Penelitian...................................................................................... 26
1. Pengambilan Data ................................................................................................. 26
2. Analisis Deskriptif ................................................................................................ 28
B. Pengujian Hipotesis .............................................................................................. 32
1. Realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan ...................................................... 32
2. ACR (Audit Coverage Ratio) ................................................................................ 36
C. Interpretasi Hasil dan Pembahasan ....................................................................... 40
BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ................. 50
A. Simpulan ............................................................................................................... 50
B. Saran ..................................................................................................................... 51
C. Keterbatasan Penelitian......................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 53
LAMPIRAN ................................................................................................................. 57
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 70

viii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel I.1 Perbandingan jumlah WP Wajib SPT dan ACR .................................... 3
Tabel I.2 Jumlah Pencairan Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan (triliun rupiah) 4
Tabel IV.1 Statistik Deskriptif Realisasi Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan ...... 29
Tabel IV.2 Satatistik Deskriptif ACR..................................................................... 31
Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas dengan uji K-S dan Shapiro-Wilk Data Realisasi
Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan .................................................... 34
Tabel IV. 4 Hasil Uji Wilcoxon Signed-Ranks Test Data Realisasi Penerimaan
Pajak dari Pemeriksaan ........................................................................ 35
Tabel IV. 5 Hasil Uji Normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-
Wilk Data ACR ..................................................................................... 38
Tabel IV. 6 Hasil Uji Wilcoxon Signed-Ranks Test Data ACR ............................... 39
Tabel IV. 7 Perkembangan Proporsi Pegawai Pemeriksa DJP dan Jumlah WP
Diperiksa Tujuan Kepatuhan. ............................................................... 46

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar I.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 18
Gambar IV. 1 Hasil Uji Normal P-P Plot Data Realisasi Penerimaan Pajak dari
Pemeriksaan..................................................................................................33
Gambar IV. 2 Hasil Uji Normal P-P Plot Data ACR .................................................. 37

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Proses Bisnis Pemeriksaan ................................................................... 57
Lampiran 2. Daftar Kanwil, Jumlah KPP dan Jumlah WP Wajib SPT .................... 58
Lampiran 3. Jumlah Realisasi Penerimaan dan Uang Tebusan dari Wajib Pajak yang
Diperiksa dan Ikut Tax Amnesty........................................................... 59
Lampiran 4. Realisasi Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan ..................................... 61
Lampiran 5. Data Rincian Jumlah WP Diperiksa Tujuan Kepatuhan dan Jumlah WP
Wajib SPT (Sebagai Dasar Perhitungan ACR) .................................... 63
Lampiran 6. ACR (Audit Coverage Ratio) ............................................................... 64
Lampiran 7. Tabel Z dari Luas Di Bawah Kurva Normal ........................................ 65
Lampiran 8. Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016.................................... 66
Lampiran 9. Alur Proses Pemeriksaan ...................................................................... 68
Lampiran 10. Surat Izin Riset ..................................................................................... 69

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara dalam membiayai
pembangunan nasional. Realisasi penerimaan pajak mulai dari tahun 2010-2015 tidak
pernah mencapai 100% dari target yang ditetapkan. Sebagaimana data dari Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan pencapaian penerimaan pajak sejak
2010 hingga 2015 sebesar 93,88%; 97,26%; 94,44%; 92,58%; 91,86%; dan 83,00%
(Laporan Tahunan 2010-2014 DJP dan www.kemenkeu.go.id). Hal ini juga terkait
dengan rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Masalah kepatuhan menjadi masalah perpajakan yang dihadapi hampir semua
negara termasuk Indonesia. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah
menandakan masih banyaknya Wajib Pajak yang tidak peduli akan pentingnya pajak
sebagai sumber penerimaan negara. Sesuai data terbaru dari DJP dalam situs
www.pajak.go.id (23/03/2016) sampai dengan tahun 2015 diketahui bahwa jumlah
Wajib Pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebesar
18.159.840 dan tingkat kepatuhan WP hanya sebesar 60,27%. Hal ini berarti hanya
10.945.567 dari total WP yang melaporkan SPT nya, dan masih ada 39,73% total WP
yang belum melaporkan SPT sehingga tingkat kepatuhan WP masih rendah.
Perhitungan kepatuhan tersebut sebenarnya hanya berdasarkan pada kepatuhan
formal dalam melaporkan SPT. Sedangkan, kepatuhan material yakni apakah jumlah
yang dilaporkan merupakan jumlah yang benar sesuai dengan jumlah yang
sebenarnya terutang tidak diketahui.

1
2

Salah satu kebijakan pemerintah untuk mendongkrak kinerja perpajakan dan juga
perekonomian nasional yaitu dengan diberlakukannya tax amnesty atau pengampunan
pajak. Tax amnesty atau pengampunan pajak merupakan program nasional yang
bertujuan untuk mempercepat penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak. Selain itu juga bertujuan untuk menarik dana Wajib Pajak yang ada di luar
negeri (repatriasi) untuk investasi di dalam negeri dalam rangka mempercepat
pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan untuk memperkuat pelaksanaannya
dikeluarkan peraturan berupa Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2016 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2016 s.d. 31 Maret 2017.
Pengertian tax amnesty sebagimana dijelaskan dalam pasal 1 UU Nomor 11 Tahun
2016 yaitu penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara
mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam undang-
undang.
Adanya kebijakan tax amnesty maka Wajib Pajak berhak tidak akan dilakukan
pemeriksaan maupun penegakan hukum lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
kebijakan tersebut akan mengurangi tindakan pemeriksaan setelah tax amnesty
berakhir dan bagi Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan berhak ditangguhkan dan
dihentikan pemeriksaan dengan membayar uang tebusan yang menjadi penerimaan
pajak dari pemeriksaan. Sebagaimana telah ditegaskan kembali dengan dikeluarkan
instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 Tentang Kebijakan
Pemeriksaan Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak yang memberikan instruksi diantaranya
membatalkan pemeriksaan yang belum mulai, tidak menerbitkan
instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan
sejak instruksi diterbitkan hingga 31 Maret 2017 serta hasil uang tebusan yang
diperoleh dari Wajib Pajak yang pemeriksaannya dihentikan dihitung sebagai kinerja
pemeriksaan.
Namun demikian, di sisi lain pemeriksaan pajak mempunyai peran yang sangat
penting yaitu untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak secara penegakan hukum
3

(enforcement compliance) yang akan berdampak pada penerimaan pajak.


Sebagaimana dikemukakan oleh Allingham dan Sandmo (1972) bahwa kepatuhan
Wajib Pajak ditentukan oleh probabilitas deteksi seperti pemeriksaan dan besarnya
sanksi atas penghindaran pajak. Semakin tinggi kemungkinan deteksi dan sanksi
pajak akan mengurangi motif seseorang melakukan penggelapan pajak (tax evasion)
atau semakin patuh.
Peranan pemeriksaan melalui tingkat deteksi dapat diketahui dari besarnya nilai
Audit Coverage Ratio (ACR). ACR yaitu jumlah WP yang diperiksa dibandingkan
dengan jumlah WP terdaftar. Besarnya ACR sebagai tingkat pemeriksaan yang dapat
dilakukan oleh DJP masih belum maksimal atau jauh dibawah standar. Nilai ACR
selama tahun 2012 s.d 2015 besarnya masih di bawah 0,2 % sedangkan standar IMF
minimal sebesar 1% (Silvani dan Baer, 1997:24). Hal ini penting mengingat tingkat
kepatuhan WP masih rendah sehingga perlu peningkatan ACR sebagaimana di tahun
2015 hanya sebesar 60,27% dan penerimaan pajak juga belum mencapai target.
Peningkatan ACR dengan meningkatkan jumlah WP yang diperiksa juga merupakan
tujuan utama kebijakan pemeriksaan tahun 2016 dan juga menjadi sasaran dalam
Rencana Strategis DJP tahun 2015-2019.
Tabel I.1 Perbandingan jumlah WP Terdaftar dan ACR

Uraian/Tahun 2012 2013 2014 2015

Jumlah WP
24.812.569 28.002.205 30.574.428 33.221.523
ACR
0,13% 0,15% 0,12% 0,12%
Sumber: diolah dari data Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan (P2) DJP.
Pemeriksaan juga merupakan cara untuk mengetahui tingkat kepatuhan
sebagaimana dijelaskan oleh Andreoni, et al (1998, 836) yaitu SPT yang diperiksa
oleh pemeriksa pajak. Melalui pemeriksaan akan diuji apakah Wajib Pajak/Pembayar
Pajak telah mengikuti hukum dan melaporkan penghasilan kena pajaknya dengan
benar (Merchant dan Van Deer Stede:2014,673). Oleh karena itu, selain menguji
kepatuhan secara formal juga menguji kepatuhan material yang akan berdampak
langsung terhadap penerimaan dari hasil pemeriksaan yang kurang bayar. Selama
4

tahun 2012-2015 nilai penerimaan dari pemeriksaan mengalami tren naik sehingga
menopang penerimaan nasional sebagaimana tabel I.2 di bawah ini.
Tabel I.2 Jumlah Pencairan Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan (triliun rupiah)

Uraian/Tahun 2012 2013 2014 2015


Nilai pencairan 14,24 20,74 24,47 31,18

Sumber: diolah dari Laporan Tahunan 2012-2014 DJP dan Direktorat P2


Peran pemeriksaan dalam rangka meningkatkan deteksi kecurangan Wajib Pajak
melalui peningkatan ACR juga sangat penting dalam menyukseskan program tax
amnesty. Peningkatan tingkat deteksi diantaranya melalui pemeriksaan atau
meningkatkan ACR akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam masa
berlakunya tax amnesty dan karena setelah tax amnesty berakhir kepatuhan Wajib
Pajak akan turun sehingga dapat dijaga apabila peran pemeriksaan dalam rangka
kepatuhan secara penegakan hukum (enforcement compliance) ditingkatkan (Alm et
al.:1990,24)
Mengingat pentingnya peranan pemeriksaan dan dengan adanya program tax
amnesty berpotensi mengurangi peranan pemeriksaan, maka penulis bermaksud untuk
menganalisis bagaimana dampak atau efek diberlakukannya program tax amnesty
terhadap realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan dan realisasi ACR sebagai
tujuan utama pemeriksaan. Dampak atau efek adanya tax amnesty tersebut akan
diteliti menggunakan analisis perbedaan dengan sampel atau kelompok data
berpasangan yaitu sebelum dibandingkan dengan setelah berlakunya program tax
amnesty periode I (Juli-September 2016 ).

B. Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan analisis pada objek yang berkaitan
dengan tujuan utama kebijkan pemeriksaan yaitu: realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan (extra effort pemeriksaan) dan realisasi ACR (Audit Coverage Ratio)
atau cakupan pemeriksaan yaitu jumlah Wajib Pajak diperiksa tujuan kepatuhan
dibandingkan jumlah Wajib Pajak wajib Surat Pemberitahuan (SPT). Periode yang
digunakan untuk realisasi penerimaan pemeriksaan yaitu tiga bulan sebelum program
5

tax amnesty periode I (April-Juni 2016) dan setelah diberlakukannya tax amnesty
periode I (Juli-September 2016) dengan data per-Kantor Wilayah DJP secara
nasional. Sedangkan ACR terkait Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 yang
berlaku awal Agustus s.d September 2016 maka periode sebelum instruksi yaitu Juni-
Juli 2016 dan periode setelah instruksi yaitu Agustus-September 2016.

C. Rumusan Masalah Penelitian


Masalah penelitian yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan sebelum
dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I dengan menggunakan uji beda
sampel data berpasangan?
2. Apakah terdapat perbedaan ACR (Audit Coverage Ratio) sebelum dan setelah
diberlakukanya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 dengan
menggunakan uji beda sampel data berpasangan?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan sebelum dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I dengan
menggunakan uji beda sampel data berpasangan.
2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan ACR (Audit Coverage Ratio) sebelum dan
setelah diberlakukanya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 dengan
menggunakan uji beda sampel data berpasangan.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk beberapa pihak
sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah khususnya Direktorat Jendeal Pajak, untuk dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan kebijakan
pemeriksaan saat berlangsungnya tax amnesty dan setelah tax amnesty.
6

2. Bagi dunia pendidikan diharapkan memberikan sumbangan terhadap ilmu


pengetahuan untuk dapat dijadikan referensi dalam penelitian lanjutan yang
berhubungan dengan tax amnesty.

F. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini disusun saling terkait yang terdiri atas lima bab dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang penelitian, ruang
lingkup penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta sistematika pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini penulis akan menguraikan landasan teori yang mendukung
penelitian, kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang gambaran umum objek
penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel penelitian, variabel
penelitian dan definisi operasional variabel, serta metode analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yaitu deskripsi data, hasil
analisis, dan juga pembahasan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian, saran dan keterbatasan penelitian sebagai bahan masukan serta
pertimbangan bagi pihak DJP guna menentukan kebijakan yang akan
diambil.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Pajak
Menurut Adriani sebagaimana dikutip oleh Nurmantu (2005, 12), mendefinisikan
pajak sebagai iuran yang dapat dipaksakan oleh negara menurut peraturan perundang-
undangan dengan tanpa mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
untuk membiayai pengeluaran umum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kemudian menurut Soemitro (1990,1-2), pajak pada dasarnya utang yaitu utang
anggota masyarakat kepada masyarakat dan menurut Beliau pajak dari segi
mikroekonomi merupakan peralihan uang (harta) dari sektor swasta/individu ke sektor
masyarakat/pemerintah, tanpa ada imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk.
Sesuai dengan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 juga didefinisikan tentang pajak.
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran
atau peralihan harta yang sifatnya wajib sehingga sebagai utang bagi orang pribadi
atau badan yang pelaksanaanya dapat dipaksakan sesuai peraturan perundang-

7
8

undangan tanpa ada imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk dan digunakan
untuk membiayai keperluan negara demi kemakmuran rakyat.

2. Tax amnesty (Pengampunan pajak)


Pengertian tax amnesty sebagaimana dalam pasal 1 UU Nomor 11 Tahun 2016
yaitu:
“Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak
dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan,
dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Ini”.

Selain itu menurut Andreoni (1991), “tax amnesty are government programs that
forgive all or part of the penalties owed by tax cheaters if they voluntarily repay their
delinquent taxes”. Sehingga jelas bahwa tax amnesty merupakan program yang
dijalankan oleh pemerintah untuk penghapusan sanksi di bidang perpajakan yang
harus ditanggung Wajib Pajak dengan mengungkapakan secara sukarela atas
pelanggaran pajak dan melakukan pembayaran dari pelanggaran tersebut dimana
sesuai peraturan perundangan yaitu dengan cara membayar uang tebusan.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
dijelaskan tujuan program tax amnesty yaitu:
1) Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan
Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas
domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan
peningkatan investasi;
2) Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi; dan
3) Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
Sedangkan jenis-jenis pengampunan pajak (tax amnesty) menurut Sawyer (2006)
dalam Lusiana (2008, 36) sebagai berikut:
9

1) Filling amnesty: merupakan pengampunan yang diberikan dengan


menghapuskan sanksi bagi WP yang terdaftar namun tidak pernah mengisi
SPT (non-filers), pengampunan akan diberikan apabila mereka bersedia
mengisi SPT/melapor SPT.
2) Record-keeping amnesty: memberikan penghapusan sanksi untuk kegagalan
dalam memelihara dokumen perpajakan di masa lalu dan pengampunan
diberikan jika WP untuk selanjutnya dapat memelihara dokumen
perpajakannya.
3) Revision amnesty: berupa kesempatan untuk memperbaiki SPT di masa lalu
tanpa dikenakan sanksi atau diberikan pengurangan sanksi. Pengampunan ini
memungkinkan WP untuk memperbaiki SPT-nya yang terdahulu dan
membayar pajak yang tidak (missing) atau belum dibayar (outstanding). WP
tidak akan secara otomatis kebal terhadap tindakan pemeriksaan dan
penyidikan.
4) Investigation amnesty: pengampunan yang menjanjikan tidak akan
menyelidiki sumber penghasilan yang dilaporkan pada tahun-tahun tertentu
dan terdapat sejumlah uang pengampunan (amnesty fee) yang harus dibayar.
Pengampunan jenis ini juga menjanjikan untuk tidak akan dilakukannya
tindakan penyidikan terhadap sumber penghasilan atau jumlah penghasilan
yang sebenarnya dan sering dikenal dengan istilah laundering amnesty
(pengampunan yang erat dengan tindakan pencucian uang).
5) Prosecution amnesty: yaitu pengampunan yang memberikan penghapusan
tindak pidana bagi WP yang melanggar undang-undang, sanksi dihapuskan
dengan membayarkan sejumlah kompensasi.
Dari penjelasan jenis-jenis pengampunan pajak di atas maka program tax amnesty
yang diterapkan di indonesia yang dimulai 1 Juli 2016-31 Maret 2017 termasuk dalam
jenis prosecution amnesty. Pemerintah telah mengeluarkan program tax amnesty
dimana sesuai tarif uang tebusan dapat dibagi dalam tiga periode. Periode I mulai 1
Juli-30 September 2016, periode II mulai 1 Oktober-31 Desember 2016 dan periode
III mulai 1 Januari-31 Maret 2017.
10

3. Pemeriksaan pajak (Tax audit)


a. Pengertian pemeriksaan pajak
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu jenis pemeriksaan (audit). Menurut
Arens, Elder, dan Beasley (2012) dalam Wardana (2015,17) membagi audit menjadi
tiga jenis yaitu audit operasional (operational audit), audit kepatuhan (compliance
audit), serta audit laporan keuangan (financial statement audit). Dari ketiga jenis audit
tersebut, pemeriksaan pajak dikategorikan sebagai compliance audit mengingat jenis
audit ini ditujukan untuk menentukan apakah suatu pihak telah mengikuti prosedur,
ketentuan, atau peraturan yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berada di atasnya.
Menurut Merchant dan Van Deer Stede (2014,673) pemeriksaan pajak adalah
pemeriksaan oleh pemeriksa pajak pemerintah untuk mengukur apakah Wajib
Pajak/Pembayar Pajak telah mengikuti hukum dan melaporkan penghasilan kena
pajaknya dengan sebenarnya. Pemeriksaan pajak juga dijelaskan dan diatur dalam
pasal 1 angka 25 UU KUP, yang dimaksud pemeriksaan yaitu:
“serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundangundangan perpajakan”.

Sehingga jelas pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya penegakan hukum
untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain disamping upaya-upaya
penegakan hukum lainnya seperti penagihan dan penyidikan. Hal ini dilakukan
sebagai kewenangan dari DJP dalam upaya pengawasan dengan diterapkannya self
assessment system yang mana memberikan kewenangan penuh kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, meyetor dan melaporkan pajak yang menjadi kewajibannya.

b. Tujuan dan kriteria pemeriksaan pajak


Tujuan pemeriksaan pajak sesuai Peraturan Menteri Kuangan Nomor
184/PMK.03/2015 dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, meliputi:
11

1) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan


pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-
Undang KUP;
2) Wajib Pajak yang menyampaikan SPT lebih bayar, selain yang
mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP;
3) Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Rugi;
4) Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,
likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya;
5) Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku atau metode
pembukuan atau revaluasi aktiva tetap;
6) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT
tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran
yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko;
7) Wajib Pajak yang menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan
pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, meliputi:
1) Pemberian NPWP (secara jabatan);
2) Penghapusan NPWP;
3) Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan
Pengukuhan PKP;
4) Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding;
5) Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto;
6) Pencocokan data dan atau alat keterangan;
7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di tempat terpencil; dan
8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN;
12

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tanggal 26


Februari 2016 Tentang Kebijakan Pemeriksaan, kriteria pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan perpajakan Wajib Pajak terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Pemeriksaan rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan
dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak, tanpa memerlukan analisis risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak;
2. Pemeriksaan khusus, meliputi:
1) Pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret,
merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
berdasarkan keterangan lain berupa data konkret menunjukkan adanya
indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
2) Pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko (risk based audit),
merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
berdasarkan hasil analisis risiko menunjukkan adanya indikasi
ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

c. Peranan pemeriksaan pajak


Pemeriksaan pajak memegang peranan penting terutama sebagai penegakan
secara hukum untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (enforcement compliance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Allingham dan Sandmo (1972) bahwa kepatuhan
Wajib Pajak ditentukan oleh probabilitas deteksi seperti pemeriksaan dan besarnya
sanksi atas penghindaran pajak. Semakin tinggi kemungkinan deteksi dan sanksi
pajak akan mengurangi motif seseorang melakukan penggelapan pajak atau semakin
patuh. Tingkat probabilitas ini dapat diketahui dengan besarnya ACR (Audit
Coverage Ratio) (Silvani dan Baer, 1997:24). Semakin tinggi ACR akan
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Terkait kepatuhan menurut James dan Alley (2004, 31) bentuk kepatuhan Wajib
Pajak berhubungan dengan tax avoidance dan tax evasion. Keduanya dibedakan dari
aspek legalitas, dimana tax avoidance merupakan cara yang legal untuk mengurangi
utang pajak (tax liability) sedangkan tax evasion sama-sama mengurangi utang pajak
hanya dilakukan secara ilegal atau melanggar peraturan perpajakan. Selanjutnya yang
13

dimaksud kepatuhan yaitu “the willingness of individuals and other taxable entities to
act in accordance within the spirit as well as the letter of tax law and administration
without the application of enforcement activity.” Sehingga tax avoidance merupakan
perbuatan yang tidak bisa dibenarkan.
Menurut Ilyas dan Wicaksono (2015, 3) pemeriksaan pajak diharapkan
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak baik berasal dari
temuan-temuan pemeriksaan dan juga melalui peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
Selain itu pemeriksaan mempunyai peranan yang penting dalam sistem perpajakan
suatu negara (OECD: 2006, 8) dalam Wardana (2015, 17), antara lain sebagai berikut:
1. sarana peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak,
2. alat pendeteksi ketidakpatuhan individual Wajib Pajak,
3. sarana pemberi informasi mengenai kesehatan dari sistem perpajakan,
4. alat untuk mendapatkan informasi mengenai skema penghindaran dan
penggelapan pajak,
5. sarana edukasi Wajib Pajak, serta
6. sarana untuk mengidentifikasi grey area dalam undang-undang perpajakan
yang memerlukan penegasan lebih lanjut
Dalam konteks adanya tax amnesty peranan pemeriksaan pajak sebagai tingkat
deteksi ketidakpatuhan wajib pajak sangat penting. Peningkatan nilai ACR atau
pemeriksaan merupakan cara efektif dalam keberhasilan program tax amnesty
(Saracoglu dan Caskurlu: 2011, 103). Selanjutnya menurut Alm (1998, 8), bahwa
individu tidak akan secara sukarela mengakui pelanggaran pajak (tax evasion) dengan
adanya tax amnesty kecuali jika mereka percaya bahwa penegakan hukum (law
enforcement) akan ditingkatkan selama tax amnesty. Individu juga akan berpartisipasi
dalam program tax amnesty dan melaporkan pelanggaran pajaknya hanya jika mereka
yakin bahwa pemeriksaan dan sanksi akan meningkat.

d. Kebijakan tax amnesty dan kebijakan pemeriksaan


Kebijakan pemeriksaan yang utama sesuai SE-06/PJ/2016 Tentang Kebijakan
Pemeriksaan yang dikeluarkan di awal tahun 2016 yaitu:
1. tertib administrasi pemeriksaan;
14

2. meningkatkan audit coverage ratio (ACR); dan


3. meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan.
Dengan adanya tax amnesty sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak terdapat kebijakan penting yang terkait pemeriksaan.
Kebijakan tax amnesty yang mana Wajib Pajak tidak akan dilakukan pemeriksaan
maupun penegakan hukum lainnya mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut akan
mengurangi tindakan pemeriksaan baik dalam masa berlakunya tax amnesty maupun
setelah tax amnesty.
Kebijakan pemeriksaan terakit tax amnesty tersebut dapat diketahui dari beberapa
pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
seperti: pasal 11 ayat (2), (3), (4), (5), dan (6) menjelaskan Wajib Pajak yang telah
menyampaikan Surat Pernyataan dan membayar Uang Tebusan dengan benar berhak
tidak dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan, dan
apabila sedang diperiksa maka ditangguhkan dan dapat dilakukan penghentian proses
pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan yang belum selesai.
Khusus untuk pemeriksaan telah ditegaskan kembali dengan dikeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 Tentang Perubahan atas PMK Nomor
118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak yang diatur pada pasal 32 sebagai berikut:
1) Dalam hal Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan telah memperoleh
tanda terima Surat Pernyataan, tindakan pemeriksaan untuk masa pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir,
ditangguhkan.
2) Penangguhan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dimulai sejak
tanggal diterimanya Surat Pernyataan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat
Keterangan.
3) Apabila Wajib Pajak memperoleh Surat Keterangan, tindakan pemeriksaan
dihentikan terhitung sejak tanggal diterbitkannya Surat Keterangan
4) Penghentian pemeriksaan dilakukan dengan membuat laporan penghentian
pemeriksaan dalam rangka Pengampunan Pajak.
15

Untuk mendukung progran tax amnesty juga dikeluarkan kebijakan terkait


pemeriksaan melalui Intruksi Dirjen Nomor INS-03/PJ/2016 Tentang Kebijakan
Pemeriksaan Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (lampiran 8) yang memberikan instruksi
diantaranya untuk membatalkan pemeriksaan yang belum dimulai, tidak menerbitkan
instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan
sejak instruksi diterbitkan kecuali SPT Lebih Bayar dan terkait pelayanan. Selain itu
hasil uang tebusan dari deklarasi harta yang diperoleh dari Wajib Pajak yang
pemeriksaannya dihentikan (dianggap selesai) dihitung sebagai kinerja pemeriksaan
atau sebagai pengganti nilai Surat Ketetapan Pajak. Sedangkan Wajib Pajak yang
sedang dilakukan pemeriksaan pajak dan tidak memilih pengampunan pajak tetap
dilakukan proses pemeriksaan sesuai prosedur PMK Nomor 184 /PMK.03/2015
Tentang Perubahan atas PMK Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan dan SE-06/PJ/2016 Tentang Kebijakan Pemeriksaan (lampiran 9).

e. Tujuan kebijakan pemeriksaan


Kebijakan pemeriksaan dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas
pemeriksaan dengan tujuan utama selain tertib administrasi juga meningkatkan Audit
Coverage Ratio (ACR) dan meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan
pemeriksaan sebagaimana dalam kebijakan pemeriksaan tahun 2016 sesuai SE-
06/PJ/2016 Tentang Kebijakan Pemeriksaan. Besarnya nilai realisiasi penerimaan
pajak dari pemeriksaan dan realisasi ACR dihitung sesuai dengan pedoman Indikator
Kinerja Utama DJP tahun 2016 serta sesuai SE-27/PJ/2016 Tentang Rencana,
Strategis, dan Pengukuran Kinerja Pemeriksaan Tahun 2016 dan kebijakan
pemeriksaan terkait tax amnesty sebagai berikut:
1) Realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan (extra effort pemeriksaan).
Realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan adalah jumlah penerimaan pajak
yang dapat dicairkan (direalisasikan) berdasarkan SKP dari hasil kegiatan
pemeriksaan atas pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan sebelum adanya upaya penagihan berupa penerbitan surat teguran
(penagihan aktif).
16

SKP (Surat Ketetapan Pajak) yang dimaksud disini yaitu SKP yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah baik itu SKPKB (Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar) maupun SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)
dan disetujui oleh Wajib Pajak. SKP tersebut harus dilunasi dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan (Pasal 9 ayat (3) UU KUP). Apabila WP tidak
melunasi dan tidak melakukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran,
paling singkat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran tersebut dapat
diterbitkan Surat Teguran sebagai tindakan penagihan aktif.
Jumlah pajak yang dibayar atas SKP sejak diterbitkan sampai dengan diterbitkan
Surat Teguran tersebut dihitung sebagai realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan
atau extra effort pemeriksaan. Selain itu, sesuai Intruksi Dirjen Pajak Nomor INS-
03/PJ/2016 tanggal 3 Agustus 2016 mengatur bahwa dalam hal Wajib Pajak mendapat
pengampunan pajak maka besarnya uang tebusan dalam Surat Pernyataan dihitung
sebagai realisasi penerimaan dari kegiatan pemeriksaan atau extra effort pemeriksaan.
2) Audit Coverage Ratio (ACR).
ACR adalah besarnya cakupan pemeriksaan yang dihitung berdasarkan hasil
pembagian antara Wajib Pajak (WP) yang diperiksa dengan jumlah WP terdaftar
wajib SPT (per 1 Januari tahun bersangkutan). Jumlah WP yang selesai diperiksa
berarti telah diterbitkan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan). Jumlah WP terdaftar
wajib SPT yaitu wajib SPT Tahunan baik WP Badan (1771) maupun Orang Pribadi
(1770). Tujuan ACR adalah meningkatkan deterrent effect dari kegiatan pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Nilai ACR sebagaimana menurut International Monetery Fund (IMF) yaitu
persentase jumlah WP yang dilakukan pemeriksaan dalam satu tahun (Silvani dan
Baer,1997:24). Pemeriksaan yang dimaksud yaitu sebagai tingkat kemungkinan
terdeteksinya pelanggaran pajak sehingga hanya pemeriksaan tujuan menguji
kepatuhan karena akan berdampak pada kepatuhan Wajib Pajak dan berdampak pada
penerimaan pajak.
Besarnya ACR merupakan indikator tingkat deteksi atau tingkat pemeriksaan
yaitu dihitung dari pemeriksaan dengan tujuan menguji kepatuhan yang terdiri dari
17

pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus sebagaimana telah dijelaskan dalam SE-
06/PJ/2016 Tentang Kebijakan Pemeriksaan. Nilai ACR mempunyai peranan yang
penting dimana semakin tinggi ACR akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak atau
mengurangi motif melakukan penggelapan pajak atau tax evasion (Allingham dan
Sandmo ,1972), (Modugu dan Anyaduba: 2014, 207). Peningkatan kepatuhan Wajib
Pajak baik WP yang dilakukan pemeriksaan maupun WP yang lainnya berperan
dalam peningkatan penerimaan pajak (Ilyas dan Wicaksono: 2015, 3).
Terkait tax amnesty, peningkatan nilai ACR atau pemeriksaan merupakan cara
efektif dalam keberhasilan program tax amnesty disamping administrasi perpajakan
yang baik dan juga penegakan hukum pajak dan hukum lainnya yang terkait dengan
efisien (Saracoglu dan Caskurlu: 2011, 103). Selanjutnya menurut Alm et al.(1990,
24) dengan meningkatkan tingkatan deteksi, diantaranya melalui pemeriksaan atau
ACR dan sanksi akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam masa berlakunya
tax amnesty dan karena setelah tax amnesty berakhir kepatuhan Wajib Pajak akan
turun sehingga dapat dijaga apabila peran pemeriksaan dalam rangka kepatuhan
secara penegakan hukum (enforcement compliance) ditingkatkan. Oleh karena itu,
pemeriksaan pajak dengan meningkatkan ACR memegang peranan sangat penting
baik untuk jangka pendek ketika berlangsungnya tax amnesty maupun jangka panjang
atau setelah berakhirnya tax amnesty.

B. Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan landasan teori dan telaah literatur, kerangka pemikiran dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Pemerintah telah mengeluarkan program tax amnesty dimana sesuai tarif uang
tebusan dapat dibagi dalam tiga periode. Periode I mulai 1 Juli-30 September
2016, periode II mulai 1 Oktober-31 Desember 2016 dan periode III mulai 1
Januari-31 Maret 2017. Tarif uang tebusan masing-masing periode untuk deklarasi
dalam negeri dan repatriasi yaitu sebesar 2%, 3% dan 5%. Sedangkan tarif uang
tebusan untuk deklarasi luar negeri masing-masing periode yaitu sebesar 4%, 6%
dan 10%.
18

2. Untuk menjalankan dan mendukung program tax amnesty maka dikeluarkan


beberapa kebijakan pelaksanaan diantaranya di bidang pemeriksaan pajak yang
akan mempengaruhi extra effort pemeriksaan maupun ACR baik dalam UU
Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor PMK: 141/PMK.03/2016 Tentang Perubahan atas PMK Nomor
118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang
Pengampunan Pajak, Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 tanggal 3
Agsutus 2016 sedangkan kebijakan sebelum tax amnesty terkait pemeriksaan yaitu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 184 /PMK.03/2015 Tentang Perubahan atas
PMK Nomor: 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan SE-
06/PJ/2016 Tentang Kebijakan Pemeriksaan.
3. Realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan dianalisis menggunakan uji beda
antara sebelum (April-Juni 2016) dengan setelah diberlakukannya program tax
amnesty periode I (Juli-September 2016) dan untuk realisasi ACR terkait Instruksi
Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 yang berlaku awal Agustus maka periode
sebelum yaitu Juni-Juli 2016 dan periode setelah instruksi Agustus-September
2016. Skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar I.1 Kerangka Pemikiran

Sebelum program Tax amnesty Berlakunya program Tax amnesty:


Periode I :Juli-September 2016
Periode II :Oktober-Desember 2016
Periode III :Januari- Maret 2017

Kebijakan pemeriksaan sebelum tax amnesty Kebijakan pemeriksaan adanya tax amnesty
periode I (Juli-September 2016) periode I (Juli-September 2016)

1) Realisasi penerimaan pajak/extra effort 1) Realisasi penerimaan pajak/ extra effort


sebelum tax amnesty (April-Juni 2016) periode I (Juli-September 2016)
2) ACR sebelum Instruksi (Juni-Juli 2016) 2) ACR setelah instruksi (Agustus-September
2016)

Uji beda

Analisis dan interpretasi


Sumber: diolah dari penulis.
19

C. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan telaah kerangka pemikiran di atas, penulis
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ho1: Tidak terdapat perbedaan realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan
sebelum dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I.
Ha1: Terdapat perbedaan realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan sebelum
dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I.
2. Ho2: Tidak terdapat perbedaan realisasi ACR sebelum dan setelah
diberlakukannya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016.
Ha2: Terdapat perbedaan realisasi ACR sebelum dan setelah diberlakukannya
Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek


Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan unit eselon I di bawah Kementerian
Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam
menjalankan tugas tersebut DJP mempunyai visi dan misi sebagai berikut:
1. Visi: Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik demi
Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara
2. Misi: Menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan:
a. mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang
tinggi dan penegakan hukum yang adil;
b. pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan
kewajiban perpajakan;
c. aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional; dan
d. kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.
Struktur organisasi DJP terdiri dari unit kantor pusat dan unit kantor operasional.
Kantor pusat terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, 15 direktorat, dan 4 jabatan
tenaga pengkaji. Unit kantor operasional terdiri atas 33 Kantor Wilayah DJP (Kanwil
DJP), 341 Kantor Pelayanan Pajak (KPP), 207 Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
(PPDDP), dan Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (KPDDP).

20
21

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdiri dari 319 KPP Pratama yang menangani wajib
pajak lokasi, 19 unit KPP Madya yang mengadministrasikan Wajib Pajak besar
regional dan Wajib Pajak besar khusus yang meliputi badan dan orang asing,
penanaman modal asing, serta perusahaan masuk bursa, dan 4 KPP Wajib Pajak Besar
yang khusus mengadministrasikan wajib pajak besar nasional.
Salah satu direktorat di DJP yang terkait pemeriksaan pajak yaitu Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan (P2). Tugas utama direktorat ini yaitu merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemeriksaan dan
penagihan perpajakan. Tujuan utamanya yaitu meningkatkan efektivitas pelaksanaan
kegiatan pemeriksaan agar dapat menghasilkan volume hasil pemeriksaan yang tinggi
dengan kualitas yang baik, sehingga memberikan kontribusi penerimaan yang optimal
dari hasil pemeriksaan dan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dimana setiap tahun
selalu diterbitkan kebijakan baru.
Proses bisnis pemeriksaan merupakan proses yang dirancang secara
komperhensif untuk mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas pemeriksaan yang
akan menopang penerimaan pajak secara berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada lampiran 1.
Secara garis besar kriteria pemeriksaan ada dua yaitu pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan dan untuk tujuan lain misalnya pemberian atau penghapusan NPWP.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan terdiri dari pemeriksaan rutin yang sifatnya
bottom-up dan pemeriksaan khusus yang sifatnya dapat bottom-up ataupun top-down.
Pemeriksaan bersifat bottom-up dilakukan berdasarkan usulan dari Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) melalui fungsional pemeriksa atau account representative (AR) atas
indikasi ketidakpatuhan Wajib Pajak dengan mendapat persetujuan dari Kanwil.
Sedangkan, yang bersifat top-down instruksi berasal dari kantor pusat yaitu Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan (P2) atau dari Kanwil. Dengan adanya kebijakan
pemeriksaan yang diperbaruhi tiap tahun sebagai pedoman dalam menjalankan
pemeriksaan supaya tercapai hasil pemeriksaan yang efektif baik dari segi kualitas
maupun kuantitas sehingga mampu menopang penerimaan dan juga meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak.
22

Proses pemeriksaan untuk menguji kepatuhan di setiap KPP yang dimulai dengan
penerbitan surat perintah pemeriksaan dan diselesaikan dengan penerbitan LHP
(Laporan Hasil Pemeriksaan) yang menjadi dasar penerbitan SKP (Surat Ketetapan
Pajak). Terhadap SKP yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah baik itu SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) maupun SKPKBT
(Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) dan disetujui oleh Wajib Pajak
maka harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan
(Pasal 9 ayat (3) UU KUP) dan paling singkat 7 (tujuh) hari apabila WP tidak
melunasi dan tidak melakukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dapat diterbitkan Surat Teguran sebagai tindakan penagihan aktif. Jumlah pajak yang
dibayar atas SKP sejak diterbitkan s.d. diterbitkan Surat Teguran tersebut menjadi
realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan atau extra effort pemeriksaan. Dalam hal
Wajib Pajak mengikuti tax amnesty maka besarnya uang tebusan dihitung sebagai
extra effort pemeriksaan. Sedangkan terhadap Wajib Pajak yang selesai dilakukan
pemeriksaan dan diterbitkan LHP walaupun belum diterbitkan SKP atau jumlah WP
yang selesai diperiksa sebagai dasar untuk menghitung Audit Coverage Ratio (ACR).

B. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder dan kuantitatif.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung yang berasal dari pihak
luar yang bermanfaat dalam penelitian. Sedangkan data kuantitatif yaitu berupa data
angka.
Data yang dilakukan penelitian yaitu data realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan dan realisasi ACR yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak. Selain
itu data-data yang dibutuhkan diperoleh melalui pengumpulan informasi di lapangan
dan studi kepustakaan yaitu mengumpulkan berbagai data yang relevan baik melalui
internet, jurnal, buku, peraturan dan literatur lainnya yang terkait.

C. Populasi
Populasi dari penelitian ini yaitu hasil kinerja pemeriksaan dari pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang diperiksa oleh
23

seluruh KPP dan dikumpulkan berdasarkan Kantor Wilayah DJP (Kanwil DJP) yang
membawahinya atau berjumlah total 33 Kanwil DJP. Data untuk realisasi penerimaan
pajak dari pemeriksaan dirinci per bulan dengan periode April-Juni 2016 sebagai
periode sebelum berlakunya tax amnesty periode I dan periode Juli-September 2016
sebagai periode setelah diberlakukannya tax amnesty periode I sehingga total data
observasi yaitu 99 (33x3). Sedangkan data realisasi ACR juga dirinci per bulan
dengan periode terkait berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016
yaitu periode sebelum instruksi (Juni-Juli 2016) dan periode setelah instruksi
(Agustus-September2016) sehingga total data observasi sebanyak 66 (33x2).

D. Variabel dan Definisi Operasional


1. Realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan adalah jumlah penerimaan
pajak yang dapat dicairkan (direalisasikan) berdasarkan SKP dari hasil kegiatan
pemeriksaan atas pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan sebelum adanya upaya penagihan berupa penerbitan surat teguran
(penagihan aktif) sesuai dengan ketentuan mengenai rencana strategi pemeriksaan.
Dalam hal Wajib Pajak mendapat pengampunan pajak maka besarnya uang
tebusan dalam Surat Pernyataan dihitung sebagai realisasi penerimaan dari
kegiatan pemeriksaan. Besarnya realisasi dalam nominal rupiah.
2. ACR (Audit Coverage Ratio) atau cakupan pemeriksaan tujuan kepatuhan yaitu
jumlah wajib pajak (WP) yang selesai diperiksa untuk menguji kepatuhan
dibandingkan dengan jumlah WP terdaftar wajib SPT (per 1 Januari tahun
bersangkutan) dan nilai ACR dalam persentase. Jumlah WP terdaftar wajib SPT
yaitu wajib SPT Tahunan baik Badan (1771) maupun Orang Pribadi (1770).

E. Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitaif yaitu penelitian ilmiah yang
menggunakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik
(Sugiyono, 2011). Model yang dipakai menggunakan analisis uji beda sampel atau
kelompok data berpasangan (paired t-test) dengan uji dua pihak (2-tailed) untuk data
yang berdistribusi normal dan apabila tidak memenuhi uji normal maka akan
24

digunakan uji wilcoxon signed rank test (Sugiyono: 2010, 134) dengan tingkat
kepercayaan 95%. Dengan menganalisis apakah ada perbedaan yang signifikan
sehingga diketahui bagaimana dampak atau pengaruh adanya program tax amnesty
periode I terhadap realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan dan ACR. Asumsi
utama bahwa kebijakan tax amnesty merupakan faktor utama yang mempengaruhi
realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan dan ACR.

F. Pengujian Hipotesis
Untuk menjawab hipotesis atau mengetahui dampak diberlakukannya program
tax amnesty terhadap realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan dan ACR yaitu
dengan menggunakan uji beda sampel atau kelompok data berpasangan atau saling
berhubungan dengan uji dua pihak. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan pada
sampel atau kelompok data yang sama sehingga berhubungan dan akan diukur
sebelum dan setelah diberlakukannya program tax amnesty periode I. Menurut Triola
(2003, 638) dalam Ritonga (2015, 29) analisis uji beda dengan sampel atau kelompok
data berpasangan apabila data berdistribusi normal (parametris) menggunakan uji t-
test dan apabila data tidak berdistribusi normal (nonparametris) dapat menggunakan
wilcoxon signed-ranks test. Langkah-langkah uji beda sebagai berikut:
1. Uji normalitas.
Data dikatakan normal apabila jumlah data di atas dan di bawah rata-rata adalah
sama, demikian juga dengan simpangan bakunya (Sugiyono:2010, 76). Untuk
menguji normalitas data digunakan beberapa pengujian yaitu dengan normal P-P plot
(probability plot), uji Kolmogorov-Smirnov, dan Shapiro-Wilk. Pengujian dengan
normal P-P plot akan memberikan taksiran awal apakah data normal dengan
membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari distribusi normal (Suliyanto: 2011, 69). Kemudian untuk pengujian
yang lebih objektif menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Apabila
nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari derajat kesalahan 5% maka data
berdistribusi normal dan apabila terdapat perbedaan maka yang dipakai uji Shapiro-
Wilk karena menurut Razali dan Wah (2011, 25) uji ini lebih powerfull.
25

2. Uji beda
Berdasarkan uji normalitas tersebut apabila data berdistribusi normal sehingga
memenuhi asumsi parametris maka dilakukan uji beda sampel atau kelompok data
berpasangan dan berhubungan (paired t-test) dan apabila data tidak berdistribusi
normal menurut Sugiyono (2010, 79) maka digunakan teknik statsistik nonparametris.
Teknik yang digunakan yaitu wilcoxon signed-ranks test. Dalam melakukan uji
normalitas dan uji beda, peneliti menggunakan bantuan software SPSS Statistics 23.
Dari hasil uji beda tersebut akan digunakan untuk menganalisis hipotesis dan
kemudian dilakukan interpretasi. Apabila nilai probabilitas atau p-value lebih kecil
(<) dari nilai signifikansi (α) sebesar 5%, maka Hipotesis nol (Ho) ditolak yang
berarti Hipotesis alternatif (Ha) diterima.

G. Program Komputer yang Digunakan


Dalam pengolahan data, digunakan software Microsoft Excel 2013 untuk
mengolah data baik realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan dan realisasi ACR.
Selanjutnya data tersebut akan dilakukan analisis lanjutan uji beda dengan
menggunakan software untuk statistik yaitu SPSS Statistics 23.

H. Hasil yang Diharapkan


Melalui penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan dampak diberlakukannya
kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty periode I terhadap realisasi
penerimaan pajak dari pemeriksaan dan ACR dengan uji beda serta upaya untuk
meningkatkannya. Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Penelitian

1. Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, untuk menjawab hipotesis atau mengetahui apakah ada
perbedaan sebelum dan setelah diberlakukannya program tax amnesty peroide I (Juli-
September 2016) terhadap realisasi penerimaan pemeriksaan pajak dan realisasi ACR
untuk periode sebelum dan setelah berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-
03/PJ/2016 dengan menggunakan uji beda sampel atau kelompok data berpasangan.
Data yang digunakan yaitu di rinci per-Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak di
seluruh Indonesia dan per bulan yang merupakan penjumlahan dari data tiap Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang berada dibawahnya.
Data rincian jumlah Kantor Wilayah DJP, jumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
beserta jumlah Wajib Pajak (WP) terdaftar tahun 2016 diperoleh dari Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan (P2) dan Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan
(TIP) Kantor Pusat DJP. Data tersebut dapat dilihat sebagaimana disajikan dalam
lampiran 2.
Berdasarkan data tahun 2016 tersebut diketahui bahwa terdapat 33 Kantor
Wilayah DJP yang membawahi 341 Kantor Pelayanan Pajak dan jumlah total Wajib
Pajak wajib Surat Pemberitahuan (SPT) sebesar 20.165.718 WP. Setiap Kanwil rata-
rata membawahi 10 Kantor Pelayanan Pajak dimana jumlah Kanwil dengan Kantor

26
27

Pelayana Pajak paling banyak terdiri dari 17 KPP yaitu Kanwil DJP Jawa Tengah I
dan paling sedikit terdiri dari 4 KPP yaitu Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar
yang dikhususkan untuk Wajib Pajak Besar nasional.
Jika dilihat dari jumlah Wajib Pajak wajib SPT (efektif) diketahui bahwa rata-rata
jumlah Wajib Pajak efektif per-Kantor Wilayah DJP sebesar 611.082 Wajib Pajak
baik Badan maupun Orang Pribadi. Jumlah WP efektif terbesar yaitu Kanwil DJP
Jawa Barat I dengan jumlah 1.462.886 WP efektif. Sedangkan jumlah WP efektif
paling sedikit yaitu Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dengan jumlah 2.003 WP efektif
(lampiran 2).
Data atau variabel yang diteliti yaitu berupa realisasi penerimaan dari
pemeriksaan dan realisasi Audit Coverage Ratio (ACR). Data tersebut diperoleh dari
Direktorat P2 untuk data terkait jumlah realisasi penerimaan dan jumlah Wajib Pajak
selesai diperiksa dalam rangka menguji kepatuhan yang merupakan data per bulan
dari kumpulan semua Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia kemudian
dikumpulkan per-Kantor Wilayah DJP sesuai dengan Kantor Wilayah DJP yang
membawahinya yang bersumber dari ALPP (Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak).
Sedangkan untuk jumlah Wajib Pajak terdaftar wajib Surat Pemberitahuan
Tahunan (efektif) Wajib Pajak Badan dan OP nonkaryawan serta data jumlah
penerimaan khusus uang tebusan tax amnesty dari Wajib Pajak yang diperiksa
diperoleh dari Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan DJP. Data jumlah
penerimaan dari uang tebusan tax amnesty dari WP yang diperiksa tersebut
digabungkan dengan data realisasi penerimaan WP diperiksa dari Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan (P2) sebagai jumlah realisasi penerimaan dari kegiatan
pemeriksaan setelah periode berlakunya tax amnesty periode I (Juli-September 2016).
Data berupa besarnya uang tebusan dari WP yang diperiksa dan ikut tax amnesty
tiap Kantor Wilayah DJP dan realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan sebagai
nilai realisasi setelah berlakunya tax amnesty periode I disajikan dalam lampiran 3.
Sedangan data rincian jumlah Wajib Pajak yang telah selesai diperiksa untuk menguji
kepatuhan dan jumlahWajib Pajak terdaftar wajib Surat Pemberitahuan (SPT) untuk
Badan dan OP nonkaryawan tahun 2016 yang dirinci tiap Kanwil DJP sebagai dasar
28

perhitungan nilai ACR yaitu dengan membagi jumlah WP yang diperiksa menguji
kepatuhan dengan jumlahWajib Pajak terdaftar wajib Surat Pemberitahuan (SPT)
tahun 2016 khusus Badan (1771) dan Orang Pribadi (1770) disajikan dalam lampiran
5.
Data kinerja pemeriksaan berupa realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan
dikumpulkan per-Kantor Wilayah DJP selama periode sebelum diberlakukannya tax
amnesty periode I (April-Juni 2016) dan selama periode setelah diberlakukannya tax
amnesty periode I (Juli-September 2016). Sedangkan data berupa ACR dikumpulkan
per- Kantor Wilayah DJP dengan periode sebelum Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-
03/PJ/2016 (Juni-Juli 2016) dan selama periode setelah berlakunya Instruksi Dirjen
Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 (Agustus-September 2016). Setelah itu akan dianalisis
uji beda dengan tingkat kepercayaan 95% atau derajat kesalahan sebesar 5% dan
menggunkan uji dua pihak (2-tailed).

2. Analisis Deskriptif
Analisis statistik deskriptif menurut Sugiyono (2011, 47) adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum.
Dalam analisis dekriptif ini akan dipaparkan mengenai ukuran tendensi sentral seperti
rata-rata (mean) selain itu juga dipaparkan ukuran lain seperti nilai minimum,
maksimum, jumlah dan standar deviasi untuk variabel pemeriksaan yang diteliti.

a. Realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan.


Data realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan atau extra effort
pemeriksaan yang dihasilkan tiap Kanwil Direktorat Jenderal Pajak baik sebelum
(April-Juni 2016) dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I (Juli-September
2016) dalam rupiah disajikan dalam lampiran 4. Data realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan tersebut untuk periode setelah program tax amnesty periode I sudah
termasuk uang tebusan dari Wajib Pajak yang sedang diperiksa dan ikut tax amnesty
pada periode I.
29

Hasil analisis deskriptif untuk realisasi penerimaan pajak dari kegiatan


pemeriksaan atau extra effort pemeriksaan dapat dilihat pada tabel IV.1 di bawah ini:
Tabel IV.1 Statistik Deskriptif Realisasi Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan

SEBELUM BERLAKU SETELAH BERLAKU Valid N


TA-1 TA-1
N 99 99 99

Minimum 25.180.359 257.785.422

Maximum 1.413.043.833.007 2.553.824.494.585

Sum 4.835.385.931.174 6.261.475.197.936

Mean 48.842.282.133 63.247.224.222

Std. 174.097.362.591 264.163.042.666


Deviation
Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23.
Berdasarkan tabel IV.1 di atas, data realisasi penerimaan pajak dari kegiatan
pemeriksaan dikelompokan menjadi dua yaitu sebelum berlakunya tax amnesty
periode I (April-Juni 2016) dan setelah berlakunya tax amnesty periode I (Juli-
September 2016) dengan jumlah data penelitian sebanyak 99. Jumlah realisasi
penerimaan yang dihasilkan sebelum tax amnesty periode I selama 3 bulan yaitu total
Rp4.835.385.931.174,00 dengan jumlah minimum atau paling kecil sebesar
Rp25.180.359,00 yang dihasilkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Kalimantan Barat pada bulan April 2016 yang membawahi 6 Kantor Pelayanan Pajak
(KPP). Sedangkan jumlah realisasi penerimaan yang dihasilkan paling besar atau
maksimum yaitu dengan nilai sebesar Rp1.413.043.833.007,00 yang dihasilkan oleh
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus pada bulan Mei 2016 yang
membawahi 9 KPP.
Nilai rata-rata jumlah realisasi penerimaan yang dihasilkan seluruh Kanwil DJP
dari bulan April-Juni 2016 mencapai Rp48.842.282.133,00 per bulan. Besarnya
standar deviasi atau simpangan baku sebesar Rp174.097.362.591,00 per bulan diatas
30

nilai rata-rata sehingga tingkat penyimpangan atau keragaman data untuk realisasi
penerimaan dari pemeriksaan pajak sebelum tax amnesty periode I termasuk tinggi.
Nilai realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan setelah berlakunya atau
diimplementasikan tax amnesty periode I (Juli-September 2016) jumlah realisasi
penerimaan total selama 3 bulan yaitu Rp6.261.475.197.936,00. Jumlah realisasi
minimum atau jumlah paling kecil sebesar Rp257.785.422,00 yang telah dihasilkan
oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta pada
bulan Juli 2016 yang membawahi 5 KPP. Sedangkan jumlah realisasi penerimaan
yang dihasilkan paling besar atau nilai maksimum yaitu sebesar
Rp2.553.824.494.585,00 yang dihasilkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Wajib Pajak Besar pada bulan September 2016 yang membawahi 9 Kantor
Pelayanan Pajak (KPP).
Nilai rata-rata per bulan jumlah realisasi penerimaan dari pemeriksaan seluruh
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak selama bulan Juli-September 2016
mencapai Rp63.247.224.222,00 per bulan sehingga mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan periode sebelum berlakunya tax amnesty periode I yang rata-
rata sebesar Rp48.842.282.133,00 per bulan atau mengalami kenaikan sebesar
29,49%. Besarnya standar deviasi atau simpangan baku sebesar
Rp264.163.042.666,00 diatas nilai rata-rata sehingga tingkat penyimpangan atau
keragaman data untuk relaisasi penerimaan dari pemeriksaan pajak setelah berlakunya
tax amnesty periode I termasuk tinggi.

b. ACR (Audit Coverage Ratio) atau cakupan pemeriksaan tujuan kepatuhan.


Data realisasi ACR yang dihasilkan tiap Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak baik sebelum berlakunya instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 (Juni-
Juli 2016) dan setelah diberlakukannya Instruksi Dirjen Pajak tersebut (Agustus-
September 2016) sebagai bagian dari kebijakan program tax amnesty periode I
disajikan dalam lampiran 6. Data realisasi ACR yang akan dilakukan pengujian
dalam persentase (%).
Hasil analisis deskriptif atas data realisasi nilai ACR (Audit Coverage Ratio)
disajikan dalam tabel IV.2 di bawah ini:
31

Tabel IV.2 Satatistik Deskriptif ACR

SEBELUM BERLAKU INS- SETELAH BERLAKU INS- Valid N

03/PJ/2016 03/PJ/2016

N 66 66 66
Minimum ,010 ,021
Maximum 10,521 12,462
Mean ,4365 ,4368
Std. 1,541 1,708
Deviation
Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23
Berdasarkan tabel IV.2 di atas, diketahui bahwa data realisasi ACR
dikelompokan menjadi dua yaitu sebelum berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor
INS-03/PJ/2016 dan setelah berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-
03/PJ/2016 dengan jumlah data penelitian 66. Untuk data sebelum Instruksi Dirjen
Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 nilai minimum atau nilai terendah realisasi ACR
sebesar 0,01% yang dihasilkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulut,
Sulteng, Gorontalo, dan Malut yang membawahi 11 Kantor Pelayanan Pajak dan
terjadi di bulan Juli 2016. Sedangkan nilai maksimum atau nilai tertinggi ACR
sebesar 10,521% yang dihasilkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib
Pajak Besar yang hanya membawahi 4 Kantor Pelayanan Pajak di bulan Juni 2016.
Nilai rata-rata realisasi ACR seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak bulan
Juni-Juli 2016 sebesar 0,4365%. Besarnya standar deviasi atau simpangan baku
sebesar 1,541% diatas nilai rata-rata sehingga tingkat penyimpangan atau keragaman
data untuk ACR tinggi.
Realisasi ACR setelah berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016
nilai minimum atau nilai terendah ACR sebesar 0,021% yang juga terdapat pada
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulut, Sulteng, Gorontalo, dan Malut yang
membawahi 11 Kantor Pelayanan Pajak dan terjadi di bulan Agustus 2016.
Sedangkan nilai maksimum atau nilai tertinggi realisasi ACR sebesar 12,462% juga
terdapat pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar yang
32

hanya membawahi 4 Kantor Pelayanan Pajak di bulan September 2016. Nilai rata-rata
ACR seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak bulan Agustus-September
2016 sebesar 0,4368%. Oleh karena itu apabila dibandingkan dengan periode sebelum
berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 terjadi peningkatan rata-
rata ACR per-Kanwil sebesar 0,069%. Besarnya standar deviasi atau simpangan baku
sebesar 1,708 % diatas nilai rata-rata ACR yang berarti tingkat penyimpangan atau
keragaman data untuk ACR termasuk tinggi.
Untuk lebih mengetahui detail nilai ACR yang merupakan hasil perhitungan
dalam persentase yaitu jumlah Wajib Pajak yang selesai diperiksa dalam rangka
menguji kepatuhan dibagi dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar wajib SPT yang
dirinci untuk tiap-tiap Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dapat dilihat pada
lampiran 5 dan 6.

B. Pengujian Hipotesis
Sebagaimana telah dijelaskan dalam metodologi penelitian bahwa dalam menguji
hipotesis menggunakan uji beda sampel atau kelompok data berpasangan dengan uji
dua pihak (2-tailed) sesuai dengan hipotesis yang dibangun. Dalam melakukan
pengujian akan dilakukan secara runtun sesuai dengan variabel hasil pemeriksaan
yang diteliti dengan terlebih dahulu melakukan uji normalitas untuk mengetahui uji
beda yang relevan dengan sifat normalitas data.

1. Realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan


Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini terkait realisasi penerimaan dari
kegiatan pemeriksaan yaitu:
Ho1: Tidak terdapat perbedaan realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan sebelum
dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I.
Ha1: Terdapat perbedaan realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan sebelum dan
setelah diberlakukannya tax amnesty periode I.
Realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan merupakan tujuan utama kebijakan
pemeriksaan yang efektif disamping tertib administrasi dan juga Audit Coverage
Ratio (ACR). Melalui hipotesis yang dibangun tersebut akan dilakukan pengujian
33

dengan uji beda dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Apabila data
berdistribusi normal maka dilakukan uji beda sampel atau kelompok data berpasangan
(paired t-test) dan apabila tidak memenuhi uji normalitas menggunakan uji
nonparametris yaitu wilcoxon signed-ranks test. Data sumber pengujian terkait
realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan baik sebelum (April-Juni 2016) dan
setelah berlakunya tax amnesty periode I (Juli-September 2016) disajikan pada
lampiran 4.
1) Uji normalitas
Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak menggunakan
beberapa pengujian yaitu uji normal P-P Plot (probability plot), uji Kolmogorov-
Smirnov, dan Shapiro-Wilk. Data berdistribusi normal apabila jumlah data di atas dan
di bawah rata-rata adalah sama, demikian juga dengan simpangan bakunya. Data yang
diuji berupa selisih antara data setelah (Juli-September 2016) dengan sebelum
diberlakukannya tax amnesty periode I (April-Juni 2016) sehingga cara mengujinya
bukan untuk setiap data baik sebelum maupun setelah berlakunya program tax
amnesty periode I. Hasil uji normalitas dengan normal P-P plot menggunakan bantuan
SPSS 23 ditampilkan pada gambar IV.I sebagai berikut:
Gambar IV. 1 Hasil Uji Normal P-P Plot Data Realisasi Penerimaan Pajak dari
Pemeriksaan.

Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23.


34

Sesuai gambar IV.I di atas terlihat bahwa titik-titik data yang diuji menyebar
tidak mengikuti atau mendekati garis diagonalnya. Oleh karena itu, data berupa
realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan atau extra effort pemeriksaan tersebut
dapat diidentifikasi bahwa data yang diuji tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas
atau data berdistribusi tidak normal.
Selain itu, untuk memberikan perbandingan pengujian dan hasil yang lebih
objektif juga dilakukan uji normalitas data yaitu dengan menggunkan uji
Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk yang mana nilai p-value yang didapat akan
dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05. Apabila nilai p-value lebih besar dari 0,05
maka data berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk dengan
menggunakan SPSS 23 sebagaimana disajikan pada tabel IV.3 di bawah ini:
Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas dengan uji K-S dan Shapiro-Wilk Data Realisasi
Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


SELISIH
,376 99 ,000 ,301 99 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23.


Berdasarakan tabel IV.3 di atas diketahui bahwa hasil p-value atau nilai
signifikansi untuk uji Kolmogorov-Smirnov dan uji Shapiro-Wilk sebesar 0,000 yang
berarti lebih kecil (<) dari 0,05 (5%). Hasil kedua uji tersebut menunjukan hasil yang
sama maka dapat diketahui bahwa data berdistribusi tidak normal. Dari hasil uji
normalitas tersebut dimana data berdistribusi tidak normal akan digunakan uji
wilcoxon signed-ranks test yang tidak mensyaratkan data berdisribusi normal
(nonparametris) untuk uji beda sampel atau kelompok data berpasangan.
2) Uji beda
35

Pengujian yang digunakan yaitu uji beda dengan wilcoxon signed-ranks tes
dikarenakan setelah uji normalitas menunjukan bahwa data berdistribusi tidak normal.
Uji beda yaitu dengan membandingkan data sebelum berlakunya dan setelah
berlakunya program tax amnesty periode I jadi bukan selisihnya yang dilakukan
pengujian sebagaimana uji normalitas yang telah dilakukan sebelumnya. Data rincin
realisasi penerimaan dari kegiatan pemeriksaan yang akan diuji dapat dilihat pada
lampiran 4 yang terdiri dari 99 data observasi dengan diperinci tiap-tiap Kantor
Wilayah Direktorarat Jenderal Pajak.
Hasil uji beda dengan wilcoxon signed-ranks test atas data realisasi penerimaan
pajak dari pemeriksaan atau extra effort pemeriksaan dapat dilihat pada tabel IV.4
dibawah ini:
Tabel IV. 4 Hasil Uji Wilcoxon Signed-Ranks Test Data Realisasi Penerimaan Pajak
dari Pemeriksaan

N Mean Rank Sum of Ranks


SETELAH BERLAKU Negative Ranks 47a 48,53 2281,00
TA-1 - SEBELUM
Positive Ranks 52b 51,33 2669,00
BERLAKU TA-1
Ties 0c
Total 99
a. SETELAH BERLAKU TA-1 < SEBELUM BERLAKU TA-1

b. SETELAH BERLAKU TA-1 > SEBELUM BERLAKU TA-1

c. SETELAH BERLAKU TA-1 = SEBELUM BERLAKU TA-1

SETELAH BERLAKU TA-1 -


SEBELUM BERLAKU TA-1
Z -,677b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,498
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23.
36

Berdasarkan hasil uji wilcoxon signed-ranks test pada tabel IV.4 di atas terhadap
variabel realisasi penerimaan dari kegiatan pemeriksaan dapat diketahui bahwa data
realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan setelah dibandingkan dengan data
realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan sebelum berlakunya tax amnesty periode
I. Banyaknya data dengan peringkat negatif yang berarti nilai setelah lebih kecil dari
nilai sebelum berlakunya tax amnesty periode I berjumlah 47 data. Sedangkan data
dengan peringkat positif yang berarti nilai setelah lebih besar dari nilai sebelum
berlakunya tax amnesty periode I sebanyak 52 data dan data dengan selisih nol atau
nilainnya sama (ties) yaitu nihil atau tidak ada dan total ada 99 data observasi.
Nilai rata-rata peringkat negatif sebesar 48,53 atau lebih kecil dibandingkan
dengan nilai rata-rata peringkat positif sebesar 51,33. Jumlah peringkat negatif
sebesar 2.281 juga lebih kecil dari jumlah nilai peringkat positif sebesar 2.669
sehingga terjadi peningkatan setelah adanya tax amnesty periode I (Juli-September
2016). Untuk mengetahui apakah peningkatan tersebut signifikan atau tidak dapat
dilihat dengan membandingkan nilai Z hitung dengan nilai Z tabel atau nilai p-value
dengan nilai derajat kesalahan 5%
Berdasarkan tabel IV.4 di atas Nilai Z hitung sebesar -,677 (angka mutlak) dan
apabila dibandingkan dengan nilai Z tabel dengan derajat kesalahan 5% dan uji dua
pihak (α/2) diperoleh Z tabel sebesar 1,960. Berarti nilai Z hitung lebih kecil dari Z
tabel sehingga Ho1 diterima atau Ha1 ditolak. Selain itu juga dapat diketahui dari nilai
p-value dengan dua pihak (2-tailed) yaitu sebesar 0,498 yang berarti lebih besar (>)
dari 0,05. Oleh karena itu, Ho1 diterima yang berarti Ha1 ditolak dimana nilai tingkat
kepercayaan dalam penelitian ini sebesar 95% atau derajat kesalahan sebesar 5%.

2. ACR (Audit Coverage Ratio)


Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini terkait ACR atau cakupan
pemeriksaan tujuan kepatuhan yaitu:
Ho2: Tidak terdapat perbedaan realisasi ACR sebelum dan setelah diberlakukannya
Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016.
37

Ha2: Terdapat perbedaan realisasi ACR sebelum dan setelah diberlakukannya


Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016.
Dari hipotesis tersebut akan dilakukan pengujian dengan langkah-langkah yang
sama sebagaimana uji hipotesis untuk variabel realisasi penerimaan dari kegiatan
pemeriksaan yaitu dengan uji beda dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
data. Apabila data berdistribusi normal maka dilakukan uji beda sampel atau
kelompok data berpasangan (paired t-test) dan apabila tidak memenuhi uji normalitas
menggunakan uji nonparametris yaitu wilcoxon signed-ranks test. Data yang akan
dilakukan pengujian disajikan pada lampiran 6.
1) Uji normalitas
Pengujian normalitas sebagaimana pengujian varibel sebelumnya untuk realisasi
penerimaan dari pemeriksaan yaitu menggunakan beberapa pengujian seperti uji
normal P-P plot (probability plot), uji Kolmogorov-Smirnov dan juga Shapiro-Wilk.
Hasil uji normalitas data dengan uji normal P-P plot dan menggunakan bantuan SPSS
23 adalah sebagai berikut:
Gambar IV. 2 Hasil Uji Normal P-P Plot Data ACR

Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23.


38

Sesuai gambar IV.2 di atas terlihat bahwa titik-titik data yang diuji berupa ACR
tidak mengikuti atau mendekati garis diagonalnya. Bahkan titik-titik data ACR
tersebut justru menjauhi garis diagonalnya. Oleh karena itu, data berupa ACR tersebut
dapat diidentifikasi bahwa data yang diuji tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas
atau data berdistribusi tidak normal.
Selain itu, untuk memberikan perbandingan pengujian dan hasil yang lebih
objektif data berupa ACR tersebut juga dilakukan uji normalitas data menggunakan
uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk yang mana nilai p-value yang didapat
akan dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05. Apabila nilai p-value lebih besar dari
0,05 maka data berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk dengan
menggunakan SPSS 23 disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel IV. 5 Hasil Uji Normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk
Data ACR

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


SELISIH
,443 66 ,000 ,290 66 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23.


Berdasarkan tabel IV.5 diketahui bahwa hasil p-value untuk uji Kolmogorov-
Smirnov dan uji Shapiro-Wilk sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil (<) dari 0,05
(5%). Hasil kedua uji tersebut menunjukan hasil yang sama maka dapat diketahui
bahwa data berdistribusi tidak normal. Oleh karena data berdistribusi tidak normal
maka digunakan uji wilcoxon signed-ranks tes yang tidak mensyaratkan data
berdisribusi normal (nonparametris) untuk uji beda data berpasangan.
2) Uji beda
Hasil uji normalitas sebagamana yang telah dilakukan menunjukan bahwa data
berdistribusi tidak normal sehingga digunakan uji beda dengan wilcoxon signed-ranks
39

tes. Uji beda dari data ACR yaitu dengan membandingkan data sebelum berlakunya
(Juni-Juli 2016) dan setelah diberlakukanya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-
03/PJ/2016 (Agustus-September 2016) jadi bukan selisihnya yang dilakukan
pengujian sebagaimana uji normalitas yang telah dilakukan sebelumnya.
Data rincin ACR yang akan diuji dapat dilihat pada lampiran 6 dimana baik data
sebelum dan setelah berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 dalam
persentase dan terdiri dari 66 data. Dalam melakukan uji beda, peneliti mengunakan
bantuan software SPSS 23. Setelah dilakukan uji beda dengan wilcoxon signed-ranks
test atas data terkait ACR baik sebelum dan setelah berlakunya Instruksi Dirjen Pajak
Nomor INS-03/PJ/2016 memberikan hasil yang dapat dilihat pada tabel IV.6:
Tabel IV. 6 Hasil Uji Wilcoxon Signed-Ranks Test Data ACR

N Mean Rank Sum of Ranks


SETELAH BERLAKU Negative Ranks 34a 34,79 1183,00
INS-03/PJ/2016 -
Positive Ranks 31b 31,03 962,00
SEBELUM BERLAKU
INS-03/PJ/2016 Ties 1c
Total 66
a. SETELAH BERLAKU INS-03/PJ/2016 < SEBELUM BERLAKU INS-03/PJ/2016

b. SETELAH BERLAKU INS-03/PJ/2016 > SEBELUM BERLAKU INS-03/PJ/2016

c. SETELAH BERLAKU INS-03/PJ/2016 = SEBELUM BERLAKU INS-03/PJ/2016

SETELAH BERLAKU INS-


03/PJ/2016 - SEBELUM
BERLAKU INS-03/PJ/2016
Z -,722b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,470
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
Sumber: diolah dari data sekunder dengan SPSS 23.
Berdasarkan uji wilcoxon signed-ranks test terhadap data ACR pada tabel IV.6 di
atas diketahui bahwa dalam pengujian dengan membandingkan data ACR setelah
40

berlaku dengan data ACR sebelum berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-
03/PJ/2016. Banyaknya data dengan peringkat negatif yang berarti nilai setelah lebih
kecil dari nilai sebelum berlakunya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016
sebanyak 34 data. Sedangkan data dengan peringkat positif yang berarti nilai setelah
lebih besar dari nilai sebelum berlakunya instruksi Dirjen Pajak tersebut sebanyak 31
data dan data dengan selisih nol atau nilainya sama (ties) terdapat 1 data. Jumlah total
ada 66 data observasi.
Nilai rata-rata peringkat negatif sebesar 34,79 atau lebih besar dibandingkan
dengan nilai rata-rata peringkat positif sebesar 31,03. Jumlah peringkat negatif
sebesar 1.183 juga lebih besar dari jumlah nilai peringkat positif sebesar 962 sehingga
kemungkinan terjadi penurunan ACR setelah adanya Instruksi Dirjen Pajak Nomor
INS-03/PJ/2016. Untuk mengetahui apakah penurunan tersebut signifikan atau tidak
dapat dilihat dengan membandingkan nilai Z hitung dengan nilai Z tabel atau nilai p-
value dengan nilai derajat kesalahan 5%
Nilai Z hitung sebesar -0,722 (angka mutlak) dan apabila dibandingkan dengan
nilai Z tabel dengan derajat kesalahan 5% dan uji dua pihak atau α/2 diperoleh Z tabel
sebesar 1,960. Berarti nilai Z hitung lebih kecil dari Z tabel sehingga Ho2 diterima
atau Ha2 ditolak. Selain itu juga dapat diketahui dari nilai p-value dengan dua pihak
(2-tailed) yaitu sebesar 0,470 yang berarti lebih besar (>) dari 0,05 sehingga Ho2
diterima atau Ha2 ditolak.

C. Interpretasi Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan baik uji normalitas yang kemudian
dilanjutkan dengan uji beda dimana untuk variabel berupa realisasi penerimaan pajak
dari pemeriksaan, ACR (Audit Coverage Ratio) atau cakupan pemeriksaan tujuan
kepatuhan diketahui bahwa data berdistribusi tidak normal sehingga dilakukan uji
beda dengan wilcoxon signed-ranks test. Hasil penelitian dan pembahasan untuk
masing-masing variabel yang diteliti serta upaya untuk meningkatkan baik atas
realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan dan realisasi ACR yang dilakukan
penelitian sebagai berikut:
41

1) Dampak tax amnesty peiode I terhadap realisasi penerimaan pajak dari


pemeriksaan dan upaya yang dapat dilakukan terkait realisasi penerimaan
pajak dari pemeriksaan.
Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa realisasi pemeriksaan sebelum dan
setelah berlakunya program tax amnesty periode I menunjukan nilai probabiltas atau
p-value sebesar 0,498 yang berarti lebih besar dari 0,05 sehingga Ho1 diterima atau
berarti Ha1 ditolak. Dengan derajat kesalahan 5% yang dipakai dalam penelitian ini
berarti bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan sebelum dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I. Nilai rata-
rata realisasi penerimaan pajak setelah berlakunya program tax amnesty periode I
mengalami kenaikan sebesar 29,49% atau realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan setelah program tax amnesty lebih baik namun secara uji beda belum
signifikan. Hal ini berarti bahwa program tax amnesty periode I (juli-September 2016)
tidak berdampak signifikan pada peningkatan realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan.
Oleh karena itu, kebijakan tax amnesty periode I secara jangka pendek belum
mampu mendorong tujuan kebijakan pemeriksaan yaitu meningkatkan penerimaan
pajak dari pemeriksaan pajak serta belum menopang tujuan program tax amnesty
secara umum yaitu meningkatkan penerimaan pajak. Jumlah uang tebusan bagi WP
yang mendapat pengampunan pajak dan diakui sebagai jumlah realisasi penerimaan
pajak dari pemeriksaan atau extra effort hingga mencapai Rp3.355.051.706.149,00
dan jumlah WP yang dilakukan pemeriksaan dan ikut tax amnesty 1.771 WP. Namun
demikian, belum memberikan pengaruh signifikan pada peningkatan jumlah realiasi
penerimaan dari pemeriksaan.
Kinerja pemeriksa pajak dalam memproses penyelesaian pemeriksaan baik bagi
WP yang mengikuti program tax amnesty dan berhak mendapatkan pengampunan
pajak (tax amnesty) maupun yang tidak ikut tax amnesty diharapkan meningkat
dengan menggunakan waktu seefisien mungkin dalam memproses pemeriksaan
sehingga realisasi penerimaan dari pemeriksaan dapat segera direalisasi. Proses
pemeriksaan sesuai prosedur pemeriksaan apabila tidak dengan tax amnesty yaitu
42

mulai dari instruksi penugasan pemeriksaan, perencanaan pemeriksaan dan audit


program, penerbitan SP2 (Surat Perintah Pemeriksaan) dan pemberitahuan ke Wajib
Pajak, peminjaman dokumen, pelaksanaan pengujian, pemberitahuan hasil
pemeriksaan (SPHP), pembahasan akhir dan dapat juga ditambah pembahasan dengan
tim QA (Quality Assurance), berita acara hasil pembahasan akhir, penerbitan LHP
(Laporan Hasil Pemeriksaan) dan kemudian diterbitkan SKP (Surat Ketetapan Pajak).
Sedangkan bagi Wajib Pajak yang sedang diperiksa dan mendapatkan tax
amnesty sebelum terbit SKP maka tanpa dilakukan pengujian, proses pemeriksaan
ditangguhkan hingga dihentikan dengan diterbitkannya LHP dalam rangka
pengampunan pajak dan tanpa SKP sehingga dari segi waktu sangat efisien. Besarnya
uang tebusan tersebut sebagai pengganti nilai SKP yang belum diterbitkan dan diakui
sebagai extra effort pemeriksaan. Sebagaimana diketahui bahwa dengan adanya tax
amnesty akan mengurangi biaya administrasi (Alm: 1998, 4) sehingga merupakan
kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh pemeriksa pajak untuk meningkatkan
produktivitas kinerja pemeriksaan dalam menyelesaikan proses pemeriksaan. Untuk
itu perlu pengawasan terhadap pemeriksa pajak agar dapat menggunakan waktu
seefisien mungkin selama program tax amnesty sehingga dapat segera direalisasikan
menjadi extra effort penerimaan dari pemeriksaan baik dari WP yang ikut tax amnesty
maupun yang tidak ikut tax amnesty.
Tujuan utama kebijakan pemeriksaan selain tertib administrasi, peningkatan ACR
dan juga meningkatkan hasil penerimaan pajak. Dengan adanya tax amnesty
khususnya periode I (Juli-Spetember 2016) belum efektif meningkatkan penerimaan
pajak dari pemeriksaan secara signifikan walaupun mengalami kenaikan rata-rata
dibanding triwulan II (April-Mei 2016) sebesar 29,49% per bulan. Perlu menjadi
perhatian kebijakan tax amnesty akan berakhir Maret 2017 dimana jika terjadi
peningkatan penerimaan hanya bersifat jangka pendek ketika adanya tax amnesty
(Alm: 1998, 3) dan bahkan untuk periode II dan III mungkin juga menghasilkan
dampak yang berbeda.
Oleh karena itu, perlu perencanan kebijakan yang tepat dimasa mendatang untuk
mengantisipasi baik penurunan penerimaan pajak dari pemeriksaan maupun
43

kepatuhan Wajib Pajak terutama setelah berakhirnya tax amnesty. Kebijakan yang
bisa dilakukan seperti: melakukan pencatatan dan monitoring bagi Wajib Pajak yang
sebelumnya belum menjalankan kewajiban dengan benar untuk meningkatkan
kepatuhan sukarela (Alm: 1998, 4).
Proses pencatatan dan monitoring tentunya membutuhkan sistem informasi yang
memadai yang mampu mendeteksi kecurangan Wajib Pajak dan juga mampu
menganalisis potensi pajak yang akan diperiksa terutama pemeriksaan khusus top-
down secara komputerisasi sebagaimana informasi dari Direktorat P2 yaitu belum
semuanya diketahui besarnya potensi pajak dari WP yang dipilih untuk diperiksa.
Oleh karena itu, perlu dibangun sistem informasi yang memadai yang mampu
mendeteksi tingkat pelanggaran WP sehingga akan membantu kinerja fungsional
pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan dan analisis. Hal ini mengingat sistem
informasi yang efektif merupakan salah satu faktor penentu efektifitas pemeriksaan
dimana petugas pemeriksa mampu mendeteksi pelanggaran Wajib Pajak yang
diperiksa (Drogalas et al.:2015,123). Pengungkapan harta yang dilakukan Wajib Pajak
ketika mengikuti tax amnesty merupakan suatu data baru yang dapat dimanfaatkan
Direktorar Jendeal Pajak untuk terus melakukan monitoring baik atas data tersebut
maupun atas kepatuhan Wajib Pajak setelah tax amnesty dan tentunya membutuhkan
sistem informasi yang memadai.

2) Dampak Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 terhadap ACR dan


upaya yang dapat dilakukan terkait ACR.
Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa ACR sebelum dan setelah berlakunya
Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 menunjukan nilai probabiltas atau p-
value sebesar sebesar 0,470 yang berarti lebih besar dari 0,05 sehingga Ho2 diterima
yang berarti Ha2 ditolak. Dengan menggunakan derajat kesalahan 5% dalam penelitian
ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan realisasi ACR (Audit Coverage
Ratio) atau cakupan pemeriksaan tujuan kepatuhan sebelum dan setelah
diberlakukannya Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016.
44

Dari hasil uji beda tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan Instrkusi Dirjen
Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 tidak berdampak signifikan pada realisasi ACR
meskipun dalam kebijakan tersebut memerintahkan diantaranya untuk membatalkan
pemeriksaan yang belum dimulai dan tidak menerbitkan
instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan
sejak instruksi diterbitkan kecualai SPT Lebih Bayar dan terkait pelayanan yang
berpotensi berkurangnya objek pemeriksaan. Walaupun demikian, perlu diketahui
bahwa tujuan kebijakan pemeriksaan dan juga sesuai Rencana Staretgis DJP tahun
2015-2019 yaitu untuk meningkatkan ACR sedangkan Instruksi Dirjen Pajak Nomor
INS-03/PJ/2016 diketahui menurunkan ACR tetapi tidak signifikan.
Adanya instruksi tersebut diketahui belum berdampak signifikan pada besarnya
ACR dikarenakan perhitungan ACR berdasarkan Wajib Pajak yang selesai diperiksa
dengan dikeluarkannya LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan). Proses pemeriksaan
khususnya untuk menguji kepatuhan membutuhkan jangka waktu sebagaimana dalam
PMK Nomor 184/PMK.03/2015 pasal 15, 16 dan 17 yaitu untuk pemeriksaan kantor
selama 6 bulan dan dapat diperpanjang hingga 2 bulan, untuk pemeriksaan lapangan
selama 8 bulan dan dapat diperpanjang hingga 2 bulan dan 3x6 bulan tambahan untuk
WP tertentu. Contoh WP tertentu seperti WP dalam satu grup, Kontraktor Kerjasama
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi, dan WP terindikasi
melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi
adanya rekayasa transaksi keuangan. Sedangkan pemeriksaan yang harus diselesaikan
dalam jangka waktu kurang dari satu bulan 10 hari yaitu pemeriksan kantor atas data
konkret. Sehingga dengan jangka waktu yang panjang tersebut maka pemeriksaan
yang selesai tidak didominasi oleh pemeriksaan kantor atas data konkret. Jadi untuk
pengamatan program tax amnesty periode I belum berdampak signifikan pada ACR.
Jika melihat nilai standar deviasi sebagaimana hasil deskriptif sebelumnya maka
tingkat ACR per-Kantor Wilayah DJP mempunyai penyimpangan atau keragaman
data yang tinggi baik sebelum maupun setelah tax amnesty periode I. Selain itu juga
dapat dilihat dari analisis deksriptif dari realisasi penerimaan dimana standar deviasi
realisasi penerimaan baik sebelum dan setelah tax amnesty periode I juga tinggi. Hal
45

ini menandakan prioritas kebijakan pemeriksaan lebih fokus kepada pemeriksaan


yang berpotensi menghasilkan penerimaan pajak dan belum fokus pada tujuan
kepatuhan sukarela dengan meningkatnya nilai ACR.
Salah satu tujuan kebijakan pemeriksaan selain untuk meningkatkan penerimaan
pajak dari hasil pemeriksaan juga meningkatkan ACR (Audit Coverage Ratio) atau
cakupan pemeriksaan tujuan kepatuhan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya besarnya
ACR yang merupakan tingkat deteksi sangat menentukan tingkat kepatuhan Wajib
Pajak atau akan menimbulkan efek jera sehingga Wajib Pajak akan menjadi patuh
secara sukarela yang nantinya akan meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini
dikarenakan Wajib Pajak merasa diawasi dengan memadai sehingga akan menjadi
patuh atau mengurangi motif seseorang melakukan penggelapan pajak (Allingham
dan Sandmo, 1972). Hal ini juga sesuai dengan tujuan pemeriksaan diantarnya yaitu
untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak (OECD: 2006, 8) dalam
Wardana (2015, 17).
Nilai ACR sebagai representasi bahwa kemampuan DJP untuk dapat melakukan
pengawasan melalui pemeriksaan secara umum masih rendah. Apabila merujuk pada
perhitungan ACR yang dikelurkan oleh IMF yaitu persentase jumlah Wajib Pajak
diperiksa tujuan kepatuhan dibagi jumlah Wajib Pajak terdaftar tiap tahun maka
angka kumulatif seluruh Kanwil DJP sejak tahun 2012-2015 (lihat tabel I.1) yaitu
masih dibawah 0,2%. Data realisasi ACR s.d September 2016 juga baru sebesar
0,076% (jumlah WP selesai diperiksa sebesar 27.639 dibagi jumlah WP terdaftar
sebesar 36.400.435). Hal ini masih jauh dari standar menurut IMF (International
Monetery Fund) yaitu setidaknya 1 % (Silvani dan Baer,1997:24). Nilai rata-rata
ACR yang masih dibawah standar sebesar 1% tentunya menjadi keterbatasan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak baik itu kepatuhan formal yang masih sangat
rendah dimana tahun 2015 masih dibawah 61% maupun kepatuhan material.
Untuk dapat mengatasi rendahnya ACR tersebut diantaranya dapat dilakukan
dengan menambah pegawai pemeriksa pajak dan juga mengoptimalkan petugas
pemeriksa selain fungsional untuk melakukan pemeriksaan. Jumlah pegawai pajak
untuk dapat mencakup Wajib Pajak yang akan diperiksa atau meningkatkan ACR
46

menurut Holland (1988) dalam Silvani dan Baer (1997:24) setidaknya 30% dari
jumlah total pegawai untuk cukup melakukan pemeriksaan secara efektif.
Perkembangan jumlah pegawai pajak dan proporsi pegawai fungsional pemeriksa
pajak serta jumlah WP yang diperiksa tujuan menguji kepatuhan disajikan pada tabel
IV.7 di bawah ini.
Tabel IV. 7 Perkembangan Proporsi Pegawai Pemeriksa DJP dan Jumlah WP
Diperiksa Tujuan Kepatuhan.
Tahun Jumlah Jumlah Proporsi Jumlah Rata-rata
pegawai fungsional WP penyelesaian
DJP pemeriksa diperiksa per pegawai
pajak tujuan pemeriksa
kepatuhan pajak
(1) (2) (3) (4)=(3)/(2)x100% (5) (6)=(5)/(3)
2011 31.736 4.113 12,96% 37.000 9
2012 31.316 4.309 13,76% 31.175 7
2013 32.273 4.234 13,12% 41.445 10
2014 34.510 4.628 13,41% 35.654 8
2015 38.054 4.587 12,05% 39.934 9
s.d September
2016
37.552 4.920 13,10% 27.639 6

Sumber: diolah dari data Laporan Tahunan 2012-2014 DJP, SIKKA Kepegawaian
DJP dan Direktorat P2.
Sesuai tabel IV.7 di atas diketahui bahwa rata-rata proporsi pegawai pemeriksa
pajak dari tahun 2011 s.d September 2016 sebesar 13,07%. Proporsi pegawai untuk
tahun 2015 sebesar 12,05% dan untuk periode s.d September 2016 sebesar 13,10 %
justru mengalamai penurunan dibandingkan tahun 2012 dan 2014 yang pernah
mencapai proporsi 13,76% dan 13,41%. Oleh karena itu, kebijakan yang ada belum
dapat merealisasi penambahan jumlah pegawai pemeriksa DJP hingga mencapai
proporsi 30% untuk meningkatkan ACR yang akan menimbulkan efek jera,
meningkatkan kepatuhan dan mengurangi biaya untuk penegakan hukum seperti
pemeriksaan. Hal ini dikarenakan sedikitnya pelanggaran pajak sehingga tanpa
pemeriksaanpun Wajib Pajak memenuhi kewajibannya secara sukarela.
47

Peningkatan nilai ACR di tahun 2016 juga memungkinkan dengan menambah


jumlah Wajib Pajak yang akan dijadikan objek pemeriksaan. Hal ini dapat diketahui
dari tabel IV.7 di atas bahwa rata-rata penyelesaian jumlah Wajib Pajak yang
diperiksa tujuan menguji kepatuhan s.d September 2016 sebesar 6 Wajib Pajak
sedangkan untuk tahun sebelumnya terutama tahun 2013 rata-rata pegawai pemeriksa
pajak mampu menyelesaikan pemeriksaan hingga 10 Wajib Pajak.
Terkait program tax amnesty tingkat ACR sangat berperan penting sehingga
dapat digunakan sebagai alternatif strategi untuk menyukseskan program tax amnesty.
Pentingnya meningkatkan tingkat deteksi baik lewat pemeriksaan atau meningkatkan
angka ACR maupun sanksi pajak atau dengan kata lain peningkatan penegakan
hukum (law enforcement) yaitu berperan dalam suksesnya program tax amnesty
dengan meningkatkan penerimaan pajak secara umum. Menurut Alm et al. (1990, 23)
pentingnya peningkatan penegakan hukum diantaranya melalui peningkatan
pemeriksaan dan sanksi dengan adanya tax amnesty yaitu:
1) Rata-rata tingkat kepatuhan setelah tax amnesty turun dikarenakan mereka
berharap adanya tax amnesty kembali atau akan diulang kembali.
2) Penurunan tingkat kepatuhan setelah tax amnesty tersebut dapat diantisipasi
dengan desain sistem yang baik yaitu dengan meningkatkan enforcement seperti
pemeriksaan dan sanksi.
3) Kepatuhan WP lebih tinggi jika tax amnesty dibarengi dengan peningkatan
enforcement diantaranya tingkat pemeriksaan daripada tax amnesty tanpa
dibarengi dengan peningakatan enforcement. Penerimaan pajak yang dibayar juga
mengalami kenaikan jika tax amnesty dibarengi dengan peningkatan enforcement.
Oleh karena itu, peningkatan pemeriksaan atau peningkatan ACR sebagai salah
satu bentuk peningkatan enforcement dapat menyukseskan program tax amnesty baik
saat berlakunya tax amnesty maupun setelah tax amnesty berjalan atau dalam jangka
panjang. Kepatuhan tersebut terkait bahwa WP memenuhi kewajiban perpajakan
dengan benar tanpa melakukan pelanggaran pajak sehingga meningkatkan partisipasi
Wajib Pajak untuk ikut tax amnesty karena adanya pengawasan yang memadai
mengingat tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah seperti di tahun 2015 sebesar
48

60,27%. Sebagaimana menurut Alm (1998, 8) bahwa individu tidak akan secara
sukarela mengakui pelanggaran pajak (tax evasion) dengan adanya tax amnesty
kecuali jika mereka percaya bahwa penegakan hukum (law enforcement) akan
ditingkatkan selama tax amnesty. Individu juga akan berpartisipasi dalam program tax
amnesty dan melaporkan pelanggaran pajaknya hanya jika mereka yakin bahwa
pemeriksaan dan sanksi akan meningkat.
Peningkatan pemeriksaan atau peningkatan ACR sebagai salah satu bentuk
enforcement sebagai cara suksesnya tax amnesty juga diungkapkan oleh Uchitelle
(1989, 49) yaitu program tax amnesty efektif jika mekanisme enforcement yang ada
diperkuat atau ditingkatkan. Selain itu menurut Stella (1989, 13) dalam Uchitelle
(1989, 50), dengan meningkatkan enforcement kemungkinan tidak hanya
meningkatkan partisipasi dalam mengikuti tax amnesty tetapi juga memberikan
keyakinan tekad kepada para Wajib Pajak yaitu untuk menangkap para pelanggar
pajak dimasa yang akan datang.
Pengalaman keberhasilan program tax amnesty dibeberapa negara mengutip dari
Uchitelle (1989) yaitu negara yang berhasil seperti Irlandia dimana dengan adanya tax
amnesty tahun 1988 mampu menambah penerimaan sebesar 750 juta dollar atau
2,55% dari GDP (Gross Domestic Product). Sedangkan Kolombia yang menerapkan
tax amnesty tahun 1987 mampu menambah penerimaan pajak sebesar 93 juta dollar
atau 0,3% dari GDP. Dari kedua negara tersebut dalam menjalankan program tax
amnesty diikuti dengan peningkatan enforcement. Sedangkan negara yang mengalami
kegagalan seperti Argentina pada tahun 1987 dan juga di Belgia pada tahun 1984
dalam pelaksanaan tax amnesty tanpa diikuti dengan peningkatan enforcement.
Peningkatan enforcement diantaranya melalui peningkatan deteksi atau cakupan
pemeriksaan dan sanksi sebagai cara atau strategi dalam menyukseskan program tax
amnesty.
Kebijakan untuk periode II melalui Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-
12/PJ/2016 mulai menambah jumlah cakupan Wajib Pajak (WP) yaitu tetap
mengeluarkan instruksi pemeriksaan khusus untuk:
49

1) Wajib Pajak yang telah menerbitkan faktur pajak dan telah dikreditkan oleh
lawan transaksi namun belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN;
2) Wajib Pajak yang menerbitkan bukti potong PPh yang tidak dilaporkan dalam
SPT Masa PPh;dan/atau
3) Wajib Pajak berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak yang bersumber
dari analisis risiko Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan prioritas
Wajib Pajak Badan.
Penambahan jumlah WP yang akan diperiksa di atas akan mengurangi rendahnya
nilai ACR sehingga sejalan dengan tujuan kebijakan pemeriksaan dalam rangka
meningkatkan nilai ACR. Oleh karena itu, peningkatan pemeriksaan atau ACR
sebagai salah satu bentuk peningkatan enforcement merupakan langkah penting yang
dapat digunakan sebagai kebijakan pemeriksaan untuk meningkatkan penerimaan
secara umum ketika berlangsungnya tax amnesty dan juga sebagai strategi untuk
mengantisipasi atau mencegah penurunan kepatuhan Wajib Pajak setelah program tax
amnesty berakhir.
BAB V

SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN

A. Simpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah adanya perbedaan realisasi
penerimaan pajak dari pemeriksaan sebelum dibandingkan dengan setelah
diberlakukannya program tax amnesty periode I (Juli-September 2016) dan terhadap
realisasi ACR sebelum dibandingkan dengan setelah diberlakukannya Instruksi Dirjen
Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 sehingga diketahui bagaimana dampak atau efeknya.
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan, penulis menarik
simpulan sebagai berikut:
1. Tidak terdapat perbedaan realisasi penerimaan pajak dari pemeriksaan sebelum
dan setelah diberlakukannya tax amnesty periode I. Oleh karena itu, program tax
amnesty periode I tidak berdampak signifikan pada realisasi penerimaan pajak dari
pemeriksaan atau dengan kata lain tax amnesty periode I tidak efektif
meningkatkan penerimaan pajak dari pemeriksaan dalam jangka pendek. Dengan
demikian, kebijakan program tax amnesty periode I belum mampu meningkatkan
penerimaan pajak dari pemeriksaan secara signifikan sebagai tujuan kebijakan
pemeriksaan.
2. Tidak terdapat perbedaan realisasi ACR sebelum dan setelah diberlakukanya
Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016. Oleh karena itu, hal ini berarti
kebijakan pemeriksaan terkait program tax amnesty periode I yaitu Instruksi
Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 tidak berdampak signifikan pada realisasi
ACR (Audit Coverage Ratio) dan justru memberikan dampak penurunan ACR

50
51

walaupun tidak signifikan. Dengan demikian, kebijakan pemeriksaan dengan


adanya program tax amnesty periode I melalui Instruksi Dirjen Pajak tersebut
justru menurunkan nilai ACR sehingga belum sejalan dengan tujuan dan rencana
strategis pemeriksaan.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan
penulis adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan tax amnesty periode I belum mampu mendongkrak penerimaan pajak
dari kegiatan pemeriksaan secara signifikan sehingga belum efektif meningkatkan
kinerja pemeriksaan dalam jangka pendek yaitu tax amnesty periode I. Program
tax amnesty akan berakhir bulan Maret 2017 sehingga perlu peningkatan
pengawasan kinerja pemeriksa pajak untuk dapat menggunakan waktu seefisien
mungkin dalam menyelesaikan pemeriksaan karena dengan adanya tax amnesty
terjadi penurunan biaya administrasi. Selain itu juga perlu kebijakan antisipasi
untuk masa setelah berakhirnya tax amnesty diantaranya melakukan pencatatan
dan monitoring bagi Wajib Pajak yang sebelumnya belum patuh. Selanjutnya,
supaya pemeriksaan efektif meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan
membangun dan mengoptimalkan segala sumber daya seperti sistem informasi
dan data yang mampu mengetahui potensi Wajib Pajak yang diperiksa khususnya
yang berdasarkan analisis risiko secara komputerisasi yang bersifat top-down.
2. Selain itu, untuk meningkatkan ACR dapat dilakukan dengan mengoptimalkan
petugas pemeriksa selain fungsional pemeriksa pajak. Sedangkan dalam jangka
panjang perlu langkah riil untuk dapat meningkatkan ACR atau cakupan
pemeriksaan tujuan kepatuhan dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang
masih rendah. Kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi akan meningkatkan penerimaan
pajak. Oleh karena itu, perlu penambahan pegawai pemeriksa pajak agar dapat
mencapai proporsi 30% dari total pegawai pajak sehingga dapat meningkatkan
ACR setidaknya 1%. Terkait program tax amnesty, dengan peningkatan jumlah
Wajib Pajak yang diperiksa sehingga meningkatkan ACR merupakan langkah
52

yang dapat dilakukan dalam kebijakan pemeriksaan untuk meningkatkan


keberhasilan program tax amnesty ketika berlangsung dan juga untuk menjaga
serta meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak setelah program tax amnesty berakhir.
3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan atau diperluas objek penelitian
dan periode penelitian seperti dampak tax amnesty terhadap kinerja di seksi
penagihan, pengawasan dan konsultasi, dan penyidikan ataupun terhadap
penerimaan pajak secara umum dan untuk periode tax amnesty secara
keseluruhan.

C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini dibatasi hanya pada
program tax amnesty periode I (Juli-September 2016) karena keterbatasan waktu dan
data sehingga belum mampu memberikan perbandingan penilaian terhadap program
tax amnesty periode II dan III ataupun penilaian untuk program tax amnesty secara
keseluruhan yaitu mulai periode I, II dan III.
53

DAFTAR PUSTAKA

Buku,dokumen dan jurnal.

Allingham, Michael G., dan Agnar Sandmo. 1972. Income tax evasion: A theoretical
analysis. Journal of Public Economics 1:323-38.

Alm, James. 1998.Tax Policy Analysis: the Introduction of a Russian Tax amnesty,
International Studies Program Working Paper 98-6. Georgia: Georgia State
University Andrew Young School of Policy Studies.

Alm, James., Michael McKee, dan William Beck. 1990. Amazing Grace: Tax
Amnesties and Compliance. National Tax Journal. Vol. 43 No.1:23-37.

Andreoni, James. 1991. The Desirability of a Permanent Tax amnesty. Journal of


Public Economics, Vol 45, 143-159.

Andreoni, James., Brian Erard, dan Jonathan Feinstein. 1998. Tax compliance.
Journal of Economic Literature 36:818-60.

Drogalas, George, Sorros Loanis, Karagiorgou Dimitra dan Diavastis Ioannis. 2015.
Tax Audit Effectiveness in Greek firms: Tax Auditors’ Perceptions. Journal of
Accounting and Taxation.Vol. 7(7), pp. 123-130.

Ilyas, Wirawan B., dan Pandu Wicaksono. 2015. Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Mitra
Wacana Media.

James, Simon, dan Clinton Alley. 2004. Tax Compliance, Self-Assessment and Tax
Administration. Journal of Finance and Management in Public Services. Volume
2 Number 2.

Lusiana, Ria Eva. 2008. Kajian atas Formulasi Sunset Policy Melalui Kebijakan
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga. Skripsi.
Depok: Universitas Indonesia.

Merchant, Kenneth A., dan Wim A. Van Der Stede. 2014. Sistem Pengendalian
Manajemen. Edisi ke-3 (Diterjemahkan: Anna Partina dkk). Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.

Maryati, Heni. 2015. Analisis Pentingnya Perencanaan Pemeriksaan untuk


Meningkatkan Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan
54

Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga). Skripsi. Tangerang Selatan:


Politeknik Keuangan Negara STAN.

Modugu, Kennedy Prince, dan John Obi Anyaduba. 2014. Impact of Tax Audit on Tax
Compliance in Nigeria. International Journal of Business and Social Science
Vol.5, No.9.

Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.

Razali, Nornadiah Mohd., dan Yap Bee Wah. 2011. Power comparison of Shapiro-
Wilk, Kolmogorov-Smirnov, Lilliefors and Anderson-Darling tests. Journal of
Statistical Modelong and Analytics Vol.2 No.1: 21-33.

Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD). 2006.


Strengthening Tax Audit Capabilities: General Principles and Approaches –
Information Note.

Ritonga, Zuman Heri. 2015. Analisis Uji Beda Customs Clearance, Volume Impor, Dan
Penerimaan Bea Masuk Sebelum Dan Sesudah Penerapan Indonesia National Single
Window (Insw) di KPU Bea Dan Cukai Tipe A Tanjung Priok. Skripsi. Tangerang
Selatan: Politeknik Keuangan Negara STAN.

Santoso, Urip., dan Justina Setiawan. 2009. Tax amnesty dan Pelaksanaanya di
Beberapa Negara Perspektif Pebisnis Indonesia. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan
Humaniora Vol.11, No.1: 111-125.

Saracoglu, Osman Fatih, dan Eren Caskurlu. 2011. Tax Amnesty with Effects and
Effecting Aspects: Tax Compliance, Tax Audits and Enforcements Around; The
Turkish Case. International Journal of Business and Social Science. Vol.2, No.7.

Silvani, Carlos dan Katherine Baer. 1997. Designing a Tax Administration Reform
Strategy: Experience and Guidelines. IMF Working Paper.

Soemitro, Rochmat. 1990. Asas dan Dasar Perpajakan 1. Bandung: Eresco.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta:
Penerbit Andi.

Uchitelle, Elliot.1989. The Effectiveness of Tax amnesty Programs in Selected


Countries. Federal Reserve Bank of New York Quarterly Review. Autumn1989.
55

Wardana, Rifky Kusuma. 2015. Identifikasi Tingkat Risiko Ketidakpatuhan


Berdasarkan Karakteristik Wajib Pajak Dalam Rangka Penentuan Prioritas
Pemeriksaan. Skripsi. Tangerang Selatan: Politeknik Keuangan Negara STAN.

Website
Direktorat Jenderal Pajak. Refleksi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak.
http://www.pajak.go.id/content/article/refleksi-tingkat-kepatuhan-wajib-pajak
(dikases 20 September 2016).

Kementerian Keuangan. Realisasi Pendapatan Negara 2015 Capai Rp1.491,5 Triliun.


http://www.kemenkeu.go.id/Berita/realisasi-pendapatan-negara-2015-capai-
rp14915-triliun%3Ftag%3Danggaran-apbn-p-2015-pendapatan (diakses tanggal 8
Januari 2017).

Dokumen publik.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Undang-Undang Pengampunan Pajak. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016


tentang Pengampunan Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 141/PMK.03/2016 Tentang Perubahan atas


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 184 /PMK.03/2015 Tentang Perubahan atas


Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-06/PJ/2016 Tentang Kebijakan


Pemeriksaan.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ/2016 Tentang Rencana,


Strategis, dan Pengukuran Kinerja Pemeriksaan Tahun 2016.

Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-95/PJ/2015 Tentang Rencana


Strategis Direktorat Jenderal Pajak 2015-2019.

Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-03/PJ/2016 Tentang Kebijakan


Pemeriksaan Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.
56

Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-12/PJ/2016 Tentang Kebijakan


Penerbitan Instruksi/Persetujuan/Penugasan dan Pelaksanaan Pemeriksaan
Selama Periode Pengampunan Pajak.

Laporan Tahunan 2011-2014. Direktorat Jenderal Pajak. Kementerian Keuangan


Republik Indonesia.
57

LAMPIRAN

Lampiran 1. Proses Bisnis Pemeriksaan

Sumber: Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-06/PJ/2016 Tentang


Kebijakan Pemeriksaan.
58

Lampiran 2. Daftar Kanwil, Jumlah KPP dan Jumlah WP Wajib SPT


Jumlah WP Jumlah WP Wajib
No. KANWIL Jumlah KPP Wajib SPT-2016 SPT-2016 tanpa
OP karyawan
1 KANWIL DJP ACEH 7 396.784 70.529
2 KANWIL DJP BALI 8 407.363 80.247
3 KANWIL DJP BANTEN 11 1.308.222 124.060
4 KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG 9 529.889 94.698
5 KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 5 344.412 51.893
6 KANWIL DJP JAKARTA BARAT 11 435.666 89.522
7 KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS 9 24.095 7.246
8 KANWIL DJP JAKARTA PUSAT 16 252.747 67.964
9 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I 8 169.422 40.662
10 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II 8 323.057 45.446
11 KANWIL DJP JAKARTA TIMUR 9 617.402 60.920
12 KANWIL DJP JAKARTA UTARA 8 323.261 61.916
13 KANWIL DJP JAWA BARAT I 16 1.462.886 243.905
14 KANWIL DJP JAWA BARAT II 10 1.051.160 113.574
15 KANWIL DJP JAWA BARAT III 10 1.199.889 115.654
16 KANWIL DJP JAWA TENGAH I 17 1.025.419 178.557
17 KANWIL DJP JAWA TENGAH II 12 1.082.787 165.171
18 KANWIL DJP JAWA TIMUR I 13 388.717 90.296
19 KANWIL DJP JAWA TIMUR II 15 1.036.824 155.710
20 KANWIL DJP JAWA TIMUR III 15 1.049.577 178.758
21 KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT 6 299.968 69.754
22 KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH 9 512.835 88.533
23 KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA 8 470.169 78.023
24 KANWIL DJP NUSA TENGGARA 11 482.545 79.489
25 KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU 7 392.415 71.049
26 KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU 14 857.388 179.228
27 KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA 15 928.465 167.929
28 KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUT 11 629.498 121.870
29 KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI 9 615.341 151.565
30 KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEP. BABEL 13 592.320 116.731
31 KANWIL DJP SUMATERA UTARA I 9 445.669 93.870
32 KANWIL DJP SUMATERA UTARA II 8 507.523 92.884
33 KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR 4 2.003 979
TOTAL 341 20.165.718 3.348.632
59

Lampiran 3. Jumlah Realisasi Penerimaan dan Uang Tebusan dari Wajib


Pajak yang Diperiksa dan Ikut Tax Amnesty

(dalam rupiah)
No. KANWIL Setelah berlaku TA-1

Realisasi Uang tebusan Jumlah realisasi


Bulan penerimaan rutin penerimaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)=(4)+(5)
1 KANWIL DJP ACEH Juli 1.275.149.928 1.275.149.928
KANWIL DJP ACEH Agustus 1.361.305.940 250.000 1.361.555.940
KANWIL DJP ACEH September 453.639.092 188.635.200 642.274.292
2 KANWIL DJP BALI Juli 6.814.736.829 6.814.736.829
KANWIL DJP BALI Agustus 6.939.648.328 6.939.648.328
KANWIL DJP BALI September 8.940.697.157 1.206.042.025 10.146.739.182
3 KANWIL DJP BANTEN Juli 11.131.018.697 1.254.000 11.132.272.697
KANWIL DJP BANTEN Agustus 14.977.280.661 2.850.914.547 17.828.195.208
KANWIL DJP BANTEN September 30.997.986.587 27.348.054.714 58.346.041.301
4 KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Juli 1.527.192.582 44.563.358 1.571.755.940
KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Agustus 1.274.633.227 1.309.974.483 2.584.607.710
KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG September 2.626.142.288 5.415.137.792 8.041.280.080
5 KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Juli 257.785.422 257.785.422
KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Agustus 3.545.695.402 81.250 3.545.776.652
KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA September 5.774.024.252 2.944.351.511 8.718.375.763
6 KANWIL DJP JAKARTA BARAT Juli 6.008.357.344 6.008.357.344
KANWIL DJP JAKARTA BARAT Agustus 15.507.491.912 2.173.399.676 17.680.891.588
KANWIL DJP JAKARTA BARAT September 31.089.993.670 28.875.167.731 59.965.161.401
7 KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Juli 137.614.417.130 137.614.417.130
KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Agustus 242.748.299.659 79.140.778 242.827.440.437
KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS September 187.986.208.149 15.681.609.691 203.667.817.840
8 KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Juli 37.834.135.355 819.679.105 38.653.814.460
KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Agustus 48.692.218.554 3.544.875.167 52.237.093.721
KANWIL DJP JAKARTA PUSAT September 114.084.366.996 211.143.762.152 325.228.129.148
9 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Juli 40.163.125.183 121.064.904 40.284.190.087
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Agustus 27.105.960.812 2.202.606.305 29.308.567.117
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I September 357.130.732.910 2.012.036.251 359.142.769.161
10 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Juli 4.170.364.711 4.170.364.711
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Agustus 5.274.861.154 397.990.645 5.672.851.799
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II September 4.910.150.095 1.204.089.647 6.114.239.742
11 KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Juli 19.695.433.688 19.695.433.688
KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Agustus 27.351.384.366 141.948.403 27.493.332.769
KANWIL DJP JAKARTA TIMUR September 42.425.504.047 4.910.475.355 47.335.979.402
12 KANWIL DJP JAKARTA UTARA Juli 33.178.195.839 34.792.670 33.212.988.509
KANWIL DJP JAKARTA UTARA Agustus 4.647.256.929 1.816.515.484 6.463.772.413
KANWIL DJP JAKARTA UTARA September 31.275.058.667 36.480.327.187 67.755.385.854
13 KANWIL DJP JAWA BARAT I Juli 11.305.588.887 5.766.306 11.311.355.193
KANWIL DJP JAWA BARAT I Agustus 6.965.710.445 15.227.172.017 22.192.882.462
KANWIL DJP JAWA BARAT I September 47.909.683.379 24.145.503.507 72.055.186.886
14 KANWIL DJP JAWA BARAT II Juli 34.565.186.717 850.626.160 35.415.812.877
KANWIL DJP JAWA BARAT II Agustus 8.301.104.928 917.170.470 9.218.275.398
KANWIL DJP JAWA BARAT II September 37.745.661.555 1.783.037.194 39.528.698.749
15 KANWIL DJP JAWA BARAT III Juli 3.789.703.846 234.285.754 4.023.989.600
KANWIL DJP JAWA BARAT III Agustus 3.837.735.269 221.794.496 4.059.529.765
KANWIL DJP JAWA BARAT III September 7.183.322.717 3.766.041.230 10.949.363.947
16 KANWIL DJP JAWA TENGAH I Juli 7.600.838.838 4.750.000 7.605.588.838
KANWIL DJP JAWA TENGAH I Agustus 14.535.473.755 1.251.845.128 15.787.318.883
KANWIL DJP JAWA TENGAH I September 20.077.951.693 30.244.578.136 50.322.529.829
17 KANWIL DJP JAWA TENGAH II Juli 10.036.624.558 734.360.000 10.770.984.558
KANWIL DJP JAWA TENGAH II Agustus 6.740.126.478 616.745.500 7.356.871.978
KANWIL DJP JAWA TENGAH II September 7.997.106.463 2.707.084.023 10.704.190.486
60

18 KANWIL DJP JAWA TIMUR I Juli 5.316.566.572 5.316.566.572


KANWIL DJP JAWA TIMUR I Agustus 5.242.988.384 9.249.337.263 14.492.325.647
KANWIL DJP JAWA TIMUR I September 11.843.029.688 63.229.137.904 75.072.167.592
19 KANWIL DJP JAWA TIMUR II Juli 8.391.692.520 8.391.692.520
KANWIL DJP JAWA TIMUR II Agustus 8.569.131.111 363.536.279 8.932.667.390
KANWIL DJP JAWA TIMUR II September 9.967.106.164 301.494.268.573 311.461.374.737
20 KANWIL DJP JAWA TIMUR III Juli 2.512.052.363 2.512.052.363
KANWIL DJP JAWA TIMUR III Agustus 3.395.006.372 83.178.000 3.478.184.372
KANWIL DJP JAWA TIMUR III September 12.378.137.738 1.589.886.220 13.968.023.958
21 KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Juli 1.956.266.102 19.872.998 1.976.139.100
KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Agustus 10.421.582.719 5.017.076.431 15.438.659.150
KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT September 4.116.528.162 8.113.103.498 12.229.631.660
22 KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Juli 14.341.507.691 14.341.507.691
KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Agustus 6.948.028.820 6.948.028.820
KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH September 8.708.016.791 195.743.913 8.903.760.704
23 KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Juli 5.841.947.798 278.256.000 6.120.203.798
KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Agustus 1.963.709.537 303.981.172 2.267.690.709
KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA September 36.275.288.849 1.283.257.067 37.558.545.916
24 KANWIL DJP NUSA TENGGARA Juli 779.634.893 779.634.893
KANWIL DJP NUSA TENGGARA Agustus 715.995.328 222.382.836 938.378.164
KANWIL DJP NUSA TENGGARA September 4.119.558.187 1.968.680.158 6.088.238.345
25 KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Juli 702.502.198 702.502.198
KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Agustus 2.924.157.746 82.730.071 3.006.887.817
KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU September 725.695.461 3.572.849.145 4.298.544.606
26 KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Juli 9.723.230.703 115.518.000 9.838.748.703
KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Agustus 31.512.186.410 2.209.427.533 33.721.613.943
KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU September 68.703.152.506 16.038.798.740 84.741.951.246
27 KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Juli 1.724.220.309 39.929.845 1.764.150.154
KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Agustus 2.764.997.349 442.584.179 3.207.581.528
KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA September 106.426.322.227 1.192.847.814 107.619.170.041
28 KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Juli 1.084.167.814 1.084.167.814
KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Agustus 2.348.637.481 111.015.572 2.459.653.053
KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA September 5.014.975.427 1.002.243.273 6.017.218.700
29 KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Juli 13.348.182.449 13.348.182.449
KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Agustus 10.146.990.272 42.525.000 10.189.515.272
KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI September 2.687.814.137 3.173.893.579 5.861.707.716
30 KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Juli 7.756.150.487 25.029.134 7.781.179.621
KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Agustus 29.272.927.104 2.348.688.905 31.621.616.009
KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL September 17.740.710.631 2.370.792.621 20.111.503.252
31 KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Juli 4.305.938.723 4.305.938.723
KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Agustus 12.601.613.744 316.687.231 12.918.300.975
KANWIL DJP SUMATERA UTARA I September 25.655.500.732 36.318.316.496 61.973.817.228
32 KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Juli 404.263.216 404.263.216
KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Agustus 938.650.104 3.600.000 942.250.104
KANWIL DJP SUMATERA UTARA II September 1.341.821.733 236.803.365 1.578.625.098
33 KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Juli 119.317.169.658 44.135.479 119.361.305.137
KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Agustus 225.043.254.797 195.489.806.808 420.533.061.605
KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR September 293.022.209.490 2.260.802.285.095 2.553.824.494.585
JUMLAH 2.906.423.491.787 3.355.051.706.149 6.261.475.197.936
61

Lampiran 4. Realisasi Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan


(dalam rupiah)
No. KANWIL Sebelum berlaku TA-1 Setelah berlaku TA-1 Selisih
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(6)-(4)
1 KANWIL DJP ACEH April 1.198.730.843 Juli 1.275.149.928 76.419.085
KANWIL DJP ACEH Mei 754.108.949 Agustus 1.361.555.940 607.446.991
KANWIL DJP ACEH Juni 5.454.995.072 September 642.274.292 -4.812.720.780
2 KANWIL DJP BALI April 9.546.001.378 Juli 6.814.736.829 -2.731.264.549
KANWIL DJP BALI Mei 9.616.948.812 Agustus 6.939.648.328 -2.677.300.484
KANWIL DJP BALI Juni 4.566.850.802 September 10.146.739.182 5.579.888.380
3 KANWIL DJP BANTEN April 20.973.976.377 Juli 11.132.272.697 -9.841.703.680
KANWIL DJP BANTEN Mei 33.679.771.077 Agustus 17.828.195.208 -15.851.575.869
KANWIL DJP BANTEN Juni 14.546.133.540 September 58.346.041.301 43.799.907.761
4 KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG April 5.401.836.935 Juli 1.571.755.940 -3.830.080.995
KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Mei 5.456.348.536 Agustus 2.584.607.710 -2.871.740.826
KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Juni 2.962.525.297 September 8.041.280.080 5.078.754.783
5 KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA April 737.770.737 Juli 257.785.422 -479.985.315
KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Mei 1.747.513.393 Agustus 3.545.776.652 1.798.263.259
KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Juni 10.890.514.388 September 8.718.375.763 -2.172.138.625
6 KANWIL DJP JAKARTA BARAT April 29.991.840.415 Juli 6.008.357.344 -23.983.483.071
KANWIL DJP JAKARTA BARAT Mei 19.154.979.318 Agustus 17.680.891.588 -1.474.087.730
KANWIL DJP JAKARTA BARAT Juni 22.933.081.533 September 59.965.161.401 37.032.079.868
7 KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS April 195.465.615.181 Juli 137.614.417.130 -57.851.198.051
KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Mei 1.413.043.833.007 Agustus 242.827.440.437 -1.170.216.392.570
KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Juni 402.554.231.251 September 203.667.817.840 -198.886.413.411
8 KANWIL DJP JAKARTA PUSAT April 40.180.342.097 Juli 38.653.814.460 -1.526.527.637
KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Mei 66.781.763.048 Agustus 52.237.093.721 -14.544.669.327
KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Juni 20.364.030.481 September 325.228.129.148 304.864.098.667
9 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I April 25.657.215.318 Juli 40.284.190.087 14.626.974.769
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Mei 67.270.347.532 Agustus 29.308.567.117 -37.961.780.415
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Juni 38.403.190.705 September 359.142.769.161 320.739.578.456
10 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II April 12.391.991.680 Juli 4.170.364.711 -8.221.626.969
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Mei 6.800.727.283 Agustus 5.672.851.799 -1.127.875.484
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Juni 61.953.801.373 September 6.114.239.742 -55.839.561.631
11 KANWIL DJP JAKARTA TIMUR April 56.306.913.162 Juli 19.695.433.688 -36.611.479.474
KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Mei 48.940.766.125 Agustus 27.493.332.769 -21.447.433.356
KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Juni 8.221.835.120 September 47.335.979.402 39.114.144.282
12 KANWIL DJP JAKARTA UTARA April 15.930.037.353 Juli 33.212.988.509 17.282.951.156
KANWIL DJP JAKARTA UTARA Mei 23.601.171.374 Agustus 6.463.772.413 -17.137.398.961
KANWIL DJP JAKARTA UTARA Juni 38.930.497.167 September 67.755.385.854 28.824.888.687
13 KANWIL DJP JAWA BARAT I April 15.532.697.359 Juli 11.311.355.193 -4.221.342.166
KANWIL DJP JAWA BARAT I Mei 18.577.166.345 Agustus 22.192.882.462 3.615.716.117
KANWIL DJP JAWA BARAT I Juni 19.848.999.228 September 72.055.186.886 52.206.187.658
14 KANWIL DJP JAWA BARAT II April 30.794.532.325 Juli 35.415.812.877 4.621.280.552
KANWIL DJP JAWA BARAT II Mei 28.188.865.703 Agustus 9.218.275.398 -18.970.590.305
KANWIL DJP JAWA BARAT II Juni 10.005.695.448 September 39.528.698.749 29.523.003.301
15 KANWIL DJP JAWA BARAT III April 1.672.486.079 Juli 4.023.989.600 2.351.503.521
KANWIL DJP JAWA BARAT III Mei 13.196.257.268 Agustus 4.059.529.765 -9.136.727.503
KANWIL DJP JAWA BARAT III Juni 2.857.298.011 September 10.949.363.947 8.092.065.936
16 KANWIL DJP JAWA TENGAH I April 15.272.154.005 Juli 7.605.588.838 -7.666.565.167
KANWIL DJP JAWA TENGAH I Mei 4.723.267.164 Agustus 15.787.318.883 11.064.051.719
KANWIL DJP JAWA TENGAH I Juni 9.762.184.003 September 50.322.529.829 40.560.345.826
17 KANWIL DJP JAWA TENGAH II April 2.920.151.006 Juli 10.770.984.558 7.850.833.552
KANWIL DJP JAWA TENGAH II Mei 16.985.318.392 Agustus 7.356.871.978 -9.628.446.414
KANWIL DJP JAWA TENGAH II Juni 8.387.559.773 September 10.704.190.486 2.316.630.713
62

18 KANWIL DJP JAWA TIMUR I April 4.010.052.088 Juli 5.316.566.572 1.306.514.484


KANWIL DJP JAWA TIMUR I Mei 8.236.085.909 Agustus 14.492.325.647 6.256.239.738
KANWIL DJP JAWA TIMUR I Juni 6.845.334.049 September 75.072.167.592 68.226.833.543
19 KANWIL DJP JAWA TIMUR II April 15.682.766.498 Juli 8.391.692.520 -7.291.073.978
KANWIL DJP JAWA TIMUR II Mei 27.893.421.651 Agustus 8.932.667.390 -18.960.754.261
KANWIL DJP JAWA TIMUR II Juni 3.037.773.695 September 311.461.374.737 308.423.601.042
20 KANWIL DJP JAWA TIMUR III April 41.766.196.579 Juli 2.512.052.363 -39.254.144.216
KANWIL DJP JAWA TIMUR III Mei 4.817.978.590 Agustus 3.478.184.372 -1.339.794.218
KANWIL DJP JAWA TIMUR III Juni 2.437.425.204 September 13.968.023.958 11.530.598.754
21 KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT April 25.180.359 Juli 1.976.139.100 1.950.958.741
KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Mei 2.204.150.798 Agustus 15.438.659.150 13.234.508.352
KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Juni 537.170.742 September 12.229.631.660 11.692.460.918
22 KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH April 16.038.749.407 Juli 14.341.507.691 -1.697.241.716
KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Mei 1.524.585.955 Agustus 6.948.028.820 5.423.442.865
KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Juni 2.933.112.271 September 8.903.760.704 5.970.648.433
23 KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA April 10.007.928.755 Juli 6.120.203.798 -3.887.724.957
KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Mei 17.477.505.294 Agustus 2.267.690.709 -15.209.814.585
KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Juni 2.256.683.542 September 37.558.545.916 35.301.862.374
24 KANWIL DJP NUSA TENGGARA April 2.843.475.483 Juli 779.634.893 -2.063.840.590
KANWIL DJP NUSA TENGGARA Mei 1.561.653.551 Agustus 938.378.164 -623.275.387
KANWIL DJP NUSA TENGGARA Juni 4.743.290.498 September 6.088.238.345 1.344.947.847
25 KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU April 28.207.807.393 Juli 702.502.198 -27.505.305.195
KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Mei 413.143.003 Agustus 3.006.887.817 2.593.744.814
KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Juni 338.530.163 September 4.298.544.606 3.960.014.443
26 KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU April 11.699.369.605 Juli 9.838.748.703 -1.860.620.902
KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Mei 10.153.811.535 Agustus 33.721.613.943 23.567.802.408
KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Juni 20.540.309.585 September 84.741.951.246 64.201.641.661
27 KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA April 8.381.831.013 Juli 1.764.150.154 -6.617.680.859
KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Mei 2.064.815.821 Agustus 3.207.581.528 1.142.765.707
KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Juni 2.936.227.424 September 107.619.170.041 104.682.942.617
28 KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA April 2.291.519.995 Juli 1.084.167.814 -1.207.352.181
KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Mei 6.603.567.104 Agustus 2.459.653.053 -4.143.914.051
KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Juni 4.988.986.595 September 6.017.218.700 1.028.232.105
29 KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI April 10.295.412.701 Juli 13.348.182.449 3.052.769.748
KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Mei 11.730.137.762 Agustus 10.189.515.272 -1.540.622.490
KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Juni 1.808.057.628 September 5.861.707.716 4.053.650.088
30 KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL April 5.569.673.248 Juli 7.781.179.621 2.211.506.373
KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Mei 13.884.771.374 Agustus 31.621.616.009 17.736.844.635
KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Juni 1.698.419.554 September 20.111.503.252 18.413.083.698
31 KANWIL DJP SUMATERA UTARA I April 2.996.301.898 Juli 4.305.938.723 1.309.636.825
KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Mei 18.021.587.010 Agustus 12.918.300.975 -5.103.286.035
KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Juni 12.226.298.282 September 61.973.817.228 49.747.518.946
32 KANWIL DJP SUMATERA UTARA II April 276.330.244 Juli 404.263.216 127.932.972
KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Mei 1.670.148.827 Agustus 942.250.104 -727.898.723
KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Juni 978.925.214 September 1.578.625.098 599.699.884
33 KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR April 571.518.751.825 Juli 119.361.305.137 -452.157.446.688
KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Mei 780.696.109.408 Agustus 420.533.061.605 -360.163.047.803
KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Juni 185.377.697.277 September 2.553.824.494.585 2.368.446.797.308
JUMLAH 4.835.385.931.174 6.261.475.197.936 1.426.089.266.762
63

Lampiran 5. Data Rincian Jumlah WP Diperiksa Tujuan Kepatuhan dan


Jumlah WP Wajib SPT (Sebagai Dasar Perhitungan ACR)
Jumlah WP
Jumlah WP selesai Jumlah WP selesai
No. KANWIL Wajib SPT
diperiksa (Sebelum diperiksa (Setelah 1771 dan 1770
berlaku TA-1) berlaku TA-1)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 KANWIL DJP ACEH Juni 45 Agustus 22 70.529
KANWIL DJP ACEH Juli 14 September 28
2 KANWIL DJP BALI Juni 84 Agustus 47 80.247
KANWIL DJP BALI Juli 28 September 89
3 KANWIL DJP BANTEN Juni 235 Agustus 140 124.060
KANWIL DJP BANTEN Juli 97 September 98
4 KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Juni 46 Agustus 33 94.698
KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Juli 17 September 39
5 KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Juni 71 Agustus 37 51.893
KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Juli 39 September 55
6 KANWIL DJP JAKARTA BARAT Juni 157 Agustus 47 89.522
KANWIL DJP JAKARTA BARAT Juli 63 September 45
7 KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Juni 362 Agustus 185 7.246
KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Juli 209 September 247
8 KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Juni 268 Agustus 96 67.964
KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Juli 111 September 116
9 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Juni 180 Agustus 132 40.662
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Juli 62 September 91
10 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Juni 156 Agustus 53 45.446
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Juli 56 September 35
11 KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Juni 96 Agustus 64 60.920
KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Juli 54 September 102
12 KANWIL DJP JAKARTA UTARA Juni 95 Agustus 88 61.916
KANWIL DJP JAKARTA UTARA Juli 42 September 90
13 KANWIL DJP JAWA BARAT I Juni 154 Agustus 133 243.905
KANWIL DJP JAWA BARAT I Juli 87 September 141
14 KANWIL DJP JAWA BARAT II Juni 189 Agustus 122 113.574
KANWIL DJP JAWA BARAT II Juli 50 September 133
15 KANWIL DJP JAWA BARAT III Juni 161 Agustus 150 115.654
KANWIL DJP JAWA BARAT III Juli 124 September 104
16 KANWIL DJP JAWA TENGAH I Juni 207 Agustus 156 178.557
KANWIL DJP JAWA TENGAH I Juli 93 September 196
17 KANWIL DJP JAWA TENGAH II Juni 102 Agustus 104 165.171
KANWIL DJP JAWA TENGAH II Juli 83 September 103
18 KANWIL DJP JAWA TIMUR I Juni 182 Agustus 125 90.296
KANWIL DJP JAWA TIMUR I Juli 77 September 91
19 KANWIL DJP JAWA TIMUR II Juni 169 Agustus 124 155.710
KANWIL DJP JAWA TIMUR II Juli 66 September 146
20 KANWIL DJP JAWA TIMUR III Juni 145 Agustus 91 178.758
KANWIL DJP JAWA TIMUR III Juli 53 September 130
21 KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Juni 45 Agustus 34 69.754
KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Juli 19 September 53
22 KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Juni 121 Agustus 86 88.533
KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Juli 22 September 94
23 KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Juni 66 Agustus 44 78.023
KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Juli 33 September 57
24 KANWIL DJP NUSA TENGGARA Juni 63 Agustus 41 79.489
KANWIL DJP NUSA TENGGARA Juli 26 September 29
25 KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Juni 49 Agustus 26 71.049
KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Juli 14 September 46
26 KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Juni 75 Agustus 46 179.228
KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Juli 39 September 53
27 KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Juni 125 Agustus 98 167.929
KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Juli 75 September 97
28 KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Juni 42 Agustus 26 121.870
KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Juli 12 September 28
29 KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Juni 45 Agustus 36 151.565
KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Juli 23 September 41
30 KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Juni 87 Agustus 88 116.731
KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Juli 47 September 95
31 KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Juni 105 Agustus 48 93.870
KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Juli 55 September 64
32 KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Juni 61 Agustus 33 92.884
KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Juli 18 September 37
33 KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Juni 103 Agustus 52 979
KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Juli 46 September 122
64

Lampiran 6. ACR (Audit Coverage Ratio)


(dalam persen)
No. KANWIL Selisih
Sebelum berlaku TA-1 Setelah berlaku TA-1
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(6)-(4)
1 KANWIL DJP ACEH Juni 0,064 Agustus 0,031 -0,033
KANWIL DJP ACEH Juli 0,020 September 0,040 0,020
2 KANWIL DJP BALI Juni 0,105 Agustus 0,059 -0,046
KANWIL DJP BALI Juli 0,035 September 0,111 0,076
3 KANWIL DJP BANTEN Juni 0,189 Agustus 0,113 -0,077
KANWIL DJP BANTEN Juli 0,078 September 0,079 0,001
4 KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Juni 0,049 Agustus 0,035 -0,014
KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG Juli 0,018 September 0,041 0,023
5 KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Juni 0,137 Agustus 0,071 -0,066
KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Juli 0,075 September 0,106 0,031
6 KANWIL DJP JAKARTA BARAT Juni 0,175 Agustus 0,053 -0,123
KANWIL DJP JAKARTA BARAT Juli 0,070 September 0,050 -0,020
7 KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Juni 4,996 Agustus 2,553 -2,443
KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Juli 2,884 September 3,409 0,524
8 KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Juni 0,394 Agustus 0,141 -0,253
KANWIL DJP JAKARTA PUSAT Juli 0,163 September 0,171 0,007
9 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Juni 0,443 Agustus 0,325 -0,118
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I Juli 0,152 September 0,224 0,071
10 KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Juni 0,343 Agustus 0,117 -0,227
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II Juli 0,123 September 0,077 -0,046
11 KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Juni 0,158 Agustus 0,105 -0,053
KANWIL DJP JAKARTA TIMUR Juli 0,089 September 0,167 0,079
12 KANWIL DJP JAKARTA UTARA Juni 0,153 Agustus 0,142 -0,011
KANWIL DJP JAKARTA UTARA Juli 0,068 September 0,145 0,078
13 KANWIL DJP JAWA BARAT I Juni 0,063 Agustus 0,055 -0,009
KANWIL DJP JAWA BARAT I Juli 0,036 September 0,058 0,022
14 KANWIL DJP JAWA BARAT II Juni 0,166 Agustus 0,107 -0,059
KANWIL DJP JAWA BARAT II Juli 0,044 September 0,117 0,073
15 KANWIL DJP JAWA BARAT III Juni 0,139 Agustus 0,130 -0,010
KANWIL DJP JAWA BARAT III Juli 0,107 September 0,090 -0,017
16 KANWIL DJP JAWA TENGAH I Juni 0,116 Agustus 0,087 -0,029
KANWIL DJP JAWA TENGAH I Juli 0,052 September 0,110 0,058
17 KANWIL DJP JAWA TENGAH II Juni 0,062 Agustus 0,063 0,001
KANWIL DJP JAWA TENGAH II Juli 0,050 September 0,062 0,012
18 KANWIL DJP JAWA TIMUR I Juni 0,202 Agustus 0,138 -0,063
KANWIL DJP JAWA TIMUR I Juli 0,085 September 0,101 0,016
19 KANWIL DJP JAWA TIMUR II Juni 0,109 Agustus 0,080 -0,029
KANWIL DJP JAWA TIMUR II Juli 0,042 September 0,094 0,051
20 KANWIL DJP JAWA TIMUR III Juni 0,081 Agustus 0,051 -0,030
KANWIL DJP JAWA TIMUR III Juli 0,030 September 0,073 0,043
21 KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Juni 0,065 Agustus 0,049 -0,016
KANWIL DJP KALIMANTAN BARAT Juli 0,027 September 0,076 0,049
22 KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Juni 0,137 Agustus 0,097 -0,040
KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH Juli 0,025 September 0,106 0,081
23 KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Juni 0,085 Agustus 0,056 -0,028
KANWIL DJP KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA Juli 0,042 September 0,073 0,031
24 KANWIL DJP NUSA TENGGARA Juni 0,079 Agustus 0,052 -0,028
KANWIL DJP NUSA TENGGARA Juli 0,033 September 0,036 0,004
25 KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Juni 0,069 Agustus 0,037 -0,032
KANWIL DJP PAPUA DAN MALUKU Juli 0,020 September 0,065 0,045
26 KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Juni 0,042 Agustus 0,026 -0,016
KANWIL DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU Juli 0,022 September 0,030 0,008
27 KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Juni 0,074 Agustus 0,058 -0,016
KANWIL DJP SULAWESI SELATAN, BARAT, DAN TENGGARA Juli 0,045 September 0,058 0,013
28 KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Juni 0,034 Agustus 0,021 -0,013
KANWIL DJP SULUT, SULTENG, GORONTALO, DAN MALUKU UTARA Juli 0,010 September 0,023 0,013
29 KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Juni 0,030 Agustus 0,024 -0,006
KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI Juli 0,015 September 0,027 0,012
30 KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Juni 0,075 Agustus 0,075 0,001
KANWIL DJP SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BABEL Juli 0,040 September 0,081 0,041
31 KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Juni 0,112 Agustus 0,051 -0,061
KANWIL DJP SUMATERA UTARA I Juli 0,059 September 0,068 0,010
32 KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Juni 0,066 Agustus 0,036 -0,030
KANWIL DJP SUMATERA UTARA II Juli 0,019 September 0,040 0,020
33 KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Juni 10,521 Agustus 5,312 -5,209
KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR Juli 4,699 September 12,462 7,763
65

Lampiran 7. Tabel Z dari Luas Di Bawah Kurva Normal

Sumber: https://hatta2stat.wordpress.com/2010/12/29/uji-z-2/ diakses tanggal 6


Januari 2016
66

Lampiran 8. Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-03/PJ/2016


67
68

Lampiran 9. Alur Proses Pemeriksaan

Sumber: diolah dari Ilyas dan Wicaksono (2015, 49) dan Maryati (2015, 102)
69

Lampiran 10. Surat Izin Riset


70

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nur Subowo bin Rusdan


Tempat dan Tanggal Lahir : Kebumen, 31 Oktober 1984
Alamat : Jalan Mirit Km3, Winong, Mirit, Kebumen
Agama : Islam
Status : Menikah, 1 anak
Email : bawontax@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Tahun 1991 s.d 1997 : SDN I Winong
Tahun 1997 s.d 2000 : SMP Negeri 1 Prembun
Tahun 2000 s.d 2003 : SMAN 1 Purworejo
Tahun 2004 s.d 2007 : Diploma III Akuntansi
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Tahun 2015 s.d 2017 : Diploma IV Akuntansi Reguler
Politeknik Keuangan Negara STAN
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2008 s.d 2010 : Pelaksana KPP Pratama Tanjungpinang
Tahun 2010 s.d 2014 : Account Representative KPP Pratama Tanjungpinang
Tahun 2014 s.d 2015 : Account Representative KPP Pratama Bintan
Tahun 2015 s.d 2017 : Pegawai Tugas Belajar pada Bagian Kepegawaian
Kantor Pusat DJP

Anda mungkin juga menyukai