Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

Disusun oleh :
Egidius ferdinand Siga

SMAK SINT CAROLUS PENFUI – KUPANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat TYME yang telah


memberikan rahmat -Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
kami tentang Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.
Makalah ini telah disusun dan saya rangkai dengan baik dan benar
guna melengkapi tugas sejarah .saya harap makalah ini dapat berguna
bagi para pembaca guna menambah pengetahuan, terutama
pengetahuan tentang sejarah Islam yang membawa kita hingga ke
zaman kemuliaan seperti sekarang ini.
Terima kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah
berperan membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini, serta
permohonan maaf atas makalah yang memiliki banyak kekurangan dan
kesalahan ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami dengan baik bagi para
pembacanya dan dapat bermanfaat, baik untuk kami dari tim
penyusun maupun bagi para pembaca. Sebelumnya kami memohon
maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Maka dari itu,
kami mohon kritik dan sarannya untuk perbaikan kami
kedepannya.demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................2


DAFTAR ISI..........................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................... 5
A. Periodisasi Kesultanan-kesultanan di Indonesia hingga
Kemerdekaan Indonesia.......................................................5
B. Latar Belakang, Masa Kejayaan dan Kemunduran,
Sistem Politik, serta Peran Wali Songo di dalam
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia..............................6
1. Aceh......................................................... 6
2. Riau ............................................................8
3. Jawa ..........................................................11
4. Banten.........................................................13
5. Kalimantan .................................................17
6. Sulawesi .....................................................19
7. Maluku....................................................... 21
C. Pengaruh Kesultanan Islam dalam Perkembangan Masyarakat
Indonesia ...................................................................................22
1. Bidang Politik ..............................................22
2. Bidang Pendidikan ......................................23
3. Bidang Ekonomi ............................................23
4. Bidang Kebudayaan .........................................24
D. Kesulthanan Islam pada zaman Penjajahan Belanda, serta
meleburnya kesulthanan Islam ke dalam NKRI ........ 24
BAB III PENUTUP...........................................................................29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 30
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Agama Islam merupakan agama yang sudah lama berkembang di


Indonesia, dan merupakan agama yang mayoritas dianut oleh
masyarakat Indonesia. Dalam proses berkembang nya Islam di
Indonesia, telah memberikan kontribusi dalam pengembangan dan
perubahan di berbagai bidang di kalangan masyarakat Indonesia.
Islam dipahami sebagai satu bentuk keberagaman yang memiliki
karakteristik dan watak seperti ajarannya yang terbuka ( inklusif),
dapat menampung dan menerima ajaran agama terdahulu yang masih
sesuai dengan ajaran islam(akomodatif), bersifat efaliter,
reformatif dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam itu
sendiri yang memposisikan semua ajaran sebgai rahmat bagi seluruh
alam. Namun, nyatanya di zaman sekarang, peran agama Islam dalam
mendewasakan negara ini seakan terlupakan oleh waktu. Sehingga,
mayoritas umat muslim Indonesia tak pernah merasa bangga akan
agamanya yang mereka tak pernah tahu bahwa agama mereka telah
memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kemerdekaan negara
ini. Oleh karena itu, makalah yang kami susun ini akan membahas
sejarah Islam di Indonesia terdahulu sampai detik-detik proklamasi
secara mendalam, yang berjudul  “Kerajaan-Kerajaan Islam di
Indonesia”.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang berdirinya kerajaan-


kerajaan/Kesulthanan Islam di Indonesia ?
2. Apa saja kemajuan yang dicapai Kesulthanan Islam ?
3. Apa pengaruh Kesulthanan Islam terhadap kehidupan
Masyarakat Indonesia ?
4. Bagaimana perjuangan Kesulthanan Islam pada zaman
Penjajahan Belanda, serta bagaimana meleburnya kesulthanan
Islam ke dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia) ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Periodisasi Kesultanan-kesultanan di Indonesia hingga


Kemerdekaan Indonesia

Nama Peristiwa/Kerajaan
Tahun terjadi
Kerajaan Islam
Penyebaran Islam 1200-1600
Kesultanan Samudera
Pasai 1267-1521
Kesultanan Ternate 1257-sekarang
Kerajaan Pagaruyung 1500-1825
Kesultanan Malaka 1400-1511
Kerajaan Inderapura 1500-1792
Kesultanan Demak 1475-1548
Kesultanan Kalinyamat 1527-1599
Kesultanan Aceh 1496-1903
Kesultanan Banjar 1520-1860
Kesultanan Banten 1527-1813
Kesultanan Cirebon 1430-1666
Kerajaan Tayan Abad ke-15 – sekarang
Kesultanan Mataram 1588-1681
Kesultanan Palembang 1659-1823
Kesultanan Siak 1723-1945
Kesultanan Pelalawan 1725-1946
Kolonialisme Belanda
Portugis 1512-1850
VOC 1602-1800
Belanda 1800-1942
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional 1899-1942
Pendudukan Jepang (1942–1945)
Revoulusi Nasional 1945-1950

B. Latar Belakang, Masa Kejayaan dan Kemunduran, Sistem Politik,


serta Peran Wali Songo di dalam Kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia
1. Aceh

Menjelang abad ke-13 SM, di pesisir Aceh sudah ada pemukiman


Muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang
Muslim dari Arab, Persia, dan India memang pertama kali terjadi di
daerah ini. Oleh karena itu, diperkirakan proses Islamisasi sudah
berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Kerajaan Islam yang
terkenal di Aceh adalah Samudera Pasai. Sejarah kerajaan Samudera
Pasai diperkirakan mulai berdiri pada tahun 1267. Kerajaan ini
merupakan sebuah kerajaan Islam dengan pusat operasi di patai
utara Sumatera, tepatnya di sekitar Lhokseumawe, Aceh Utara.
Sumber sejarah yang biasa digunakan oleh para sejarawan untuk
meneliti kerajaan ini adalah Hikayat Raja-raja Pasai, sebuah buku
dalam bahasa Melayu dimana buku ini bercerita tentang salah satu
kerajaan Islam yang pertama muncul di Indonesia, yaitu Samudera
Pasai. Hal ini dikarenakan hingga kini sangat sedikit bukti-bukti
arkeologis yang bisa menjadi dasar awal penelusuran kerajaan Islam
ini. Selain Hikayat Raja-raja Pasai, mereka juga mengaitkan cerita
dalam buku itu dengan makam-makam milik raja, serta dengan
penemuan koin-koin dari emas dan perak yang terbubuhi nama raja
yang saat itu sedang memerintah.
Yang menjadi penoreh pertama tinta sejarah kerajaan Samudera
Pasai ini adalah Marah Silu yang memiliki gelar Sultan Malik as-Saleh
pada tahun 1267-an. Marah Silu sebelumnya adalah raja Pasai yang
menggantikan Sultan Malik al-Nasser. Pada waktu itu, Marah Silu
berada di kawasan dengan nama Semerlanga. Marah Silu wafat pada
tahun 696 Hijriah atau sekitar tahun 197 Masehi. Dalam buku
Hikayat Raja-raja Pasai dan juga Sulalatus Salatin, nama Pasai dan
Samudera dipisahkan, karena mereka berdua merupakan dua daerah
yang sama sekali berbeda. Meski begitu, catatan Tiongkok tidak
membedakan kedua nama ini. Marco Polo juga mencatat daftar
kerajaan di Sumatera, dimana dari sepanjang pulau bisa ditemukan
nama Ferlec atau Perlak, Basma, dan Samara atau Samudera.

Selepas Sultan Malik as-Saleh, pemerintahan di kerajaan Pasai


dipegang oleh putranya, Sultan Muhammad Malik az-Sahir yang
merupakan buah perkawinan antara dia dengan putri dari Raja Perlak.
Samudera Pasai mencapai kejayaannya sebagai satu-satunya kerajaan
Islam yang menyebarluaskan dakwah hampir ke seluruh Sumatra dan
sebagai tonggak awal penyebaran Islam di Indonesia. Menjelang
masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa
pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus
Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan
Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan
Pasai sendiri akhirnya runtuh sesudah ditaklukkan oleh Portugal
tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, &
kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari
kedaulatan Kesultanan Aceh.

pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng


Jambo Aye [Sungai Jambu Air] dengan Krueng Pase [Sungai Pasai],
Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan waktunya
sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tak
memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari
kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa kilometer dari
pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, &
pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan
menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora &
mudah mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga penamaan
Lhokseumawe yang bisa bermaksud teluk yang airnya berputar-putar
kemungkinan berkaitan dengan ini.

Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar


& kadi. Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan
digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi kerajaan.
Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, & penguasanya
juga bergelar sultan.

Penyebaran Islam oleh Samudera Pasai tidak dibantu oleh peran


walisongo. Namun, Samudera Pasailah yang melahirkan walisongo itu.
Ketika masa Walisongo melaksanakan tugasnya yaitu memperkenalkan
agama Islam pada masyarakat Jawa, pada saat itu adalah era
(kekacauan) melemahnya dominasi Hindu-Budha (Majapahit) dalam
budaya Nusantara untuk kemudian digantikan dengan kebudayaan
Islam, dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16. Dan
sebelumnya di Aceh pada abad ke 9, telah berdiri sebuah kerajaan
Kesultanan Islam Peureulak, yang kemudian menjadi kerajaan Islam
terbesar dan megah di Asia Tenggara pada masa Sultan Malikussaleh
di abad 13. Jadi dengan demikian terlihat jelas bahwa kerajaan
Samudera Pasai telah berkontribusi besar dalam meng-Islamkan
masyarakat Jawa dengan melihat pendekatan abad, dan saat itu pula
para Mubaliqh dari Pasai di tugaskan untuk berdakwah ke Jawa yaitu
yang dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim, yang kemudian dikenal
Walisongo.

2. Riau

Salah satu kerajaan Islam yang terkenal di Riau adalah kerajaan


Siak. Kesultanan Siak Sri Inderapura ialah sebuah Kerajaan Melayu
Islam yg pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia.
Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung
bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, sesudah sebelumnya
terlibat dlm perebutan tahta Johor. Dalam perkembangannya,
Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yg kuat &
menjadi kekuatan yg diperhitungkan di pesisir timur Sumatera &
Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa.
Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di
Kalimantan Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara
Sumatera dan Kalimantan. Pasang surut kerajaan ini tak lepas dari
persaingan dlm memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di
Selat Malaka. Kejayaannya dicapai pada masa pemerintahan Sultan
Abdul Jalil. Dengan klaim sebagai pewaris Malaka, pada tahun 1724-
1726 Sultan Abdul Jalil melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan
memasukan Rokan ke dalam wilayah Kesultanan Siak, membangun
pertahanan armada laut di Bintan. Namun tahun 1728 atas perintah
Raja Sulaiman, Yang Dipertuan Muda bersama pasukan Bugisnya,
berhasil menekan Raja Kecil keluar dari kawasan kepulauan. Raja
Sulaiman kemudian menjadikan Bintan sebagai pusat pemerintahannya
& atas keberhasilan itu Yang Dipertuan Muda diberi kedudukan di
Pulau Penyengat. Sementara Raja Kecil terpaksa melepas
hegemoninya pada kawasan kepulauan & mulai membangun kekuatan
baru pada kawasan sepanjang pesisir timur Sumatera. Antara tahun
1740-1745, Raja Kecil kembali bangkit & menaklukan beberapa
kawasan di Semenanjung Malaya.

Kemundurannya ketika terjadi ekspansi kolonialisasi Belanda ke


kawasan timur Pulau Sumatera yang tak mampu dihadang oleh
Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya Kesultanan Deli, Kesultanan
Asahan & Kesultanan Langkat, kemudian muncul Inderagiri sebagai
kawasan mandiri. Begitu juga di Johor kembali didudukan seorang
sultan dari keturunan Tumenggung Johor, yg berada dlm perlindungan
Inggris di Singapura. Sementara Belanda memulihkan kedudukan Yang
Dipertuan Muda di Pulau Penyengat & kemudian mendirikan
Kesultanan Lingga di Pulau Lingga. Selain itu Belanda juga
mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan
Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yg berkedudukan di
Tanjung Pinang. Penguasaan Inggris atas Selat Melaka, mendorong
Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian
baru mengganti perjanjian yg telah mereka buat sebelumnya pada
tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak
semakin kecil & terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yg
mendapat perlindungan dari Inggris. Demikian juga pihak Belanda
menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari
pemerintahan Hindia-Belanda, sesudah memaksa Sultan Siak
menandatangani perjanjian pada 1 Februari 1858. Dari perjanjian
tersebut Siak Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya, kemudian
dlm setiap pengangkatan raja Siak mesti mendapat persetujuan dari
Belanda. Selanjutnya dlm pengawasan wilayah, Belanda mendirikan
pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat
perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan Residen Riau
pemerintahan Hindia-Belanda. Perubahan peta politik atas penguasaan
jalur Selat Malaka, kemudian adanya pertikaian internal Siak &
persaingan dengan Inggris & Belanda melemahkan pengaruh hegemoni
Kesultanan Siak atas wilayah-wilayah yg pernah dikuasainya. Tarik
ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada Perjanjian Sumatera
antara pihak Inggris & Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi
yg dilematis, berada dlm posisi tawar yg lemah. Kemudian
berdasarkan perjanjian pada 26 Juli 1873, pemerintah Hindia-
Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis
kepada Residen Riau. Namun di tengah tekanan tersebut Kesultanan
Siak masih mampu tetap bertahan sampai kemerdekaan Indonesia,
walau pada masa pendudukan tentara Jepang sebagian besar
kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tak berarti lagi.

Sistem politik yang dianut kerajaan Siak yaitu dipengaruhi oleh


Kerajaan Pagaruyung. Sesudah Sultan Siak, terdapat Dewan Menteri
yg mirip dengan kedudukan Basa Ampek Balai di Minangkabau. Dewan
Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih & mengangkat Sultan
Siak, sama dengan Undang Yang Ampat di Negeri Sembilan. Dewan
Menteri bersama dengan Sultan menetapkan undang-undang serta
peraturan bagi masyarakatnya.

Dewan menteri ini terdiri dari:

1. Datuk Tanah Datar

2. Datuk Limapuluh
3. Datuk Pesisir

4. Datuk Kampar

Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga


melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tak
lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yg berlaku di
Eropa maupun yg diterapkan pada kawasan kolonial Belanda atau
Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak
terlihat pada naskah Ingat Jabatan yg diterbitkan tahun 1897.

3. Jawa

Proses Islamisasi sudah berlangsung di Jawa sejak abad ke-11 M,


meskipun belum meluas. Hal ini terbukti dengan ditemukannya makam
Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H
(1082 M). Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah kerajaan Demak.
Kerajaan Islam Demak didirikan oleh Sultan Fatah pada tahun 1482
M setelah runtuhnya Kerajaan Syiwo-Buddho Mojopahit di tangan
Girindro Wardhono pada tahun 1478 M . Ia merupakan anak dari istri
Prabu Brawijaya V, seorang muslimah keturunan Cina yang
dihadiahkan kepada Ario Damar sebagai adipati Palembang. Raden
Fatah tumbuh dan dibesarkan di Palembang.

Raden patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang telah


mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang secara resmi
menetap di Demak dan mengganti nama Demak menjadi Bintara.
Raden Patah menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak.
Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut
islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, ia mendirikan Kerajaan Islam
dengan Demak sebagai pusatnya. Raden patah sebagai adipati Islam
di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, karena
kondisi Kerajaan Majapahit yang memang dalam kondisi lemah. Bisa
dikatakan munculnya Kerajaan Demak merupakan suatu proses
Islamisasi hingga mencapai bentuk kekuasaan politik. Apalagi
munculnya Kerajaan Demak juga dipercepat dengan melemahnya
pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta
perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja. Sebagai
kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak sangat
berperan besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan
Demak berkembang sebagai  pusat perdagangan dan sebagai pusat
penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara,
Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan.
Di samping itu, Kerajaan Demak  juga memiliki pelabuhan-pelabuhan
penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang
berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).

Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak


mengalami masa kejayaannya, Islam berkembang lebih luas lagi.
Sultan Trenggono mengirim Fatahillah, bawahannya yang berasal dari
Samudera Pasai, ke Banten. Dalam perjalanannya bertemu dengan
Syarif Hidayatullah. Bersama dengan pasukan Cirebon Fatahillah
berhasil menaklukkan Banten dan Pajajaran. Setelah Sultan
Trenggono wafat, Kerajaan Demak mengalami kemunduran, karena
terjadi perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto dan Arya
Penangsang. Arya Penangsang adalah Bupati Jipang (sekarang
Bojonegoro), yang merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Demak.
Ia berhasil membunuh Sunan Prawoto dan juga adiknya Pangeran
Hadiri. Usaha Arya Penangsang dihalangi Jaka Tingkir, menantu
Sultan Trenggono. Joko Tingkir mendapat dukungan tokoh tertua
Demak, yaitu Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi. Dalam pertempuran
Arya Penangsang terbunuh oleh Jaka Tingkir, sehingga kerajaan
jatuh ke tangan Jaka Tingkir. Kemudian Jaka Tingkir menjadi raja
dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Ia memindahkan pusat Kerajaan
Demak ke daerah Pajang dan menyerahkan pusaka-pusaka Kerajaan
Pajang sebagai lambang keturunan langsung kerajaan Demak. Sebagai
rasa terima kasih kepada Ki Gede Pemanahan, Sultan Hadiwijaya
memberikan daerah perdikan (otonom) yang disebut Mataram dan
menjadi penguasanya dengan gelar Ki Gede Mataram. Sehingga
kerajaan Demak telah berubah menjadi bagian kerajaan Pajang.

Sultan Hadiwijaya memperluas kekuasaannya hingga ke Blora,


Kediri dan Madiun. Ia wafat pada tahun 1587 M. Penggantinya
bukanlah putranya Pangeran Benawa, melainkan putra Sunan Prawoto
yang bernama Aria Pangiri. Pangeran Benawa yang diangkat sebagai
penguasa Jipang tidak puas dan meminta bantuan Sutawijaya, putra
Ki Ageng Mataram untuk merebut tahta Kerajaan Pajang. Pada tahun
1588 M, Sutawijaya dan Pangeran Benawa berhasil merebut Pajang
dan menyerahkan secara simbolis hak kuasanya kepada Sutawijaya,
sehingga Pajang menjadi bagian kekuasaan Kerajaan Mataram.

Berdirinya kerajaan Demak dan tersebarnya Islam di tanah Jawa


diprakarsai oleh para Walisongo di bawah pimpinan Sunan Ampel
Denta. Walisongo bersepakat mengangkat Raden Fatah sebagai raja
pertama Kerajaan Demak dengan gelar Senopati Jinbun
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panataagama. Salah
satu peninggalan Walisongo adalah Masjid Demak yang memiliki satu
tiang utama dan disebut Soko Tatal serta Tradisi Sekaten yang
diciptakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik masyarakat memeluk
Islam

4. Banten

Sebelum zaman keislaman di Indonesia, Banten telah menjadi


kota yang disorot sejarah, sejak raja-raja Sunda berkuasa. Dalam
tulisan Sunda Kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama
Wahanten Girang yang diduga adalah Banten yakni sebuah kota
pelabuhan di ujung Barat pantai Utara Jawa. Kedatangan pasukan
Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan
tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran
dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-
Portugal dlm bidang ekonomi & politik, hal ini dianggap dapat
membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka
mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana,
bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan & penaklukkan
Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yg waktu itu masih merupaken
pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun
benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan
perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia
berperan dlm penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia
juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu, Sultan
Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut. Seiring
dengan kemunduran Demak terutama sesudah meninggalnya
Trenggana, Banten yg sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai
melepaskan diri & menjadi kerajaan yg mandiri.

Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada


tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman
Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia
digantikan anaknya Maulana Muhammad, yg mencoba menguasai
Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dlm
mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia
meninggal dlm penaklukkan tersebut. Pada masa Pangeran Ratu anak
dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yg
mengambil gelar “Sultan” pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-
Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah
mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan
lain yg ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten
kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 & tahun 1629 kepada
Charles I. Kesultanan Banten merupaken sebuah kerajaan Islam yg
pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun
1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan
pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan
pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta
kawasan perdagangan.

Kesultanan Banten merupaken kerajaan maritim & mengandalkan


perdagangan dlm menopang perekonomiannya. Monopoli atas
perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten
sekaligus sebagai pedagang perantara & Kesultanan Banten
berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yg penting pada
masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten
menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark &
Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam,
Filipina, Cina & Jepang. Masa Sultan Ageng Tirtayasa [bertahta 1651-
1682] dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten
memiliki armada yg mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta
juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten.
Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan
armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura [Kalimantan
Barat sekarang] & menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten
juga berusaha keluar dari tekanan yg dilakukan VOC, yg sebelumnya
telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.

Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal


Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya
Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu
kotanya ke Anyer & menyediakan tenaga kerja untuk membangun
pelabuhan yg direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan
menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels
memerintahkan penyerangan atas Banten & penghancuran Istana
Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan [Istana
Surosowan] & kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan
Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan &
dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan
dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah
diserap ke dlm wilayah Hindia Belanda. Kesultanan Banten resmi
dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun
itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
dilucuti & dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles.
Peristiwa ini merupaken pukulan pamungkas yg mengakhiri riwayat
Kesultanan Banten.

Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yg mandiri, penguasanya


menggunakan gelar Sultan, sementara dlm lingkaran istana terdapat
gelar Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, & Pangeran
Anom yg disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten
terdapat seseorang dengan gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta
Syahbandar yg memiliki peran dlm administrasi pemerintahan.
Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yg
digelari dengan tubagus [Ratu Bagus], ratu atau sayyid, & golongan
khusus lainya yg mendapat kedudukan istimewa ialah terdiri atas
kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara. Pusat pemerintahan
Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten & Ci
Karangantu. Di kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar,
alun-alun & Istana Surosowan yg dikelilingi oleh tembok beserta
parit, sementara disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung
Banten dengan menara berbentuk mercusuar yg kemungkinan
dahulunya juga berfungsi sebagai menara pengawas untuk melihat
kedatangan kapal di Banten. Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi
pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten & Ci
Banten, & dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara pada
kawasan alun-alun terdapat paseban yg digunakan oleh Sultan Banten
sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat kepada rakyatnya.
Secara keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk segi empat yg
dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi yg dikenal
dengan nama mandala. Selain itu pada kawasan kota terdapat
beberapa kampung yg mewakili etnis tertentu, seperti Kampung
Pekojan [Persia] & Kampung Pecinan. Kesultanan Banten telah
menerapkan cukai atas kapal-kapal yg singah ke Banten, pemungutan
cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yg berada di kawasan yg
dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yg terkenal pada masa
Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.

Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah


atau Sunan Gunung Jati, pada tahun 1525 M dan 1526 M. Seperti di
dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari disebutkan bahwa Syarif
Hidayatullah setelah belajar di Pasai mendarat di Banten untuk
meneruskan penyebaran agama Islam yang sebelumnya telah
dilakukan oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau menikah
dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay Kawunganten, dua
tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberinama
Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran
Hasanuddin. Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, syarif
Hidayatullah pergi ke Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung
di sana. Adapun tugasnya dalam penyebaran Islam di Banten
diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin, di dalam usaha penyebaran
agama Islam Ini Pangeran Hasanuddin berkeliling dari daerah ke
daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang bahkan sampai ke Pulau
Panaitan di Ujung Kulon. (Djajadiningrat;1983:34) Sehingga
berangsur-angsur penduduk Banten Utara memeluk agama Islam.
(Roesjan;1954:10) Dalam Babad Banten menceritakan bagaimana
Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin, melakukan
penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten
Girang beserta penduduknya. Beberapa cerita mistis juga mengiringi
proses islamisasi di Banten, termasuk ketika pada masa Maulana
Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk pedalaman Sunda,
yang ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran. Selain mulai
membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga
melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di
Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut,
selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja
Malangkabu(Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar
Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.

5. Kalimantan

Di pulau Kalimantan terdapat beberapa kerajaan yang bercorak


Islam. Salah satu kerajaan Islam yang besar adalah Kerajaan Banjar
(Banjarmasin) di Kalimantan Selatan. Pada mulanya, Kerajaan Banjar
adalah kerajaan bercorak Hindu yang memiliki hubungan dengan
Majapahit. Kerajaan Banjar pada awalnya terdiri atas beberapa
kerajaan kecil, yaitu Negara Dipa, Daha, dan Kahuripan. Sebelum
menjadi kerajaan Islam, Kerajaan Banjar telah diperintah oleh tujuh
orang raja. Raja pertama ialah Pangeran Surianata(1438-1460) dan
raja terakhir ialah Pangeran Tumenggung(1588-1595). Selama
Pangeran Tumenggung memerintah, situasi politik di Kerajaan Banjar
berada dalam keadaan rawan dan roda pemerintahan tidak dapat
berjalan dengan baik. Pusat pemerintahan lalu dipindahkan dari Daha
ke Danau Pagang, dekat Amuntai. Pangeran Samudera yang berada di
pengasingan secara diam-diam menyusun kekuatan untuk menaklukkan
Pangeran Tumenggung. Akibatnya, pada tahun 1595 terjadi perang
saudara yang berakhir dengan kemenangan di pihak Pangeran
Samudera. Keberhasilan Pangeran Samudera tidak terlepas dari
dukungan umat Islam di wilayah Banjar serta dukungan Patih Masih
dengan prajurit Kerajaan Demak. Setelah masuk Islam, Pangeran
Samudera berganti nama menjadi Pangeran Suriansyah. Kemudian ia
memindahkan pusat pemerintahan ke suatu tempat yang diberi nama
Bandar Masih, sekarang Banjarmasin. Peristiwa ini tercatat sebagai
awal berdirinya Kerajaan Banjar yang bercorak Islam dan masa
kebangkitan orang-orang Islam di Kalimantan.

Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade


pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang. Secara
praktis, barat daya, tenggara , dan timur pulau Kalimantan membayar
upeti pada Kerajaan Banjarmasih. Sebelumnya Kesultanan Banjar
membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa
Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar
tidak lagi mengirim upeti ke Jawa. Kemudian, kemunduran kerajaan
Banjar ketika Pangeran Antasari turun tahta. Pengganti Pangeran
Antasari adalah puteranya yang bernama Muhammad Seman. Di mata
rakyat, beliau merupakan sultan Kesultanan Banjar terakhir yang
mendapatkan tugas utama untuk menggantikan sang ayah dalam
menjaga nyala api perlawanan dalam Perang Banjar. Perlawanan
Muhammad Seman terpaksa harus terhenti karena beliau meninggal
dunia dalam suatu pertempuran melawan Belanda di sungai Manawing
pada tahun 1905. Beliau dimakamkan di puncak gunung di Puruk Cahu
Dengan meninggalnya Muhammad Seman, berarti riwayat Kesultanan
Banjar juga telah berakhir. Setelah Perang Banjar (1859-1905),
Belanda membuat beberapa keputusan, antara lain Kesultananan
Banjar dihapuskan dan seluruh bekas daerah Kesultanan Banjar
dimasukkan ke dalam tatanan baru Residentie Zuider en Ooster
Afdeeling van Borneo . Dengan demikian berakhirlah riwayat
Kesultanan Banjar yang telah berlangsung selama 379 tahun (1526-
1905).

6. Sulawesi

Awal mula masuknya Islam ke Sulawesi yaitu ketika berdirinya


kerajaan Gowa-Tallo, dua kerajaan kembar yang saling
berbatasan.Pada awalnya, Kerajaan Gowa merupakan satu kerajaan
yang sangat jaya di Makassar. Namun, pada masa pemerintahan raja
Gowa VI yang bernama Tonatangka Lopi, wilayah Gowa dibagikan
kepada dua orang putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe ri
Sero. Batara Gowa melanjutkan pemerintahan ayahnya sebagai raja
Gowa VII di kerajaan Gowa. Sedangkan, adiknya yang bernama
Karaeng Loe ri Sero mendirikan kerajaannya sendiri yang bernama
kerajaan Tallo. Sehingga dua kerajaan ini pun dikenal dengan
“Kerajaan Kembar”. Pada awal abad ke-16, kerajaan Gowa dan Tallo
dijadikan satu kerajaan pada masa kepemimpinan Karaeng
Tumapa’risi’ Kallonna, sehingga berubah nama menjadi kerajaan
Makassar. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Gowa-Tallo atau
kerajaan Makassar dapat menjadi pusat perdagangan di Nusantara
Bagian Timur.Ketika Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna meninggal dunia,
tahta kerajaan digantikan oleh raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto
Karaeng Lakiung Tunipalangga, dan pada saat pemerintahannya sudah
banyak para pedagang Islam Nusantara yang menetap di Makassar.
Setelah I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga
meninggal dunia dan setelah pergantian raja beberapa kali akibat
permasalahan-permasalahan internal, maka diangkatlah I Mangarangi
Daeng Manrabia Sultan Alauddin sebagai raja Gowa XIV. Sultan
Alauddin merupakan raja Makassar yang pertama masuk Islam. Sejak
Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini
menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam
dari Gresik/Giri. Pada saat itu, Sultan Baabullah dari pihak Ternate,
mengadakan perjanjian persahabatan dengan Gowa-Tallo sekaligus
menjadi kali pertama raja Ternate mengajak raja Gowa-Tallo untuk
menganut Islam, tetapi gagal. Baru setelah Datu’Ri Bandang datang
ke kerajaan Gowa-Tallo, agama Islam mulai masuk kerajaan ini.

Kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa


pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa
pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya
yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-
daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia
berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah
Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan
Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat
anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran
dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di
Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di
Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar.
Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan
Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya
peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku. Dalam
peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri
pasukannya untuk melawan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan
Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya
sebagai Ayam Jantan dari Timur

Keruntuhan kerajaan Makassar ditandai dengan upaya Belanda


untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan
melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa
dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru
Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar. Raja
Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang
Hasanuddin karena wilayahnya dikuasai Gowa Tallo, maka dengan
cepat Belanda menyambutnya. Belanda menyerang dari laut,
sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Dengan tekanan yang
demikian berat akhirnya Belanda mempu memaksa Gowa Tallo
menandatangani Perjanjian Bongaya (1667). Akibat persekutuan
tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan
Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui
kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang
isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar. Akibat dari
kekalahan dari VOC akhirnya mengakhiri Kerajaan Gowa Tallo
(Makasar) dan berakhir pula peranannya sebagai pelabuhan transito
yang besar.
7. Maluku

Maluku adalah daerah yang dikenal dengan julukan Negeri Seribu


Pulau. Pada awalnya, Maluku lebih dikenal dengan nama Ternate,
Tidore, Makian, dan Moti. Secara keseluruhan disebut “ Moloku Kie
Raha”, artinya “Persatuan Empat Kolano” (kerajaan). Menurut
sejarawan Islam, M. Saleh Putuhena, pedagang yang datang pertama
kali di Maluku adalah para pedagang Melayu dan Jawa. Sehingga,
membuka peluang bagi para pedagang Arab, India, Persia, dan China.
Kerajaan yang cukup terkenal adalah kerajaan Ternate. Pulau Gapi
(kini Ternate) berdiri pada abad ke-13 yang beribu kota di Sampalu,
penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera.
Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing
dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang
pertama – tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang
datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah. Penduduk
Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab,
Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang
semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para
perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona
diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih
kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Tahun
1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-
1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam
perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh
penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar
(belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin
besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih
suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah
pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate
berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah
pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di
bagian timur Indonesia khususnya Maluku. Awal masuknya Islam
ketika pada masa itu, gelombang perdagangan Muslim terus
meningkat, sehingga raja menyerah kepada tekanan para pedagang
Muslim itu dan memutuskan belajar tentang Islam pada madrasah
Giri. Kemudian, ia dikenal dengan nama Raja Bulawa atau raja
Cengkeh, mungkin karena ia membawa cengkeh sebagai hadiah. Ketika
kembali dari Jawa, ia mengajak Tuhubahahul ke daerahnya. Lalu, ia
pun dikenal juga sebagai penyebar utama Islam di kepulauan Maluku.

Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa


pemerintahan Sultan Baabullah. Pada saat itu wilayah kerajaan
Ternate sampai ke daerah Filipina bagian selatan bersamaan pula
dengan penyebaran agama Islam. Oleh karena kebesaransnya, Sultan
Baabullah mencapa sebutan “Yang dipertuan” di 72 pulau. Sedangkan,
kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba
dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis
dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil
rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore
sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol,
mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan
Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

C. Pengaruh Kesultanan Islam dalam Perkembangan Masyarakat


Indonesia
Berikut pengaruh Kesultanan Islam daam beberapa bidang:

1. Bidang Politik
Kehadiran Islam di beberapa tempat mendorong terjadinya
perubahan pola kekuasaan dan melahirkan kesatuan-kesatuan politik
Islam dalam bentuk kesultanan. Agama Islam juga membawa berbagai
pandangan baru yang revolusioner untuk masa itu.  Dalam kancah
politik Islam memiliki doktrin bahwa rasa nasionalisme terhadap
tanah air menjadi ciri mendasar ajaran Islam itu sendiri. Doktrin
yang dimiliki Agma Islam tersebut yang akhirnya mengugah rasa
nasionalisme yang kuat terhadap hati mayoritas masyarakat.muslim di
Indonesia. Untuk berjuang memepertahankan bumi pertiwi.
Nasionalisme dibuktikan secara langsung (fisik) maupun dengan cara
diplomasi. Perjuangan melalui jalur diplomatik seperti yang pernah
dilakukan para pahlawan seperti Haji Agus Salim dan Abdoel Moeis
sebagai tokoh sentral Sarekat Islam (1915), KH Ahmad Dahlan
(1869-1923 M) yang kemudian mendirikan organisasi beeraliran
modernis Muhammadiyah (1912 M), KH. Hasyim Asy’ari mendirikan
organisasi tradisionalis Nahdatul Ulama (1926 M), dan para pahlawan
islam lain yang mencoba melakukan serangkaian usaha demi
memajukan bangsa Indonesia. Sebagian besar dari tokoh tersebut
juga dicatat sebagai tokoh yang pernah mengonsep Piagam Jakarta
yang kemudian dijadikan sebagai dasar pembentukan falsafah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila.

2. Bidang Pendidikan
Dalam konteks pekembangan pendidikan di Indonesia, umat Islam
juga memliki peran yang signifikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan
upaya yang dilakukan oleh para tokoh muslim, sebut saja KH. Ahmad
Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam merespon pendidikan yang
diterapkan penjajah Belandayang cukup sekuler, tidak berihak pada
rakyat kecil, dan mendikotomikan ilmu pendidikan agama dan ilmu
pengetahuan umum, dengan lembaga pendidikan yang bisa merespon
kegiatan masyarakat Indonesia secara luaas, yakni pendidikan
pesanrendan madrasah. Melalui lembaga pendidikan ini masyarakat
Indonesia dapat belajar ilmu pengetahuan agama dan ilmu
pengetahuan umum secara imbang. Melalui lembaga pendidika
tersebut sangat diharapkan bangsa Indonesia dapat melahirkan dan
mencetak generasi yang mempunyai kualitas keilmuan yang memadai
serta memiliki akhlak yang luhur sesuai norma yang berlaku.

3. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi sosial juga Islam telah membuka
masyarakat untuk senantiasa belaku adil dalam makukan transaksi,
tida berbuat curang dalam timbangan, harus ada kesepakatan antara
penjual dan pembeli sera bagaimana konsep keseimbangan, tidak
boros dan tidak berlebihan seperti yang dianjurkan dalam al-Qur’an
juga mampu menciptakan suasana kehidupan yang damai dan
sejahtera.

4. Bidang Kebudayaan
Islam di Indonesia hadir pada abad ke-11, dimana saat itu
Indonesia masih dikuasai olehkerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.
Salahsatu penyebar Islam terbesar di pulau Jawa adalahWali Songo
yang menggunakan kebudayaanyang sudah ada di Jawa untuk
menyebarkanagama Islam. Salah satu contohnya adalah wayang.
Wayang  merupakan teknik bercerita yangsudah ada di Indonesia
sejak zaman dahulu.Salah satu teknik wayang yang digunakanuntuk
menyebarkan agama Islam adalahwayang golek.Teknik ini digunakan
untuk menyebarkanagama Islam dengan menceritakan kisah dariAmir
Hamza, paman dari Muhammad.Menurut cerita, pencipta wayang
golekadalah Sunan Kudus, salah satu Wali Songo.

D. Kesulthanan Islam pada zaman Penjajahan Belanda, serta


meleburnya kesulthanan Islam ke dalam NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia)

1. Kesultanan Islam pada zaman belanda


Umat Islam Indonesia hidup dalam aneka ragam situasi dan
kondisi dari sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Tahun 1956
adalah awal kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia. Pada saat
Belanda memasuki Indonesia (1596 ) sudah mulai terasa kesulitan
menghadapi masyarakat islam tersebut mereka hadapi saat sedang
berusaha menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Kolonial belanda
selalu menghadapi perlawanan gencar dari masyarakat yang menganut
agama Islam seperti pertempuran di Banten , Hasanudin di Uung
Pandang , perang Diponogoro , perang Padri , perang Aceh dan
sebagainya.Untuk melemahkan kepribadian orang – orang Islam di
Indonesia , belanda sengaja mengembangkan pendidikan–pendidikan
ala barat yang di anggap dapat lebih membimbing masyarakat ke
taraf hidup yang lebih baik , yang dijadikan kedok oleh kolonial
Belanda untuk melancarkan politik penjajahannya. Di tiap – tiap
lembaga pendidikan disebarkan perbedaan-perbedaan itu yang intinya
, orang Belanda itu rasional dan orang –orang Timur itu emosional  ,
dan  perbedaan dalam proses pengembangan Islam di kerajaan–
kerajaan . Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi
penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan
perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah
menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh
adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975
ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur
Belanda datang ke Indonesia pada akhir abad ke XVI. Pada masa
abad XVI ini telah menjadi saksi munculnya kerajaan-kerajaan baru
di medan sejarah, terutama di Jawa. Sebagian besar kerajaan-
kerajaan itu lazimdisebut kerajaan Islam, sedangkan beberapa
daerah di pedalaman maih bersifat Hindu. Perkembangan kerajaan
Islam di Maluku, Sulawesi Selatan, dan di daerah lain mulai juga
tampak pada abad XVI. Sementara itu masih terdapat kerajaan-
kerajaan yang terus eksis dengan memakai sistem tradisional pra
Islam , seperti kerajaan Mataram di Jawa. Pada periode tersebut,
proses pergantian masa telah berjalan selama satu abad lebih di
wilayah Malaka dan kira- kira setengah abad di Jawa.. Kerajaan-
kerajaan Islam umumnya berdiri setelah kerajaan lama yang bercorak
Budha atau Hindu mengalami kemunduran.Wilayah kerajaan itu pada
Umumnya terbatas: Samudra Pasai, Aceh, Malaka, dan beberapa
kerajaan. Namun, dalam abad XVI berlangsunglah proses konsentrasi
kekuasaan dengan perjuangan kekuasaan, seperti perebutan hegemoni
kekuasaan yang semakin kompleks dengan terlibatnya Portugis.
Samudra Pasai selanjutnya merupakan bagian dari wilayah kerajaan
Aceh. Aceh sendiri menerima pengislaman dari Pasai pada
pertengahan abad XVI.1 Ketika Malaka jatuh jatuh ke tangan Portugis
, Aceh merupakan bagian dari kerajaan Pidea. Kejatuhan Malaka atas
Portugis telah membawa berkah tersendiri bagi pertumbuhan Aceh.
Kesultanan Aceh menguasai pesisir barat Sumatra hingga Bengkulu.
Pasai direbut dari tangan Portugis oleh penguasa besar pertama Aceh
, Ali Mughayat Syah , pada 930 H / 1524 M. Daerah tersebut
merupakan pemberian Sultan Minangkabau.Daerah kesultanan dibagi
menjadi daerah-daerah kecil yang disebut mukim, yang berjumlah 190
mukim.Menjelang pada abad ke 18 kesultanan Aceh mulai kacau balau,
dan tanpa kepemimpinan . Maka pada abad XIX Aceh jatuh ke tangan
pemerintah Hindia Belanda.

Di Jawa , kerajaan Demak ( 1518-1550) dipandang sebagai


kerajaan islam pertama dan terbesar di Jawa. Pusat kerajaan Islam
kemudian berpindah dari Demak ke  Pajang kemudian ke Mataram.
Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang
sangat menentukan perkembangan sejarah islam di Jawa yaitu :
Kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas basis agraris, mulai
mundurnya peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran ,
demikian pula Jawa, dan terjadi pergeseran pusat – pusat
perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya. Pada tahun
1916 , seluruh Jawa Timur praktis sudah di dalam kekuasaan
Mataram , yang ketika itu di bawah pimpinan Sultan Agung. Pada masa
pemerintahan inilah kontak-kontak bersenjata atar kerajaan
Mataram dan VOC mulai terjadi.

Sementara itu , berdirinya juga kerajaan Islam di wilayah


Indonesia sebelah timur, seperti Maluku , Makasar, Banjarmasin dan
sebagainya. Raja-raja tertua dari Maluku adalah raja –raja dari
Jailolo.Namun, mengingat penduduk Jailolo lebih kecil didanding
Ternate , Tidore , dan Bacan. Ketiga penguasa yang disebut
belakangan ini lebih menonjol. Raja pertama yaitu Zainal Abidin.Pada
perundingan yang dilakukan di Pulau Motir bahwa Raja Jailolo menjadi
raja kedua , raja Tidore menjadi raja ketiga , dan Bacan menjadi raja
keempat. Namun, perjanjian itu tidak berlangsung lama , karena pada
abad XV urutan berubah . Sultan Ternate  kemudian menempatkan
diri lagi menjadi raja utama di Maluku.Pada masa itu terjadi
perselisihan antara Ternate dan Tidore. Ternate dibantu oleh orang-
orang Spanyol dan Tidore dibantu oleh orang-orang Portugis.
Tindakan Portugis yang terlalu kasar menyinggung perasaan orang-
orang Ternate. Hal ini menimbulkan pemberontakan . Akibatnya ,
serangan-serangan Portugis di lancarkan ke benteng-benteng
kedudukannya  pada tahun 1565 , di bawah pimpinan sultan Khairun
.kemarahan rakyat Ternate memuncak ketika Sultan Khairun dibunuh
secara diam-diampada tahun 1570 di benteng Musquita dengan dalih
perundingan. Babullah Daud Syah naik tahta sultan IV .pada 1575 ,
benteng portugis di ternate direbut oleh Baabullah. Akhirnya
Ternate berhasil mengusir Portugis pada 28 Desember 1577.

2. Meleburnya Kesultanan Islam dalam NKRI

NKRI adalah negara berdaulat yang telah mendapatkan


pengakuan dari luar dunia Internasional. NKRI didirikan berdasarkan
UUD 1945 yang mengatur tentang kewajiban negara terhadap
warganya dan hak serta kewajiban warga negara terhadap negaranya
dalam suatu sistem kenegaraan. NKRI yang diagung-agungkan selama
ini sama sekali tidak berakar seperti Kerajaan Aceh Darussalam,
Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Ngurah Rai,
Kerajaan Kutai dan sebagainya. Baik secara resmi atau tidak ia
merupakan kumpulan wilayah-wilayah kerajaan tersebut kemudian
diberi nama Indonesia oleh penguasa di awal kemerdekaannya.

Pada abad ke-19 dalam sejarahnya , terjadi pertumbuhan


kesadaran berbangsa serta gerakan nasionalis di beberapa negara
untuk untuk memperjuangkam kemerdekaan bangsanya masing-
masing.Peta pemikiran  dan pergerakan nasionalisme maupun Islam
bisa dilihat dari kebangkitan nasionalisme dan Islam di Indonesia
pada awal abad ke-20 ini.Salah satu institusi sosial-politik yang
pertama kali muncul dalam awal kemerdekaan adalah terbentuknya
Kementrian Agama. Adanya Kementrian Agama ini bertitik tolak dari
kantor urusan Agama masa jepang.usulan pembentukan kementrian ini
pernah ditolak pada 19 Agustus 1945. Keputusan ini mengecewakan
umat islam yang sebelumnya juga telah dikecewakan oleh keputusan
yang berkenan dengan dasar negara , Pancasila , dan bukannya Islam
atau Piagam Jakarta. Adanya pembentukan Kementrian Agama
tersebut menimbulkan kontroversi, baik dari kalangan non-Muslim ,
kelompok nasionalisme sekuler maupun kalangan Islam sendiri.
Terlepas dari sikap pro kontra ini, tampaknya pembentukan
Kementrian Agama lebih didasarkan pada pertimbangan politis
daripada urgensi peran yang diperlukan dalam sebuah sitem tata
pemerintahan yang baru. Kementrian Agama dibentuk antara lain
hanya sebagai penawar kekecewaan sebagai tokoh politik islam yang
telah gagal menggolkan Islam untuk dijadikan sebagai dasar negara.
Kerenanya pembentukan Kementrian Agama ini selalu
dipermasalahkan pada masa-masa selanjutnya. Kementrian agama
baru berfungsi sebagai kementrian yang utuh , bukan sekedar bagian
dari perjuangan bangsa, setelah kedaulatan negara mendapat
pengakuan.Pada tahun 1950, Wahid Hasyim menjadi menteri Agama
dalam kabinet pertama Republik Indonesia Serikat (RIS) .

Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 memberikan


kesempatan yang sama bagi rakyatnya untuk berpatisipasi dalam
politik. Berbagai aliran politik dapat dengan bebas membentuk partai-
partai politik di Indonesia sebagai saran demokrasi seperti yang
dinyatakan oleh pasal 28 UUD1945. Umat islam juga berpatisipasi
dalam hal ini . Pada 7 dan 8 november 1945 , melalui sebuah kongres
umat islam di Yogyakarta , lahirlah dua keputusan:

1. Pembentukan sebuah partai politik dengan nama


masyumi
2. Umat islam tidak mempunyai partai lain kecuali
masyumi
Maka masyumi adalah partai pertama Islam yang ada di Indonesia .
BAB III

PENUTUP

Agama Islam masuk ke Indonesia mayoritas dibawa oleh para


pedagang Muslim dari Arab, India, Cina, dan Persia. Kedatangan
mereka secara damai dan penuh dengan ramah tamah menjadikan
rakyat Nusantara pada masa itu tertarik pada orang-orang Muslim
terlebih agama yang mereka anut. Begitu banyak pula para penguasa
maupun raja-raja yang tertarik dengan budi akhlak mereka sehingga
pernikahan dengan putri raja pun terjadi. Hal inilah yang menjadi
faktor utama berdirinya Kerajaan/Kesulthanan di Indonesia dan
Berjaya hingga zaman imperialisme barat berkuasa. Pada masa
penjajahan pun umat Muslim tidak hanya diam. Kerajaan-kerajaan
Islam di Nusantara menyatukan kekuatan bersama-sama berperang
mengusir penjajah. Bahkan, sampai detik-detik proklamasi pun umat
Muslim memegang kontribusi yang besar. Oleh karena itu, lahirnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia tak pernah lepas dari bantuan
tangan umat Muslim di Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rachmad. 2005. Kerajaan Islam Demak : Api Revolusi Islam


di Tanah Jawa (1518-1549). Sukoharjo: Al-Wafi.

Amin, Samsul Munir. 2013.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Remaja


Rosdakarya.

Anonim. “Kuntu Darussalam : Kerajaan Islam Pertama di Riau”.


Diakses pada 19 Maret 2016 pukul 10.51 dari
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpntanjungpinang/2014/06/08/
kuntudarussalam-kerajaan-islam-pertama-di-riau/.

Azra, Azyumardi. 2002.Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal.


Bandung: Penerbit Mizan.

Boland ,E. J.. 1985.Pergumulan Islam di Indonesia : 1945- 1972.


Jakarta: Grafiti Pers
Darmawijaya. 2010.Kesultanan Islam Nusantara.Jakarta: Pustaka al-
Kautsar.

Gholib,Achmad. 2005.Study Islam.Jakarta: Faza Media.

Kartodirdjo, Sartono. 1992.Pengantar Sejarah Indonesia Baru :


Sejarah Pergerakan Nasional , Dari Kolonialisme Sampai
Nasionalisme jilid 2. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Marsden,William. 1999.Sejarah Sumatera. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Pusponegoro, Marwati Djoned dan Notosusanto, Nugroho. 1992.


Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Yatim, Badri. 1993.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai