Anda di halaman 1dari 29

BANGSA ARAB

BUTUH IDEOLOGI
PANCASILA
Oleh Musthafa Abd Rahman
◦Ideologi Pancasila telah terbukti menyatukan
bangsa Indonesia yang sangat majemuk, baik
suku, bahasa maupun ideologi.
◦Pancasila pun berhasil menjelma menjadi sendi
yang kuat bagi landasan negara-bangsa
Indonesia yang diproklamirkan pada 17
Agustus 1945.
◦Cukup mulusnya semua tahapan sejarah bangsa
Indonesia dengan berbagai sistem politik yang
dianut, sejak diproklamirkan negara Indonesia
pada 17 Agustus1945 sampai saat ini, adalah
berkat ideologi Pancasila yang terus komitmen
dipegang teguh oleh bangsa Indonesia.
◦Bangsa-bangsa lain, khususnya bangsa Arab,
sudah selayaknya mempelajari Pancasila atau
nilai-nilai luhur dalam sila-sila Pancasila untuk
diadopsi sebagai ideologi negara yang telah
terbukti berhasil menyatukan bangsa dan
negara Indonesia.
◦Nilai-nilai luhur dalam sila-sila Pancasila
sangat selaras dengan nilai-nilai dalam ajaran
agama Islam, sebagai agama yang dianut
mayoritas bangsa Arab dan ditegaskan sebagai
agama resmi negara dalam semua konstitusi
negara-negara Arab.
◦Nilai-nilai seperti sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusian, persatuan, permusyawaratan
dan keadilan sosial adalah nilai-nilai dasar
dalam ajaran Islam.
◦Maka perlu dirumuskan sebuah ideologi negara
bangsa sebagai kontrak sosial baru yang
menjadi identitas dan sekaligus perekat semua
komponen bangsa dari berbagai latar belakang
ideologinya di negara-negara Arab, seperti
ideologi Pancasila di Indonesia.
◦Kesadaran atas keharusan adanya ideologi
negara bangsa tersebut, disampaikan Presiden
Irak, Barham Salih dalam rangka memperingati
100 tahun negeri Irak pada Desember 2021.
◦Ia menyerukan, diadakan kontrak sosial dan
sistem politik baru di Irak. Menurut Salih,
sistem politik yang dibangun pasca era Saddam
Hussein sudah gagal membawa stabilitas,
keadilan, kesejahteraan, dan pemerintahan
yang bersih.
◦Kesadaran akan kebutuhan atas ideologi yang
menjadi landasan negara bangsa di dunia Arab,
sesungguhnya dirasakan sejak meletusnya
musim semi Arab atau Arab spring pada tahun
2011.
◦Tumbangnya rezim diktator di sejumlah negara
Arab, seperti di Mesir, Libya, Yaman, Tunisia,
dan pecah perang saudara di Suriah, menguak
lemahnya negara bangsa di dunia Arab.
◦Fenomena krisis politik dan perang saudara di
dunia Arab saat ini yang sangat sulit
menemukan titik terang solusinya akibat
gagalnya membangun negara-bangsa pasca
meraih kemerdekaan dari kolonial pada abad
lalu.
◦Krisis negara-bangsa di dunia Arab tidak
segera tampak di permukaan, karena tidak lama
setelah meraih kemerdekaan, banyak negara
Arab jatuh ke rezim diktator militer yang
mengelola negara dengan tangan besi, seperti
Aljazair, Tunisia, Libya, Sudan, Mesir, Suriah,
Yaman dan Irak.
◦Para rezim militer tersebut lebih sibuk
mempertahankan kekuasaannya dari pada
berjuang membangun negaranya dengan sistem
modern yang membawa kemajuan,
kemakmuran dan keadilan.
◦Ini yang mengantarkan para rezim militer
tersebut bertahan cukup lama hingga beberapa
dekade dalam tampuk kekuasaan dengan
membiarkan sendi-sendi negara begitu rapuh
tanpa ada sistem dan platform ideologi yang
menjadi payung semua elemen bangsa di
negara-negara tersebut.
◦Platform yang sengaja dibentuk pada era rezim
militer berkuasa adalah figur penguasa militer
sendiri, seperti figur Muammar Khadafy di
Libya, keluarga besar Al-Assad di Suriah,
Saddam Hussein di Irak, Abdullah Saleh di
Yaman, Omar Hassan al-Bashir di Sudan, dan
Zain Abidin Ben Ali di Tunisia.
◦Maka, seperti tidak ada garis pemisah antara
negara dan pemimpin militer yang berkuasa,
atau antara pemimpin militer tersebut dan
negara menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan.
◦Ini yang membuat terjadi pengkultusan luar
biasa terhadap pemimpin militer tersebut di
dunia Arab.
◦ Ketika musim semi Arab melanda Libya pada
tahun 2011 dan rezim Muhammar Khadafy
ambruk, maka negara Libya ikut runtuh pula.
Hal yang sama terjadi di Mesir, Tunisia,
Suriah, Yaman pada tahun 2011, serta di Sudan
dan Irak pada tahun 2019.
◦Pasca ambruknya rezim militer akibat musim
semi Arab tahun 2011 dan 2019, segera
mengemuka krisis negara-bangsa di banyak
negara Arab yang berandil besar sulitnya
mencari solusi atas krisis politik dan perang
saudara di banyak negara Arab saat ini.
◦Gagalnya mencari platform ideologi negara
dan sistem politik yang bisa diterima oleh
segenap elemen bangsa di sebuah negara Arab
sampai saat ini, menyebabkan berlarut-larutnya
krisis politik dan perang saudara di banyak
negara Arab saat ini.
◦Tiadanya landasan platform ideologi negara
dan sistem politik tersebut, maka yang terjadi
menonjolnya egoisme kesukuan, etnis, ideologi
kelompok dan mazhab agama di banyak negara
Arab.
◦Dampaknya kemudian membuka peluang
terjadinya perang saudara, seperti di Yaman,
Suriah, Libya, atau semi perang saudara,
seperti di Irak, atau persaingan politik tidak
sehat, seperti di Lebanon, Sudan dan Tunisia.
◦Dampaknya pula, banyak faksi politik di
negara-negara Arab lebih loyal kepada negara
lain yang seideologi, atau semazhab agama
atau seetnis dari pada kepada negaranya
sendiri, atau bekerjasama dengan elemen lain
di negara tersebut untuk membangun
bersama-sama sebuah negara yang kuat dan
modern.
◦Di Yaman misalnya, kelompok al-Houthi lebih
loyal kepada Iran yang sama-sama bermazhab
Syiah dari pada kepada negara Yaman sendiri
atau mengajak elemen masyarakat lain di
Yaman untuk bekerjasama membangun negara
Yaman yang kuat dan modern.
◦Di Irak, banyak faksi politik Syiah di negara itu
lebih loyal kepada Iran dari pada kepada
negara Irak.
◦Karena itu, para elit politik di negara-negara
Arab sudah tiba waktunya merumuskan
ideologi yang menjadi landasan negara bangsa,
seperti Pancasila di Indonesia.*
◦Disampaikan dalam Seminar dengan tema
“Pancasila Sebagai Ideologi Alternatif Dunia:
Telaah Pelaksanaan Demokrasi
Indonesia-Jerman”

yang diselenggarakan oleh German Center UPNVJ


dan Kantor Urusan Internasional (KUI) UPN Veteran
pada hari Senin, 31 Januari 2022.

Anda mungkin juga menyukai