Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DEKRIT PRESIDEN

KELOMPOK :
UCU
SELI LESTARI
IKE RAHMAWATI
EKO PATRIO
HERNI

SMPN 1 SUKAJAYA
JL. RAYA PASIRMADANG KM.09 KEC. SUKAJAYA KAB. BOGOR

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
hanya dengan rahmat, hidayah, kasih sayang dan barokah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “DEKRIT PRESIDEN” ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis
haturkan kepada junjungan kita, Rasullullah Muhammad SAW sebagai pembawa revolusioner
sejati, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya sampai hari kiamat, Amin.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari
peran dan sumbangsih pemikiran serta intervensi dari banyak pihak. Karena itu dalam
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.

2
DAFTAR ISI
cover..........................................................................................................................1
Kata pengantar..........................................................................................................2
daftar isi....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kekalutan Konstitusional.................................................................................. 5
2.2. Pemungutan Suara Kembali ke UUD 45........................................................... 5
2.3  Larangan Kegiatan Politik................................................................................. 6
2.4 Isi dekrit presiden................................................................................................7
2.5 Pelaksanaan Sistem Demokrasi Terpimpin .......................................................9
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN .......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Badan Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum tahun 1955, dipersiapkan
untuk merumuskan UUD (konstitusi) yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Pada tanggal 20
Nopember 1956, Dewan Konstituante memulai sidangnya dengan pidato pembukaan dari
Presiden Soekarno. Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anggota Dewan Konstituante
adalah untuk menyusun dan menetapkan UUD Republik Indonesia tanpa adanya pembatasan
kerja. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah dapat merumuskan UUD yang baru.
Keadaan seperti ini semakin menggoncangkan situasi politik Indonesia pada saat itu.
Bahkan, masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar
tujuan partainya tercapai.
Sementara itu, sejak akhir tahun 1956 keadaan kondisi dan situasi politik Indonesia
semakin memburuk dan kacau. Keadaan semakin memburuk karena daerah-daerah semakin
memperlihatkan gejolak dan gejala separatisme, seperti pembentukan Dewan Banteng, Dewan
Gajah, Dewan Garuda, Dewan Manguini, dan Dewan Lambung Mangkurat. Daerah-daerah
tersebut tidak lagi mengakui Pemerintahan Pusat dan bahkan mereka membentuk pemerintahan
sendiri, seperti Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat
Semesta (Permesta).
Keadaan yang semakin bertambah kacau ini dapat mengancam keutuhan Negara dan
bangsa Indonesia dari dalam negeri. Suasana semakin bertambah panas, ketegangan-ketegangan
diikuti oleh keganjilan-keganjilan sikap dari setiap partai politik dalam Konstituante. Rakyat
sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan-tindakan yang
bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang. Konstituante ternyata tidak dapat di harapkan lagi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kekalutan Konstitusional

Gagalnya Konstituante untuk melaksanakan sidang-sidangnya dalam membuat Undang-


Undang Dasar baru, menyebabkan Negara kita dilanda kekalutan konstitusional. Undang-
Undang Dasar yang menjadi dasar hokum pelaksanaan pemerintahan Negara belum berhasil
dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara1950 dengan system pemerintahan
demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk
mengatasi situasi yang tidak menentu itu, pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno
mengajukan gagasan yang disebut Konsepsi Presiden.
Konsepsi Presiden menginginkan terbentuknya "kabinet kaki empat" (yang terdiri atas
empat partai terbesar PNI, Masyumi, NU dan PKI) dan Dewan Nasional, yang terdiri atas
golongan fungsional dan berfungsi sebagai penasihat dan pemerintah. Ketua Dewan dijabat oleh
Presiden sendiri.
Konsepsi yang diajukan ini menimbulkan perdebatan. Berbagai argument pro dan kontra
muncul. Yang menolak konsepsi ini menyatakan perubahan yang mendasar dalam system
kenegaraan hanya bisa dilaksanakan oleh Konstituante. Sebaliknya, yang menerima konsepsi ini
beranggapan bahwa krisis politik hanya bisa diatasi jika konsepsi itu dilaksanakan.

2.2. Pemungutan Suara Kembali ke UUD 45

Pada tanggal 22 April 1959, di depan sidang Konstituante, Presiden Soekarno


menganjurkan untuk kembali kepada UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia.
Menanggapi pernyataan Preiden Soekarno pada tanggal 30 Mei 1959 Konstituante mengadakan
sidang pemungutan suara. Hasil pemunguta suara menunjukkan bahwa mayoritas anggota
Konstituante menginginkan kembali berlakunya UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik
Indonesia. Namun, jumlah suara tidak mencapai dua per tiga dari anggota Konstituante, seperti
yang diisyaratkan pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara diulang kembali sampai dua kali.

5
Pemungutan suara yang terakhir diadakan pada tanggal 2 Juni 1959, tetapi juga mengalami
kegagalan dan tidak dapat mencapai dua per tiga dari jumla suara yang dibutuhkan. Dengan
demikian, sejak tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (istirahat).

2.3  Larangan Kegiatan Politik

Untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh kegiatan partai-partai politik, maka
pengumuman istirahat Konstituante diikuti dengan larangan – larangan dari Penguasa Perang
Pusat untuk melakukan segala bentuk kegiatan politik.
Dalam situasi dan kondisi seperti ini, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul
kepada presiden soekarno agar mendekritkan berlakunya UUD 1945 dan membubarkan
konstituante serta kembali memberlakukan UUD 1945.

2.4  ISI DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

1.      Pembubaran konstituante


2.      Berlakunya UUD 1945
3.      Tidak berlakunya UUDS 1950
4.      Pembentukan MPRS dan DPAS

Dekrit presiden mendapat dukungan penuh dari masyarakat, sedangkan Kasat


mengeluarkan perintah harian kepada seluruh anggota TNI untuk mengamankan dekrit presiden.
Mahkamah Agung juga membenarkan dekrit itu dan DPR hasil pemilu menyatakan kesediannya
untuk terus bekerja berdasarkan UUD 1945.
Peristiwa yang mendorong keluarnya dekrit presiden adalah tidak berhasilnya Sidang
Konstituante menetapkan Undang-Undang Dasar. Penyelenggaraan Pemilu I tanggal 29
September 1955 (untuk memilih anggota DPR) dan tanggal 15 Desember 1955 (untuk memilih
anggota konstituante) tidak dapat mengatasi kondisi Negara yang labil akibat pergolakan di
daerah-daerah. Pemilu ini dilaksanakan berdasarkan Konstitusi RIS dan UUD 1945 yang
dirancang dan disusun oleh pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia waktu itu.

6
Anggota DPR yang terdiri dari puluhan wakil partai terpecah-pecah dalam berbgai
ideologi yang sukar disatukan. Sementara itu, di kalangan masyarakat, sangat kuat gerakan
dalam demontrasi dan petisi untuk menuntut diberlakukannya kembali UUD 1945. Menyikapi
keadaan, Presiden Soekarno pada tanggal 25 April 1959 menyampaikan amanat kepada
Konstituante yang isinya anjuran kepala Negara dan kepala pemerintahan untuk kembali ke
UUD 1945.
Sidang Konstituante yang menyikapi amanat presiden tersebut menyepakati untuk
melaksanakan pemungutan suara untuk menetapkan UUU1945 menjadi UU Republik Indonesia.
Sidang yang dilaksanakan 30 Mei 1959, mayoritas menghendaki kembali kepada UUD 1945.
Namun, jumlah suara ini tidak memenuhi ketentuan dua pertiga dari jumlah suara yang masuk
sebagaimana ketentuan UUDS 1950. Sidang selanjutnya tanggal 1 dan 2 Juni 1959 juga gagal
mencapai dua pertiga.
Dalam keadaan yang demikian, Penguasa Perang Pusat melarang kegiatan politik.
Larangan ini tertuang dalam peraturan Nomor PRT/PEPERLU/040/1959, tanggal 3 Juni 1959.
Dampak dari larangan ini, Konstituante menjadi reses. Dalam keadaaan yang masih tak menentu,
beberapa fraksi menyatakan tidak akan menghadiri siding selanjutnya.
Situasi keamanan Negara dalam kondisi gawat, pemberontakan-pemberontakan daerah
terus terjadi. Dengan tujuan untuk menciptakan ketatanegaraan, menjaga persatuan dan
keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa, serta keberlangsungan pembangunan semesta menuju
mnasyarakat adil dan makmur,

PRESIDEN SOEKARNO MENGELUARKAN DEKRIT.

Dekrit
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN


PERANG
Dengan ini menyatakan dengan khidmat :
Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar
1945 yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal

7
22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang Dasar Sementara;
Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-
Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri siding. Konstituante tidak mungkin lagi
menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya;
Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan keadaan ketatanegaraan yang
membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi
pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil makmur;
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan
kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara
Proklamasi;
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai
Undang-Undang Dasar 1945 dan adlah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi
tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,


KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN
PERANG

Menetapkan pembubaran Konstituante.


Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagfi bagi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak
berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-
anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-
golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan
dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 1959

8
Atas nama Rakyat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
SOEKARNO

Dengan keluarnya dekrit presiden ini, pada tanggal 10 Juli 1959, Kabinet Djuanda
dibubarkan. Selanjutnya, dibentuk kabinet baru yang perdana menterinya adalah presiden.
Kabinet ini mempunyai tiga tugas pokok yaitu program sandang, pangan, keamanan dan
penyelesaian Irian Barat.

2.5 Pelaksanaan Sistem Demokrasi Terpimpin

Dekrit presiden merupakan tindakan presiden yang memenuhi harapan rakyat, namun
dalam kenyataannya tidak dilakukan secara murni dan konsekuen. Serta hanya menjadi slogan-
slogan belaka.

2.5.1 Kedudukan presiden


Berdasarkan UUD 1945 kedudukan presiden berada dibawah MPR, akan tetapi
kenyataan MPRS tunduk pada presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh
MPRS. Hal ini terlihat jelas dari tindakan presiden dalam pengangkatan ketua MPRS (dirangkap
oleh wakil PM III) dan pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dari pimpinan partai-partai
besar serta wakil ABRI yang kedudukannya sebagai menteri dan tidak memimpin departemen.

2.5.2 Pembentukan MPRS


Pembentukan MPRS dilakukan oleh Presiden Soekarno berdasarkan penetapan presidan
no 2 tahun 1959. tindakan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno itu bertentangan dengan UUD
1945, karena di dalamnya telah ditetapkan bahwa pengangkatan anggota MPR sebagai lembaga
tertinggi Negara harus melalui pemilu, sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat lah yang
memiliki anggota yang duduk di MPR. Selain itu penyimpangan yang dilakukan presiden antara
lain:
  Presiden mengeluarkan ketentuan perundang-undangan yang tidak ada dalam UUD 1945
misalnya, penetapan presiden.

9
  Presiden soekarno diangkat oleh MPRS sebagai presiden seumur hidup, padahal ketentuan uud
1945 menyebutkan bahwa masa jabatan presiden adalah 5 tahun dan sesudahnya dapat dip[ilih
kembali.

2.5.3 Manifesto politik republik indonesia


Bentuk pelaksanaan lainnya dalam rangka system Demokrasi Terpimpin adalah Pidato
Presiden 17 Agustus 1959 yang berjudul " Penemuan Kembali Revolusi Kita". Pidato itu dikenal
sebagai "Manifesto Politik Republik Indonesia", yang kemudian ditetapkan sebagai garis-garis
besar haluan Negara atas usulan DPA yang bersidang pada tanggal 23-25 September 1945. inti
manipol adalah USDEK (UUD 1945, sosialisasi Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin dan kepribadian Indonesia).

2.5.4 Pembubaran anggota DPR


Angoota DPR hasil Pemilu I yang mencoba untuk melaksanaakn fungsinya dengan
menolak RAPBN yang diajukan oleh Presiden dibubarkan, dan diganti dengan DPR-GR (Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong). DPR-GR yang diduduki oleh beberapa partai besar seperti
PNI,NU, danPKI. Ketiga partai ini dianggap telah mewakili seluruh golongan seperti Nasionalis,
Agama dan Komunis yang sesuai konsep NASAKOM. Dalam Pidato Presiden Soekarno pada
upacara pelantikan DPR-GR pada tanggal 25 Juni 1960 disebutkan tugas DPR-GR sbb:
  Melaksanakan Manipol
  Merealisasikan amanat penderitaan rakyat
  Melaksanakan Demokrasi Terpimpin

Selanjutnya dalam menegakkan Demokrasi terpimpin presiden soekarno mendirikan


lembaga Negara lainnya seperti, front nasional yang dibentuk melalui penetapan presiden no 13
tahun1959.

2.5.5 Pembentukan front nasional

Front nasional adalah suatu organisai massa yang memeperjuangkan cita-cita proklamasi
dan cita-cita yang terkandung dalam uud 1945 diketuai oleh presiden soekarno.selain itu

10
presiden membentuk musyawarah pembantu pimpinan revolusi ( MPPR) yang merupakan badan
pembantu pemimpin besar revolusi dalam mengambil kebijakan khusus dan darurat untuk
menyelesaikan revolusi. Kekuatan politik yang menonjol yaitu presiden soekarno, pki dan tni-ad.
Pki sangat lihai mendekati presiden mereka juga berusaha menempatkan dirinya sebagai
golongan yang menerima pancasila sebagai dasar Negara ri. Hal ini merupakan strategi pki untuk
mengambil alih kekuaaan di Indonesia. Sikap pki yang loyal menyebabkan presiden mendukung
pki misalnya, presiden mengangkat wakil pki untuk duduk dalam dpr-gr yang dibentuk oleh
presiden. NASAKOM (Nasionalis Komunis dan Agama) yang merupakan ajaran presiden sangat
menguntungkan pki karena ajaran ini dianggap sebagai unsur yang sah dan memeperoleh
kesempatan yang sama dengan pihak lain untuk duduk dalam pemerintahan dan percaturan
politik di Indonesia.

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dengan demikian dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959, pukul 17.00 Ir. Sukarno selaku
Presiden Republik Indonesia/Panglima tinggi Angkatan Perang mengeluarkan Dekrit, yang
menyatakan, bahwa terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit itu UUD 1945 berlaku lagi
bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan tidak lagi UUDS.

12
DAFTAR PUSTAKA

Drs.C.S.T. Kansil, S.H. 1993, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Harjono, Anwar, S.H. 1997, Perjalanan Politik Bangsa, Jakarta: Gema Insani Press.
Haryanto, Setio, S.Pd., Drs.Purnomo dkk. 2006, LKS Pendidikan Kewarganegaraan, Surakarta:
CV Teguh Karya.
Anshari, Endang Saifuddin, MA .1997.Piagam Jakarta ,Jakarta :Gema Insani Press.
Huda, Ni’matul,S.H., M.Hum., Hukum Tata Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005.

13

Anda mungkin juga menyukai