Anda di halaman 1dari 3

Umar bin Khattab termasuk orang yang menentang ajaran Rasulullah SAW.

Diceritakan
dalam buku Kisah Hidup Umar ibn Khattab oleh Mustafa Murrad, saat Rasulullah SAW
mengumumkan misi kenabiannya, Umar saat itu tengah berusia 27 tahun. Sebagaimana
para pembesar Quraisy lainnya, Umar menganggap seruan kenabian sebagai kegilaan yang
menentang kepercayaan nenek moyang.
Sehingga tidak heran jika pada masa awal dakwah Rasulullah SAW, Umar sangat membenci
dan memusuhinya serta para pengikutnya.
Pada suatu ketika, Umar berpapasan dengan Nu'aim bin Abdullah saat dalam perjalanan
ingin membunuh Nabi Muhammad SAW. Nu'aim yang melihat kerut dan muram di wajah
Umar kemudian bertanya, "Ada apa denganmu, Umar?"
"Aku mencari dan menginginkan Muhammad, lelaki yang mencerai-beraikan keturunan
Quraisy, yang meruntuhkan impian mereka, menghilangkan agama leluhur merena,
menyerapahi tuhan-tuhan sesembahan mereka. Aku akan membunuh Muhammad," jawab
Umar geram.
"Demi Allah, nafsumu telah menipu dirimu sendiri. Tidakkah kau melihat bahwa anak cucu
Bani Manaf tidak akan meninggalkanmu begitu saja. Mereka masih ada di atas bumi ini. Lalu
kau akan membunuh Muhammad, salah seorang cucu Bani Manaf itu? Tidakkah kau melihat
sanak keluargamu sendiri dan kepada merekalah seharusnya kau tegakkan perkaramu itu?"
Mendengar hal itu Umar lantas berkata, "Siapa kau maksud dari sanak keluargaku?"
"Anak pamanmu, Sa'd bin Zaid dan saudari kandungmu, Fathimah. Demi Allah, keduanya
telah memeluk Islam dan mengikuti ajaran agama yang dibawa Muhammad. Temuilah
keduanya," seru Nu'aim.
Umar sempat tak percaya mendengar sepupu dan adik kandungnya telah masuk Islam.
Tanpa berpikir panjang, ia pulang dan mencari Fathimah.
Begitu sampai di rumah, ia mendapati Fathimah bersama Sa'd dan Khabbab bin al-Art
tengah membaca lembaran-lembaran Al-Qur'an. Khabbab sedang membacakan surah Thaha
di hadapan keduanya.
Mengetahui Umar datang, Khabbab lantas bersembunyi ke samping rumah. Fathimah pun
bergegas menyembunyikan lembaran-lembaran suci itu di bawah pahanya.
Umar yang sempat mendengar lantunan ayat yang dibaca Khabbab lantas bertanya, "Suara
apa yang baru saja aku dengar?"
"Kami tidak mendengar apa-apa," jawab keduanya.
"Tidak, aku mendengarnya. Jangan sembunyikan apapun dariku. Demi Tuhan, akau
mendengar kabar jika kalian berdua telah mengikuti ajaran Muhammad dan mengingkari
ajaran leluhur kita," ucap Umar.
Umar lalu mendekati Sa'd bin Zaid yang juga suami adiknya itu dan memukulnya hingga
terpelanting. Fathimah yang saat itu melihatnya kemudian berdiri melindungi dan memeluk
suaminya. Umar lantas memukul adiknya sampai bersimpah darah.
"Ya! Kami berdua telah memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Umar, lakukan saja apa yang kau mau. Islam tetap tidak akan pernah lepas dari hati kami,"
tegas Fathimah.
Umar lalu tertegun mendengar kata-kata Fathimah. Ketika melihat darah bercucuran dari
tubuh adiknya itu, ia menyesali perbuatannya dan menahan amarahnya. Ia kemudian
meminta lembaran-lembaran Al-Qur'an yang dibaca Fathimah dan suaminya.
Fathimah sempat menolak untuk memberikan lembaran tersebut karena khawatir akan
dihancurkan oleh kakaknya. Kemudian, Umar pun berjanji tidak akan merusak dan akan
mengembalikannya begitu selesai membacanya.
Ketika Umar hendak mengambil dan membaca lembaran itu, Fathimah berkata, "Saudaraku!
Engkau dalam keadaan tidak suci atas kemusyrikan dan kekafiranmu. Dan tidaklah
menyentuh lembaran itu kecuali orang-orang yang tersucikan."
Umar lantas mandi besar dan mengambil lembaran Al-Qur'an lalu membaca surah Thaha.
"Alangkah eloknya kalimat-kalimat ini, betapa mulianya ajaran-ajaran yang dikandungnya.
Sungguh tak ada manusia yang mampu membuat kalam seindah ini," tutur Umar yang cakap
dalam sastra Arab ini.
Mendengar perkataan Umar tersebut, Khabbab yang semula bersembunyi lalu keluar dan
berkata, "Demi Allah, wahai Umar, sesungguhnya aku sangat berharap engkaulah lelaki yang
dimaksud dalam doa Rasulullah. Kemarin aku mendengar Muhammad berdoa, 'Ya Allah,
muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua lelaki ini, al-Umar al-Hakam ibn Hisyam
atau Umar ibn Khattab.'"
Umar yang mendengar ucapan Khabbab itu lantas bergegas ingin menemui Rasulullah SAW
dan memeluk Islam di hadapannya. Tak lupa ia mengambil pedangnya dan
menyarungkannya.
Pada waktu itu, Rasulullah SAW tengah berada di rumah pengungsian Arqam (Bait al-Arqam)
di Bukit Shafa bersama Hamzah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan beberapa sahabat.
Betapa terkejutnya Hamzah melihat dari celah pintu ada Umar yang sedang berdiri
menjinjing pedangnya. Hamzah lantas mengatakannya kepada Rasulullah SAW.
"Izinkanlah dia masuk. Bila bermaksud baik, kita akan menyambutnya. Bila bermaksud
buruk, kita akan memenggalnya dengan pedangnya sendiri," kata Rasulullah SAW saat itu.
Hamzah kemudian membukakan pintu dan masuklah Umar dengan menyampaikan niatnya
untuk memeluk Islam.
"Wahai Muhammad, aku datang untuk beriman kepada Allah, juga kepada rasul-Nya, dan
kepada ajaran yang ia bawa dari-Nya," kata Umar.
Rasulullah SAW lantas bertakbir dan diikuti para sahabat. Takbir tersebut menggetarkan
rumah Arqam dan seluruh sahabat di rumah itu mengetahui bahwa Umar telah masuk
Islam. Peristiwa ini terjadi tiga hari setelah Hamzah memeluk Islam, pada suatu hari di bulan
Dzulhijjah tahun ke-6 kenabian.
Abdul Syukur al-Azizi menceritakan dalam bukunya yang berjudul Umar bin Khattab RA
bahwa Umar bin Khattab juga mulai ikut berdakwah menyebarkan agama Allah SWT setelah
masuk Islam. Namun, pada tahun-tahun awal dakwahnya belum efektif dan menuai banyak
menuai antipati.
Meski demikian, pada akhirnya tidak ada seorang pun yang mengungguli prestasi Umar bin
Khattab dalam mengislamkan orang-orang non muslim kala itu.

Anda mungkin juga menyukai