Anda di halaman 1dari 12

TUGAS HUKUM MARITIM,

PERATURAN PERIKANAN DAN CCRF

NAMA : Egidius Ferdinand Siga


NIM : 420220106009
PRODI : PERMESINAN KAPAL
DOSEN PEMBIMBING: Damianus Manesi, S.pd.,M.M.,M.T

FAKULTAS LOGISTIK MILITER


UNIVERSITAS PERTAHANAN REPUBLIK
INDONESIA
1. Masalah-Masalah Factual Perikanan Di Indonesia
1. Kapal China Ditangkap Saat Melakukan Illegal Fishing
      Pontianak, 24/6/2009 (Kominfo-Newsroom). Dinas Kelautan dan Perikanan
Kalimantan Barat (Kalbar) saat melakukan operasi rutin, Sabtu (20/6) berhasil
menangkap delapan kapal untuk nelayan China yang melakukan aktivitas
penangkapan ikan di perairan Natuna. Petugas juga mengamankan 77 orang anak
buah kapal (ABK), sementara dari pemeriksaan, diketahui bahwa muatan ikan di
setiap kapal mencapai mencapai antara 30-150 ton. Seluruh kapal tersebut tidak
dilengkapi dokumen izin penangkapan di wilayah ZTE Indonesia, kata Direktur
Jenderal (Dirjen) Pengawasan dan Pengendalian Sumber daya Kelautan dan
Perikanan, Aji Sularso di Pontianak, Selasa (23/6) (Depkominfo 2009).
      Lokasi penangkapan itu berada di lima derajat lintang selatan dan 109 derajat
bujur timur di perairan Natuna, dan saat ini terdapat sekitar 30 kapal China
melakukan aktivitas. Jadi betapa sulitnya kapal kita menanggulangi mereka
semua, kita hanya sanggup menangkap 8 kapal, dan itu sudah syukur, khusus 77
ABK telah diamankan dan kini ditempatkan di tempat penampungan sementara,
katanya. (Depkominfo 2009). Akibat illegal fishing yang dilakukan para nelayan
China tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp24 miliar
(Depkominfo 2009)

2. HNSI: Survei Migas Rusak Rumpon Nelayan Belawan


Medan, (ANTARA) – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Medan
menuding aktivitas survei minyak dan gas CV Cerika di perairan Belawan
sebagai penyebab rusaknya sejumlah rumpon milik nelayan setempat.
“Berdasarkan laporan nelayan, ada ratusan titik lokasi rumpon yang rusak akibat
kegiatan survei migas (minyak dan gas) yang dilakukan CV Cerika,” kata Ketua
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan Zulfahri Siagian
kepada ANTARA di Belawan Medan, Minggu (Depkominfo 2010). Kerusakan
rumpon tersebut menyebabkan volume hasil tangkapan nelayan tradisional di
sekitar pesisir utara Kota Medan itu merosot tajam. Masalah pengrusakan
rumpon nelayan Belawan itu telah dilaporkan HNSI Medan kepada instansi
pemerintah terkait di antaranya kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Perikanan
dan Kelautan Kota Medan.
Namun, pengaduan HNSI Medan tersebut hingga kini belum
ditindaklanjuti pemerintah (Depkominfo 2010). Dia menegaskan, survei migas
yang berdampak terhadap kerusakan sejumlah rumpon jangan sampai
menyebabkan ekonomi nelayan tradisional semakin terpuruk. “Pihak yang
melakukan survei dan instansi pemerintah pemberi izin survei harus bertanggung
jawab terhadap kerusakan rumpon-rumpon nelayan,” ucapnya. Bentuk tanggung
jawab itu, kata dia, harus direalisasikan dengan mengganti total kerugian
sejumlah nelayan yang selama ini telah bersusah payah mengumpulkan biaya
untuk memasang rumpon di perairan Belawan. Tanpa merinci total kerugian
nelayan akibat kasus pengrusakan rumpon itu, Zulfahri mengatakan, rumpon-
rumpon itu sengaja dipasang nelayan Belawan untuk memudahkan dalam
memperoleh ikan (Depkominfo 2010).Salah satu alat bantu penangkapan ikan
yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat pemikat ikan ini terdiri dari
beberapa komponen di antaranya rakit, tali rumpon dan jangkar. Sejak rumpon-
rumpon yang berlokasi di sekitar 40 mil dari garis pantai Belawan rusak, kata
dia, hasil tangkapan nelayan setempat semakin merosot dan jika ingin
mendapatkan ikan dalam volume relatif banyak mereka harus mengeluarkan
biaya operasional yang cukup besar. “Karena itu, kerusakan sejumlah rumpon di
perairan Belawan menjadi salah satu faktor penyebab terbatasnya pasokan ikan
ke Kota Medan. Kalau pun sewaktu-waktu pasokan ikan lancar, harganya
cenderung tinggi,” ujar Zulfahri (Depkominfo 2010).

3. Kapal Pukat Teri Resahkan Nelayan Deliserdang


Medan, 23/7 (ANTARA) – Puluhan kapal ikan yang menggunakan alat
tangkap sejenis pukat teri yang beroperasi di Perairan Pantai Labu Kabupaten
Deli Serdang, Sumatera Utara dilaporkan telah meresahkan nelayan tradisional
di daerah itu. Sekretaris DPD Himpunam Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)
Sumut Ihya Ulumuddin di Medan, Jumat, mengatakan kapal-kapal tersebut
beroperasi ke wilayah penangkapan ikan bagi nelayan tradisional yang tidak
berapa jauh dari pinggir pantai. Oleh karena itu, katanya, nelayan kecil tersebut
merasa keberatan dengan kehadiran alat tangkap yang menggunakan peralatan
canggih tersebut. “Nelayan kecil di Pantai Labu resah dengan kapal yang
mengoperasikan alat tangkap itu. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi
Pemkab Deli Serdang, petugas keamanan di laut, Dinas Perikanan dan Kelauatan
dan instansi terkait,” katanya (Depkominfo 2010). Para nelayan tradisional di
daerah itu, sudah beberapa kali melaporkan permasalahan tersebut kepada
pemerintah daerah setempat mengenai kapal pukat teri menjaring ikan tidak
begitu jauh dari pantai. Pemerintah juga diminta dapat menanggapi pengaduan
nelayan kecil itu, untuk menjaga hal-hal yang tidak diingini terjadi di kemudian
hari. “Kita tidak ingin nelayan tersebut bertindak anarkis terhadap kapal pukat
teri, cara-cara yang demikian harus dapat dihindari,” ujarnya (Depkominfo
2010). 
Nelayan tradisional berharap kapal ikan teri yang menangkap ikan harus di
tengah laut dan jangan mengganggu daerah tangkapan nelayan kecil. Bahkan,
katanya, dengan kehadiran kapal pukat teri itu, hasil tangkapan nelayan kecil
semakin berkurang yang biasanya mampu mendapat ikan 40-45 kg per hari,
namun saat ini hanya sekitar 25 kg per hari. “Pendapatan nelayan kecil semakin
jatuh merosot,” tambahnya. Ketika ditanya cara beroperasinya kapal pukat teri
itu, Ulumuddin mengatakan, alat tangkap tersebut ada yang ditarik oleh dua
kapal. Biasanya nelayan itu beroperasinya pada malam, sehingga tidak diketahui
nelayan kecil. “Kehidupan nelayan kecil di Pantai Labu akkhir-akhir ini semakin
sulit akibat kehadiran kapal pukat teri.Pemerintah perlu mencari solusi untuk
menyelesaikan masalah nelayan tersebut,” kata Ulumuddin. Belum lama ini
kapal pukat teri itu ada yang diamankan oleh nelayan tradisional di perairan
Langkat (Depkominfo 2010).

4. Keberadaan Sarana Dan Prasarana


Keberadaan sarana dan prasarana perikanan tangkap di wilayah pesisir sangat
mendukung keberhasilan dan kelangsungan usaha penangkapan ikan yang
dilakukan oleh para nelayan di laut. Sarana dan prasarana perikanan tangkap di
Kabupaten Pasaman Barat sampai saat ini belum mampu mendukung kegiatan
yang dilakukan oleh para nelayan. Salah satu penyebab kurangnya sarana dan
prasarana ini adalah karena masih kurangnya perhatian pihak terkait untuk
membangun kawasan pesisir disamping kurangnya kemampuan masyarakat
pesisir itu sendiri untuk membangun sarana dan prasarana yang diperlukan
(Depkominfo 2010).
Sebagian besar daerah nelayan memiliki sarana dan prasarana jalan yang
belum memadai, sehingga daerah nelayan jarang dikunjungi oleh pihak terkait
akibatnya daerah ini luput dari perhatian dan program-program pembangunan
untuk pengembangan kawasan pesisir. Sarana dan prasarana yang ada saat ini
baru berupa dua unit pelabuhan perikanan yang terdapat di Sasak dan Air
Bangis. Pelabuhan perikanan Sasak tidak dapat difungsikan karena adanya
permasalahan tanah, pendangkalan di kolam pelabuhan dan pengaruh abrasi
tanah. Kedua pelabuhan itupun belum dilengkapi sarana penunjang lainnya
seperti pabrik es, SPDN, Cold Storage dan lainnya (Depkominfo 2010).

5. Nelayan Deliserdang Minta Bantuan Alat


      Medan, 18/5 (ANTARA) – Puluhan nelayan di Desa Hamparan Perak, Desa
Sei Baru dan Desa Lama, Kabupaten Deli Serdang minta bantuan infrastruktur
dan alat tangkap ikan dan pengolahannya kepada Gubernur Sumatera Utara
Syamsul Arifin. Permintaan itu disampaikan langsung dalam dialog seratusan
nelayan dengan Syamsul Arifin yang dilaksanakan di Siba Island, Belawan,
Selasa. Muhammad Yakub, nelayan asal Desa Hamparan Perak mengatakan, di
desanya terdapat sekitar 200 kepala keluarga yang berprofesi sebagai penangkap
ikan di laut itu. Namun, meski mendapatkan ikan dalam jumlah yang lumayan
banyak tetapi mereka kesulitan untuk memasarkan hasil tangkapnya karena tidak
memiliki dermaga dan tempat pelelangan ikan (TPI). Akibatnya, kata Yakub,
hampir seluruh nelayan di desa itu tidak memiliki lokasi untuk menyandarkan
sampannya kecuali di pinggiran-pinggiran sungai (Depkominfo 2010).
Pengakuan serupa juga disampaikan Muhammad Yusuf, nelayan asal Desa Sei
Baru yang mengungkapkan “kecemburuannya” dengan nelayan di daerah lain.
Tidak adanya dermaga dan TPI itu menyebabkan sebagian besar nelayan
menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak yang menawarkan harga yang
jauh dari kewajaran. Akibatnya, kata Yusuf, hampir setiap tahun masyarakat
nelayan di Desa Sei Baru selalu mengalami kesulitan karena jarang mendapatkan
manfaat dari ikan yang ditangkap. Kondisi itu, kata dia, berbeda dengan nelayan-
nelayan di Belawan yang memiliki dermaga dan TPI untuk menambatkan
sampan dan melelang ikan hasil tangkapannya. Dengan ketersediaan dermaga
dan TPI itu, nelayan-nelayan Belawan mendapatkan hasil yang mencukupi
karena ikan tangkapannya tidak dijual kepada tengkulak. Siti Aminah, ibu rumah
tangga yang membudidayakan ikan menjadi ikan asin di Desa Lama
mengharapkan Pemprov Sumut dapat membantu alat pengolahan ikan
(Depkominfo 2010).
Selama ini, kata Siti Aminah, pengolahan ikan yang dilakukan masyarakat
Desa Lama masih sangat tradisional sehingga belum memberikan hasil maksimal
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga nelayan. Gubernur
Sumut Syamsul Arifin mengatakan, pihaknya akan mengoordinasikan
permintaan masyarakat itu dengan Pemkab Deli Serdang. Gubernur mengatakan,
sesuai dengan ketentuan otonomi daerah, Pemprov Sumut tidak dapat mengatasi
hal itu secara langsung sebelum berkoordinasi dengan Pemkab Deli Serdang
(Depkominfo 2010). Namun berdasarkan kebijakan secara umum, pihaknya telah
menerapkan beberapa upaya untuk memberikan bantuan kepada nelayan dalam
upaya meningkatkan hasil tangkapnya. Salah satu upaya itu adalah minta kepada
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad agar menghibahkan kapal-
kapal nelayan Thailand yang berhasil ditangkap kepada nelayan. “Secara prinsip,
menteri telah setuju. Kita tunggu saja prosesnya,” kata gubernur (Depkominfo
2010).

2. Dasar Hukum Pengelolaan Perikanan Di Indonesia


Penjelasan Umum UU 45/2009
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya
terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam.
Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat
dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan
nasional. Pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumber
daya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan
kecil dan pembudi daya-ikan kecil, meningkatkan penerimaan dari devisa
negara, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan
produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin
kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan serta tata ruang. Hal ini
berarti bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan harus seimbang dengan daya
dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus
menerus. Salah satunya dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui
pengaturan pengelolaan perikanan.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut Tahun 1982
yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982,
menempatkan Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) untuk
melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, dan Laut Lepas yang dilaksanakan
berdasarkan persyaratan atau standar internasional yang berlaku.
Oleh karena itu, dibutuhkan dasar hukum pengelolaan sumber daya ikan yang
mampu menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan. Di sisi lain,
terdapat beberapa isu dalam pembangunan perikanan yang perlu mendapatkan
perhatian dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak lain
yang terkait dengan pembangunan perikanan. Isu-isu tersebut diantaranya adanya
gejala penangkapan ikan yang berlebih, pencurian ikan, dan tindakan illegal
fishing lainnya yang tidak hanya menimbulkan kerugian bagi negara, tetapi juga
mengancam kepentingan nelayan dan pembudi daya-ikan, iklim industri, dan
usaha perikanan nasional. Permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan
sungguh-sungguh, sehingga penegakan hukum di bidang perikanan menjadi
sangat penting dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan
secara terkendali dan berkelanjutan. Adanya kepastian hukum merupakan suatu
kondisi yang mutlak diperlukan dalam penanganan tindak pidana di bidang
perikanan Dasar Hukum kegiatan pengelolaan perikanan di perairan kepulauan,
ZEEI dan laut territorial bersumber pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945;
a) UU No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982;
b) UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI
c) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
d) UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
e) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
f) Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan
g) UU No. 32 Tahun 2007 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
h) UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil.

3. Deskripsi Tugas Dan Kewenangan Pelaksana Pengawas Perikanan


a. Tugas Pengawas Perikanan
Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas perikanan dapat melaksanakan
tugas di:
1. Wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-NRI);
2. Kapal perikanan;
3. Pelabuhan perikanan dan/atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk;
4. Pelabuhan tangkahan;
5. Sentra kegiatan perikanan;
6. Area pembenihan ikan;
7. Area pembudidayaan ikan;
8. Unit pengolahan ikan; dan/atau kawasan konservasi perairan.
Setelah tau tempat melakukan tugasnya, berikut ini adalah hal - hal yang
dilakukan oleh seorang Pengawas Perikanan dalam pelaksanaan tugas-nya:
1. Memeriksa kelengkapan dan keabsahan SIPI dan/atau SIKPI, Surat Laik
Operasi dan Surat Persetujuan Berlayar;
2. Memeriksa kelengkapan dan keabsahan izin penelitian dan pengembangan
perikanan;
3. Memeriksa peralatan dan keaktifan SPKP;
4. Memeriksa kapal perikanan, alat penangkapan ikan, dan/atau alat bantu
penangkapan ikan;
5. Memeriksa kesesuaian komposisi anak buah kapal perikanan dengan Crew
List;
6. Memeriksa keberadaan pemantau di atas kapal penangkapan atau kapal
pengangkut ikan untuk ukuran dan alat penangkapan ikan tertentu;
7. Memeriksa kesesuaian ikan hasil tangkapan dengan alat penangkapan
ikan;
8. Memeriksa kesesuaian jenis dan jumlah ikan yang diangkut;
9. Memeriksa kesesuaian pelabuhan muat/singgah dan check point terakhir
bagi kapal pengangkut ikan hasil budidaya dengan SIKPI;
10.Memeriksa penerapan log book penangkapan ikan.

b. Wewenang Pengawas Perikanan


Untuk melaksanakan tugasnya, seorang pengawas perikanan diberi
wewenang dalam melaksanakan tugas, antar lain:
a. Memasuki dan memeriksa tempat kegiatan usaha perikanan;
b. Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan;
c. Memeriksa kegiatan usaha perikanan;
d. Memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan
perikanan;
e. Memverifikasi kelengkapan dan keabsahan SIPI dan SIKPI;
f. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan;
g. Mengambil contoh ikan dan/atau bahan yang diperlukan untuk
keperluan pengujian laboratorium;
h. Memeriksa peralatan dan keaktifan sistem pemantauan kapal
perikanan;
i. Menghentikan, memeriksa, membawa, menahan, dan menangkap
kapal dan/atau orang yang diduga atau patut diduga melakukan
tindak pidana perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau
orang tersebut di pelabuhan tempat perkara tersebut dapat diproses
lebih lanjut oleh penyidik;
j. Menyampaikan rekomendasi kepada pemberi izin untuk
memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
k. Melakukan tindakan khusus terhadap kapal perikanan yang
berusaha melarikan diri dan/atau melawan dan/atau membahayakan
keselamatan kapal pengawas perikanan dan/atau awak kapal
perikanan; dan/atau
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.

Dalam menjalankan tugas dan kewenangan pengawas perikanan,


berdasarkan Pasal 66C ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan,
dalam menjalankan tugas pengawas perikanan dapat dilengkapi dengan kapal
pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri lainnya.
4. Konsep Perikanan Tangkap Terukur
Penangkapan ikan terukur merupakan proses penangkapan ikan yang
terkendali yang dilakukan dengan membagi zonasi dan juga kuota hasil
tangkapan ikan guna untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan di
Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan sosialisasi kebijakan
penangkapan ikan terukur. Sosialisasi ini ditujukan dengan sasaran nelayan
maupun pelaku usaha perikanan. Kebijakan ini merupakan salah satu fase
yang terbagi menjadi tiga yang dilakukan pemerintah untuk transformasi
kelola perikanan nasional. Pemerintah mengeluarkan kebijakan ini dengan
harapan nantinya masyarakat nelayan maupun pelaku usaha dapat menjaga
kelestarian sumber daya perikanan yang ada.

Banyak masyarakat nelayan maupun pelaku usaha yang masih belum


sadar akan kebijakan penangkapan ikan terukur ini. Sebagian masyarakat
nelayan yang menggunakan kapal besar masih menyepelekan hal tersebut dan
masih menangkap ikan dengan jumlah yang cukup banyak. Padahal yang kita
tau bahwasanya ketika kita melakukan penangkapan yang terlalu banyak akan
merusak keseimbangan ekosistem laut dan akan mengancam kelestarian biota
laut yang ada.

Kebijakan penangkapan ikan terukur ini adalah upaya pengendalian yang


dilakukan pemerintah dengan cara memberikan kuota batasan penangkapan
kepada setiap pelaku usaha. Kebijakan ini ternyata tidak hanya diterapkan di
Indonesia, tetapi ternyata negara Eropa, Kanada, Australia sudah lebih dulu
menerapkan kebijakan seperti ini.

Memberikan batasan tergadap jumlah dan area penangkapan juga salah


satu kebijakan yang diturunkan pemerintah guna mencegah over eksploitasi.
Kebijakan tersebut juga mengatur tentang jenis alat tangkap yang digunakan,
musim penangkapan, dan pelabuhan perikanan. Dengan adanya batasan
tersebut maka pelaku usaha atau nelayan tidak akan semena mena menangkap
ikan dilaut dengan serakah. Memang untuk menghasilkan pendapatan yang
cukup tinggi harus mendapatkan hasil tangkapan yang cukup tinggi. Tetapi
dengan cara seperti itu maka sumber daya perikanan akan cepat habis dan
akan berdampak di masa yang akan datang.Jadi, dengan adanya kebijakan
pemerintah terkait perikanan tangkap terukur ini merupakan kebijakan yang
sangat baik guna melestarikan sumber daya perikanan kelautan yang ada di
Indonesia.
5. Kendala Perikanan Tangkap Di Indonesia

Permasalahan terbesar dalam dunia perikanan tangkap adalah praktik IUU


(illegal, unreported, unregulated) Fishing atau tindakan ilegal di laut.
Berbagai cara dilakukan oleh mereka untuk mempraktekan praktik IUU
Fishing di Indonesia. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapat
keuntungan sebanyak-banyaknya secara ilegal. Seperti kebanyakan penjahat,
mereka terus berinovasi dan menciptakan cara baru sehingga praktik IUU
Fishing tidak terdeteksi. Praktik ini telah menyebabkan kerugian Indonesia
USD 20 miliar per tahun. Praktik ini juga mengancam 65 % terumbu karang
Indonesia. 

Permasalahan yang lain adalah penggunaan alat tangkap yang merusak


habitat ikan. Alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, pencemaran laut
oleh sampah, plastik, zat zat beracun, dan tumpahan minyak seperti yang
terjadi di 2019 di perairan utara Karawang kemudian menyebar ke Teluk
Jakarta - ke Kepulauan Seribu. Masalah sengketa antara Indonesia dengan
China di laut utara Natuna juga menghambat pemanfaatan potensi perikanan
tangkap di ZEEI. 

Bagi Indonesia, laut utara Natuna adalah bagian dari Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia atas dasar Kovensi PBB tentang Hukum Laut
tahun 1982 atau UNCLOS 1982. Sementara China mengakui bahwa pihaknya
berhak atas sumber daya alam di Natuna berdasarkan sembilan garis putus-
putus versi mereka, dengan hanya berdasar historis.

6. Kendala Nelayan Indonesia


m
7. Penyebab Pengelolaan Perikanan Belum Maksimal
Faktor penyebab masalah belum optimalnya pengelolaan sumber daya
perikanan di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a. Kebijakan pemerintah Indonesia, baik pusat maupaun daerah belum
kuat dan meratadiseluruh wilayah Indonesia
b. Msaih tingginya pencurian ikan (illegal fishing) oleh negara lain
yang menyebabkan kerugian.
c. Pelabuhan laut belum berfungsi secara optimal.
d. Pembangunan infrastruktur kelautan yang masih tertinggal.
e. Jumlah industry perkapalan yang masih sedikit.
f. Armada kapal penangkap ikan masih sederhana.

Anda mungkin juga menyukai