Anda di halaman 1dari 5

Malam ‘tak lagi hitam, seperti sekarang, biru tua mewarnai angkasa.

Dibawahnya gedung
berlomba untuk menjulang dengan berbagai bentuk. Billboard virtual menempel
dimana-mana, berisi iklan yang bergerak. Transportasi berterbangan kesana-kemari, dan
hebatnya mereka, tak ada tabrakan.

Pemandangan itu kulihat dari jendela kamar apartemen. Entah berapa lama aku
menatapnya tapi itu membuat mataku gatal. Kacamata kulepas, hanya agar jariku dapat
menggaruknya. Pandanganku langsung berubah. Bukan menjadi kabur, hanya saja
billboard-nya hilang. Kacamata ini adalah teknologi untuk melihat sesuatu yang virtual,
contohnya billboard itu.

“Apakah pemandangannya indah, Reza?” Suara khas terdengar dari belakangku.

“Seperti biasa, ‘tak ada yang berubah.” Tanganku sibuk menggosok mata dan memakai
kacamata lagi.

“Sekarang sudah jam sembilan belas lebih empat puluh dua menit.”

Aku berbalik, memutar tubuhku. Robot kecil sebesar buku tulis sudah melayang diam sedari
tadi. Bentuknya seperti tetesan air yang dibalik Dia didominasi warna hitam, dengan putih
yang melengkapi. Wajahnya hanya monitor yang memperlihatkan mata dan mulut. Tangan
yang bisa berubah, membuatnya multi fungsi. Walaupun kakinya sengaja tidak dibuat, tapi
dia bisa terbang sebagai gantinya. Bagian yang paling kusuka adalah proyektor kecil di
dahinya yang sekarang menyala mengeluarkan cahaya biru.

“Teman-temanmu akan datang delapan belas menit lagi,” lanjutnya.

Hari ini adalah hari yang besar, semalaman aku mempersiapkannya. Balon di dinding, kue di
meja bertulisan ‘Happy Birthday’, topi pesta, dan dekorasi lainnya sudah siap merayakan
hari lahirku. Membayangkannya membuatku gemetar kegirangan.

“Kau kenapa, Reza?”

Entah dari kapan, tanpa sadar tanganku benar-benar gemetar. “Aku gugup, Tomobot.”

Tomobot, aku yang memberinya nama. Kata ‘tomo’ berasal dari bahasa jepang, ‘tomodachi’
yang artinya teman. Aku tidak perlu menjelaskan ‘bot’ artinya apa, hanya orang bodoh yang
bertanya. Singkatnya, Tomobot adalah teman robotku. Dia adalah penyelamatku dalam
situasi apapun.

Contohnya seperti satu tahun yang lalu, saat ulang tahunku yang ke-12. Balon di dinding,
kue di meja bertulisan ‘Happy Birthday’, topi pesta, dan dekorasi lainnya sudah siap, sama
seperti hari ini. Rasa gugup menanti tamu yang akan datang jam delapan malam. Aku
berdiri menunggu sesuatu yang hebat. Rasa gugup masih ada, malah semakin menjadi.
Tangan lagi-lagi bergetar. Jantungku semakin terdengar.

Ting! Ting! Ting!

Jamnya sudah pas menunjukan waktunya. Dari balik pintu, teman-temanku datang dengan
hadiahnya. Setelah itu pesta dimulai. Kita bermain, menari, bernyanyi, memberi hadiah,
bahkan memakan kue. Sungguh pesta ulang tahun yang menyenangkan. Namun
sayangnya, itu hanya ada di imajinasiku.

Walaupun sudah saatnya, tapi ‘tak ada yang datang. Menit ke menit aku berdiri, hanya
menanti yang mustahil terjadi. Kakiku pegal, tapi itu tak ada apa-apanya dengan sesuatu
yang menggerogotiku. Sebuah rasa yang menggantikan kegugupan. Itu adalah kesepian,
kesendirian, kesedihan. Ketiganya bercampur menjadi satu.

Setelah kejadian itu, kemanapun dan dimanapun aku berada, disitulah terjadi badai hebat.
Teriakan menggelegar, derai tangis tiada henti, kelabu mendung menyelimuti. Karenanya,
orang tuaku membelikan sebuah robot. Itu adalah hari pertama kalinya aku memberi nama
pada sesuatu. Tomobot adalah pelangi yang datang setelah badai.

Tadi aku bilang ‘Tomobot adalah teman robotku. Dia adalah penyelamatku dalam situasi
apapun.’ dan itu benar-benar menakjubkan. Dia seperti bisa apa saja. Dia membuatku
terbang ke angkasa, lantai berubah menjadi lava, ikan berenang di darat, dan hal-hal
menyenangkan lainnya. Tomobot juga bisa bisa terbang dan karena itu, aku tidak pernah
menang jika kita lomba lari.

Tentang teman-temanku yang tidak datang saat itu. Aku ragu itu terjadi lagi. Walau aku
sudah bilang ini dua kali, tapi ‘Tomobot adalah teman robotku. Dia adalah penyelamatku
dalam situasi apapun.' Berkat Tomobot, aku sekarang mempunyai banyak teman baru.

Contohnya Lucy, seorang anak perempuan yang selalu mengikat rambutnya. Dia
memelihara kucing. Kucing makhluk hidup dan bukan robot binatang. Dia bilang, dia akan
membawa kucingnya ke pesta ulang tahunku. Sebenarnya jika aku ada di dekat kucing,
hidungku akan gatal dan bersin, bahkan tak jarang sampai pilek. Untungnya ada Tomobot,
berkat dia aku bisa bermain-main dengan kucingnya Lucy.

Lucy itu sering memakai pita. Itu sangat cocok sekali untuknya. Aku tidak tahu hadiah apa
yang akan dia berikan padaku. Namun jika dia yang ulang tahun, akan aku berikan dia pita.
Sudah kubilang, itu cocok untuknya.

Teman baruku yang lain adalah Kevin. Sering datang dan bermain denganku. Biasanya kita
berperang dengan senjata andalannya masing-masing. Aku adalah penembak jarak jauh,
yang melindungi Kevin secara tidak terduga. Kevin jagonya jarak dekat, dia bisa
menaklukkan lawan walaupun memakai pistol biasa. Bersama, kita adalah partner yang
tidak akan pernah terkalahkan.

Semua permainan itu dibuat oleh Tomobot. Aku sudah bilang, dia memiliki proyektor di
dahinya. Benda itu akan membuat barang digital dilihat dan digunakan di dunia nyata. Dan
akan ku ingatkan lagi, semua itu hanya akan terlihat jika memakai kacamata khusus.

Menamai Tomobot, memberikanku hobi baru. Membuat karakter dan menamainya. Aku tidak
bisa menamai sesuatu yang sudah ada namanya. Kursi tetaplah kursi, tidak bisa dipanggil
Awan. Satu-satunya jalan adalah membuat karakter fiksi. Beruntungnya aku, satu bulan
yang lalu temanku bertambah lagi.

Dia Mary, hobinya menulis. Dia sudah membuat lima file yang berisi cerita karangannya. Hal
dia benci adalah membuat karakter. Padahal itu sangat mudah menurutku. Jadi aku dan dia
bekerja sama membuat satu cerita. Judulnya 'Cerita Hanna'. Hanna adalah karakter
buatanku yang berambut ungu. Dia adalah penyihir yang bisa terbang tanpa sapu.
Tubuhnya kecil, membuatnya lebih cocok dipanggil peri. Namun dia tidak bersayap, jadi dia
penyihir.

Cerita Hanna berisi tentang penyihir yang datang pada orang yang bersedih. Hanna akan
menghiburnya dengan mengabulkan semua permintaan orang itu. Menakjubkan banyak
yang meminta unicorn, jadi putri, dan lainnya.

“Sebentar lagi, Reza.” Tomobot mengingatkanku dan dahinya menyala sedari tadi.

Tak kusangka waktunya hampir datang. Kakiku berlari kecil ke depan pintu. Berdiri
menunggu sesuatu yang hebat. Rasa gugup masih ada, malah semakin menjadi. Tangan
lagi-lagi bergetar. Jantungku semakin terdengar.

Ting! Ting! Ting!

Jamnya sudah pas menunjukan waktunya. Dari balik pintu, teman-temanku datang dengan
hadiahnya. Setelah itu pesta dimulai. Kita bermain, menari, bernyanyi, memberi hadiah,
bahkan memakan kue. Sungguh pesta ulang tahun yang menyenangkan. Namun itu semua
bukan hanya ada di imajinasiku tapi memang itulah yang terjadi.

“Selamat ulang tahun, Reza.” Mary, Lucy, Kevin mengucapkannya dengan riang.

Tomobot menembakkan confetti digital dan Kevin meniup terompet kecilnya.Dan di atasnya
terdapat text besar bertuliskan, Selamat Ulang Tahun.’ Semua rasa yang kualami tadi
meledak seketika tergantikan dengan rasa senang.

“Terima kasih, semuanya.”

Lucy datang dengan kucingnya yang digendong. Tetapi ‘tak lama, melompat dan berjalan ke
arahku. Mungkin dia terkejut dengan suara yang tiba-tiba. Lucy seperti biasa, memakai pita
yang cocok di rambutnya.

Di kedua tangan Kevin, penuh menggenggam kado dan terompet. Mary membawa dua
kado. Lucy berbeda, tangannya tak memegang apapun, hanya kekosongan.

“Aku membawanya kok.” Lucy seperti membaca pikiranku. Padahal aku tahu itu karena
ekspresiku yang mudah ditebak. Rupanya Mary tidak benar-benar membawa dua kado.
Seharusnya aku bisa mengira itu, dua tangan yang menggendong kucing, tidak bisa
membawa kado.

Dari ketiga kado itu, yang paling beda adalah kado Kevin. Kadonya itu sangat ….

“Besar …, apa isinya?” tanyaku penasaran.

“Isinya–”

“Sesi membuka kado belum dimulai, Reza,” Tomobot menyela.

“Oke ….” Walaupun agak kesal, tapi itu benar.

“Baiklah, ayo kita bersenang-senang.”

***
Beragam permainan kami mainkan. Beragam lagu kami nyanyikan. Sekarang saatnya sesi
paling dinanti. Kue yang menunggu untuk dipotong, diam ‘tak bergerak di atas meja. Dengan
tangannya yang serbaguna, Tomobot memotongnya.

“Silahkan Reza, potongan pertama adalah milikmu.” Tomobot menyodorkan piring kecil
dengan potongan kue yang rapi di atasnya.

“Ini terlalu sedikit, Tomobot.” Aku menerimanya, tapi itu ‘tak seperti yang kukira.

“Potongan kedua untukku, ya, Tomobot.” Mary memicu peperangan.

“Aku membawa kucing, aku yang harusnya dapat dulu,” Lucy tak mau kalah.

“Harusnya itu aku, aku membawa kado paling besar,” Kevin memasuki pertarungan.

Seharusnya aku tahu ini yang akan terjadi. Pertarungan mereka harus dihentikan. Aku
melihat ke arah Tomobot. Memberikan kode seakan aku berkata, “lakukan sesuatu.”

“Baiklah, semuanya. Ayo kita tentukan dengan pertandingan kecil.” Tomobot menerima
kodeku, kita seperti sedang telepati.

“Ayo, aku pasti menang.”

“Tidak, aku yang menang.”

Kegaduhan kedua terdengar. Entah sampai kapan mereka seperti ini, tapi aku yakin itu
sangat lama. Yang bisa kulakukan hanya diam dan menunggu pemenangnya sembari
memakan kue.

“Berikan aku teka-teki kalian yang paling bagus!” Sepertinya permainan kali ini agak sulit.

“Aku bisa.” Lucy mengacungkan tangan. “Apa huruf ke-3 dalam abjad?”

“Itu terlalu mudah, huruf ‘c’,” Mary menjawab dengan percaya diri.

“Salah, jawaban yang benar adalah ‘j’.”

“Teka-taki yang bagus, Lucy,” puji Tomobot.

Lucy yang sedang duduk dekat kucingnya membusungkan dada. Mary kesal karenanya.
Sedangkan Kevin, sepertinya dia yang paling berpikir keras, sedari tadi mencoba
menemukan teka-teki yang menurutnya akan menang.

“Jangan sombong, teka-tekiku itu sulit ditebak. Siapa penemu microsoft?”

Seisi ruangan menjadi hening. Tak ada yang menjawab. Aku juga 'tak tahu jawabannya.

"Bill Gates dan Paul Allen," Tomobot memecah keheningan. "Aku mengakuinya, meskipun
aku mudah menjawabnya, tapi kalian pasti akan kesulitan."

Aku bahkan tidak tahu siapa mereka. Sisanya tinggal Kevin. Aku tak sabar, teka-teki apa
yang membuatnya berpikir keras. Bahkan sampai saat ini dia masih diam.

"Sekarang giliranku. Kata apa yang akan dikatakan Reza, setelah ini?"
Hah, apa maksudnya?

"Jawabannya 'awas'. Kenapa begitu? Akan kutunjukkan pada kalian."

Kevin mengangkat kucing Mary. Lalu dia dengan sengaja, melemparnya.

"Awas!" Aku 'tak mau kucing itu terluka. Tanpa pikir panjang, aku berlari dan berniat
menangkapnya. Tomobot juga mengikutiku.

Namun ada sesuatu yang kulupa. Saat hendak menangkapnya, tanganku menembus tubuh
kucing itu. Si kucing tetap terlempar dan bahkan menembus tubuhku. Kejadian itu cepat
sekali, membuatku panik dan kehilangan keseimbangan.

Aku terjatuh dan menabrak keras Tomobot. Dia dan aku terhempas ke lantai. Rasa sakit
mendominasi rahangku, itu adalah titik saat aku menabrak Tomobot. Kacamataku juga
terlepas namun untungnya tidak ada kerusakan.

Badan kupaksa bangun. Netraku melihat sekeliling. Kevin, Mary, Lucy, dan kucingnya hilang
tanpa jejak. Kado mereka juga seperti ditelan bumi.

Kacamata yang sempat terlepas, ‘ku tenggerkan lagi pada tempatnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Mary.

Sekarang semuanya kembali normal, mereka terlihat kembali. Untung saja projector pada
dahi Tomobot tidak rusak.

Anda mungkin juga menyukai