Anda di halaman 1dari 3

Knock... knock... Halo?

Tuktuktuk... tuktuktuk...

“Hei, apa kamu ada disana?” suara halus memanggilku di balik dinding gelap ini. Ketukan demi ketukan
lemah menggema di tempatku berada. Jaring laba-laba bagai dawai yang dipetik ketika ketukan itu
sampai di sini. Kucoba meraba dinding itu, sambil merasakan dari mana arah ketukan itu.

“Hei, aku tahu. Kamu ada di situ!” ketukannya di dinding semakin terasa kuat. Aku semakin dekat.
Hingga semua bunyi ketukan itu tertumpu pada pojok dinding yang membentuk sudut siku-siku.
Kudengarkan baik-baik. Ketukan itu berima. Memiliki jeda yang membuatnya seperti musik.

Tuk.. tuktuk.. tuk.. tuktuktuk..

Kubalas dengan ketukan pula. Terdengar suara cekikikan dibalik dinding ini. Sepertinya, sesuatu di balik
dinding ini, terlihat bahagia. “Oh, kamu membalasku. Apakah kamu mau bermain ketuk-ketukan lagi?
Kalau iya, ketuk dua kali!”

Entah apa ini, namun bahasa yang dia gunakan, aku dapat mengerti. Kata demi kata. Karena tadi dia
bertanya, apakah aku mau bermain dengannya, kusanggupi saja keinginannya.

Tuk... Tukk

Suara bagaikan teriakan terdengar. Tampaknya dia sangat kegirangan. Dan dimulailah permainan ketuk-
mengetuk dinding dengan orang yang tidak aku kenali, dan mungkin dia juga sama. Tidak tahu siapa
yang ada disini.

Bunyi-bunyi ketukan diantara kami terus menggema. Mengisi tiap-tiap sudut tempatku berada.
Membuatnya terasa lebih nyaman untuk ditinggali. Lagah-laguh bunyi tiba-tiba berhenti, kala dia tidak
mengetuk lagi, yang mengharuskanku untuk berhenti juga. Keheningan yang dibawa oleh awan gelap
mulai memenuhi tempatku ini. Apakah ini canggung namanya? Aku pun tak tahu.

“Ada yang datang, kita akhiri saja untuk kali ini. Sayang, menyenangkan jika saja bisa lebih lama lagi.”
Gerutunya, “kudatang lagi nanti, ya. Da!!”

Perkataannya tadi langsung membuatku heran. Siapakah dia? Lebih tepatnya, apakah dia? Dibalik besi,
semen dan berbagai macam benda tua yang membatasi ini? Apa yang ada disana? Dan dia ingin kesini
lagi untuk “bermain” denganku? Pertanyaan demi pertanyaan mulai mengembang di dalam kepalaku.
Jawaban dari ini semua hanya tanda tanya saja. Sebuah tanda tanya besar.

Kusandarkan badanku ke dinding dingin ini. Beberapa jelaga turun ke wajahku. Jaring laba-laba juga
mendekatiku. Kepalaku yang berisi kini hanya tinggal debu. Tidak ada yang terpikirkan lagi bagiku.
Mungkin merenung adalah kata yang tepat bagiku sekarang. Hening sejauh yang bisa kulihat.

ROAARRRGGHHHH....
Oh, ada yang datang.

***

Rintik-rintik hujan mulai bernyanyi-nyanyi di atasku. Sebuah jendela tua yang ada dihadapanku bagaikan
lukisan pointilis yang banyak butir-butir hujannya. Pikiranku kembali terbang kepada insiden setahun
yang lalu. Tepat pada hari ini, satu tahun “perayaan” akan insiden—lebih pasnya, sebuah kejadian—
yang diberitakan dimana-mana. Bila ada yang menanyakan kejadian ini, pasti semua orang dapat
menjawabnya. Hingga kedetailnya.

Masih segar di dalam ingatanku, kata-kata seseorang yang menceritakan kejadian ini. “...Diatas langit
sana, sebuah meteor sedang mendekat ke arah kita. Ini memang di luar perkiraan para ahli... Namun
jangan khawatir. Ukuran meteornya relatif kecil, jadi akan habis terbakar oleh atmosfer. Dan, walaupun
sampai ke permukaan, tidak akan menimbulkan dampak yang merusak... oh, lihat ke atas. Meteornya
telah memasuki atmosfer. Ya, tampaknya dia semakin mendekat.... oh SIAL!!. Dia ke arah sini, cepat
menghindar!!!.... DOOMM”. Hmm, sepertinya aku tidak mengingat semuanya.

JEDARRRRRR......

Langit mulai bergelora. Menggetarkan hati layaknya jendela ini. Apa yang terjadi kemarin, aku menjadi
ingin tahu. Akankah dia datang lagi? Dengan ketukan lembut, dibalik dinding keras ini? Ya, ini tidak lebih
dari sekedar penasaran. Hanya penasaran.

Kuputuskan untuk kembali ke tempat dimana aku mendengar suara ketukan kemarin. Awan bertambah
sedih. Tangisannya yang deras, kini ditambah dengan gelegar suara teriakan. Sepanjang perjalananku,
beberapa kali diterangi oleh gelegar awan yang masuk melalui jendela-jendela tua. Membuat lorong ini
menjadi silau sesaat, sebelum kembali suram. Apakah semua pemikiran ini ada gunanya? Atau hanya
aku yang overthinking?

Lorong-lorong ini semakin panjang. Bertambah-tambah kegelapannya. Tunggu, tunggu dulu. Kenapa
semuanya terasa ringan? Kakiku, seperti tidak menapak lagi. Langkahku mulai mengambang ke langit-
langit. Aku melihat sesuatu yang diujung lorong sana. Suatu entitas, dengan—aku tidak tahu apa yang
menggeliat di belakangnya—apapun itu. Dan bagaikan dandelion yang ditiup. Tubuhku langsung terbang
menuju lantai sedingin es. Napasku sesak. Seperti tidak ada oksigen bagiku. Mataku mulai kabur. Kepala
seperti bola yang ditendang. Rasa sakit mengalir di pembuluh darahku, dengan cepat. Aku mulai
mengerang. Tidak tahan akan rasa sakit ini. Perutku ikut mual. Kukerjapkan mataku beberapa kali. Masih
sama, aku tidak dapat melihat dengan jelas.

ARRGGGHHH....

Suara itu, apakah itu? Semua menjadi menyilaukan.

JEDARRRRRR......

***

Anda mungkin juga menyukai