Anda di halaman 1dari 13

makalah

tentang Struktur kekuasaan kerajaan demak dan institusi politik


islam terhadap tahap awal di Indonesia

Pembimbing :
drs husaini husda m. Pd
Penyusun :
Nama : Linda Rupaida (210501034)
Salsabila Hanum 210501033
Jurusan : Sejarah Kebudayaan Islam

PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAP DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI AR RANIRY

BANDA ACEH

2022

KATA PENGANTAR
Dengan menyembut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang ,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Struktur
kekuasaan kerajaan demak dan institusi politik islam terhadap tahap awal di Indonesia
dengan baik.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak. Sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Untuk itu, kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun, tidak lepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan. Baik dari segi penyusun bahasanya, maupun
segi lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka, kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberikan saran dan kritik kepada kami.
Sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Banda Aceh, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................... 3
BAB I PEDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................... 4
C. Tujuan................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembentukan Institusi Sosial-Politik Islam ....................... 5
B. Lembaga Kesultanan Demak .............................................. 5
C. Penasehat Kerajaan Demak (Wazir) .................................. 5
D. Raja-Raja Kerajaan Demak (Ulee’ Balang) ...................... 5
E. Lembaga Perwakilan Kerajaan Demak ............................. 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 9
Daftar pustaka ............................................................................... 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam Indonesia telah membentuk institusi politik paling awal pada abad XIII. Namun,
institusi politik Islam di beberapa daerah tidak sama. Di Sumatera ada beberapa di
antaranya yang telah mengalami perkembangan dalam abad XIV ataupun XV. Abad XVI
telah disaksikan munculnya kerajaan-kerajaan baru di medan sejarah terutama di Jawa.
Sebagian besar kerajaan-kerajaan itu lazim disebut sebagai kerajaan Islam, sedangkan
beberapa daerah di pedalaman masih bersifat Hindu. Perkembangan kerajaan Islam di
daerah Maluku, Sulawesi Selatan, dan lainlain daerah mulai tampak dalam abad XVI
juga. Sementara itu masih terdapat kerajaan-kerajaan yang bereksistensi terus dengan
memakai sitem tradisional-pra-Islam,1 seperti kerajaan Mataram di Jawa.

Pada periode tersebut, waktu proses proleferasi telah berjalan selama satu abad lebih di
wilayah sekitar Malaka dan kirakira setengah abad di Jawa. Kerajaan-kerajaan Islam,
umumnya, berdiri setelah kerajaan lama yang bercorak Budha atau Hindu mengalami
kemunduran. Wilayah kerajaan itu pada umumnya terbatas: Samudera Pasai, Aceh,
Malaka, Demak dan beberapa kerajaan yang bersifat tribal lainnya. Namun, dalam abad
XVI berlangsunglah proses konsentrasi kekuasaan dengan perjuangan kekuasaan, seperti
perebutan hegemoni kekuasaan yang semakin kompleks dengan terlibatnya Portugis.

Kota Samudera, tak lama kemudian dikenal sebagai Pasai, segera tumbuh menjadi
sebuah negara Muslim yang kuat setelah Islam dapat diterima oleh penduduk setempat
dan menemukan pijakannya yang kokoh di kota itu. Kerajaan yang didirikan oleh Sultan
Malik al-Shalih ini sangat berpengaruh dalam Islamisasi di wilayah-wilayah sekitarnya,
seperti Malaka, Pidie dan Aceh. Pada abad ke-13 Samudera Pasai menjadi salah satu
pusat perdagangan internasional. Lada adalah salah satu komoditi ekspor dari daerah ini.
Para pedagang dari anak benua India: Gujarat, Bengali, dan Keling; serta pedagang dari
Pegu, Siam dan Kedah banyak menjalankan aktivitas perdagangannya di Selat Malaka,
termasuk sebagiannya di Samudera Pasai

Samudera Pasai selanjutnya merupakan bagian dari wilayah kerajaan Aceh. Aceh sendiri
menerima pengislaman dari Pasai pada pertengahan abad XIV.4 Kerajaan Aceh bermula
dari penggabungan dua negeri kecil, Lamuri dan Aceh Daar alKamal, pada abad ke-
10H/XVI. Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, Aceh merupakan bagian dari kerajaan
Pidi.5 Kemajuan Aceh dilanjutkan oleh menantu Iskandar Muda, Iskandar Tsani
(Iskandar II). Menantunya yang liberal ini dapat mengembangkan Aceh dalam beberapa
tahun ke depan. Dengan lembut dan adil, Iskandar Tsani mendorong perkembangan
agama dan melarang pengadilan dengan penyiksaan fisik. Pada masa ini, Pengetuan
keagamaan juga maju pesat . Namun, Kematian Iskandar Tsani yang dini,diikuti oleh
masa-masa bencana tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana pada
1641-1699 menjadikan Aceh lemah. Banyak wilayah taklukannya yang lemah dan
kesultanan menjadi terpecah-pecah.
Sedangkan di Jawa, Kerajaan Demak (1518-1550) di pandang sebagai kerajaan Islam
pertama dan terbesar di Jawa. Kerajaan ini berdiri setelah Kerajaan Majapahit mengalami
keruntuhan pada 1527. Menurut tradisi Jawa Barat (sejarah Banten), konfrontasi antara
Demak dan Majapahit berlangsung beberapa tahun. Dua kekuatan yang berhadap-
hadapan antara barisan Islam Demak, yaitu para ulama dari Kudus, imam Masjid Demak,
di bawah pimpinan Pangeran Ngudung melawan Majapahit dibantu vasalvasalnya dari
Klungkung, Pengging, dan Terung. Walaupun demikian, banyak pendapat yang
mengatakan bahwa kejatuhan Majapahit bukan karena serangan dari Demak semata-
mata. Sebelumnya, Majapahit sudah direbut oleh Girindawardhana dari Daha (Kediri)
pada 1478 pada masa Kertabhumi.7 Kerajaan Kediri ini yang pada 1526 ditaklukkan oleh
Sultan Demak.8 Ini berdasarkan berita dari Tome Pires (1512-1515) yang sama sekali
tidak menyebut-nyebut nama Majapahit ketika dia datang ke wilayah ini. Kerajaan tidak
lagi disebut dengan Majapahit dan pusatnya tidak lagi di Trowulan, tetapi sangat besar
kemungkinan sudah berada di Daha, atau Kediri. Bila berita ini benar, maka keruntuhan
Majapahit disebabkan oleh hanya kerajaan Islam Demak, sebagaimana dipahami selama
ini, tidaklah tepat dan perlu dipertimbangkan kembali.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Pembentukan Institusi Sosial-Politik Islam?


2. Lembaga Kesultanan Demak
3. Penasehat Kerajaan Demak (Wazir)
4. Raja-Raja Kerajaan Demak (Ulee’ Balang)
5. Lembaga Perwakilan Kerajaan Demak

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui bagaimana proses Pembentukan Institusi Sosial-Politik Islam.


2. Untuk mengetahui Lembaga Kesultanan Demak.
3. Untuk mengetahui Penasehat Kerajaan Demak (Wazir).
4. Untuk mengetahui Raja-Raja Kerajaan Demak (Ulee’ Balang.
6. Untuk mengetahui Lembaga Perwakilan Kerajaan Demak.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembentukan Institusi Sosial-Politik Islam

Kerajaan Demak mengalami kemunduran dan akhirnya keruntuhan setelah terjadi suksesi
berdarah sepeninggal Raja Trenggana, Raja Demak ketiga. Raja Prawata pengganti
Trenggana tewas terbunuh dalam kekisruhan politik di dalam kraton. Tampillah Jaka Tingkir,
dari Pajang –menantu Prawatauntuk menuntut balas atas kematian sang mertua. Jaka Tingkir
dengan bantun Ki Ageng Pemanahan- berhasil membunuh Arya Penangsang, penguasa
Demak, yang juga pembunuh Prawata. Kemenangan Jaka Tingkir ini menjadikan dirinya
ditabalkan sebagai raja penerus kerajaan Demak yang bergelar Hadiwijaya. Akhirnya, simbol
atau lambang Kerajaan Demak dibawa ke Pajang. Kini, berdirilah kerajaan Pajang, yang
terletak antara Salatiga dan Kartasura. Semenjak kejatuhan kerajan Islam Demak, demikian
menurut Kuntowijoyo, umat Islam Jawa tidak lagi berada pada golongan atas, melainkan
berada pada posisi bawah.

Berdirinya kerajaan Pajang pada akhir abad XVI tersebut sekaligus menandai berakhirnya
kerajaan Islam di pesisir utara Jawa dan bergeser masuk ke daerah pedalaman yang bercorak
agraris. Dengan demikian, berakhirlah dominasi negara-negara pantai dalam politik Islam
Jawa. Tentu saja ini akan membawa dampak penting dalam bidang-bidang ekonomi dan
keagamaan. Daerah pedalaman Jawa kurang begitu terlibat dalam perdagangan laut dan tidak
begitu mudah ditembus oleh pengaruh Islam dari luar

Dalam tradisi Jawa, kerajaan Pajang juga dianggap sebagai pengganti yang berikutnya
dalam garis legitimasi yang mengalir dari kerajaan Majapahit melalui Demak ke Pajang.
Garis legitimasi Majapahit tersebut mencapai puncaknya pada wangsa Mataram.11
Karenanya, kerajaan ini lebih bercorak sinkretis antara Hinduisme dan Islamisme. Menurut
Soemarsaid Moertono, Kerajaan Mataram tidak pernah seluruhnya diislamkan seperti
Kesultanan Aceh atau Malaka. Unsur-unsur Jawa Kuno tetap paling berpengaruh dalam
kehidupan negara.12 Kerajaan Mataram itu sendiri berdiri setelah Panembahan Senapati
Ingalaga (sekitar 1584-1601), putra dari Ki Ageng Pemanahan, berhasil mengalahkan Pajang
yang telah berdiri hampir selama 20 tahun (dari 1568 sampai kira-kira 1586).13 Fakta ini
didasarkan pada tidak digunakannya gelargelar kerajaan yang berasal dari bahasa Arab.
Sebaliknya, mereka menggunakan gelar-gelar dari bahasa Jawa atau Sanskerta yang dimulai
sejak Sultan Tranggana sampai raja-raja Mataram. Ini berbeda dengan kerajaan-kerajaan
Islam lainnya, seperti Samudra Pasai, Aceh, Banten, Makassar yang secara umum
menggunakan gelar-gelar berbahasa Arab.

Ekspansi Demak ke Jawa Barat dimulai dengan ekspedisi Syeh Nurullah atau yang
kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati (wafat kurang lebih pada 1570). Dia seorang
ulama dari Pasai. Dalam mengikuti tradisi Jawa Barat, Nurullah melakukan ibadah haji ke
Makkah pada 1522-1523, suatu pengalaman yang masih langka di kalangan Muslim
Nusantara. Sekembalinya dari Makkah pada 1924, dia tinggal di Demak. Di kota ini dia
mengawini seorang saudara perempuan Sultan Trenggana. Tidak lama kemudian Nurullah
bertolak ke Banten dimana dia mendirikan pemukiman bagi para pengikutnya kaum
Muslimin. Nurullah telah menggairahkan masyarakat Muslim dan berkuasa di Banten sampai
1552. Sepeninggal putranya, Pangeran Pasarean, Nurullah pindah ke Cirebon setelah 1552.
Pemerintahan di Banten selanjutnya diserahkan kepada seorang putranya yang lain,
Hasanuddin. Cirebon, yang dulu diislamkan dan kemudian ditinggalkannya, kini mulai
digairahkan lagi. Di kota inilah Nurullah (Sunan Gunung Jati) meninggal pada kirakira pada
1570.

Sunan Gunung Jati diganti oleh Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu pada 1570. Selama
pemerintahannya, dipeliharanya hubungan damai dengan Mataram dan para penguasa lokal
di sebelah barat Mataram. Mereka adalah para elit yang berkuasa dan umumnya mempunyai
daerah pengaruh yang melampaui desanya. Rupanya para penguasa ini mengakui kekuasaan
baik Cirebon maupun Mataram, tanpa mengadakan banyak perlawanan. Kekecualian dalam
hal ini adalah perlawanan Kyai Bocor dan Ki Ageng Mangir terhadap hegemoni Mataram.
Hasanuddin,menurut historiografi tradisional ,di anggap merupakan pendiri Kerajaan Banten.
Dia mengawini seorang putri Sultan Trenggana dari Demak pada 1552. Dari perkawinan ini
kemudian lahir dua orang putra, yang tertua adalah Maulana Yusuf dan yang kedua Pangeran
Jepara. Yang terakhir ini disebut demikian, karena sebagai menantu Ratu Kalinyamat
kemudian menggantikannya sebagai penguasa Jepara.

Maulana Yusuf menggantikan ayahnya ketika pada 1570 Hasanuddin meninggal. Tahta
kerajaan Banten menjadi perebutan waktu Maulana Yusuf meninggal pada 1580, sedangkan
putranya, Maulana Muhammad belum dewasa. Hal ini menyebabkan Pangeran Jepara merasa
berhak menduduki tahta Banten. Pangeran Jepara kemudian menyerang Banten dengan
armada lautnya. Namun, ternyata, Maulana Muhammad mendapat dukungan kuat dari para
pemimpin agama sehingga serangan Jepara mengalami kegagalan yang menyebabkan
Pangeran Jepara menghentikan intervensinya. Akibat kegagalan intervensi Jepara adalah
bahwa Cirebon dan Banten dapat menegakkan kedudukannya, bebas pengaruh dari kerajaan-
kerajaan Jawa Tengah. Selain itu, hal ini disebabkan oleh ditundukkannya Demak oleh
Pajang, pada 1581, dan kemudian Pajang oleh Mataram.

Pada permulaan abad XIV, kerajaan Ternate mulai maju karena berkembangnya
perdagangan rempah-rempah. Aktivitas perdagangan ini dijalankan oleh orang-orang Jawa
dan Melayu yang datang ke Maluku, khususnya ke Ternate dan Tidore.

Perdagangan ini bertambah ramai setelah kedatangan para pedagang dari Arab. Kemajuan
perdagangan di Ternate ini menimbulkan kecemburuan dari daerah-daerah Tidore dan Obi.
Kedua daerah ini ingin mendapatkan kemajuan seperti Ternate. Karenanya, pimpinan daerah-
daerah Tidore dan Obi memakai gelar raja. Kecemburuan ini sering menimbulkan
peperangan antara Tidore, Obi, Jailolo di satu pihak melawan Ternate.

Peperangan tersebut untuk sementara dapat dihentikan dengan sebuah perundingan yang
dilakukan di Pulau Motir. Karenanya, persetujuan tersebut dinamakan Perjanjian Motir.
Dalam perjanjian itu diputuskan bahwa Raja Jailolo akan menjadi raja kedua, karena
pentingnya. Raja Tidore menjadi raja ketiga dan Raja Bacan sebagai raja keempat. Namun,
perjanjian itu tidak berlangsung lama karena pada akhir abad XV karena urutan tersebut
berubah. Sultan Ternate kemudian menempatkan diri lagi sebagai raja utama di Maluku.

Situasi politik di daerah Kalimantan Selatan menjelang masa kedatangan Islam dapat
diketahui dari Hikayat Banjar, yaitu akibat adanya ikatan perjanjian antara Raden Samudera
–raja Banjar- dengan Raja Demak pada pertengahan abad XVI. Ketika itu Raden Samudera
minta bantuan untuk memerangi Pangeran Tumenggung yang menjadi raja Negara Daha, di
daerah Amuntai. Berkat bantuan Demak ini raja Negara Daha dapat dikalahkan oleh Raden
Samudera. Sejak itu Kerajaan Banjar mengalami perkembangan. Para elit kerajaan ini
kemudian belajar agama Islam dari penghulu kerajaan Demak. Setelah masuk Islam, Raden
Samudera mendapat gelar Sultan Suryanullah, sebuah gelar yang diberikan oleh orang Arab.
Menurut A.A. Cense, ini berlangsung sekitar 1550.

Di Sulawesi, terutama bagian selatan, Islamisasi terjadi pada abad XV. Pada masa ini di
Sulawesi sudah ada sekitar 50 kerajaan, seperti Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan
Luwu.

Raja ‘Alauddin (1591-1638) adalah raja Gowa-Tallo pertama yang memeluk agama Islam.
Raja ini menerima ajaran Islam dari Dato’ ri Bandang, seorang Melayu dan Dato Sulaiman.
Namun, Kerajaan Gowa-Tallo secara resmi menerima Islam pada 22 September 1605.18
Langkah ini diikuti Kerajaan Bone pada 1606.

Yang dimaksudkan dengan Gowa-Tallo adalah kerajaan yang biasanya disebut dengan
kerajaan Makassar. Sebetulnya, Makassar adalah kotanya, sedangkan Goa-Tallo adalah nama
kerajaannya. Tallo merupakan kerajaan yang berbatasan langsung dengan dengan Gowa,
tetapi karena selalu bersatu dengan Gowa sehingga merupakan kerajaan kembar. Istana dari
Raja Gowa yang tertua, di antara keduanya terletak di Sombaupu. Orang-orang asing
menamakan raja ini Raja Makassar atau Sultan Makassar.19 Kerajaan ini selalu terjadi
persaingan hegemoni dengan Wajo, Bone, dan Soppeng yang tergabung dalam persekutuan
Tellum Pocco (tiga kerajaan).

B. Lembaga Kesultanan Demak

Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam Jawa yang berdiri pada
perempat akhir abad ke-15 di Demak. Demak sebelumnya merupakan kadipaten yang tunduk
pada Majapahit yang telah melemah saat itu untuk beberapa tahun sebelum melepaskan diri.
Menurut cerita tradisional Jawa, kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit
terakhir dan putri raja dari negeri Tiongkok.

Demak memainkan peran penting dalam mengakhiri pemerintahan Majapahit dan


penyebaran Islam di Jawa. Sepanjang setengah awal abad ke-16, Demak berada pada puncak
kejayaannya di bawah pemerintahan Trenggana. Pada masanya, ia melakukan penaklukkan
ke pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa hingga ke pedalaman yang mungkin belum
tersentuh Islam. Salah satu pelabuhan yang ditaklukkan Demak adalah Sunda Kelapa, yang
pada waktu itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda. Hubungan aliansinya dengan
Imperium Portugal sejak 1511 menjadi ancaman bagi Demak. Pada 1527, pasukan dari
Demak dan Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah melancarkan serangan sukses ke Sunda
Kelapa sehingga Portugal dikalahkan dan Sunda mundur ke pedalaman. Fatahillah kemudian
mengganti nama pelabuhan tersebut menjadi Jayakarta. Di luar Jawa, Demak memiliki
kekuasaan atas Jambi dan Palembang di Sumatra bagian timur.

Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran ketika Trenggana
terbunuh dalam perang melawan Panarukan pada 1546. Sunan Prawoto kemudian naik takhta
menggantikannya, tetapi dibunuh pada 1547 oleh suruhan Arya Panangsang, penguasa Jipang
yang ingin menjadi raja Demak.[9] Perang perebutan takhta segera terjadi dan berakhir dengan
dibunuhnya Arya Penangsang oleh Joko Tingkir, penguasa Pajang, sebagai hukuman. Joko
Tingkir kemudian memindahkan kekuasaan Demak ke Pajang, tempat kekuasaannya. Dengan
demikian Kerajaan Demak berakhir dengan didirikannya Kesultanan Pajang.

C. Penasehat Kerajaan Demak (Wazir)

Wali Songo atau sembilan wali adalah tokoh penting dalam penyebaran ajaran Islam di
Pulau Jawa. Dalam penyebarannya, Wali Songo menggunakan beragam cara, mulai dari
kebudayaan, kesenian, hingga pendidikan.
Selain itu, Wali Songo memiliki peranan penting dalam Kerajaan Demak, yang didirikan
oleh Raden Patah pada abad ke-15.
1. Mendukung pendirian kerajaan demak.

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan pada
akhir abad ke-15 oleh Raden Patah, putra Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Raden
Patah tidak mendirikan Kerajaan Demak sendiri, tetapi ada peran besar Wali Songo di
dalamnya. Sebelumnya, Demak adalah kadipaten yang berada di bawah Kerajaan Majapahit,
yang bernama Bintoro atau Gelagah wangi. Suatu ketika, Raden Patah mendapat perintah dari
gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, untuk pergi ke daerah barat dan bermukim di sebuah
tempat yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Dalam perjalanannya, Raden Patah
menemukan tempat yang dimaksud oleh Sunan Ampel dan kemudian dinamai sebagai
Demak. Bersamaan dengan ini, Kerajaan Majapahit sedang mengalami kemunduran, di mana
banyak wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri dan saling menyerang. Baca juga:
Biografi Raden Patah, Raja Pertama Kerajaan Demak Setelah Raden Patah merasa kuat,
karena mempunyai wilayah strategis serta dukungan dari Wali Songo, para wali menyarankan
supaya ia menjadikan Demak sebagai Kerajaan Islam dan memisahkan diri dari Kerajaan
Majapahit. Saran tersebut diterima, dan Kerajaan Demak resmi berdiri sebagai kerajaan Islam
pertama di Pulau Jawa pada 1478 dengan Raden Patah sebagai raja pertamanya.
2. Menjadi penasihat kerajaan

Pada masa kepemimpinan Raden Patah, Kerajaan Demak menguasai beberapa daerah,
seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa wilayah di Kalimantan.
Sesaat berdirinya kerajaan, dibangun juga Masjid Agung Demak, yang dibantu oleh Wali
Songo. Selain mendukung pendirian kerajaan dan membantu membangun Masjid Agung
Demak, Wali Songo juga menjadi penasihat kerajaan. Bahkan, peran Sunan Kudus pada masa
Kesultanan Demak, selain sebagai penasihat kerajaan, juga menduduki posisi panglima dan
hakimkerajaan.
3. Menyebarkan ajaran Islam

Wali Songo juga berperan dalam penyebaran agama Islam di wilayah Kerajaan Demak,
terutama Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Kudus. Sunan Kalijaga atau Raden Mas
Syahid menyebarkan ajaran Islam dengan memanfaatkan media wayang. Lewat wayang,
Sunan Kalijaga memasukkan beragam cerita yang mengisahkan tentang ajaran-ajaran Islam.
Selain itu, Sunan Kalijaga juga menyebarkan Islam lewat seni ukir dan seni suara, seperti
lagu Lir Ilir atau Gundul Pacul. Sunan Muria atau Raden Umar Said juga ikut menyebarkan
ajaran Islam di dekat Kerajaan Demak dengan cara yang mirip seperti Sunan Kalijaga, yakni
lewat kesenian dan kebudayaan. Salah satu ciri khas Sunan Kudus dalam menyebarkan ajaran
Islam adalah melalui pendekatan dengan membiarkan adat istiadat yang ada di masyarakat
dan mengubahnya sedikit demi sedikit untuk memasukkan unsur Islam. Sunan Kudus tidak
pernah memerintah rakyatnya secara langsung untuk berpindah memeluk Islam, melainkan
mengajak mereka dengan perlahan. Berkat kepiawaiannya ini pula Sunan Kudus berhasil
menariksimpatidarimasyarakat.

D. Raja-Raja Kerajaan Demak (Ulee’ Balang)

Kerajaan ini berdiri dengan dukungan dari Wali Songo, penyebar agama Islam di Pulau
Jawa. Rajanya yang pertama adalah Raden Patah, putra Raja Majapahit. Ada banyak versi
tentang tahun berdirinya Kerajaan Demak. Namun, para ahli menyimpulkan kerajaan ini
berdiri pada 1478, setahun sebelum berdirinya Masjid Agung Demak dan bertepatan dengan
runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak berada pada puncak kejayaannya ketika di
bawah pemerintahan Sultan Trenggono, yang menjadikan Demak sebagai salah satu pusat
penyebaran Islam dan terus memperluas wilayah kekuasaannya. Kekuasaan Demak saat
dipimpin oleh Sultan Trenggono meliputi sebagian Jawa Barat, Jayakarta, Jawa Tengah,dan
sebagianjawatimur.

Berikut ini raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Demak.

1. Raden Patah (1500-1518)

Raden Patah adalah putra raja Majapahit yang semasa kecilnya dikenal dengan nama
Pangeran Jimbun.Setelah masuk Islam, ia dikenal sebagai Raden Patah dan resmi menjadi
Raja Demak pada 1500 dengan gelar Sultan Alam Akhbar al Fatah.Di bawah
kepemimpinannya dan dibantu para wali, Demak tampil sebagai pusat penyebaran agama
Islam.Daerah kekuasaannya meliputi Demak, Semarang, Tegal, Jepara, dan
sekitarnya.Kerajaan Demak juga memiliki pengaruh di luar Jawa, misalnya Palembang serta
beberapa wilayah di Kalimantan.Sebagai pusat perdagangan, Kerajaan Demak memiliki
pelabuhan-pelabuhan penting, seperti Jepara, Tuban, Sedayu, dan Gresik.

2. Pati Unus (1518-1521)

Setelah Raden Patah wafat pada 1518, kekuasaan kemudian dipegang oleh putranya, Pati
Unus.Meski masa pemerintahannya cukup singkat, Pati Unus dikenal sebagai panglima
perang yang berani dan berusaha membendung pengaruh Portugis untuk tidak sampai meluas
ke Jawa. Ia pun meninggal dalam misi memerangi Portugis hingga mendapat julukan
Pangeran Sabrang Lor. Di bawah kepemimpinan Pati Unus, visi besar Demak adalah menjadi
kesultanan maritim yang besar. Pati Unus wafat pada 1521 di pertempuran Malaka.

3. Sultan Trenggono (1521-1546)

Pati Unus wafat tanpa meninggalkan putra, sehingga kekuasaan dilanjutkan oleh adiknya,
Raden Trenggono, yang menjadi raja bijaksana. Pada masa kekuasaannya, Kerajaan Demak
berhasil mencapai puncak kejayaan. Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di bawah kekuasaannya, Demak mulai menguasai Sunda Kelapa
dan menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana pada 1527. Selain itu, ia juga
menguasai Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545),
dan Blambangan. Sultan Trenggono gugur dalam serangannya ke Pasuruan pada 1546.
Konflik perebutan kekuasaan

Setelah Sultan Trenggono wafat, terjadilah perebutan kekuasaan di kalangan keluarga.


Pangeran Sekar Sedolepen yang seharusnya mewarisi takhta, justru dibunuh oleh Sunan
Prawoto. Arya Penangsang yang merupakan putra Sekar Sedolepen tidak tinggal diam dan
berhasil membunuh Sunan Prawoto beserta para pendukungnya pada 1547. Namun, Arya
Penangsang akhirnya dikalahkan oleh Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya), menantu Sultan
Trenggono yang menjadi adipati di Pajang. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan
Kerajaan Demak dan dimulainya pemerintahan Kerajaan Pajang di bawah pimpinan Sultan
Hadiwijaya.

E. Lembaga Perwakilan Kerajaan Demak

Peranan politik ulama bermula sejalan dengan proses islamisasi, dan semakin melembaga
setelah konsolidasi kerajaan Islam tercapai. Posisi kunci di bidang keagamaan, sosial politik,
dan budaya dipegang oleh ulama.Sebab itulah ulama memainkan peran yang menentukan
dalam perubahan dan perkembangan politik dalam komunitas Nusantara.

Ulama menduduki posisi utama, bukan saja dalam bidang keagamaan tetapi juga bidang
sosial-politik dan budaya dalam bidang keagamaan, ulama adalah penafsir yang sah atas
doktrin Islam dan dalam bidang sosial politik dan budaya ulama merupakan elit sosial,
kedudukan yang disandangnnya sejalan dengan perannnya di bidang keagamana. Karena itu,
seperti terekam dalam sejarah, ulama juga memainkan peran menentukan dalam perubahan
dan perkembangan politik dalam komunitas muslim. Didanmika politik yang berlangsung di
pusat kekuasaan Islam hampir senantiasa melibatkan ulama, karena posisi strategis yang
mereka duduki.

Adapun lembaga yang diduduki oleh ulama pada masa kerajaan Demak adalah Lembaga
penghulu.Lembaga ini merupakan basis keterlibatan politik ulama dalam kesultanan
Demak.Sumber lokal menuturkan bahwa Raden Fatah, raja pertama kesultanan Demak
mengangkat Pangeran Bonang sebagai penghulu kesultanan.

Dan memperhatikan nama penghulu pada kerajaan Islam pertama di Jawa, tampak bahwa
mereka berasal dari kalangan ulama terkemuka di Jawa pada saat itu, sunan kudus misalnya,
adalah seorang wali songo yang berjasa dalam penyebaran Islam di Jawa dan karena ia sangat
dihormati sultan. Pada masa kerajaan Demak, peran penghulu tidak hanya sebatas pada
bidang administrasi keagamaan, tetapi juga sebagai penasihat spiritual raja, mereka memiliki
pengaruh besar, tidak saja di bidang keagamaan, tetapi juga di bidang politik.Selain itu
pengangkatan ulama sebagai penghulu berkaitan dengan usahanya untuk mendapatkan
legitimasi agama guna membangun kekuasaan.Hal ini dapat dimengerti karena Demak
merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang sebagian besar anggota masyarakatnya
masih dipengaruhi kepercayaan dan praktek keagamaan pra-islam.Dalam suasana demikian
legitimasi keagamaan mutlak diperlukan guna mendukung kebaradaan suatu sistem politik.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Kebijakan pendidikan untuk penduduk pribumi yang semula dirancang untuk


membaratkan mempunyai akibat sampingan (side effect) yang tidak diduga sebelumnya.
Akibat tidak langsung itu adalah munculnya sekelompok kecil elite terdidik yang mampu
menyuarakan frustasi massa. Belakangan, kelompok elite ini yang dididik secara Barat -
sehingga telah terpengaruh dengan budaya Barat- tampil sebagai pemimpin gerakan
nasionalis yang sadar diri. Seperti koloni-koloni Islam lainnya, Indonesia melahirkan
gerakan-gerakan nasionalis, yang terutama dipimpin oleh kaum intelektual yang
berpendidikan Barat, dan mengambil inspirasinya dari ideologi libertarian dan sosialis Barat,
maupun dari pergolakan-pergolakan politik yang merupakan tonggak “Bangkitnya Dunia
Timur” di kawasan Asia lainnya.82 Dengan demikian, tumbuhnya kesadaran politis umat
Islam pada dekade awal abad ke-20, sebagian, disebabkan oleh ketidakpuasan umat Islam
terhadap kebijakan pemerintah kolonial mengenai Islam; sebagian lagi merupakan
konsekwensi logis dari kebijakan pendidikan yang dijalankan oleh pemerintahan Hindia
Belanda.
DAFTAR PUSTAKA

Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKiS, 2005).


Ridin Sofwan, Wasit dan Mundiri, Islamisasi di Jawa: Walisongo
Penyebar Islam di Jawa Menurut Penuturan Babad, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999).
Rachmad Abdullah, Walisongo Gelora dakwah dan Jihad di Tanah
Jawa 1404-1482 M., (Sukoharjo: al-Wafi, 2015).
_______, Sultan Fattah Raja Islam Pertama Penakluk Tanah Jawa,
(Sukoharjo, al-Wafi, 2015).
Muhammad Khafid, Sejarah Demak Sultan Fatah dan Sunan Kalijaga,
(Demak: Syukur 2009).
________, Sejarah Demak Matahari Terbit di Glagahwangi, (Demak:
Syukur, 2008).
Zaini Muhtarom, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri & Abangan,
(Jakarta: Salemba Diniyah, 2002).

Anda mungkin juga menyukai