Anda di halaman 1dari 65

EVALUASI KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PUPUK BERSUBSIDI

KABUPATEN NGANJUK TAHUN ANGGARAN 2016 DALAM


PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO.60 TAHUN
2015 TENTANG KEBUTUHAN & HARGA ECERAN TERTINGGI
PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh seminar proposal pada Fakultas Ilmu


Administrasi Universitas Brawijaya

Moch. Faisal Rahman

135030118113003

Dosen Pembimbing :

Drs. Andy Fefta Wijaya M.DA.Ph.D

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017

i
DAFTAR ISI

SAMPUL........................................................................................................... i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................13
C. Tujuan Penelitian.................................................................13
D. Kontribusi Penelitian...........................................................13
E. Sistematika Penulisan .........................................................15

BAB II KAJIAN PUSTAKA.........................................................................17


A. Administrasi Publik.............................................................17
B. Kebijakan publik ................................................................18
1. Pengertian kebijakan publik .........................................18
2. Ciri-ciri kebijakan publik .............................................21
3. Model-model kebijakan publik…..................................23
4. Tahap-Tahap Kebijakan Publik ……............................25
C. Evaluasi Kebijakan Publik..................................................27
1. Pengertian Evaluasi Kebijakan......................................27
2. Fungsi Evaluasi Kebijakan............................................29
3. Kriteria Evaluasi Kebijakan..........................................30
4. Tipe –tipe evaluasi kebijakan........................................36
5. Evaluasi dampak kebijakan...........................................37
D. Distribusi ............................................................................38
1. Pengertian distribusi......................................................38
2. Manajemen distribusi fisik............................................39
3. Macam-macam distribusi .............................................40
E. Kebijakan Subsidi Pupuk....................................................42
1. Pengertian subsidi..........................................................42
2. Kebijakan pupuk bersubsidi..........................................43
BAB III METODE PENELITIAN................................................................47
A. Jenis Penelitian....................................................................47
B. Fokus Penelitian..................................................................48
C. Lokasi dan situs Penelitian..................................................49
D. Sumber Data........................................................................50
E. Teknik Pengumpulan Data..................................................51
F. Instrumen penelitian.............................................................53
G. Analisis data........................................................................54
H. Keabsahan data ...................................................................56
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2016 Menurut


Sub Sektor............................................................................................2
Tabel 2. Alokasi Pupuk Masing-Masing Produsen.............................................5
Tabel 3. Alokasi Pupuk Bersubsidi Kabupaten Nganjuk 2012-2016................11
Tabel 4. Alokasi Pupuk Bersubsidi per Kecamatan di Kabupaten Nganjuk
Tahun 2016.........................................................................................13
Tabel 5. Formulasi Kebijakan ..........................................................................25
Tabel 6. Kriteria Evaluasi Kebijakan ...............................................................31
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Pembagian Wilayah Kerja Produsen Pupuk Bersubsidi


tahun 2016.........................................................................................6
Gambar 2. Pola Distribusi Pupuk Bersubsidi.....................................................8
Gambar 3. Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman.....................54
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian

merupakan sektor yang berpengaruh dalam pembangunan perekonomian

Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari mayoritas penduduk di Indonesia

bermata pencaharian sebagai petani. Melihat pentingnya sektor pertanian,

pemerintah memprioritaskan pembangunan diletakan pada sektor

pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebtuhan industri dalam

negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani dan

memperluas kesempatan kerja. Di dalam sektor pertanian pupuk memiliki

peranan penting dan strategis dalam peningkatan produksi dan

produktivitas pertanian.

Menurut Peraturan Menteri Pertanian No 60 Tahun 2015 tentang

kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi untuk sektor

pertanian tahun anggaran 2016, sektor pertanian adalah sektor yang

berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, hortilkultura, perkebunan,

hijauan, pakan ternak, dan budidaya ikan atau udang (termasuk

pemanfaatan lahan perhutani dan kehutanan untuk peningkatan produksi

tanaman pangan dan hortilkultura).


Tabel. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2016

Menurut Sub Sektor

Jenis Pupuk (Ton)


Sub Sektor
Urea SP-36 ZA NPK Organik

Tanaman
3.335.350 635.375 812.385 2.018.580 817.200
Pangan

Hortilkultura 198.440 51.000 49.350 122.655 88.400

Perkebunan 465.760 142.715 174.930 383.775 83.600

Peternakan 37.720 5.100 11.865 18.630 2.300

Perikanan
62.730 15.810 1.470 6.630 8.500
budidaya

Jumlah 4.100.000 850.000 1.050.000 2.550.000 1.000.000

Sumber : Peraturan Menteri Pertanian No 60 Tahun 2015 tentang kebutuhan

dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun

anggaran 2016

Efektivitas penggunaan pupuk diarahkan pada penerapan

pemupukan berimbang dan organik sesuai rekomendasi spesifik lokasi

atau standar teknis penggunaan pupuk yang dianjurkan. Dalam penerapan

pemupukan berimbang perlu didukung dengan aksebilitas dalam

memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau. Pemerintah

memfasilitasi penyediaan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian guna

menjamin ketersediaan pupuk dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang

relah ditetapkan, sehingga petani dapat menerapkan pemupukan


berimbang guna mewujudkan ketahanan pangan. Hal ini diwujudkan

melalui peningkatan produksi pertanian, sehingga dapat meningkatkan

kesehjateraan, kualitas dan kehidupan petani lebih baik.

Pemerintah melalui menteri pertanian terus mendorong

penggunaan pupuk yang efesien melalui berbagai kebijakan meliputi aspek

teknis, penyediaan dan distribusi maupun harga melalui subsidi. Pupuk

terdiri dari dua jenis yakni pupuk organik dan pupuk an-organik.

Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk yang telah diterapkan mulai dari

tahap perencanaan kebutuhan, penetapan harga eceran tertinggi (HET),

besaran subsidi hingga sistem distribusi ke pengguna pupuk subsidi.

Pupuk Bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya

ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di

penyalur resmi di Lini IV. Menurut Peraturan Menteri Pertanian No 60

Tahun 2015 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk

bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2016, Harga eceran

tertinggi pupuk bersubsidi antara lain: Pupuk Urea Rp.1800/Kg, Pupuk

SP-36 Rp.2000/Kg, Pupuk ZA Rp.1400/Kg, Pupuk NPK Rp.2300/Kg,

Pupuk Organik Rp.500/kg. Harga eceran tertinggi (HET) tersebut berlaku

untuk pembelian oleh petani, petambak dan kelompok tani di Lini IV

(pengecer resmi) secara tunai dalam kemasan 50 kg untuk pupuk Urea ,

SP36, ZA dan NPK serta dalam kemasan 40 kg untuk pupuk organik.

Kebijakan distribusi pupuk subsidi telah berlangsung lama sejak

tahun 1977. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi


petani untuk mendapatkan pupuk yang murah dan berkualitas. Laswell dan

Kaplan yang dikutip Nugroho (2011: 93) menjelaskan bahwa kebijakan

sebagai program yang akan diproyeksikan ke dalam tujuan-tujuan tertentu,

nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu. Hal ini kebijakan

dipandang sebagai perwujudan dari program yang akan diberikan ke

masyarakat. Sesuai dengan uraian diatas, untuk tahun 2016 distribusi

pupuk subsidi telah ditetapkan sesuai Peraturan Menteri Pertanian No 60

tahun 2015 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk

bersubsidi untuk sektor pertanian tahun 2016.

Pemenuhan kebutuhan pupuk dalam negeri diberikan wewenang

kepada produsen pupuk yakni PT. Pupuk Indonesia (persero) dimana

mempunyai lima anak perusahaan antara lain : PT. Pupuk Iskandar Muda ,

PT. Pupuk Sriwidjadja, PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Kalimantan Timur,

PT. Petrokima Gresik. Kelima produsen pupuk ini memiliki daerah kerja

sendiri sesuai pembagian kerja yang diatur oleh pemerintah melalui

peraturan Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan keputusan Direksi

PT. Pupuk Indonesia (persero).

Di dalam realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun

2016 dituangkan dalam peraturan sebagai berikut:

1. Peraturan Menteri Pertanian No.60/Permentan/SR.310/12/2015 tentang

Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk

Sektor Pertanian Tahun 2016


2. Peraturan Menteri Perdagangan No. 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang

Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian

3. Surat PT. Pupuk Indonesia (Persero) No. U-1797/A00000.UM/2015

tentang Penugasan Wilayah Tanggung jawab Pengadaan dan

Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk sektor pertanian.

Peraturan-peraturan diatas merupakan aturan yang mengatur

realisasi penyaluran pupuk bersubsidi alokasi tahun 2016. Berdasarkan

aturan diatas pembagian kerja produsen pupuk dibagi untuk lima anak

perusahaan PT. Pupuk Indonesia (persero) yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia. Berikut tabel alokasi pupuk masing-masing produsen :

Tabel 1. Alokasi Pupuk Masing-masing Produsen

JENIS PUPUK DAN PRODUSEN


UREA
- PT.Petrokimia Gresik
- PT.Pupuk Kujang
Sumber : www.pupukkaltim.go.id

Tabel diatas berisikan data angka tentang alokasi pupuk yang harus

dipenuhi oleh setiap produsen pupuk untuk pemenuhan pupuk subsidi

tahun 2016. Hal ini sesuai dengan surat Direktur Utama PT. Pupuk
Indonesia No. U-1797/A0000.UM/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang

penugasan wilayah tanggungjawab pengadaan dan penyauran pupuk

bersubsidi untuk sektor pertanian. Dari tabel diatas dapat dilihat pupuk

jenis urea mendapat kuota besar yakni 4,100 juta ton, NPK sebesar 2,550

juta ton, organik sebesar 1 juta ton, SP-36 sebesar 850 ribu ton, dan ZA

sebesar 1,050 juta ton. Pupuk urea mendapat alokasi lebih besar

dikarenakan petani cenderung lebih memilih untuk membeli dan

menggunakan pupuk urea. Sehingga,pemerintah lebih memperbanyak

kuota subsidi pupuk urea untuk meningkatkan produksi dan produktivitas

pertanian.

PT. Pupuk Indonesia (persero) diberikan kewenangan untuk

mengelola penyaluran pupuk bersubsidi di Indonesia. Adapun pembagian

wilayah kerja produsen pupuk bersubsidi dapat dilihat di gambar berikut :

PT PUPUK ISKANDAR MUDA

PT PUPUK KALIMANTAN
PT PUSRI PALEMBANG
TIMUR

10

PT PETROKIMIA
11
GRESIK

PT PUPUK KUJANG

Gambar 1. Peta pembagian wilayah kerja produsen pupuk bersubsidi tahun

2016
Sumber : www.pupukkaltim.go.id

Berdasarkan gambar yang tertera diatas dapat dilihat pembagian

kerja dari kelima produsen pupuk bersubsidi. Adapun pembagiannya

adalah :

1. PT. Pupuk Iskandar Muda, meliputi wilayah Aceh, Sumatera Utara,

Sumatera Barat, Riau, dan Kalimantan Barat

2. PT. Pupuk Sriwidjadja, meliputi wilayah Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan, Lampung, Kep. Riau, Banten, Jawa Tengah

3. PT. Pupuk Kujang, meliputi wilayah Jawa Barat

4. PT. Pupuk Kalimantan Timur, meliputi wilayah Kalimantan Timur,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sebagian

besar kota/kab di Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Sulawesi, Maluku &

Papua

5. PT. Petrokimia Gresik, meliputi wilayah sebagain kecil kab/kota di

Jawa Timur.

Dilihat dari pembagian kerja diatas, PT. Pupuk Kalimantan Timur

memiliki wilayah kerja yang paling luas hampir 2/3 wilayah. Indonesia.

PT. Pupuk Kalimantan Timur merupakan produsen pupuk urea terbesar di

Indonesia. Perusahaan ini telah berdiri sejak 9 desember 1977. Kapasitas

produksi setiap tahunnya mencapai 3,435 juta ton urea/tahun dan 2,740

juta ton amoniak/tahun dimana memiliki lima pabrik yang tersebar di kota

Bontang, Kalimantan Timur.


PT. Pupuk Kalimantan Timur memiliki wilayah kerja salah satunya

di provinsi Jawa Timur. Di provinsi ini terdapat Kantor Pemasaran

wilayah I yang berlokasi di Jl. Genteng Kali No. 55-57, Surabaya. Kantor

pemasaran wilayah I memilik tugas pemasaran, penjualan, dan

pengawasan pupuk dari saat pupuk datang di pelabuhan sampai ke gudang

penyimpanan pupuk (GPP) dan distribusikan ke petani. Di dalam

pendisribusian pupuk subsidi terdapat pola distribusi yang telah diatur oleh

PT. Pupuk Indonesia. adapun pola distribusi pupuk bersubsidi yang dapat

dilihat di gambar berikut ini :

Gambar 2. Pola distribusi pupuk bersubsidi

Sumber : www.pupukaltim.com

Pola distribusi pupuk berawal dari pabrik utama yang disebut Lini

I. pupuk curah kemudian disalurkan menggunakan armada kapal dan truk

ke Lini II yang berada di setiap provinsi untuk kemudian di simpan di

gudang penyangga pupuk (GPP) yang berada di ibukota provinsi. Khusus

wilayah Jawa Timur yang sebagian besar menjadi tanggungjawab PT.

Pupuk Kalimantan Timur, terdapat lima gudang penyangga pupuk (GPP)


berada di kawasan Tanjung Perak, Surabaya. Pupuk curah dimasukkan ke

dalam kantong dan disimpan di dalam gudang. Penyimpanan dilakukan

sambil menunggu perintah untuk didistribusikan ke Lini III yang berada di

kabupaten/kota. Pendistribusian ke gudang Lini III telah diatur sesuai

Peraturan Bupati masing-masing daerah tentang alokasi pupuk yang

dibutuhkan. Di gudang Lini III kemudian disalurkan ke pengecer dan

distributor pupuk yang berada di masing-masing kecamatan untuk

selanjutnya disalurkan ke petani sesuai surat permintaan pupuk yang

disebut RDKK. Penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dari

Lini I sampai Lini IV harus mengunakan 6 (enam) prinsip tepat, yaitu

tepat jenis, jumlah, harga, waktu, dan mutu.

Penyaluran pupuk bersubsidi untuk petani harus sesuai dengan

rencana defenitif kebutuhan kelompok tani (RDKK). Rencana defenitif

kebutuhan kelompok tani (RDKK) merupakan perhitungan rencana

kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun kelompok tani berdasarkan

luasan areal usaha tani yang diusahakan petani, pekebun, peternak dan

pembudidaya ikan atau udang anggota kelompok tani dengan rekomendasi

pemupukan berimbang spesifik lokasi. Maksimal luas lahan yang dimiliki

petani seluas 2 hektar dan pembudidaya ikan seluas 1 hektar. Aturan ketat

untuk menjaga penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran dan tidak ada

penyelewengan pupuk. Kebutuhan pupuk yang telah disusun kelompok

tani kemudian akan menjadi acuan permintaan pupuk bersubsidi yang

dibutuhkan di dalam setahun.


Wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur yang menjadi wilayah

kerja PT. Kalimantan Timur salah satunya adalah Kabupaten Nganjuk.

kabupaten Nganjuk memiliki potensi pertanian yang cukup besar.

Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Pertanian di

Nganjuk berperan penting dalam pembangunan perekonomian daerah.

Salah satu contohnya adalah bawang merah. Bawang merah merupakan

produk unggulan di kabupaten Nganjuk.Di dalam menunjang produksi dan

produktivitas pertanian di Nganjuk diperlukan ketersedian pupuk yang

dapat menjamin kesehjateraan petani. Melalui kebijakan pupuk bersubsidi

yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, kabupaten Nganjuk di tahun

2016 mendapat alokasi pupuk sebesar 43,710 Ton. Berikut Tabel alokasi

pupuk bersubsidi di Kabupaten Nganjuk dari tahun 2012-2016

Tabel. Alokasi Pupuk Bersubsidi Kabupaten Nganjuk 2012-2016

No. Tahun Jumlah (Ton)

1. 2012 47.215.50

2. 2013 39,306.00

3. 2014 40,508.50

4. 2015 43,610.00

5. 2016 43,710.00

Alokasi diatas merupakan data kebutuhan pupuk bersubsidi dari

tahun 2012 sampai 2016. Pupuk bersubsidi untuk alokasi tahun 2016

sesuai dengan Peraturan Bupati No. 31 tahun 2015 tentang Alokasi Pupuk
Bersubsidi Sektor Pertanian Kabupaten Nganjuk Tahun Anggaran 2016.

Berikut tabel alokasi pupuk per kecamatan di kabupaten Nganjuk :

Tabel 2. Alokasi Pupuk Bersubsidi per Kecamatan di Kabupaten Nganjuk

Tahun 2016 (dalam Ton)

Kecamatan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
1 Bagor 206.50 93.50 68.00 190.00 144.50 162.50 251.50 251.50 314.50 170.00 161.50 448.00 2,462.00
2 Baron 266.50 24.00 195.50 419.50 68.00 136.00 365.00 609.00 476.00 153.00 289.00 549.50 3,551.00
3 Berbek 166.50 17.00 93.50 200.50 85.00 42.50 176.00 186.00 102.00 25.50 187.00 124.50 1,406.00
4 Gondang 273.00 120.00 195.00 264.00 227.50 107.50 250.00 442.50 330.00 255.00 192.50 314.00 2,971.00
5 Jatikalen 180.00 50.00 10.00 50.00 150.00 110.00 60.00 65.00 145.00 65.00 100.00 126.00 1,111.00
6 Kertosono 155.00 40.00 5.00 125.00 55.00 45.00 120.00 150.00 90.00 40.00 75.00 97.00 997.00
7 Lengkong 135.00 60.00 45.00 127.50 112.50 97.50 105.00 187.50 135.00 112.50 202.50 178.00 1,498.00
8 Loceret 373.00 77.50 227.50 300.00 92.50 80.00 411.50 276.00 151.00 135.00 230.00 293.00 2,647.00
9 Nganjuk 167.00 41.00 124.00 110.50 17.00 44.50 143.50 76.00 59.50 34.00 119.00 258.00 1,194.00
10 Ngetos 305.00 105.00 20.00 170.00 140.00 60.00 85.00 100.00 65.00 102.50 150.00 211.50 1,514.00
11 Ngluyu 127.50 82.50 127.50 202.50 67.50 67.50 90.00 37.50 139.00 232.50 142.50 160.50 1,477.00
12 Ngronggot 135.00 40.00 205.00 322.50 87.50 80.00 315.00 332.50 185.00 135.00 150.00 230.50 2,218.00
13 Pace 286.00 115.00 127.50 327.50 132.50 132.50 371.00 423.50 267.50 227.50 270.00 241.50 2,922.00
14 Patianrowo 382.00 131.00 15.00 40.00 150.00 310.00 145.00 190.00 265.00 250.00 75.00 147.00 2,100.00
15 Prambon 120.00 85.00 215.00 320.00 65.00 90.00 315.00 452.50 230.00 115.00 200.00 418.50 2,626.00
16 Rejoso 261.00 119.00 290.00 378.50 117.50 250.00 447.50 373.00 182.50 242.50 352.50 359.00 3,373.00
17 Sawahan 173.00 42.50 51.00 68.00 51.00 51.00 51.00 58.00 59.50 85.00 144.50 127.50 962.00
18 Sukomoro 292.00 133.00 127.50 351.50 102.00 119.00 236.00 329.50 221.00 144.50 153.00 441.00 2,650.00
19 Tanjunganom 215.00 120.00 385.00 597.50 92.50 180.00 635.00 830.00 285.00 142.50 250.00 564.50 4,297.00
20 Wilangan 232.00 58.00 127.50 220.00 68.00 63.50 142.50 92.50 102.00 59.50 221.00 347.50 1,734.00
4,451.00 1,554.00 2,654.50 4,785.00 2,025.50 2,229.00 4,715.50 5,462.50 3,804.50 2,726.50 3,665.00 5,637.00 43,710.00
Sumber : PERBUP No. 31 tahun 2015 Tentang Alokasi Pupuk Bersubsidi

Sektor Pertanian Kabupaten Nganjuk tahun 2016

Tabel diatas berisikan alokas pupuk per kecematan untuk rencana

anggaran tahun 2016. Alokasi pupuk bersubsidi ini harus bisa tersalurkan

tepat sasaran ke petani. Hal ini disebabakan dalam prakteknya masih

sering ditemukan penyelewengan dan kecurangan dalam proses distribusi

pupuk bersubsidi. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh PATTIRO

(Pusat Telaah dan Informasi Regional) bekerja sama dengan USAID yang

dilakukan di sepuluh daerah di Indonesia, dilaporkan bahwa implementasi


kebijakan subsidi pupuk selama periode 2009-2011 masih banyak

menemui kendala dan permasalahan terutama pada aspek pendataan,

penganggaran, penyaluran/distribusi, serta pengawasan. Casley dan Kumar

yang dikutip oleh Abdul Wahab (2001:23) mendefinisikan evaluasi itu

sebagai penilaian terhadap kinerja proyek dan dampaknya pada kelompok

sasaran dan daerah tertentu. Melihat kondisi ini perlu adanya evaluasi

apakah kebijakan ini tepat sasaran atau tidak untuk mensehjaterakan

petani.

Berdasarkan deskripsi latar belakang diatas, maka peneliti tertarik

untuk meneliti evaluasi penyaluran pupuk bersubsidi dengan judul “

Evaluasi Kebijakan Pendistribusian Pupuk Bersubsidi di Kabupaten

Nganjuk Tahun Anggaran 2016 Dalam Perspektif Peraturan Menteri

Pertanian No.60 Tahun 2015 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran

Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun 2016 ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan

menjadi kajian peneliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Evaluasi Kebijakan Pendistribusian Pupuk bersubsidi di

Kabupaten Nganjuk tahun anggaran 2016?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam Evaluasi Kebijakan

Pendistribusian Pupuk bersubsidi di Kabupaten Nganjuk tahun

anggaran 2016 ?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis Evaluasi Kebijakan

Pendistribusian Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Nganjuk tahun

anggaran 2016.

2. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan

pengahambat dalam Evaluasi Kebijakan Pendistribusian Pupuk

bersubsidi di Kabupaten Nganjuk tahun anggaran 2016.

D. Kontribusi Penelitian

Maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Akademis

Sebagai bahan pengembangan Ilmu Administrasi Publik dan

Kebijakan Publik, serta sarana untuk mengaktulisasikan sebagai ilmu

yang telah diterima dalam perkuliahan.

2. Teoritis

a. Menambah wawasan bagi peneliti khususnya dan masyarakat pada

umumnya mengenai Kebijakan pendistribusian pupuk bersubsidi di

Kabupaten Nganjuk
b. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya

yang berkenaan dengan kebijakan pendistribusian pupuk subsidi di

Kabupaten Nganjuk

3. Praktis

a. Bagi Universitas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan

menambah koleksi bacaan dan informasi sehingga dapat digunakan

sebagai sarana dalam menambah wawasan dan pengetahuan yang

lebih luas.

b. Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dan masukan mengenai kebijakan pendistribusian

pupuk subsidi di Kabupaten Nganjuk agar kedepannya dapat lebih

baik.

c. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

bacaan serta menambah informasi tentang kebijakan

pendistribusian pupuk subsidi di Kabupaten Nganjuk.

d. Bagi Peneliti, penelitian ini sebagai kegiatan nyata dalam upaya

memadukan antara teori yang didapat semasa kuliah dan praktek

nyata sebagai bahan perbandingan serta kesesuaian.

E. Sistematika Penulisan

Mengetahui secara garis besar tentang hal yang akan dideskripsikan dan

dianalisis dalam penelitian ini, maka dibawah ini akan disampaikan

pokok-pokok penulisan yang ada dalam setiap bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang akan megemukakan

tentang alasan yang melatarbelakangi penelitian, rumusan masalah

merupakan permasalahan yang muncul dan akan dicari jawabannya, tujuan

penelitian yang menguraikan hasil apa yang akan dicapai dalam penelitian,

kontribusi penelitian merupakan pernyataan tentang manfaat dari

penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang digunakan dalam disiplin ilmu sosial

yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi dan digunakan oleh

peneliti dalam melakukan penelitian. Maka bab ini akan diuraikan konsep

dan teori diantaranya adalah Administrasi Publik, Kebijakan Publik,

Evaluasi Kebijakan Publik, Distribusi, Pupuk Subsidi, Isi kebijakan

Terkait.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini akan menguraikan bagaimana penelitian akan dilaksanakan.

Metode penelitian terdiri dari jenis penelitian yakni jenis penelitian yang

akan digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian, fokus penelitian

yaitu masalah serta lingkup yang menjadi perhatian utama untuk peneliti,

jenis dan sumber data yaitu orang yang terlibat dalam penelitian serta

segala hal yang menjadi sumber data penelitian, teknik pengumpulan data

yakni cara yang akan digunakan dalam melakukan pengumpulan data,


instrument penelitian yakni menerangkan alat yang digunakan dalam

menggali dan menganalisis data, dan analisis data


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Administrasi Publik

Administrasi publik pada dasarnya bukanlah konsep baru, karena

Administrasi Publik sudah ada sejak dulu. Para pakar mengganti istilah

Administrasi Publik menjadi administrasi Negara. Begitu pula buku-buku

asing mislanya yang berjudul “Public Administration” diganti menjadi

Administrasi Negara (Pasolong,2007:7). Chandler & Plano dalam

Pasolong (2007:07) sebagai “proses dimana sumber daya dan personil

publik dikoordinasikan dan diorganisir untuk memformulasikan,

mengimplementasikan, dan mengelola (manage) keputusan-keputusan

dalam kebijakan publik”. Lebih lanjut pengertian administrasi publik yang

dijelaskan oleh Zauhar (1996:31) yaitu proses kerja sama dalam suatu

organisasi publik sebagai aktivitas pengelola terhadap masalah kenegaraan

untuk mencapai tujuan pemerintah. Administrasi selain sebagai ilmu juga

sebagai seni (art and science) ditujukan untuk mengatur kebijakan publik

yang terjadi dalam suatu organisasi atau yang lainnya.

Henry (1988:31), menyatakan administrasi publik sebagai

kombinasi yang beragam serta tidak berpola antara teori dan pelaksanaan.

Konsep administrasi publik diwujudkan untuk memperbaiki hubungan

antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini untuk meningkatkan

responsbilitas kebijakan publik terhadap kebutuhan social yang ada di


masyarakat. Selain itu, demi melembagakan praktek-praktek manajerial

untuk menciptakan efesiensi dan efektifitas.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

administrasi publik adalah kegiatan kerjasama yang dilakukan di dalam

organisasi publik dimana memanfaatkan sumberdaya, baik itu sumberdaya

manusia atau sumberdaya alam untuk melaksanakan fungsi pemerintah

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mencapai tujuan

pemerintah.

B. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Dalam menjalankan roda pemerintahan yakni segala aktivitas dan

wewenangnya, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk

mengatur Negara, mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan

sebagai prasarana untuk melaksanakan perannya tersebut. Kebijakan

yang dirancang dan dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengatur

hubungan yang terjadi antara Negara dengan masyarakat, maayarakat

dengan masyarakat, maupun Negara dengan Negara. Keputusan yang

dikeluarkan oleh Negara tersebut dikenal sebagai kebijakan publik.

Laswell dan Kaplan dalam Nugroho (2011: 93) menjelaskan bahwa

kebijakan sebagai program yang akan diproyeksikan ke dalam tujuan-

tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu. (a

projected program of goals, values, and practices). Selanjutnya James


E. Anderson yang dikutip Wahab (2005:12), menyatakan kebijakan

sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi

pemerintah atau serangkaian aktor dalam suatu bidang). Menurut

Thomas R. Dye dalam Suharto (2005:44), defenisi kebijakan publik,

sebagai “whatever goverments choose to do or not to do” yaitu,

pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Frederich dalam Wahab (2008:3) mendefenisikan kebijakan

merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan yang telah diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

yang berhubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu, tetapi

juga mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau

mewujudkan sasaran yang diinginkan. Sebagai sebuah keputusan,

kebijakan yang telah dibuat dapat dikatakan sebagai kebijakan public

apabila masih berada pada batasan-batasan tertentu.

W.I. Jenkins (dalam Abdul Wahab,1997:4) merumuskan

kebijaksanaan Negara sebagai :

“a set of interrelated decisions taken by a political


actor or group of actors concerning the selection of goals
and the means of achieving them within a specified
situation where these decisions should, in principle, be
within the power of these actors to achieve” (serangkaian
keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang
aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan
dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk
mencapainya dalam suatu situasi di mana keputusan-
keputusan itu pada prinsipnya masih berada di dalam batas-
batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).
kebijakan publik dianggap sebagai suatu keputusan yang telah

diambil oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan

yang terjadi di dalam masyarakat. Secara sederhana istilah kebijakan

publik merupakan setiap keputusan yang dibuat oleh negara strategi

untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah

strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki

masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-

citakan.

Anderson dalam Islamy (2007:19) menyatakan kebijakan publik

merupakan produk yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-

pejabat pemerintah. Adanya kebijakan publik merupakan alternatif

pilihan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menyelesaikan

permasalahan publik serta harus mengedepankan pada kepentingan

masyarakat. Berdasarkan beberapa pandangan diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah berupa program dan keputusan lainnya

untuk mencapai tujuan dalam kepentingan masyarakat. Menurut Dunn

dalam Winarno (2004:28) menyatakan proses penyusunan kebijakan

publik berdasarkan pada berbagai tahapan atau proses utama.

2. Ciri-ciri Kebijakan Publik

Keputusan dapat dikatakan sebagai kebijakan publik apabila telah

memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut bisa dilihat dan


disebutkan sebagai ciri-ciri tentang kebijakan publik. Menurut

Anderson dalam Islamy (1991:19) menyatakan kebijakan publik

sebagai kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan

pejabat pemerintah. Implikasi turunan yang timbul dari pengertian

kebijakan publik oleh Anderson, kriteria-kriteria kebijakan publik

adalah :

a. Kebijakan Negara selalu mempunyai tujuan tertentu dan

merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan

b. Kebijakan berisi pola-pola tindakan yang dilaksanakan oleh

pejabat pemerintah

c. Kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh

pemerintah

d. Kebijakan Negara itu bersifat positif dimana merupakan bentuk

tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat

negative dimana merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk

tidak melakukan sesuatu.

e. Kebijakan pemerintah, setidaknya bersifat positif harus

dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat

memaksa (otoritatif)

(Islamy, 1991:19)

David Easton yang dikutip Wahab (2008:5-6) mendefinisikan

bahwa ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber

dari orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, yakni


para eksekutif, para legislatif, para hakim, para administrator, dan lain

sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan publik dibentuk

oleh mereka yang berkuasa di dalam system politik. Mereka

bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan sesuai tugas dan

wewenangnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi

ciri-ciri kebijakan public antara lain :

a. Kebijakan publik lebih mengutamakan tindakan yang mengarah

pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba

acak dan kebetulan. Di dalam sistem politik modern, kebijakan

publik merupakan tindakan yang telah direncanakan bukanlah

serba kebetulan

b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan yang saling terkait

dan berpola dimana mengarah pada tujuan tertentu yang telah

ditetapkan oleh pejabat pemerintah. Kebijakan tidak hanya

membuat undang-undang dalam bidang teretntu, melainkan pula

diikuti dengan keputusan-keputusan yang bersangkut paut dengan

implementasi dan pemksaa pemberlakuannya

c. Kebijakan saling terkait dengan apa yang senyatanya dilakukan

oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, misalnya seperti

mengendalikan laju inflasi, mengatur perdagangan, dan lain

sebagainya.

d. Kebijakan publik bisa bersifat positif, bisa juga negatif. Dalam

bentuk positif, kebijakan public akan mempengaruhi masalah


tertentu, sementara dalam bentuknya negatif akan mempengaruhi

keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau

tidak melakukan tindakan apapun (Wahab.2008:6-7)

Dari ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa kebjakan publik

adalah tindakan yang telah terencana dilaksanakan oleh pemerintah

yang saling terkait guna tercapainya tujuan yang diharapkan. Tindakan

yang dilakukan pemerintah dapat berupa tindakan yang berpengaruh

pada masalah ataupun tindakan untuk tidak bertindak atau tidak

melakukan apapun.

3. Model Kebijakan Publik

Ada beberapa model untuk memahami proses kebijakan tersebut

dibentuk. Diantara model tadi antara lain :

a. Model Institusional

Model ini menekankan kebijakan publik berasal dari struktur

birokrasi organisasi pemerintah dan kegiatan-kegiatan politik

bertumpu pada lembaga pemerintah tersebut.

b. Model Elit-Massa

Model ini memandang pembuat kebijakan berasal dari masyarakat

yang berkuasa dan memiliki pengaruh pada pembuatan kebijakan

publik.

c. Model Kelompok
Model ini memandang Pembuat kebijakan berasal dari kelompok-

kelompok tertentu saja yang memiliki kepentingan tertentu yang

mengikatkan diri baik secara formal maupun informal. Kelompok

tersebut akhirnya menjadi kelompok penekan (preassure group)

dalam pembuatan kebijakan.

d. Model Sistem Politik

Model ini memandang kebijakan sebagai respons terhadap

kekuatan-kekuatan lingkungan social ekonomi politik yang ada di

sekitarnya.

e. Model Rational Comprehensive

Model ini menekankan komprehensivitas informasi dan keahlian

pembuat keputusan. Dalam model ini konsep efesiensi sama

dengan konsep rationalitas.

f. Model Inkremental

Model ini memandang kebijakan sebagai suatu kelanjutan kegiatan

pemerintah di masa lalu dengan hanya memodifikasinya.

4. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang

kompleks, karena melibatkan banyak proses yang dikaji, sehingga

untuk mengkaji tersebut diperlukan tahapan-tahapan kebijakan publik

yaitu :

a. Tahap Penyusunan Agenda


Sebelum kebijakan dibuat terlebih dahulu dimasukan dalam agenda

atau bisa disebut konsep. Hal ini dirumuskan terlebih dahulu

sebelum menuju ketahap formulasi kebijakan.

penyusunan agenda

formulasi kebijakan

adopsi kebijakan

implementasi
kebijakan

evaluasi kebijakan

Tabel 2 Formulasi kebijakan


Sumber : Budi Winarno (2013:36)

b. Formulasi Kebijakan

Tahapan formulasi kebijakan berawal dari masalah yang

dirumuskan ke dalam agenda kemudian dibahas oleh para pembuat

kebijakan. Masalah atau fenomena yang dirumuskan tersebut dicari

pemecahan masalahan. Dalam tahap perumusan kebijakan masing-

masing alternatif bersaing untuk dipilih sebagai kebijakan yang

akan diambil untuk memecahkan sebuah masalah.

c. Adopsi Kebijakan
Adopsi kebijakan adalah tahapan dari alternatif kebijakan yang

ditawarkan oleh perumus kebijakan. Alternatif kebijakan yang

telah dipilih diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif,

consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan proses pelaksanaan dari

alternatif kebijakan yang telah dipilih untuk di implementasikan ke

pada masyarakat oleh badan-badan yang telah ditunjuk.

e. Evaluasi Kebijakan

Dalam tahapan ini kebijakan yang dijalankan akan di nilai atau di

evaluasi. Tahapan ini untuk melihat sejauh mana kebijakan yang

dibuat telah mampu memecahkan masalah. Evaluasi kebijakan

publik merupakan proses akhir dari sebuah perumusan kebijakan.

Hasil dari evaluasi yang telah didapat akan menjadi dasar untuk

perumusan kebijakan yang akan dibuat selanjutnya.

C. Evaluasi Kebijakan

1. Pengertian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan publik merupakan salah satu unsur fungsional

dari kegiatan pengambilan keputusan yang menentukan keberhasilan

suatu program pemerintah. Menurut Winarno (2002:165) mengatakan

“ Evaluasi pada dasarnya dilakukan karena tidak semua program

kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali kebijakan


publik gagal meraih hasil yang diinginkan, dengan demikian maksud

evaluasi kebijakan itu ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan

suatu kebijakan atau mengetahui apakah kebijakan publik yang telah

dijalankan meraih dampak yang diinginkan”.

Evaluasi kebijakan ditujukan untuk menilai sejauh mana

keefektifan kebijakan publik guna mempertanggungjawabkan kepada

konstituennya sejauh mana tujuan dapat tercapai. Tujuan pokok

evaluasi kebijakan bukanlah untuk menyalahkan, akan tetapi untuk

mengetahui seberapa besar kesenjangan antara kenyataan dengan

harapan suatu kebijakan publik (Nugroho, 2003:184). Dunn dalam

Nugroho (2008:427), mendefenisikan evaluasi dapat disamakan

dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian

(assessment). Evaluasi berkenaan dengan produksi infomasi mengenai

nilai atau manfaat hasil kebijakan. Evaluasi memberikan informasi

yang valid dan bisa dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yakni

seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai

melalui tindakan publik.

Casley dan Kumar yang dikutip oleh Abdul Wahab (2001:23)

mendefinisikan evaluasi itu sebagai penilaian terhadap kinerja proyek

dan dampaknya pada kelompok sasaran dan daerah tertentu. Menurut

istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui

keadaan suatu obyek dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur

guna memperoleh kesimpulan. Evaluasi bertujuan mencari kekurangan


dan menutup kekurangan. Ciri-ciri evaluasi kebijakan yang

diungkapkan Nugroho (2008:472) adalah :

a. Tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan

kinerja kebijakan

b. Evaluator mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan,

pelaksana kebijakan, dan target kebijakan.

c. Prosedur dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi

d. Dilaksanakan tidak dalam suasana permusuhan atau kebencin

e. Mencakup rumusan, implementasi, lingkungan, dan kinerja

kebijakan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa defenisi ahli diatas dapat

disimpulkan, evaluasi kebijakan merupakan penilaian terhadap

program yang dijalankan oleh pemerintah selama periode tertentu

untuk menentukan keberhasilan program tersebut. Dalam penelitian

ini, evaluasi dilakukan sesudah keadaan pada sebuah kebijakan sudah

memberikan dampak positif atau sebaliknya mencari faktor pendorong

dan faktor penghambatnya.

2. Fungsi Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan memiliki fungsi untuk mengetahui apakah

output telah sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini output nya

adalah pemerataan distribusi pupuk subsidi. Menurut Wahab (2001:8)

evaluasi kebijakan merupakan program pembangunan atau berbagai


bentuk pemberian pelayanan kepada publik guna memperoleh

informasi mengenai kinerja proyek atau program. Berikut fungsi-

fungsi evaluasi kebijakan menurut Guba dan Lincoln dalam Wahab

(2001:8), yaitu :

a. Evaluasi mengemban ilmu pembelajaran

Evaluasi berarti mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan yang

berhasil dan kegiatan-kegiatan yang tidak berhasil untuk

menciptakan hasil yang diharapkan. Melihat kondisi seperti ini

diperlukan penyempurnaan kinerja proyek atau program di masa

yang akan datang untuk menghindari kesalahan di masa lalu.

b. Evaluasi sebagai kemudi manajemen

evaluasi akan memberikan hasil-hasil yang memberikan umpan

balik dan memungkinkan pihak manajemen mengendalikan proyek

tetap pada arahnya sesuai tujuan yang diharapkan

c. Evaluasi sebagai fungsi kontrol dan inpeksi

Evaluasi dapat menginformasikan kepada pimpinan puncak atau

negara donor apakah kegiatan-kegiatan yang ditunjukan dalam

dokumen proyek telah dilaksanakan dengan semestinya dan

menunjukan hasil yang diharapkan.

d. Evaluasi sebagai fungsi akuntabilitas

Evaluasi memberikan informasi dan atas dasar informasi itu

Dewan Perwakilan Rakyat dan pembayar pajak dapat menilai


apakah dana yang telah mereka sediakan telah digunakan dengan

benar, serta untuk tujuan yang diharapkan

e. Evaluasi sebagai fungsi kepenasihatan

Evaluasi memberikan hasil-hasil yang digunakan untuk

mendapatkan dana yang lebih banyak guna mendanai suatu

proyek-proyek sejenis di masa yang akan datang.

Kebijakan publik seringkali mengalami kegagalan untuk meraih

maksud dan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Evaluasi kebijakan

dimaksudkan untuk mengetahui proses pembuatan kebijakan, proses

implementasi, konsekuensi kebijakan, dan efektivitas dampak

kebijakan.

3. Kriteria Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan memilik kriteria-kriteria tertentu. Menurut Dunn

ada beberapa kriteria dalam melakukan evaluasi kebijakan. Kriteria

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.

Kriteria Evaluasi Kebijakan

Kriteria Pertanyaan

Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan tercapai ?

Efesiensi Seberapa banyak usaha yang diperlukan

untuk mencapai hasil yang diinginkan ?


Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang

diinginkan untuk memecahkan masalah ?

Pemerataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan

dengan merata kepada kelompok bebeda ?

Responsivitas Kebutuhan, preferensi, atau nilai

kelompok-kelompok tertentu ?

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan

benar-benar berguna atau bernilai ?

Sumber : William Dunn, 2000:610

Kriteria-kriteria diatas merupakan tolak ukur atau indikator dari

evaluasi kebijakan publik. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif, maka pembahasan dalam penelitian ini menggunakan

pertanyaan yang dirumuskan oleh William N. Dunn. Adapun

penjelasan kriteria-kriteria tersebut antara lain :

a. Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang memiliki pengertian

keberhasilan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas

disebut juga hal guna. Penilaian terhadap efektivitas ditujukan

untuk menjawab ketepatan waktu pencapian hasil/tujuan.

Pengertian tersebut dapat disimpulkan adanya pencapaian tujuan


yang besar daripada organisasi, maka besar pula hasil yang dicapai

dari tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa :

“Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu

alternative mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai

tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan

dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau

layananya atau nilai moneternya” (Dunn, 2003:429).

Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata

dampaknya tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi

masyarakat, maka dapat dikatakan kebijakan tersebut dikatakan

gagal. Kebijakan publik adakalanya hasilnya tidak langsung efektif

dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, maka ukuran efektivitas merupakan

suatu standar akan terpenuhi mengenai sasaran dan tujuan yang

dicapai dan sejauh mana organisasi dapat melaksanakan fungsi-

fungsinya secara optimal.

b. Efesiensi

Efesiensi dan efektivitas saling berhubungan. Efesiensi berbicara

tentang penggunaan sumber daya (resources) kita secara optimum

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun menurut William N.

Dunn berpendapat bahwa :

“efesiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang

diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu.


Efesiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi,

adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang

terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efesiensi biasanya

ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan.

Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya

terkecil dinamakan efisen” (Dunn,2003:430).

Sasaran yang ingin dicapai suatu kebijakan publik ternyata sangat

sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses

kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai.

Hal ini berarti kegiatan kebijakan telah melakukan pemborosan dan

tidak layak untuk dilaksanakan.

c. Kecukupan

Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang

telah dicapai sudah dirasakan mencukupi berbagai hal. Kecukupan

berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas

memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang membutuhkan

adanya masalah (Dunn, 2003:430). Berdasarkan pengertian diatas

dapat disimpulkan, kecukupan masih berhubungan dengan

efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh

alternatif dapat memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan

dalam menyeselaikan suatu permasalahan.

d. Pemerataan
Pemerataan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan

diperoleh sasaran kebijakan publik. Kriteria pemerataan adalah

penilaian terhadap kesamaan (equity) dari kegiatan yang

didistribusi secara proporsional untuk aktor-aktor yang terlibat

(Dunn, 2003: ). Dalam hal ini akan membahas pihak-pihak atau

aktor-aktor yang terlibat melaksanakan kebijakan publik. Suatu

program tertentu mungkin dapat efektif, efesien, dan mencukupi

apabila biaya manfaat merata.

e. Responsivitas

Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai

respon dari suatu aktivitas yang berarti tanggapan sasaran

kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Responsivitas

(responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan

dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-

kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Keberhasilan

kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang

menanggapi pelaksanaan memiliki pengaruh yang akan terjadi jika

kebijakan dilaksanakan. William N. Dunn mengemukakan bahwa :

“ kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat

memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efesiensi,

kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum menghadapi

kriteria tanggapi kebutuhan aktual dari adanya suatu kebijakan”

(Dunn, 2003:437)
Berdasarkan uraian diatas, kriteria responsivitas cerminan nyata

kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu

terhadap kriteria efektivitas, efesiensi, kecukupan, dan kesamaan.

f. Ketepatan

Ketepatan dalam kebijakan publik merujuk pada nilai atau harga

dari tujuan program dan kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-

tujuan tersebut. Penilaian terhadap ketepatan ditujukan untuk

mengetahui kebijakan memberikan hasil dan manfaat. William N.

Dunn menyatakan bahwa kelayakan (appropriateness) adalah :

“kriteria yang dipakai untuk menyeleksi sejumlah alternatif untuk

dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif

yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang

layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas

substansif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan

cara atau instrument untuk merealisasikan tujuan tersebut” (Dunn,

2003:499).

Ketepatan sendiri merupakan penilaian terhadap tujuan-tujuan di

suatu kebijakan yang telah dilaksanakan.

4. Tipe- Tipe Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan memiliki beberapa tipe-tipe yang dapat

digunakan. Di dalam melakukan evaluasi kebijakan pada dasarnya

harus melihat tipe-tipe evaluasi kebijakan. Menurut Wahab (2001: 29)


pada dasarnya tipe evaluasi kebijakan dibedakan lagi berdasarkan dua

kriteria pokok yaitu :

a. Siapa yang melaksanakan studi evaluasi ?

b. Pada tahap perencanaan pembangunan manakah evaluasi

dilaksanakan ?

Berdasarkan kriteria yang pertama, dibedakan lagi menjadi dua

jenis yaitu, evaluasi eksternal dan evaluasi internal. Evaluasi eksternal

adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak terlibat

langsung dalam persiapan desain proyek ataupun implementasinya.

Evaluasi yang dilaksanakan oleh orang-orang yang terlibat langsung

dalam persiapan atau implementasi proyek disebut evaluasi internal.

Adapun kriteria yang kedua dibagi mejadi dua jenis, yaitu :

a. Evaluasi ex ante, yaitu evaluasi yang dilaksankan sebelum kegiatan

tertentu dilaksanakan

b. Evaluasi ex post, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sesudah

kegiatan tertentu dilaksanakan

Jenis evaluasi ex post kemungkinan masih dapat dibedakan lebih

lanjut ke dalam evaluasi interim. Evaluasi interim dilakukan ketika

proyek masih berlangsung. Selain evaluasi interim yaitu, evaluasi akhir

yang dilakukan pada saat proyek dinyatakan selesai (Wahab, 2001:34).

Berdasarkan tipe penelitian evaluasi yang dijelaskan diatas, maka

tipe penelitian evaluasi yang akan dipakai adalah evaluasi akhir.


Evaluasi akhir merupakan rangkaian proses evaluasi ketika sesudah

persiapan rencana dan implementasi rencana berlangsung. Penelitian

ini menekankan evaluasi terhadap dampak yang ditimbulkan dari

kebijakan pendistribusian pupuk subsidi. Tipe evaluasi ini penting

guna menilai atau mempertimbangkan dampak serta faktor pendorong

dan penghambat dari sebuah kebijakan.

5. Evaluasi Dampak Kebijakan

Kebijakan dapat dikatakan berhasil jika memeliki dampak yang

ingin dicapai. Evaluasi dampak kebijakan menurut William N. Dunn

(2000:513) adalah perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang

dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut. Islamy (1991:15)

menjelaskan dampak kebijakan negara sebagai akibat dan konsekuensi

yang ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan-kebijakan tadi. Evaluasi

dampak bertujuan untuk menguji efektifitas suatu kebijakan/proyek

dalam pencapaian suatu kebijakan. Berdasarkan dua pendapat tersebut,

evaluasi dampak kebijakan merupakan perubahan dari sikap atau

apapun yang membuat perbedaan dibandingkan kebijakan itu belum

dikeluarkan dan setelah dikeluarkan.

D. Distribusi

1. Pengertian Distribusi

Pendistribusian berasal dari kata distribusi. Di dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1996:365) distribusi sebagai :


a. Pembagian barang keperluan sehari-hari kepada penduduk atau

kepada pegawai, anggota tentara, polisi, dan sebagainya

b. Penyaluran barang kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat

Dari pengertian diatas, dapat diatarik kesimpulan pendistribusian

adalah kegiatan yang melakukan pembagian, penyebaran, atau

penyaluran suatu barang, baik itu barang-barang keperluan sehari-hari

atau barang-barang kebutuhan pokok ke beberapa tempat yang dituju

secara merata untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu sistem distribusi

yang handal dapat tercipta dan berjalan dengan baik, cepat, dan efesien

serta aman apabila perencanaan kebutuhan, pengadaan dan system

penyimpanan terselenggara dengan baik, dan agar system distribusi

yang handal itu tericpta diperlukan kerja sama yang erat antar satuan-

satuan kerja pengguna tertentu dengan para petugas penyimpanan

(Siagian, 1992:262)

2. Manajemen Distribusi Fisik

Menurut Stanton (1996:100-112) pengertian distribusi fisik adalah

“arus fisik barang-barang” sedangkan manajemen distribusi fisik

adalah “kerja membangun dan mengoperasikan system arus barang

yang efesien”. Adapun tugas dari distribusi fisik dapat dibagi menjadi

lima bagian, yaitu sebagai berikut :

a. Lokasi persedian barang dan penggudangan


Suatu perusahaan (produsen, pedangang besar, pengecer)

mempunyai pilihan untuk memiliki sendiri gudang atau

menggunakan jasa-jasa umum.

b. Penanganan barang (materials handling)

Pemilihan alat peralatan yang cocok guna penanganan produk

secara fisik merupakan segi penting dari manajemen distribusi

fisik. Peralatan yang cocok dan tepat dapat meminimalkan

kerugian-kerugian karena pecah, kerusakan atau pencurian.

c. Pengendalian persedian (inventory control)

Bagi banyak perusahaan persediaan merupakan investasi besar.

Tujuan pengendalian persediaan adalah meminimalkan besarny

investasi tersebut dan kemampuan memenuhi permintaan

konsumen secara cepat dan tepat.

d. Pemrosesan pesanan

Bagian lain dari distribusi fisik adalah kumpulan prosedur guna

mengolah dan melaksanakan pesanan. Hal ini harus meliputi

ketentuan-ketentuan tentang tagihan pembayaran, pemberian

kredit, pembuatan faktur dan penguangan tagihan-tagihan yang

jatuh tempo

e. Pengangkutan

Hampir seluruh angkutan antar perusahaan pertanian serta

angkutan dalam kota terlaksana dengan truk.

3. Macam-Macam Distribusi
Menurut Stanton (1996:81) yang membedakan saluran distribusi

barang konsumsi dengan barang industri adalah sebagai berikut :

a. Saluran distribusi barang konsumsi

1. Produsen-konsumen

Saluran distribusi paling pendek dan sederhana untuk barang-

barang konsumen adalah produsen langsung kepada konsumen

tanpa campur tangan perantara.

2. Produsen-pengecer-konsumen

Banyak perusahaan pengecer-pengecer besar membeli langsung

dari produsen industri dan pertanian.

3. Produsen-pedang besar-pengecer-konsumen

Jika ada yang dinamakan “saluran tradisional” barang-barang

konsumen, maka inilah saluran itu. Beribu-beribu pengecer

kecil dan produsen industri kecil menganggap saluran ini

sebagai satu-satunya pilihan yang pilihan ekonomis.

4. Produsen-agen-pengecer-konsumen

Produsen sesekali menggunakan jasa agen, makelar atau agen

perantara lain untuk mencapai pasaran eceran, khususnya

perusahaan-perusahaan besar pengecer.

5. Produsen-agen-pedagang besar-pengecer-konsumen

Produsen menggunakan jasa agen perantara yang sebaliknya

pula menghubungi pedagang besar yang menjual kepada

pengecer-pengecer kecil.
b. Saluran distribusi barang industri

1. Produsen-konsumen industrial

Hubungan langsung ini menyalurkan produk industrial dengan

nilai dolar lebih besar daripada saluran distribusi lain

2. Produsen-distributor industrial-pemakai.

Produsen dapat menggunakan distribusi industri untuk

mencapai pasarnya. Produsen lain dapat menggunakan

distributor industri sebagai penyalurnya.

3. Produsen-agen pemakai

Saluran distribusi semacam ii dipakai oleh produsen yang tidak

memiliki saluran pemasaran sendiri.

4. Produsen-agen-distributor industrial-pemakai industri

Saluran ini mirip dengan saluran sebelumnya. Cara ini

digunakan dalam keadaan produsen tidak mampu menjual

lewat agen langsung kepada konsumen industrial.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui macam-macam saluran

distribusi merupakan suatu kerangka penjualan barang berupa barang

konsumsi atau barang industri akan melibatkan berbagai pihak,

seperti produsen, agen, pedagang besar, pengecer, konsumen yang

berkaitan langsung dengan penjualan serta penggunaan distributor

untuk mencapai pasar. Sehubungan pupuk merupakan barang

konsumsi maka saluran distribusi yang digunakan adalah saluran

distribusi untuk barang konsumsi.


E. Kebijakan Subsidi Pupuk

1. Pengertian Subsidi

Handoko dan Patradi (2005:37) mendefenisikan Subsidi adalah

pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada badan atau rumah

tangga demi mencapai tujuan tertentu terlibat dalam memproduksi atau

mengkonsumsi suatu produk dalam kualitas yang lebih besar atas

harga yang lebih murah. Subsidi dapat dibedakan menjadi 2 bentuk

yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam

bentuk barang (in kind subsidy). Subsidi dapat mendorong peningkatan

output produk-produk yang dibentuk akan tetapi mengganggu roses

alokasi sumber daya domestic secara umum dan memberi dampak

merugikan terhadap perdagangan internasional. Subsidi dapat

disimpulkan, merupakan cadangan dari pemerintah dalam mendukung

suatu kegiatan atau program berbentuk bantuan keuangan untuk

menjaga ketahanan pangan masyarakat.

2. Kebijakan Pupuk Bersubsidi

Kebijakan pupuk bersubsidi bertujuan meringankan beban petani

dalam penyediaan dan penggunaan pupuk untuk kegiatan usaha tani.

Pupuk dapat meningkatkan produksi dan produktivitas pangan

nasional serta meningkatkan kesehjateraan petani. Pupuk bersubsidi

diperuntukan untuk sektor pertanian yang berkaitan dengan budidaya

tanaman pangan, sasaranya adalah petani, pekebun, peternak, dan

petambak. Kebijakan pemberian subsidi umumnya dikaitkan dengan


barang atau jasa yang mempunyai nilai eksternalitas yang tinggi untuk

menambah jumlah konsumsi. Pemberian subsidi kepada petani

merupakan kebijakan pembangunan di sektor pertanian yang telah

lama dilakukan oleh pemerintah guna mendukung konsumsi pupuk di

sektor pertanian. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas dan pendapatan petani.

Kebijakan pupuk bersubsidi tahun 2016 telah diatur di dalam

Peraturan Menteri Pertanian No. 60/SR.310/215 Tentang Kebutuhan

dan Harga Eceran Tertinggi untuk Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian

Tahun Anggaran 2016. Di dilam peraturan ini yang dimaksud pupuk

bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan

penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan

kelompok tani dan petani di sektor pertanian. Pupuk bersubsidi terdiri

atas pupuk an-organik dan pupuk organik yang diproduksi dan

diadakan oleh pelaksana subsidi pupuk. Pupuk an-organik terdiri atas

Urea, SP36,ZA,dan NPK. Kebijakan ini diperuntukan bagi petani atau

petambak yang telah bergabung dengan kelompok petani yang sudah

menyusun Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK),

dengan ketentuan :

a. Petani yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan

sesuai areal yang diusahakan setiap musim tanam

b. Petani yang melakukan usaha tani di luar bidang tanaman pangan

dengan total luasan maksimal 2 hektar setiap musim tanam; atau


c. Petambak dengan total luasan maksimal 1 hektar setiap musim

tanam.

Kebijakan pupuk bersubsidi berawal dari permintaan kelompok

petani yang dituangkan di dalam Rencana Defenitif Kebutuhan

Kelompok Tani (RDKK). Penyusunan RDKK yang melibatkan

kelompok penyuluh pertanian (KPP) kemudian mendapat persetujuan

dari Dinas Pertanian dan nanti akan diterbitkan Peraturan Bupati atau

PERBUP. Kebutuhan pupuk di tingkat kabupaten disusun oleh Kepala

Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan rekapitulasi RDKK dan

diketahui Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan

dan Kehutanan (BN4K) daerah. Kebutuhan pupuk bersubsidi

ditetapkan dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan dari

Gubernur dan Kepala Dinas Provinsi serta penyerapan pupuk

bersubsidi tahun-tahun sebelumnya.

Menurut pasal 12 ayat 2 PERMENTAN No. 60 Tahun 2016

menyebutkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk subsidi pupuk

pertanian adalah sebagai berikut :

a. Pupuk Urea : Rp. 1800/kg

b. Pupuk SP-36 : Rp. 2000/kg

c. Pupuk ZA : Rp. 1400/kg

d. Pupuk NPK : Rp. 2300/kg

e. Pupuk Organik : Rp. 500/kg


Berdasarkan uraian diatas, untuk penyaluran pupuk subsidi kepada

petani dilakuka oleh kios-kios pengecer pupuk. Harga diatas berlaku

untuk kemasan 50kg Pupuk Urea, SP-36, NPK, dan 40kg untuk pupuk

organic. Pengawasan mengenai penyaluran dan harga pupuk

pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.15/M-

DAG/PER/4/2013 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk

Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Pemerintah hanya mengawasi

penyaluran pupuk hanya sampai batas wilayah kabupaten sedangkan

ditingkat distributor dan pengecer diawasi oleh produsen pupuk yakni,

PT. Pupuk Kalimantan Timur.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuan yang dicapai

dalam penelitian ini untuk memberikan deskripsi faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diamati dalam penelitian. Penelitian deskriptif adalah Peneliatian yang

menekankan terhadap analisis dan gambaran secara rinci, jelas, dan cermat

tentang obyek yang diteliti dan kondisinya. Menurut Kusmayadi dan

Ender Sugiarto (2000:29) penelitian deskriptif adalah penelitian yang

berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena atau hubungan

antar fenomena yang akan diteliti secara sistematis, faktual, dan akurat.

Penelitian ini menggunakan pedekatan kualitatif. Menurut Bogdan

dan Taylor yang dikutip Moleong (2008:4) pendekatan kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik,

karena dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Maksud

dari alamiah yakni obyek yang diteliti berupa obyek yang berkembang apa

adanya serta tidak terpengaruh oleh kehadiran peneliti. Peneliti

berinteraksi dengan informan dalam keadaan alami, sehingga peneliti

harus mampu menguasai materi yang akan diatanyakan dan berkomunikasi

dengan baik. Penelitian ini berupaya mendeskripsikan, menganalisis dan

menginterpretasikan permasalahan kemudian mengambil kesimpulan dari

permaalahan lalu disusun dan disajikan dalam bentuk tulisan secara

sistematis tentang “Evaluasi Kebijakan Pendistribusian Pupuk Bersubsidi

di Kabupaten Nganjuk Tahun Anggaran 2016 “

B. Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2009:62) fokus penelitian adalah suatu

pembatasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas dalam metode

penelitian yang berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

(masukan dan keluaran) suatu informasi yang diperoleh di lapangan dan

membatasi studi.

Dalam pendekatan kualitatif, keseluruhan situasi sosial yang diteliti

meliputi aspek tempat (places), pelaku (actor), dan aktivitas (activity)

yang berinterkasi secara sinergi. Permasalahan dan fokus memiliki

keterkaitan yang erat, karena sebuah permasalahan menjadi acuan pada

fokus penelitian, walaupun fokus dapat berkembang sesuai situasi di

lapangan.
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu ingin melengkapi dan

memperluas teori yang ada. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus

penelitian adalah :

1. Evaluasi Kebijakan Pendistribusian Pupuk Subsidi di kabupaten

Nganjuk pada tahun 2016.

a. Indikator input

1. Faktor sumber daya manusia dalam mendukung kebijakan

2. Faktor ketersedian pupuk yang dibutuhkan petani

3. Faktor ketersedian lahan pertanian yang ada di Kabupaten

Nganjuk

b. Indikator process

1. Standart Operational Procedure (SOP)

2. Standart Pelayanan Minimal (SPM)

c. Indikator output

Dampak produksi dan produktivitas pertanian yang dirasakan oleh

petani atas kebijakan yang telah terlaksana.

2. Faktor pendukung dan faktor penghambat Evaluasi Kebijakan

Pendistribusian Pupuk Subsidi di Kabupaten Nganjuk pada tahun

2016.

a. Faktor Pendukung

1. Internal

2. external

b. Faktor Penghambat
1. Internal

2. external

C. Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan serta

merupakan tempat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya atas obyek

yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di

Kabupaten Nganjuk. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui lebih

jauh tentang kebijakan pendistribusian pupuk subsidi sudah tepat sasaran

atau belum untuk alokasi tahun 2016. Alasan pemilihan lokasi penelitian

tersebut dikarenakan kabupaten Nganjuk merupakan daerah yang memiliki

potensi bidang pertanian yang cukup besar dari segi lahan dan

produktivitas. Melihat kondisi ini pemerintah memberikan alokasi pupuk

subsidi yang cukup besar untuk kabupaten Nganjuk. selain itu, terdapat

permasalahan distribusi pupuk seperti, kelangkaan, keterlambatan

penyaluran, penyelewengan pupuk subsidi. Melihat kondisi seperti ini

peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana kebijakan pendistribusian pupuk

bersubsidi telah berjalan dengan baik sesuai prosedur atau belum.

Situs penelitian adalah letak peneliti mengadakan penelitian untuk

memperoleh data serta informasi yang mendukung untuk menjawab

pertanyan pada rumusan masalah yang sesuai dengan fokus penelitian

yang diteliti, sistus penelitian pada penelitian ini adalah :

1. Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk.

2. Gudang Penyangga Pupuk (GPP) Kabupaten Nganjuk.


3. Kantor Pemasaran PT.Pupuk Kalimantan Timur Wilayah 1, Surabaya.

4. Distributor Pupuk Subsidi.

5. Para Petani.

D. Sumber Data

Sumber data merupakan tahapan dalam proses penelitian yang

penting , karena hanya dengan mendapatkn data yang tepat maka proses

penelitian akan berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari

rumusan masalah yang akan ditetapkan (Sarwono, 2006:123). Dalam

penelitian ini menggunakan sumber data sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang bersumber dari hasil

observasi, artinya peneliti mengembangkan konsep di lapangan dalam

proses penggalian informasi. Penelitian ini sumber data primer didapat

saat proses wawancara secara langsung, sehingga sumber data primer

dalam penelitian ini seperti informan, meliputi wawancara dengan

para petani, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, kepala GPP

Kabupaten Nganjuk, distributor pupuk

2. Data Sekunder

Sarwono (2006:210) mendefenisikan data sekunder berupa data-

data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh oleh peneliti dengan cara

membaca, melihat, atau mendengarkan. Data ini diperoleh dari data

primer yang sudah diolah oleh peneliti sebelumnya. Data sekunder


dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen pertanian kabupaten

Nganjuk, data terkait alokasi pupuk subsidi di kabupaten Nganjuk,

jurnal, dan penelitian terdahulu.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis dalam

penelitian, tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data. Maka peneliti tidak bisa

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan

(Sugiyono, 2014:62)

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti adalah :

1. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan pengumpulan data yang dilakaukan dengan

proses Tanya jawab antara peneliti dengan informan secara langsung

untuk mendapatkan informasi yang bisa diubah menjadi sumber data

peneliti.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data jika peniliti

ingin melakukan studi pendahuluan untuk permasalahan yang akan

diteliti, tetapi apabila peneliti ingin mengetahui hal hal dari informan

yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri

pada laporan diri sendiri atau self report, atau setidaknya pada
keyakinan atau pengetahuan pribadi. Penelitian kualitatif sering

menggabungkan teknik observasi partisipasi dengan wawancara

mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan

interview kepada orang-orang yang mendalam (Sugiyono 2014: 72).

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstruktur dimana

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

sistematis. Teknik pengumpulan data ini untuk memperoleh data

otentik dari informan sesuai pedoman wawancara yang sebelumnya

telah dibuat. Dalam hal ini, peneliti akan mewawancarai staf dinas

pertanian kabupaten Nganjuk, kepala Gudang Penyangga Pupuk (GPP)

kabupaten Nganjuk, staf kantor pemasaran PT. Pupuk Kalimantan

Timur Wilayah 1, Surabaya, Distributor Pupuk Subsidi, dan petani.

2. Observasi

Nasution (1988) mendefenisikan observasi adalah dasar semua

ilmu pengetahuan. Ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data,

yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui

observasi (Sugiyono, 2014:64). Proses pengumpulan data dengan

melakukan penelitian secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

obyek penelitian dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena

yang diteliti. Hal ini mengenai judul penelitian ini tentang “”

3. Dokumentasi

Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah terjadi sebelumnya.

Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, karya-karya monumental dari


seseorang. Arikunto (2010:216) metode dokumentasi adalah metode

yang mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa

catatan , transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

lengger, agenda, dan sebagainya.

Dokumentasi yaitu mengumpulkan data yang berasal dari arsip-

arsip yang mendukung fokus penelitian. Data – data ini dapat

bersumber dari bahan bahan-bahan tertulis, dokumen-dokumen,

laporan-laporan resmi, peraturan perundang-undangan, tulisan ilmiah

atau arsip-arsip pendukung lainnya. Hasil penelitian dari observasi dan

wawancara akan lebih akurat dan kridibel, jika dilengkapi dengan

dokumen pendukung.

F. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti

dalam kegiatannya mengumpulkan data. Moleong (2009:4)

mendefenisikan instrument penelitian atau alat pengumpulan data adalah

peneliti itu sendiri. Jadi dalam penelitian ini peneliti merupakan

instrument pokok dan ditunjang dengan instrument lain. Adapun

instrument penelitian adalah sebagai berikut :

1. Peneliti Sendiri

Peneliti sendiri yang melakukan penggalian data yang berhubungan

dengan masalah yang sedang diteliti serta fenomena yang terjadi yang

berkaitan dengan masalah penelitian


2. Pedoman Wawancara (Interview Guide)

Serangkaian pertanyaan yang diajukan pada pihak-pihak sumber data

dalam penelitian.

3. Catatan Lapangan (Field Notes)

Catatan lapangan digunakan untuk mencatat apa yang didengar,

dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam pengumpulan data di lapangan

4. Alat Perekam (Tape Recorder)

Sebagai alat bantu untuk merekam hasil wawancara.

5. Alat tulis Menulis

Sebagai alat bantu dalam pencatatan hal-hal penting di lapangan.

G. Analisis Data

Analisi data merupakan proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data

kualitatif milik Miles dan Huberman. Menurut Miles, Huberman, dan

Saldana (2014:12-14) analisis data terdiri dari empat alur, ini dapat dilihat

pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.

Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman

Data
Data
Collection Display
Conclusions:
Data
Drawing/
condensation
verifying

Sumber : Miles, Huberman dan Saldana (2014: 14)

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan tahapan dimana peneliti harus

mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai apa

yang menjadi fokus penelitian. Teknik yang digunakan yaitu

wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pengumpulan data melalui

observasi dan dokumentasi dilakukan untuk menunjang dan

memperkuat data-data yang telah didapat melalui wawancara.

2. Kondensasi Data

Kondensasi data merujuk pada proses memilih, memusatkan,

menyederhanakan, meringkas, dan merubah data yang muncul di inti

dari penelitian, catatan wawancara, dokumen, dan fakta lainnya

menjadi rangkuman, table, maupun gambar. Data yang telah

ditransformasi menjadi rangkuman, table, maupun gambar tersebut

disesuaikan dengan fokus penelitian ini. Dalam tahapan ini, peneliti

juga mengabaikan data-data yang tidak berhubungan dengan masalah

dan fokus penelitian, artinya data-data dalam tahapan ini hanya

berkaitan dengan judul penelitian.

3. Penyajian Data
Penyajian data dimaksudkan mempermudah bagi peneliti untuk

dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian

tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data

ke dalam bentuk tertentu sehingga kelihatan lebih utuh. Peneliti

menyajikan data sesuai dengan format laporan yang telah ditentukan

oleh pihak terkait.

Tahapan ini juga dilakukan analisis data. Analisis data bertujuan

untuk membandingkan data yang diperoleh dengan teori yang

berkaitan dengan apa yang menjadi pokok bahasan. Hal ini dilakukan

agar data yang disajikan dapat memberikan pengetahuan dan

kekayaan informasi

4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus-menerus

sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki

lapangan dan selama proses pengumpulan, hal-hal yang terjadi dalam

penelitian dan selanjutnya data-data yang diperoleh harus ditinjau

ulang untuk mendapatkan data yang valid. Pemilihan model analisis

interaktif Miles, Huberman dan Saldana (2014:14) adalah karena

dapat merangkum, menyederhanakan data yang diperoleh selama

penelitian berlangsung dan difokuskan pada saat penulisan laporan.

H. Keabsahan Data
Keabsahan data diperlukan agar hasil penelitian dapat dipertanggung

jawabkan. Derajat kepercayaan atau kebenaran suatu penilaian akan

ditentukan oleh standar apa yang iksadigunakan, yang disebut keabsahan

data (Sugiyono, 2007:120). Di dalam penelitian ini menggunakan teknik

triangulasi, yakni memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data yang diolah sebelumnya. Teknik triangulasi

yang paling banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan melalui sumber

yang lain. Menurut Sugiyono (2007:125) teknik triangulasi diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

waktu. Adapun Triangulasi tersebut antara lain :

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang

dilakukan dengan mengecek data-data yang diperoleh dari berbagai

sumber. Adapun caranya dengan membandingkan hasil data yang

diperoleh dengan peneliti lain di instansi yang sama.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data yang

dilakukan dengan cara mengecek data yang sama kepada sumber yang

sama dengan teknik yang berbeda. Dalam hal ini peneliti

membandingkan hasil wawancara pejabat terkait dengan wawancara

masyarakat.

3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu adalah pengumpulan data yang dilakukan peneliti

pada waktu pagi dan siang hari. Peneliti bisa langsung melihat

kegiatan dan dapat melakukan wawancara secara langsung di obyek

penelitian.

Daftar Pustaka

Dunn, William.2000. Analisis kebijakan publik suatu pengantar. Yogyakarta:


UGM Press
. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: UGM Press
Henry, Nicholas. 1988. Administrasi Negara dan Masalah-masalah Kenegaraan.
Cetakan kedua. Jakarta: Rajawali Press
Islmay, M.Irfan. 1991. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: PT. Bumi Aksara
. 2007. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitaif dan Kualitatif.
Yogyakarta: PT. Graha Ilmu

Miles, Matthew B., Huberman, A.Michael.,Saldana, Johnny. 2014. Qualitative


Data Analysis A Methods Sourcebook. United States of America: SAGE
Publication.
Moleong, Lexy, J. 2008. Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
Nugroho, Riant.2006. Kebijakan Publik untuk Negara-negara Berkembang.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses.
Jakarta: PT. Elex Komputindo
2011. Public Policy: Dinamika kebijakan, analisis kebijakan,
manajemen kebijakan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Pasolong, Harbani.2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Peraturan Menteri Pertanian No.60/Permentan/SR.310/12/2015 tentang
Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor
Pertanian Tahun 2016
Peraturan Menteri Perdagangan No. 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan
dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian
PERBUP No. 31 tahun 2015 Tentang Alokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian
Kabupaten Nganjuk tahun 2016
Stanton.W.J. 1996. Prinsip Pemasaran. Jilid II. Edisi VII. Diterjemahkan Oleh :
Drs. Sadu Sundaru . Jakarta: Penerbit Erlangga
Sugiyono.2007. Metode Penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta
.2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: Alfabeta
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik, panduan praktis mengkaji masalah
dan kebijakan sosial. Bandung: Alfabeta
Wahab, Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Wahab, Solichin Abdul.2001. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang: Universitas
Negeri Malang
2005. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara
2008. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanan negara. Edisi Kedua. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Winarno, Budi. 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo.
. 2013. Kebijakan Publik (Teori, Proses, Dan Studi Kasus). Ed
Revisi Terbaru. Yogyakarta. PT. Buku Seru.
www.pupukkaltim.go.id diakses tanggal 16 maret 2017

Zauhar, Soesilo. 1996. Reformasi Administrasi: Konsep, dimensi, dan Strategi.


Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai