Di susun oleh :
Npm : 2211010032
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang hingga saat ini masih
melimpahkan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “
HEWAN TINGKATAN RENDAH PLANARIA”.
Saya sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan atau kesalahan ,oleh
karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik
lagi.
Akhir kata dari saya ucapkan terima kasih kepada bapak Dr.Ibrahim s.pd M.pd yang telah
membimbing saya dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita, Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………. i
Daftar Isi.....…………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan…………………………………………….…………………….…………. 12
3.1 Saran……………………………………………………………...…………………….. 12
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pada reproduksi seksualnya, planaria dikenal sebagai hewan hermafrodit. Individu planaria
yang bereproduksi secara seksual (sexual strain) mampu membentuk organ reproduksi yang
berkembang pasca masa embrional, sedangkan individu yang bereproduksi secara aseksual
(asexual strain) gagal membentuk organ reproduksi sehingga mutlak bereproduksi melalui
pembelahan transversal (Chong et al., 2011a).
Planaria yang sudah dewasa mempunyai sistem reproduksi jantan dan betina, jadi bersifat
monoecious (hermafrodit). Testis dan ovarium berkembang dari sel-sel formatif. Reproduksi
seksual planaria dilakukan dengan cara dua planaria saling melekat pada sisi ventral-posterior
tubuhnya dan terjadi kopulasi (cross fertilisasi), saling pertukaran produk seks antara dua
planaria yang berbeda. Planaria melakukan reproduksi seksual setiap tahun di bulan Februari-
Maret. Setelah masa reproduksi seksual, alat reproduksi mengalami degenerasi dan planaria
kemudian mengalami masa reproduksi aseksual (Kastawi, dkk. 2001).
Fragmentasi merupakan proses reproduksi aseksual pada planaria, dengan membelah diri
secara transversal, masing-masing belahan mengembangkan bagian-bagian yang hilang dan
berkembang menjadi satu organisme utuh. Meskipun jumlah individu yang dihasilkan dengan
reproduksi aseksual itu sangat besar, tetapi proses ini mempunyai batasan yang serius, yaitu
bahwa tiap turunan identik dengan induknya (Barnes, dkk. 1999).
2.3 Kemampuan regenerasi
Planaria umum digunakan sebagai hewan uji, khususnya pada eksperimen regenerasi.
Kemampuan regenerasinya sangat tinggi, terutama bagi anggota yang hidup di air tawar.
Kemampuan regenerasi pada Planaria sudah lama menjadi sorotan yang menarik (lebih dari
230 tahun). Planaria mampu melakukan regenerasi walaupun bagian tubuhnya terpotong
hingga 1/279 bagian (Morgan, 1901 dalam Newmark & Alvarado, 2001). Penyembuhan luka
merupakan proses yang sangat cepat bagi Planaria. Penyembuhan luka membutuhkan waktu
sekitar 30 menit setelah pelukaan dilakukan (Newmark & Alvarado, 2001; Reddien &
Alvarado, 2004; Estéves & Saló, 2010). Regenerasi Planaria Reganerasi adalah kemampuan
untuk memproduksi sel, jaringan atau bagian tubuh yang rusak, hilang atau mati. Planaria
menunjukan daya regenerasi yang kuat, bila cacing tersebut mengalami luka baik secara
alami maupun secara buatan, bagian tubuh manapun yang mengalami kerusakan akan diganti
dengan yang baru. Individu cacing yang di potong-potong akan menghasilkan cacing-cacing
kecil yang utuh, Setiap potongan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu-
individu baru yang lengkap bagian-bagiannya seperti induknya (Sutikno,1994 ).
Sepotong potongan membujur dari bagian samping akan beregenerasi dengan normal, jika
potongan itu tetap lurus. Jika potongan itu membengkok atau melengkung, maka kepala akan
tumbuh pada bagian samping dalam. Jika kepala Planaria dibelah akan dapat terbentuk seekor
Planaria yang berkepala dua, kemudian jika pembelahan ini dilanjutkan ke posterior sampai
terjadi dua buah belahan, maka tiap belahan akan dapat tumbuh menjadi seekor cacing yang
lengkap bagian-bagiannya seperti induknya. Tahapan Regenerasi Planaria dimulai dengan
adanya neoblast yang akan tampak terhimpun pada permukaan luka bagian sebelah bawah
epithelium sehingga terbentuknya suatu blastema yang kemudian struktur sel mengalami
diferensiasi dalam pertumbuhan blastema dan dibawah kondisi yang optimal mengalami
regenerasi berpoliferasi 12 membentuk bagian-bagian yang hilang. Tahapan regenerasinya
sebagai berikut dediferensiasi blastema-rediferensiasi (Radiopoetra,1990).
Agar dapat disebut sebagai stem cell, terdapat karakteristik yang mesti dipenuhi yaitu belum
berdiferensiasi, mampu memperbanyak diri, dan dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu
jenis sel (multipoten/pluripotent). Sel tersebut tidak hanya berasal dari embrio maupun fetus,
tetapi dapat berasal dari berbagai bagian tubuh. Stem cell diklasifikasikan berdasarkan
asalnya, jenis organ/jaringan asal, penanda permukaan, dan hasil akhir diferensiasi.
Manusia sudah sejak lama tertarik dengan kemampuan regenerasi sel tubuh dari makhluk
hidup seperti cacing pipih Planaria sp maupun Hydra. Kedua invertebrata tersebut memiliki
kemampuan regenerasi yang sangat cepat dan akurat. Kemampuan itu tidak dimiliki sebagian
besar vertebrata dengan kelas yang lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut, manusia mulai
memikirkan pengembangan kemampuan regenerasi sebagai bagian erapi berbagai macam
penyakit.1 Sejak tahun 1950-an, stem cell mulai menarik minat peneliti di seluruh dunia,
yaitu sejak ditemukannya sel yang menyusun sumsum tulang yang dapat membentuk semua
jenis sel darah pada manusia yang selanjutnya disebut stem cell hematopoietic. Stem cell
itulah yang berperan sebagai awal mula pertumbuhan sel dalam menyusun tubuh manusia
secara keseluruhan.2 Stem cell dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi sel punca
yang berarti awal mula. Stem cell menjadi secercah harapan sebagai terapi mutakhir dari
berbagai macam penyakit degeneratif yang merupakan penyebab kematian sekaligus
menurunkan kualitas hidup manusia seperti diabetes melitus, aterosklerosis, stroke, dan
infark miokard akut. Penyakit degeneratif mengakibatkan kerusakan di tingkat sel yang
bersifat irreversible, sehingga terapi konvensional tidak dapat mengatasinya secara sempurna.
Selama ini terapi hanya berperan dalam memperlambat maupun mencegah kerusakan
jaringan/organ yang lebih luas.
Dengan demikian melalui aplikasi stem cell secara klinis, diharapkan dapat menjadi jawaban
dalam mengatasi kerusakan sel yang irreversible
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Planaria akan melakukan fragmentasi yaitu dengan cara mematahkan tubuhnya menjadi
beberapa potongan tubuh, kemudian masing-masing potongan tubuh tersebut akan
melengkapi bagian tubuh yang hilang sehingga terbentuk individu baru yang utuh. Cara
reproduksi Planaria secara vegetatif ini sangat menguntungkan saat Planaria tidak dapat
melakukan reproduksi secara generatif karena keadaan tertentu.
Dari proses fragmentasi tersebut maka regenerasi cacing planaria membentuk individu baru
atau menghasilkan keturunan menjadi lebih cepat karena tidak memerlukan individu lain
untuk melakukan reproduksi.
3.2 Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini,kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari
makalah ini tujuan nya demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami susun
bermanfaat bagi kita semua, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Endah Sri Palupi, I.G.A. Ayu Ratna Puspita Sari, Atang, Eko Setio Wibowo.
2017. Kemampuan Regenerasi Planaria Dari Perairan Lereng Gunung Slamet,
Baturraden, Banyumas Pada Berbagai Perbedaan Ukuran Tubuh. Semnas
Biodiversitas. 6(3): 44 – 47
Umi Wardani. 2011. Pengaruh Derajat Keasaman Dan Bagian Potongan Tubuh
Planaria (Euplanaria Sp.) Terhadap Kecepatan Regenerasi Sebagai Alternatif
Praktikum [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.
Susintowati. 2012. Regenerasi dan Respons Gerak Planaria. Jurnal Saintek. 9(2):
110–114
Hilman Zulkifli Amin. 2013. Terapi Stem cell untuk Infark Miokard Akut. Jurnal
Kedokteran: Vol. 1, No. 2