Anda di halaman 1dari 102

PENGANTAR DASAR MENULIS LINGKUP PERGURUAN TINGGI

MATA KULIAH
BAHASA INDONESIA KEILMUAN

BERBASIS KARYA TULIS ILMIAH

Anhar, S.Pd., M.Pd.

DIGUNAKAN DALAM LINGKUP


KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI
STIE BALIKPAPAN
2022
PADOMAN UMUM
MATA KULIAH

BAHASA INDONESIA KEILMUAN

PRESENTASI MANDIRI

LATIHAN

DISKUSI KELOMPOK

TUGAS AKHIR

Untuk Mahasiswaku

Jika diammu adalah emas, maka suaramu adalah nilainya. Lantas apa gunanya emas tanpa ada
nilainya?
(Anhar, Balikpapan 2022)
PROLOG

Membaca buku untuk pertama kalinya seperti berkenalan dengan seorang


teman baru, membacanya untuk kedua kali seperti bertemu dengan teman lama, lewat
membaca kita dapat memahami orang lain sebagai kebijaksanaan, memahami diri
sendiri sebagai pencerahan, mendeterminasikan pengetahuan sebagai ilmu. Begitulah
dinamika keilmuan yang terbenak ketika penulis membaca beberapa tugas mahasiswa
beberapa hari ini. Dinamika kehidupan untuk memahami dan dipahami seperti dua
mata pisau atau sebuah koin yang memiliki perbedaan antara satu sisi dengan sisi yang
lain, dalam kehidupan akademik dapat dikonkretisasikan dalam bentuk perilaku
akademis yang sarat dengan keilmiahan, khususnya dalam proses penambahan
referensi pengetahuan dan atau referensi perilaku akademik itu sendiri.

Ada berbagai cara untuk memanifestasikan hal tersebut, bergantung selera dan
tingkat pemahaman keilmuan yang dicapai masing-masing individu. Penulis secara
pribadi masih dalam level retrieved information. Hasil bacaan yang dijumlahkan
dengan hasil bacaan yang lain, tentu saja tidak sama dengan menjumlahkan dengan
teori matematika atau teori semisalnya yang pasti 1+1=2. Penjumlahan jumlah bacaan
itu kemudian akan di konkretisasi dalam bentuk pembentukan pembaruan informasi
menjadi generation ideas progress. Dengan kata lain, pembaruan ilmu pengetahuan
yang dilandasi dengan adopsi-adopsi yang menjadikan induk baru dari pemahaman
individual, determinasi bagi mereka yang sudah sering menjumlahkan pengetahuan
dan bacaan yang secara tidak langsung mengantar mereka ke tingkat tertinggi yaitu in
depth trem memories, penulis lebih suka menyebut ini sebagai level di atas guru besar
atau profesor yang mampu mensintesiskan banyak keilmuan.

Selain itu, setelah melihat konstruksi berpikir dan progresifitas keilmuan


mahasiswa yang cukup signitif dalam berbagai aspek (khusus mata kuliah Bahasa
Indonesia yang penulis ampuh saat ini), sehingga memotivasi penulis untuk
mendekonstruksikan pola dan proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) menjadi
active inquiry discovery learning yang merupakan pengembangan konsep belajar yang

i
menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Hemat penulis, ini perlu
dimanifestasikan, mengingat mata kuliah bahasa Indonesia merupakan mata kuliah
wajib, konseptual, dan progresif. Pada dasarnya, mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai
aktualisasi dan ekspresi diri dalam komunikasi berbahasa baik lisan maupun tulisan.

Secara umum pembelajaran Bahasa Indonesia diajarkan sebagai upaya


menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif yang dimaksud
adalah mampu mempertahankan bahasa Indonesia dan menanamkan sikap setia
(language loyalty),memiliki sikap bangga (language pride) terhadap bahasa Indonesia
yang merupakan lambang identitas bangsa dan memiliki kesadaran terhadap norma
bahasa (awareness of the norm) dengan menggunakan bahasa secara cermat dan santun
sesuai dengan kaidah dan situasi.

Implementasi pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi sebagai Mata


Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) secara khusus bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan penggunaan bahasa Indonesia dengan benar, baik bahasa
lisan maupun tulis. Dengan mempelajari bahasa Indonesia diharapkan mahasiswa
memiliki keterampilan dalam menulis akademik dengan memperhatikan kaidah tata
bahasa yang normatif, penggunaan kalimat yang efektif dan penggunaan ejaan yang
berlaku. Selain itu, mahasiswa diharapkan terampil dalam berbahasa lisan dan mampu
menempatkan penggunaan bahasa lisan sesuai dengan fungsi,situasi, tujuan dan koteks
yang tepat. Modul mata kuliah yang Bahasa Indonesia berbasis karya tulis ilmiah
dengan orientasi dan pendekatan pada sistematika penulisan (dari aspek substansi dan
konten isi berada pada wilayah otoritas dosen pembimbing, prodi, dan penguji
nantinya) penulis sengaja hadirkan untuk mengisi materi pada mata kuliah bahasa
Indonesia pasca ujian tengah semester yang difokuskan pada menulis teks akademik.

Berdasarkan hal tersebut, modul ini ini menjabarkan tentang konsep-konsep


dasar bahasa Indonesia yang berimplikasi pada keterampilan menulis khususnya
menulis karya ilmiah seperti makalah, artikel, resensi buku dan laporan penelitian
dengan cakupan materi yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum perguruan tinggi,

ii
yakni kurikulum 2018 (yang masih digunakan dalam lingkup STIE Balikpapan) dan
disesuaikan dengan tuntutan kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka.

iii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai Mata Kuliah Pengembang Kepribadian (MPK)
sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional Nomor 323/U/2000) di perguruan tinggi, termasuk Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Balikpapan (STIEPAN) berorientasikan untuk, (1)
meningkatkan kemahiran berbahasa Indonesia pada mahasiswa, sehingga mahasiswa
mahir dalam menulis karya ilmiah untuk keperluan akademik dan pengembangan
keilmuan intelektual; (2) membekali mahasiswa untuk aktif mengembangkan diri
menjadi pribadi yang kreatif dalam bidang kepenulisan, baik karya ilmiah, ilmiah
populer, maupun dunia bisnis; (3) dengan pemahaman yang komprehensif pada Bahasa
Indonesia, maka mahasiswa diharapkan menjadi semakin mantap memiliki kepribadian
yang bertanggung jawab pada bangsa, dan negara Indonesia.

Atas dasar beberapa ketentuan yang tersebut di atas, maka dalam modul ini ada
beberapa cara yang dapat dimanfaatkan agar dapat dipelajari secara efektif, mandiri,
dan signifikan. Antara lain adalah sebagai berikut:

1. bacalah setiap petunjuk yang terdapat dalam modul ini dengan baik, agar tidak
terjadi kesalahan persepsi terhadap isi modul;
2. bacalah isi setiap materi modul dengan seksama;
3. pahamilah isi setiap materi pokok dengan baik;
4. menambah dan atau mengembangkan isi materi yang ada dalam modul ini
dengan literatur dan atau referensi yang terdapat pada buku, jurnal, makalah,
dan lain-lain;
5. membuat persiapan presentasi secara kolektif berdasarkan materi yang telah
dibagikan;
6. materi akan didiskusikan secara tentatif dan berkala;
7. gaya penulisan yang digunakan dalam modul ini adalah American
Psychological Association

iv
DAFTAR ISI

Halaman

PROLOG i
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL iv
DAFTAR ISI v
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Dimensi Bahasa Indonesia Lingkup Perguruan Tinggi 1
B. Kedudukan Bahasa Indonesia 4
C. Ruang Lingkup Penggunaan 7
BAB II. BENTUK-BENTUK KEBAHASAAN BERDASARKAN KONTEKS
DAN NOTASI ILMIAH 12
A. Ragam Bahasa 12
B. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Penutur 13
C. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Pemakaian 15
D. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Segi Keformalan 15
E. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Segi Sarana 17
F. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar 18
BAB III. MEMBANGUN INTELEGENSI MAHASISWA MELALUI BAHASA 19
A. Peranan Intelegensi dalam Belajar Bahasa 19
B. Peranan Variabel Afektif dalam Proses Belajar Bahasa 22
C. Pengajaran Bahasa Sebagai Wawasan Kebangsaan 25
BAB IV. ASPEK BAHASA KARYA TULIS ILMIAH 28
A. Aspek Bahasa Karya Ilmiah 28
B. PUEBI 29
C. Diksi Dalam Karya Tulis Ilmiah 30
D. Formulasi Bahasa Karya Ilmiah 36
BAB V. TINJAUAN PUSTAKA 40
A. Pengertian Karya Ilmiah 40
B. Fungsi Karya Ilmiah 42

v
C. Karya Ilmiah dan Pengembangan Profesi 44
D. Hakikat Karya Tulis Ilmiah 49
E. Karakteristik Karya Tulis Ilmiah 51
F. Jenis-Jenis Karya Ilmiah 52
BAB VI. KERANGKA KARYA TULIS ILMIAH 56
A. Kerangka Karya Tulis Laporan Penelitian 56
B. Struktur Kerangka Karya Tulis Makalah 59
C. Struktur Kerangka Karya Tulis Artikel 62
D. Struktur Kerangka Resensi Buku 66
BAB VII. MENYUSUSN KARYA TULIS ILMIAH 69
A. Menemukan Masalah 69
B. Menentukan Topik/ Tema Karya Ilmiah 70
C. Membuat Kerangka Tulisan 71
BAB VIII. PENGUTIPAN ORISINALITAS DAN PLAGIARISME 73
A. Pengertian Pengutipan 73
B. Jenis Kutipan 74
C. Penulisan Daftar Rujukan atau Referensi 79
D. Etika Pengutipan 84
E. Sanksi Tindak Plagiasi 90
DAFTAR PUSTAKA 93

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Dimensi Bahasa Indonesia Lingkup Perguruan Tinggi

Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran menjadi pilar utama. Karena


tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari proses
pembelajaran tersebut. Berbagai mata kuliah diajarkan di perkuliahan, salah satunya
adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas
Bangsa Indonesia.Karena itu mata kuliah Bahasa Indonesia memiliki posisi yang
penting dalam perkuliahan. Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam kehidupan bangsa dan negara, Indonesia. Pentingnya peranan bahasa
itu bersumber pada kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai
bahasa resmi Negara. Hal ini mempunyai fungsi sebagai alat untuk menjalankan
administrasi Negara, sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda- beda
latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan media untuk
mengkomunikasikan kebudayaan nasional.

Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di perkuliahan tentunya bukan


hanya mahasiswa lulus dalam ujian, melainkan mereka harus mampu berkomunikasi
dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka dibimbing
dalam keterampilan berbahasa agar mampu memahami bahasa yang dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman, agar mampu berkomunikasi dengan baik dan
benar.

Pentingkah Mata Kuliah Bahasa Indonesia harus diajarkan di perguruan tinggi?


Jawabannya iya, kenapa? Pertama, karena kita sendiri tinggal di Indonesia dan sebagai
warga negara Indonesia alangkah tidak pantasnya jika kita tidak mempelajari bahasa
dari negara kita sendiri. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional negara Indonesia
yang merupakan bahasa pemersatu. Bahasa Indonesia sudah diajarkan sejak tingkat
SD, SMP, dan SMA. Oleh karena itu sebaiknya setelah jenjang SMA bahasa Indonesia
sudah dikuasai atau setidaknya mempunyai pengetahuan yang memadai tentang

1
Bahasa Indonesia. Namun faktanya, masih sedikit mahasiswa yang memiliki
kemampuan berbahasa Indonesia secara maksimal.

Selain itu bahasa Indonesia itu penting untuk dipelajari diperguruan tinggi,
dikarenakan di universitas setiap mahasiswa berasal dari berbagai daerah di
Indonesia. Kemudian, bahasa Indonesia sebagai panduan untuk penyusunan dan
penggunaan tata bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi ilmiah (skripsi, tesis,
disertasi, dll), selain itu mempelajari bahasa Indonesia bagi mahasiswa di universitas
sama halnya seperti mempelajari mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA, namun
pembahasan di universitas lebih spesifik dan mendalam, dan sebagian besar mahasiswa
masih tetap ingin mempelajari bahasa Indonesia dikarenakan agar mereka mampu
bertata bahasa dengan baik dan benar. Alasan inilah yang membuat Dirjen depdiknas
RI memutuskan memasukan Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata kuliah yang
wajib diajarkan di seluruh perguruan tinggi dan seluruh jurusan.

Tujuannya untuk mengasah kemampuan berbahasa dan mengembangkan


kepribadian para mahasiswa. Sudah menjadi suatu kewajiban bagi kita selaku Warga
Negara Indonesia (WNI) untuk menguasai dan menerapkan bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari–hari dengan baik dan benar, sehingga bahasa Indonesia dapat
terjaga keasliannya.

Dalam perguruan tinggi, kita akan sering membuat karya ilmiah. Bukan hanya
karya ilmiah yang akan kita buat melainkan laporan praktikum, skripsi, thesis dan
karya tulis lainnya.Di perguruan tinggi, kita akan mempelajari Bahasa Indonesia
dimana kita dituntut untuk mempertahankan Bahasa Indonesia. Ini dilakukan supaya
tidak luntur oleh kalangan banyak pemuda dan pengaruh budaya asing yang
cenderung mempengaruhi pikiran generasi muda. Di dalam mata kuliah Bahasa
Indonesia, kita pasti mempelajari dan memahami arti pentingnya tata bahasa dan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dalam pembuatan karya ilmiah dan
sejenisnya. Setelah kita bisa memahami PUEBI (dulu dikenal dengan EYD) dengan
baik dan benar, kita akan bisa mengetahui konsep penggunaan Bahasa Indonesia dalam

2
kehidupan sehari-hari dimanapun kita berada. Sebagai seorang mahasiswa, selayaknya
kita menambah kosakata yang sesuai dengan keilmuan yang kita tekuni di perguruan
tinggi. Kita harus bisa menggunakan diksi-diksi yang baik dan kalimat-kalimat yang
efektif sesuai jenjang pendidikan, bukan seperti anak SMA dan SMP lagi.

Dalam suatu karya ilmiah, penggunaan bahasa memiliki arti yang sangat
penting. Bahasa adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun
tertulis. Untuk penggunaan bahasa dalam suatu karya ilmiah berarti menitikberatkan
suatu bahasa sebagai alat komunikasi berupa tulisan. Karena itu, penggunaan bahasa
dalam karya ilmiah sangatlah penting. Pengertian dari karya ilmiah sendiri adalah
laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian
yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan
etika keilmuan. Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian,
makalah seminar atau simposium , artikel jurnal, yang pada dasarnya kesemuanya itu
merupakan produk dari kegiatan ilmuwan.

Nah, untuk di tingkatan perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa


dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah, seperti makalah, laporan praktikum, dan
skripsi (tugas akhir). Yang disebut terakhir umumnya merupakan laporan penelitian
berskala kecil tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu makalah yang
ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah
mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis pakar-
pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum
ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan
menyusun laporan penelitian.Selain itu karena alasan di atas, terdapat beberapa hal lain
yang membuat bahasa indonesia harus dijadikan mata kuliah di perguruan tinggi.

Dengan demikian, sangat penting untuk mengadakan mata kuliah Bahasa


Indonesia di setiap perguruan tinggi selain karena bahasa indonesia merupakan
bahasa negara kita sendiri dan sebagai bahasa pemersatu dengan cara ini juga

3
kita secara tidak langsung telah melestarikan bahasa kita. siapa lagi yang akan
melestarikan bahasa Indonesia ini kalau bukan kita sebagai warga negara itu sendiri.

B. Kedudukan Bahasa Indonesia

Indonesia didiami oleh berbagai suku bangsa dengan aneka ragam bahasa dan
budaya. Secara etnis ia beraneka ada 30 kelompok bahasa yang pokok dan 400 dialek
setempat. Motto Bhineka tunggal ika melambangkan tekad bangsa Indonesia untuk
menarik keuntungan dari keanekaragaman tersebut tapi di pihak lain dapat membawa
malapetaka bila keanekaragaman tersebut tidak ditangani secara bijaksana.
Pertimbangan politik yang pokok yang bertalian dengan pendidikan dan kebudayaan
adalah bahasa nasional .pengaruh bahasa Indonesia sesudah merdeka sebagai bahasa
resmi pemerintahan dan bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan.bahasa
Indonesia dengan cepat berkembang sebagai lingua france yang efektif di banyak
daerah di mana sebelum 1945 ia tidak di pakai.
Maka sistem pendidikan telah menjadi lembaga yang paling berpengaruh dalam
mempersatukan kebudayaan-kebudayaan lokal tradisional ke dalam suatu kebudayaan
Indonesia modern yang sedang tumbuh sekarang ini. Sesuai dengan tuntutan yang
berada di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV,pasal 36. Di Dalam kebudayaan
sebagai bahasa Negara, bahasa berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2)
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,(3) alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintah (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan,dan
teknologi. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,bahasa indonesia berfungsi
sebagai (1) lambang kebanggaan kebangsaan (2) lambang identitas nasional (3) alat
yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya (4) alat perhubungan antardaerah dan antar budaya.Secara teoritis pembagian
pemakaian bahasa seperti yang diutarakan di atas dapat diterima, namun bila diteliti
dengan cermat lagi maka terbukti bahwa pilihan bahasa yang dipakai dalam percakapan
suku-suku bangsa Indonesia yang multi bahasa itu jauh lebih rumit.

4
Wojowasito (1975) menemukan kasus yang lebih baik pelit dalam percakapan
antar suku yang memakai bahasa jawa fungsi bahasa Indonesia adalah: (1) sebagai
hubungan yang bersifat resmi hubugan di sekolah, dalam pertemuan dan rapat (2)
sebagai media dalam hubungan tidak resmi seperti hubungan antara teman dan
anggota keluarga. Masalah bahasa tidak luput dari masalah sosial, ekonomi, dan
politik sama halnya dengan perencanaan pendidikan yang selalu mengaitkan diri
dengan masalah ekonomi, politik, dan sosial berbagai analisis ekonomi tentang
pendidikan itu telah membuat semakin banyak ahli ekonomi mengakui pentingnya
peranan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Sehubungan dengan uraian di atas maka berikut ini akan dicoba diketengahkan
mengenai perencanaan bahasa agar perencanaan pendidikan bahasa di Indonesia dapat
lebih dipahami secara komprehensif.
1. Perencanaan Bahasa
Apa sesungguhnya perencanaan bahasa itu? Perencanan bahasa (language
planning) perencanan bahasa merupakan usaha untuk menuntun perkembangan
bahasa ke arah perkembangan bahasa yang diinginkan oleh oleh para perencana
jangkauan perencanaan bahasa selama kira-kira tiga puluh tahun terakhir ini cukup
bervariasi, baik dari sudut pandang luasnya bidang garapan, maupun dari segi pelaku
yang turut mengambil bagian di dalamnya maka tujuan perencanaan bahasa terbatas
pada rekomendasi yang aktif untuk mengatasi masalah penggunaan bahasa dengan
cara yang paling baik perencanan bahasa seperti berikut.’’The menthodical activity
of regulating and improving existing languages or creating new common regional,
national or international languages”. Perencanaan status bahasa menyangkut
penentuan kedudukan suatu bahasa dan realisasinya dengan bahasa yang lain.
Perencanaan korpus bahasa meliputi perubahan ejaan dan pembentukan tata istilah.
Alokasi bahasa adalah wewenang penguasa (pemerintah) untuk
mempertahankan penggunaan bahasa dalam situs tertentu, yakni membatasinya
maupun meluaskannya. Perencanaan bahasa di dalam uraian ini menampilkan
perhatian para sarjana terhadap sandi atau kode bahasa yang harus diubah dan produk

5
pengubahannya. Di samping itu, perencanan bahasa dapat juga dipandang dari sudut
proses mengubahnya.
Menyangkut fungsi bahasa yakni keanekaragaman penggunaan bahasa yang
diperuntukkan bagi bentuk bahasa yang direncanakan maka tindakan yang pertama
dilakukan ialah pemekaran fungsi-fungsi sehingga bahasa itu dapat dipakai seperti
dalam bidang ilmiah, fisik, dan dalam kehidupan kerohanian. Perencanaan bahasa
sebagai suatu proses politik dan administratif yang merupakan rangkaian pengambilan
putusan pada tingkat nasional tentang pemecahan masalah kebebasan dalam
masyarakat. Perencanaan bahasa menyangkut lebih jauh daripada linguistik deskriptif
karena didalamnya tersimpul rencana mengarahkan perkembangan bahasa ke jurusan
yang dipilih oleh para perencana Artinya, usaha itu tidak saja meramalkan bahasa
yang terjadi pada masa depan, tetapi usaha itu bahkan berniat mempengaruhi
perubahan.

2. Pengembangan Bahasa dan Pembangunan Nasional

Pembangunan bahasa di sini merujuk ke masa kini dan masa depan. Oleh
Moeliono (1981 : 158- 181 ), hipotesis ferguson dan diikhtisarkan sebagai berikut : (1)
proses pembangunan masyarakat penggunaan bahasa pembangunan seperti di bidang
pemerintah, pendidikan, dan dunia usaha; (2) proses pembangunan cenderung
menciptakan jaringan komunikasi berdasarkan satu bahasa demi penginderaan
ketegangan sosial yang dapat menghambat proses itu; (3) bahasa yang dominan di
pusat pembangunan cenderung menjadi bahasa resmi yang dominan untuk komunikasi
pada taraf nasional (4) proses pembangunan menjurus ke arah pemekaran fungsional
bahasa yang menghasilkan perluasan kosakata teknis dan berjenis-jenis ragam wacana;
(5) pembangunan yang dipertalikan dengan identitas keetnisan cenderung
meningkatkan status bahasa kelompok etnis itu; Maka pengembangan bahasa
mempunyai 3 dimensi yang berhubungan dengan tolok ukur pembangunan nasional
yang sifatnya non bahasa , misalnya tata keberaksaraan penduduk, pembangunan
dibidang politik,ekonomi, dan sosial.

6
3. Variasi Bahasa Indonesia

Secara umum variasi suatu bahasa dapat dilihat dalam 3 dimensi yakni dimensi
regional, dimensi sosial dan dimensi temporal. Istilah variasi bermula dari suatu
penyimpanan geografis yang dikenal sebagai dialek. Variasi dapat
dipandang sebagai pada suatu waktu dan sebagai variasi sosial pada waktu yang lain.
Bahasa dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan manifestasinya seperti musik
sebagai fenomena umum dan lalu membedakan ‘variasi musik’. Ragam (variasi)
regional dimaksud di sini tidak timbul dalam bahasa Indonesia adalah disebabkan oleh
dua hal : (1) adanya bahasa-bahasa daerah dan (2) rasa kesatuan bahasa yang
berkembang terutama sejak sumpah pemuda 28 OKtober 1982. Dalam taraf
pertumbuhan bahasa Indonesia yang homogini masih sangat sulit karena hampir setiap
lapisan masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh bahasa daerah atau variasi regional
tertentu.

C. Ruang Lingkup Penggunaan

Setiap kali kita merenung tentang bahasa nasional, bahasa resmi negara, bahasa
Indonesia, perasaan pertama yang muncul dalam lubuk hati kita adalah rasa syukur
terhadap nikmat Ilahi, yang dikaruniakan kepada bangsa Indonesia. Di dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bangsa Indonesia memiliki nilai politik yang
sangat penting karena telah menjadi lambang kebulatan semangat kebangsaan
Indonesia, alat penyatuan berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
kebahasaan, kebudayaan, dan kesukuannya ke dalam satu masyarakat nasional
Indonesia, dan alat perhubungan antarsuku, antardaerah, serta budaya.

Kita bangsa Indonesia tidak bernasib malang seperti yang dialami oleh Filipina,
India dan beberapa negara di dunia yang terpaksa mengambil bahasa bekas tuannya,
sebagai bahasa resminya sehingga bangsa-bangsa tersebut mengalami krisis kejati
dirian nasionalnya. Alhamdulillah, dalam perjalanan perjuangan bangsa Indonesia
menuju cita-cita luhurnya memang sangatlah sulit dicari tolok bandingan tonggak
sejarah yang mempunyai kehebatan Sumpah Pemuda tanggal 28 OKtober 1928, yang

7
di dalam salah satu sumpah itu berbunyi ‘kami, putra-putri Indonesia, menjunjung
bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Dewasa ini, menjelang akhir abad kedua puluh, menyongsong abad kedua
puluh satu, ketika sedang terlibat dalam perubahan yang sangat mendasar,
menyeluruh dan cepat mendasar, karena perubahan itu menyentuh seluruh aspek
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah Subhana wataala, dalam
hubungannya dengan sesama manusia, dan dalam hubungannya dengan alam semesta.
Karena perubahan tersebut berlangsung dalam tempo yang sangat tinggi. Perubahan
tersebut sebagian didorong oleh upaya manusia sebagai hasil sumber daya manusia di
dalam sejarah peredaran, yang secara kuantitatif dan kualitatif telah sedang, dan akan
mengubah wajah dunia. Era informasi dan teknologi canggih ini kian mempercepat
pergaulan tingkat global. Komunikasi dan transportasi telah menghilangkan batas-
batas budaya setiap bangsa.

Dalam dimensi ini kita ditantang oleh realisasi bahwa dalam meraih
keunggulan dalam era globalisasi, sumber daya manusia yang prima merupakan
prasyarat. Masalahnya adalah bagaimana kita membentuk dan mengembangkan
manusia abad kedua puluh satu yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang
prima? Jawaban strategis ini perlu diejawantahkan dalam berbagai upaya termasuk
pemodernan dan pencendikiaan bahasa Indonesia dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi menyongsong era globalisasi, dari sini kita melihat bahwa
tugas ilmuwan dan pendidik di Indonesia dalam era globalisasi sangatlah berat. Mereka
tidak saja harus mengalihkan teknologi mutakhir ke Indonesia serta mengembangkan
ilmu pengetahuan yang mendasarinya juga mereka dibebani tugas membina dan
mengembangkan peristiwa bahasa Indonesia.

1. Korelasi Pengembangan Bahasa dan Pembangunan Nasional

Bahasa merupakan pengungkapan dan pencerminan kehidupan sehingga taraf


pengembangan bahasa sejalan dengan taraf pengembangan dalam berbagai kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hubungan timbal-balik pengembangan bahasa dan

8
pengembangan sangatlah erat satu dengan yang lain. Ferguson dan Dil (1979) (dalam
Moeliono, 1981: 158-161) mengemukakan 14 hipotesis tentang hubungan dan
pengembangan bahasa. Berikut ini akan dilihat hubungan hipotesis tersebut dengan
keadaan kebahasaan di Indonesia.
a. Proses pengembangan mensyaratkan penggunaan bahasa pembangunan seperti di
bidang pemerintahan, pendidikan, dan dunia usaha.
b. Proses pembangunan cenderung pada pengetahuan satu bahasa pembangunan di
dalam Negara.
c. Proses pembangunan cenderung menciptakan jaringan komunikasi berdasarkan
satu bahasa demi penghindaran ketegangan sosial.
d. Proses pembangunan menjurus ke pembakuan bahasa pembangunan dan bahasa
yang secara resmi digunakan untuk komunikasi pada tingkat nasional.
e. Bahasa yang menjadi sarana utama bagi penemuan cara baru di bidang teknik akan
menjadi bahasa pembangunan yang dominan.
f. Ragam bahasa teknik paling banyak mengalami perluasan kosakata. Jika terdapat
dua pusat pembangunan yang berbeda beda, yang menggunakan bahasa yang
sama, maka tidak dapat dihindari munculnya kosakata teknis yang berbeda pula.
g. Bahasa yang dominan di pusat pembangunan cenderung menjadi bahasa
resmi yang dominan untuk komunikasi pada taraf nasional.
h. Ragam bahasa yang dominan di pusat pembangunan memiliki kecondongan untuk
menjadi patokan bagi bangsa lain di Negara itu.
i. Proses pembangunan menjurus ke arah pemekaran fungsional bahasa, yang
menghasilkan perluasan kosakata teknis dan berjenis-jenis ragam bahasa.
j. Proses pembangunan cenderung meningkatkan pemakaian bahasa klasik, yang
dirasakan menjadi penanda identitas keetnisan atau kepribadian nasional yang
kuat.

Hipotesis yang digunakan oleh Ferguson dan Dil perlu diperhatikan di dalam
memodernakan bahasa Indonesia karena kita bangsa Indonesia sedang giat-giatnya

9
melaksanakan pembangunan di segala bidang termasuk pembangunan bahasa
Indonesia.

2. Pemodernan Bahasa Indonesia dan Pengembangan Ilmu


pengetahuan dan Teknologi

Kalau kita ingin berbicara tentang pemodernan bahasa Indonesia dan


pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kita akan berbicara tentang
fungsi-fungsi bahasa, yakni (1) fungsi instrumental. Fungsi instrumental melayani
pengelolaan lingkungan, menyebabkan beberapa peristiwa terjadi; (2) fungsi
pengaturan atau regulasi. Fungsi regulasi mengendalikan peristiwa, tingkah laku,
hukum, dan kaidah; (3) fungsi representasional. Fungsi repsentasional membuat
pertanyaan, meliputi kejadian dan peristiwa, memberi pengetahuan, menjelaskan dan
melaporkan; (4) fungsi interaksional. Fungsi interaksional memantapkan ketahanan
dan memelihara komunikasi sosial; (5) fungsi personal. Fungsi personal
memungkinkan seseorang mengemukakan perasaan dan kepribadian; (6) fungsi
heuristik. Fungsi heuristik digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan belajar
tentang lingkungan; dan (7) fungsi imajinatif. Fungsi imaginative digunakan
berimajinasi dan mengembangkan gagasan seperti dalam bahasa sastra.

Dilihat dari fungsi-fungsi bahasa tersebut maka agaknya bahasa Indonesia yang
diangkat dari bahasa melayu belum sepenuhnya mampu memenuhi fungsi-fungsinya
terutama fungsi representasional dan fungsi heuristik yang digunakan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti diketahui bahasa keilmuan
ini menghendaki bentuk pengkajian yang padat, singkat tetapi lugas dan tidak
bermakna ganda karena memakai seperangkat peristilahan yamg tepat dan baku.

Bahasa Indonesia perlu dimutakhirkan sehingga mampu dipakai sebagai sarana


komunikasi dalam segala bidang kehidupan modern, yang ditandai oleh kepesatan ilmu
dan teknologi. Dengan pencedekiawan dan pemodernan bahasa Indonesia ini, maka ia
di pacu manjadi warga dunia, yang memungkinkan dilakukannya penerjemahan
timbal-balik antara bahasa Indonesia dan bahasa dunia lainnya. Dalam tiga dasawarsa

10
terakhir ini terutama sejak diresmikannya sistem Ejaan yang Disempurnakan (1972)
kita telah melaksanakan pembangunan di bidang kebebasan berupa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia makin mampu menjadi
bahasa ilmiah. Kemiskinan peristilahan di bidang ilmu dan teknologi yang dirasakan
selama ini dalam bahasa Indonesia mulai teratasi dengan masuknya kosakata dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sejalan dengan semakin tingginya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dimiliki bangsa Indonesia.

Pemekaran kosakata dapat dilakukan dengan cara memilih kata dalam bahasa
Indonesia sendiri dan memberinya makna baru melalui proses perluasan atau
penyempitan makna asalnya dan menghidupkan kembali unsur leksikal lama dengan
makna yang sama atau makna yang baru. Cara lain perluasan kosakata ialah mengambil
kosakata bahasa serumpun yang pemakaiannya berdampingan dengan bahasa
Indonesia. Pemungutan unsur leksikal dalam bahasa serumpun mempunyai kemiripan
dalam bidang fonologi, morfologi, dan simantik.

Bahasa Indonesia yang memiliki kosakata dan laras-laras bahasa yang kaya
dapat mengantar bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah yang menghendaki bentuk
penyajian yang padat, singkat, tetapi lugas,dan tidak bermakna ganda. Bahasa sebagai
wahana komunikasi dapat berperan secara mangkus dan sangkil apabila sungguh-
sungguh mencerminkan perasaan dan pikiran para pemakainya. Bahasa
Indonesia memang sudah meluas pemakaiannya, namun belum mampu sepenuhnya
berfungsi sebagai bahasa komunikasi ilmiah. Upaya untuk menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa ilmiah dilakukan dengan cara memodernkan dan
mencendekiawankannya melalui pengembangan kosakata teknis dan pemekaran laras-
laras bahasa.

11
BAB II
BENTUK-BENTUK KEBAHASAAN BERDASARKAN KONTEKS
DAN NOTASI ILMIAH

A. Ragam Bahasa
Sebagai sebuah langue, bahasa Indonesia mempunyai sistem dan subsistem yang
dipahami sama oleh semua penuturnya. Namun, karena penutur bahasa Indonesia,
meskipun berada dalam masyarakat tutur, bukan merupakan kumpulan manusia yang
homogen, wujud bahasa Indonesia secara konkret, yang disebut parole, menjadi tidak
seragam. Bahasa Indonesia menjadi beragam dan bervariasi (catatan: istilah variasi
sebagai padanan kata Inggris variety bukan variation). Terjadinya keragaman atau
kevariasian bahasa Indonesia ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang
tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan
sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya
keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut
digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas,
yaitu yang wilayah penyebarannya dari Sabang sampai Merauke.

Ragam bahasa (register, manner of discourse, key, keyword) sebagai variasi


bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan,
menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yang dibicarakan, dan
menurut medium pembicaraan (Krida- laksana, 2008:206). Dalam hal ragam atau
variasi bahasa, menurut Chaer dan Agustina (1995:81), ada dua pandangan. Pertama,
variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi, variasi atau ragam bahasa itu terjadi
sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikan
penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial, maupun
lapangan pekerjaannya, variasi atau keragaman itu tidak akan ada; artinya bahasa itu
menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi
fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau

12
ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan
fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial. Dalam buku ini untuk mudahnya, ragam
bahasa Indonesia dibedakan berdasarkan penutur, pemakaian, keformalan, dan sarana
atau alatnya.

B. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Penutur

1. Idiolek

Idiolek adalah keseluruhan ciri-ciri bahasa seorang pribadi manusia (Kridalaksana,


2008:90). Lebih lanjut Chaer dan Agustina (1995:82) menjelaskan bahwa menurut
konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-
masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya
bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun, yang paling dominan adalah
“warna” suara itu sehingga jika cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan dengan
mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, maka dapat mengenalinya.
Mengenali idiolek seseorang dari bicaranya memang lebih mudah daripada melalui
karya tulisnya. Namun, kalau sering membaca karya Hamka, Alisjahbana, atau
Shakespeare, pada suatu waktu kelak bila menemui selembar karya mereka,
meskipun tidak dicantumkan nama mereka, maka dengan mudah dapat dengan
mudah mengenali lembaran itu karya siapa. Kalau setiap orang memiliki idiolek
masing-masing, apakah berarti idiolek itu menjadi banyak? Ya, memang demikian,
bila ada 1000 orang penutur, misalnya, akan ada 1000 idiolek dengan cirinya masing-
masing yang meskipun sangat kecil atau sedikit cirinya itu, masih tetap menunjukkan
dialeknya. Dua orang kembar pun, warna suaranya, yang menandai idioleknya, masih
dapat diperdebatkan.

2. Dialek

Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini berdasarkan
pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, dialek ini lazim disebut dialek areal,
dialek regional, atau dialek geografi (tetapi dalam buku ini disebut dengan dialek

13
saja). Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya
masing-masing, memiliki kesa- maan ciri yang menandai bahwa mereka berada
dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga Chaer dan
Agustina (1995:83). Misalnya, bahasa Indonesia dialek Jakarta secara jelas dapat
dibedakan dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh penutur dari daerah lain,
seperti Manado, Larantuka, Ambon, Makassar, dsb.
Logat daerah paling kentara karena tata bunyinya. Logat Indo- nesia yang dilafalkan
oleh orang Tapanuli dapat dikenali, misalnya karena tekanan kata yang amat jelas.
Logat Indonesia yang dilafalkan orang Bali dan Jawa, dikenali karena pelafalan bunyi
/ t/ dan /d/-nya. Ciri-ciri khas yang meliputi tekanan, turun naiknya nada, dan panjang
pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda. Perbedaan kosakata
dan variasi gramatikal tentu ada juga walaupun mungkin kurang nampak. Ragam
dialek dengan sendirinya erat hubungannya dengan bahasa ibu si penutur
(Pamungkas, 2012:28).
3. Kronolek atau Dialek Temporal

Kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digu- nakan oleh kelompok
sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tiga
puluhan, variasi yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan
pada masa kini. Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentu berbeda, baik dari segi
lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari segi
leksikon karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya,
ilmu pengetahuan, dan teknologi (Chaer dan Agustina, 1995:84).
4. Sosiolek atau Dialek Sosial

Menurut Chaer dan Agustina (1995:84), sosiolek atau dialek sosial adalah variasi
bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya.
Dalam sosiolinguistik biasanya variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan
paling banyak menyita waktu untuk membicarakannya karena variasi ini menyangkut
semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan,

14
tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, tingkat, golongangan, status, dan
kelas sosial.

C. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaiannya atau fungsinya disebut


fungsiolek, ragam, atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang
penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa
berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk
keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, militer, pertanian,
pela- yaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah dalam
bidang kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata
khusus atau tertentu yang tidak digunakan dalam bidang lain. Namun, variasi
berdasarkan bidang kegiatan ini tampak pula dalam tataran morfologi dan sintaksis.

D. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Segi Keformalan


Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (1967) dalam Chaer dan
Agustina (1995:92) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (Inggris: style),
yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam
usaha (consultative), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab
(intimate).
1. Ragam beku
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-
situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya, dalam upacara kenegaraan,
khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akta notaris,
dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah
ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam beku ini
kita dapati dalam dokumen- dokumen bersejarah, seperti undang-undang dasar, akta

15
notaris, naskah-naskah perjanjian jual beli, atau sewa menyewa. Perhatikan contoh
berikut yang diangkat dari naskah Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh karena itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kalimat-kalimat yang dimulai dengan kata bahwa, maka, hatta, dan sesungguhnya
menandai ragam beku dari variasi bahasa tersebut. Susunan kalimat dalam ragam
beku biasanya panjang, bersifat kaku, kata-katanya lengkap. Dengan demikian, para
penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan perhatian yang penuh.
2. Ragam Resmi atau Formal

Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato
kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku
pelajaran, dan sebagainya. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam
bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak dalam
situasi yang tidak resmi. Jadi, percakapan antar teman yang sudah karib atau
percakapan dalam keluarga tidak menggunakan ragam resmi ini, tetapi pembicaraan
dalam acara peminangan, pembicaraan dengan seorang dekan di kantornya, atau
diskusi di ruang kuliah menggunakan ragam resmi ini.
3. Ragam Usaha atau Ragam Konsultatif

Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan
dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada
hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan ragam usaha ini adalah ragam bahasa yang
paling operasional. Wujud ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam
informal atau ragam santai.
4. Ragam Santai atau Ragam Kasual

Ragam Santai atau Ragam Kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi
tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu
beristirahat, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Ragam santai ini banyak

16
menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.
Demikian juga dengan struktur morfologi dan sintaksisnya. Seringai struktur
morfologi dan sintaksis yang normal tidak digunakan.
5. Ragam Akrab atau Ragam Intim

Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para
penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau antar
teman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak
lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas. Hal ini
terjadi karena di antara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki
pengetahuan yang sama.

Dalam kehidupan kita sehari-hari kelima ragam tersebut, yang dilihat dari
tingkat keformalan penggunaannya, mungkin secara ber- gantian kita gunakan. Kalau
kita berurusan dengan masalah dokumen jual beli, sewa-menyewa, atau pembuatan
akta di kantor notaris, maka kita terlibat dengan ragam beku. Dalam rapat dinas atau
dalam ruang kuliah kita terlibat dengan ragam resmi. Pada waktu kita berusaha
menyelesaikan tugas kita terlibat dengan ragam usaha. Pada waktu beristirahat atau
makan-makan di kantin kita terlibat dengan ragam santai; dan apabila kita harus
bercakap-cakap tanpa topik tertentu dengan teman karib kita terlibat dengan
penggunaan ragam akrab

E. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Segi Sarana

Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.
Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam bahasa tulis, atau juga
ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni,
misalnya, dalam bertelepon dan ber telegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam
tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud struktur
ini adalah karena dalam berbahasa lisan atau dalam menyampaikan informasi secara
lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur non linguistik yang

17
berupa nada suara, gerak-gerik tangan, gelengkan kepala, dan sejumlah gejala fisik
lainnya. Padahal di dalam ragam bahasa tulis hal-hal yang disebutkan itu tidak ada.
Lalu, sebagai gantinya harus dieksplisitkan secara verbal. Umpamanya, kalau kita
menyuruh seseorang memindahkan sebuah kursi yang ada di hadapan kita, secara
lisan sambil menunjuk atau mengarahkan pandangan ke kursi itu kita cukup
mengatakan “Tolong pindahkan ini!” Akan tetapi, dalam bahasa tulis karena tiadanya
unsur petunjuk atau pengarahan pandangan ke kursi itu, kita harus mengatakan,
“Tolong pindahkan kursi itu!” Jadi, dengan secara eksplisit menyebutkan kata kursi
itu.

F. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Munculnya pernyataan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” pada dasarnya
tidak terlepas dari konteks pemakaian bahasa yang beragam.

Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa
yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik apa
yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (lisan) atau orang
yang akan membaca (tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik
adalah bernalar, artinya logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat.

Kriteria pemakaian bahasa yang benar adalah dengan melihat kaidah bahasa.
Kaidah bahasa meliputi aspek: (1) tata bunyi (fonologi), (2) tata bahasa (kata dan
kalimat), (3) kosakata (termasuk istilah), (4) ejaan, dan (5) makna.

Dengan demikian, yang dimaksud bahasa Indonesia yang baik dan benar
adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya sesuai dengan situasi pemakaiannya
dan sekaligus sesuai dengan kaidah yang berlaku.

18
BAB III
MEMBANGUN INTELEGENSI MAHASISWA MELALUI BAHASA

A. Peranan Intelegensi dalam Belajar Bahasa

Peranan intelegensi dalam belajar bahasa belum banyak dikaji dilingkup perguruan
tinggi. Untuk itu, dalam tulisan ini uraikan tentang konsep intelegensi, hakikat
intelegensi, dan kaitan intelegensi dengan bahasa.

1. Konsep inteligensi
Moskowitz dan Orgel (1969:246) menyatakan bahwa intelegensi bukanlah
perkataan yang menyatakan sebuah substansi, melainkan suatu kualitas tingkah laku
perorangan pada suatu waktu. Kualitas dalam hal ini adalah kecepatan, kemudahan,
serta ketepatan dalam melakukan perbuatan. Suatu perbuatan dapat dikatakan inteligen
apabila perbuatan itu dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan mudah apabila
dibandingkan dengan orang lain. Vernon (dalam Chauhan, 1978: 276-278),
Baharuddin, 1982:64) mendeskripsikan inteligensi atau tiga pendekatan sebagai
berikut.
a. Pendekatan Biologis. Pendekatan biologis ini melihat manusia sebagai suatu
makhluk hidup di antara makhluk hidup lainnya sehingga apabila psikologi
dianggap sebagai salah satu disiplin ilmu pengetahuan biologis, intelegensi juga
dapat dikatakan sebagai adaptasi dari lingkungannya.
b. Pendekatan psikologis. Para ahli psikologi percaya akan adanya efek yang
bersifat relatif dari kebakaan dan pengaruh lingkungan dalam perkembangan
intelegensi.
c. Pendekatan operasional. Suatu definisi disebut operasional apabila menyatakan
kondisi yang dapat diamati.

Freeman (dalam Chauhan, 1978:277; Baharuddin, 1982:66-67) mendefinisikan


intelegensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan belajar, dan
kemampuan belajar, dan kemampuan berpikir abstrak.

19
a. Kemampuan Adaptasi. Stren mendefinisikan intelegensi sebagai kapasitas umum
seseorang menyesuaikan pikirannya secara sadar terhadap lingkungannya yang
baru (Baharuddin, 1982:66).
b. Kemampuan belajar. Kemampuan belajar merupakan indeks intelegensi
sesoorang. Buckingham mengatakanintelligence in the learning ability” (Chauhan,
1978:278).
c. Kemampuan Berpikir Abstrak. Pengguna secara efektif konsep-konsep dan
simbol-simbol dalam menyelesaikan masalah, termasuk kemampuan berpikir
abstrak. Seseorang baru dapat disebut mampu berpikir abstrak apabila ia memiliki
kemampuan belajar, karena tanpa kemampuan tersebut, ia tidak akan dapat
memahami konsep dan simbol yang merupakan dasar untuk berpikir abstrak.

Selanjutnya, Wechsler (1958:67) mengatakan bahwa intelegensi adalah


kapasitas seseorang secara keseluruhan untuk bertindak karena tujuan tertentu, berpikir
rasional, dan bertindak secara efektif dan efisien menghadapi lingkungannya.
Intelegensi adalah kesatuan kemampuan khusus yang cenderung berkorelasi positif.
Dengan analisis faktor, kemampuan khusus itu dapat diketahui.

Faktor ‘g’ adalah faktor utama yang menentukan posisis seseorang dalam tes
intelegensi. Seseorang yang ikut tes intelegensi, prestasnya mencerminkan kualitas
faktor ‘g’ ditambah dengan berbagai faktor ‘s’. Misalnya, prestasi seseorang dalam
bahasa adalah sebuah fungsi intelegensi umum seseorang dan bakat bahasa yang
dimilikinya. Dengan menggunakan analisis faktor pada sejumlah tes, Thurstone
mendapatkan 7 faktor kemampuan primer dalam intelegensi antara lain (1)
Komprehensif verbal, yakni kemampuan memahami arti kata, (2) Kefasihan kata,
yakni kemampuan memikirkan kata secara tepat, (3) Memori, yakni kemampuan
mengingat kembali rangsangan verbal, seperti pasangan kata dalam kalimat, (4)
Kemampuan bekerja dalam bilangan, (5) Kemampuan melakukan visualisasi hubungan
antara bentuk dan ruang.

20
Piaget (1952:3-4) mengatakan bahwa intelegensi adalah kejadian khusus dari
adaptasi biologis. Untuk itu, intelegensi adalah prestasi biologis yang dapat
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya pada tingkat psikologis.

2. Kaitan Intelengsi dengan Bahasa

Lawton (1970: 38, Tallei, 1983:26) mengatakan bahwa suatu pertanyaan yang
sulit dijawab ialah hubungan antara pemakaian bahasa dan perkembangan kognitif
seseorang. Boyle (971:22) mengatakan bahwa perbedaan pendapat tentang hubungan
antara bahasa dan pikiran bersifat filosofis dan psikologis. Sehubungan dengan
pendapat Lawton, Mickey (1969:129-130) mengemukakan beberapa pertanyaan
tentang peranan bahasa dalam proses berpikir. Apa hubungan antara berpikir dengan
berbicara? mungkinkah seseorang berbicara dalam sesuatu bahasa tanpa keikutsertaan
pikiran di dalamnya ? pertanyaan tersebut menjadi masalah bagi ahli psikologi, ahli
bahasa, ahli filsafat, dan ahli matematika.

Berbicara dalam berpikir adalah suatu hal yang independen. Sebaiknya, ada
pendapat yang mengatakan bahwa berpikir dan berbahasa merupakan dua hal yang
berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan, ibarat dua sisi mata uang. Piaget tidak melihat
sebagai hal yang sangat penting dalam berpikir. Pendapat ini bertentangan dengan
pendapat Vygotsky. Namun., Piaget mengenal kekuatan hubungan antara bahasa
dengan proses berfikir yang lebih tinggi (Kaminsky dala Smoes, ed., 1976:164).

Hilgard, Atkinson (1975:270) mengatakan bahwa seseorang berpikir dengan


memakai simbol-simbol. Untuk itu, bahasa verbal kaya dengan proses simbolik dan
banyak pikiran seseorang yang berlangsung dalam bahasa verbal. Para pendukung yang
mengatakan bahwa bahasa dan pikiran adalah sama, di antaranya Ribot dengan
ucapannya ‘berpikir adalah kata’, Schleiermacher dengan ucapannya ‘berpikir dan
berbiicara adalah eksternal’, Daudet dengan ucapannya ‘jika saya tidak berbicara maka
saya tidak dapat berpikir’, dan Wordsworth dengan ucapannya ‘kata bukanlah pikiran,
melainkan penjelmaan pikiran (Jersild, Telford, dan Sawrey, 1978;422).

21
Kemampuan-kemampuan yang menjadi atribut intelegensi yang penting dalam
seperti yang dikemukakan oleh Louis Thurstone adalah; (1) Kemampuan berpikir
abstrak, yaitu kemampuan menggunakan simbol-simbol dan konsep-konsep; (2)
komprehensif verbal, yaitu kemampuan memahami arti atau makna kata-kata, dan (3)
Kemampuan analogi, yaitu kemampuan argumen dengan cara analogi. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa intelegensi mempunyai peranan yang penting dalam
belajar bahasa. Untuk itu, para guru bahasa perlu mengetahui tingkat intelegensi
mahasiswa agar pengajaran bahasa lebih berhasil sebagaimana yang diharapkan.

B. Peranan Variabel Afektif dalam Proses Belajar Bahasa

Kepesatan kemajuan tekhnologi canggih inilah yang menata dan mewujudkan


masyarakat global, masyarakat pascaindustri, masyarakat dengan peradaban informasi
yakni masyarakat yang diadabi oleh penggunaan elektronoka, komputer, robot, sinar
laser, serat optik, kominikasi, genetika, energi alternatif, ilmu samudra, manufaktur di
angkasa luar, rekayasa ekologi, pertanian ekosistem, yang merefleksikan loncatan
kualitatif dan kuantitatif pengetahuan manusia, yang diejawantahkan ke dalam
penghematan waktu, tempat, tenaga, dan bahan (Said 1996:27).
Faktor terpenting yang turut mempercepat era globalisasi tersebut ialah
‘bahasa’, yang digunakan berkomunikasi. Bahasa adalah agen hemogenisasi yang
hebat. Bahasa adalah frekuensi di mana kultur di transmisikan. Bila bahasa inggris
memperoleh kunci pada era global implikasinya jelas. Kultur negara-negara berbahasa
inggris akan mendominasi (Naisbitt dan Abuderne, 1990 : 126).

1. Bahasa dan Masyarakat


Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pengguna bahasa.
Masyarakat dalam mengatur warganya berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat
menyedakan berbagai pedoman, yang berupa adat kebiasaan, norma, nilai, dan
berbagai peraturan yang ditetapkan bersama oleh anggota masyarakat yang saling
bersangkutan untuk dipergunakan dan dipatuhi bersama.

22
Setiap masyarakat yang baiksenantiasa berusaha memahaminya dan
merefleksikannya ke dalam tingkah-laku dan tutur katanya terhadap warga masyarakat
lain didalam pergaulan hidup sehari-hari (Kartoomihardjo, 1988:2).

2. Variabel Afektif dalam Proses Belajar-Mengajar bahasa


Hilgard (1963:267) mengatakan “Purely cognitive of learning will be rejected
unless a role is assigned to affectivity”. Teori belajar bahasa harus melihat berbagai
variabel, baik variabel afektif, variabel kognitif, maupun variabel psikomotorik.
Guiora, dkk : (1967; 1972a; 1972b) meneliti hubungan konsep kepribadian dan belajar-
mengajar bahasa. Hasil penelitian itu menyimpulkan bahwa larangan dapat
menghambat dalam proses belajar-mengajar bahasa. Hal yang berkaitan dengan empati
(Guirora, dkk, 1972a; 1972b) dalam belajar-mengajar bahasa memegang peranan
penting.

3. Faktor Sikap
a. Definsi Sikap
Definisi sikap (attitude) menurut Oppenheim (1966:105) adalah suatu keadaan
kesiapan (a state of readdness), suatu kecenderungan bertindak atau bereaksi dengan
cara tertentu bila dihadapkan dengan rangsangan tertentu. Dalam psikologi sosial
pun banyak dibicarakan masalah sikap. Triandis (1971:2-4) mengatakan bahwa
pada umumnya yang terdapat dalam batasan skap itu adalah kesiapan bereaksi
terhadap sesuatu keadaan. Allfort (1955:2) mengatakan bahwa sikap adalah
kesiapan ental yang dibentuk melalui pengalaman yang memberikan pengaruh yang
dinamiis pada reaksi sesoorang terhadap semua objek dan keadaan yang
menyangkut sikap itu.
b. Konsep Sikap
Konsep sikap dapat diijelaskan dengan mengemukakan ciri-cirinya, yakni sikap
memiliki siifat kognitif dan referensinya spesifik, yang berbeda dengan kebanyakan
konsep pribadi lannya. Sikap lebh berpengaruh sebagai keadaan yang mudah

23
berpengaruh oleh rangsangan dan sikap adalah satu faktor yang berpengaruh dan
mendasari tingkah laku. Sikap hanya dapat diukur secara tidak langsung.

c. Sikap Bahasa
Sikap bahasa merupakan salah satu diantara berbagai sikap yang ada. Anderson
(1974:47) membagi sikap atas dua jenis yakni sikap bahasa dan nonbahasa. Yang
termasuk sikap nonbahasa adalah sikap politik, sikap sosial, dan sikap estetis.
Anderson mengatakan bahwa sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang
relatiif pangjang, sebagian mengenai bahasa dan sebagian lagi mengenai objek
bahasa, yang memberikan kecenderungan sesoorang untuk bereaksi menurut
gayanya sendiri.

4. Faktor Motivasi
a. Definisi motivasi
Hebb mendefinisikan motivasi sebagai “a general drive state... the drive is an
energizer” (Hebb, 1955:249). Pada dasarnya motivasi menurut Hebb adalah suatu
kemudi yang berupa energi atau tenaga yang dapat menggerakkan sesuatu tindakan.
Young (1955;24) memberi definisi motivasi sebagai “the energetic aspect and ...
animal activity ...”. selanjutnya, a mengatakan bahwa motivasi adalah semua faktor
yang menentukan (all determinants) aktivitas manusia dan binatang, suatu proses
yang memacu tindakan untuk mencapai suatu kemajuan, dan mengatur pola-pola
tindakan.
b. Motivasi bahasa
Motivasii dibagi atas dua tipe yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsi.
Motivasi intrinsiik dalam pengertian umun adalah keinginan sesoorang untuk
mencapai tujuan yang bukan pemberian atau ganjaran dari luar (no external rewad).
Satu-satunya ganjaran adalah kepuasan sesoorang karena kemampuan melakukan
sesuatu. Dalam proses belajar-mengajar bahasa kedua, peranan motivasi intrinsiik
sangat kecil (Jayatilaka, 1982:46). Dalam suatu kepustakaan yang membicarakan
proses belajar-mengajar bahasa kedua, motivasi ekstrinsklah yang selalu menjadi

24
pusat perhatian. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan oleh faktor
eksternal. Pada hakikatnya motivasi ialah dikotonomi, yakni motvasii integratif dan
motivasi nstrumental.

C. Pengajaran Bahasa Sebagai Wawasan Kebangsaan

1. Revilitasasi

Sebagai upaya untuk menjawab berbagai tantangan akibat perubahan yang


cepat, diperlukan penyesuaian berupa revitalisasi pendidikan. Revitalisasi pendidikan
merupakan sebuah tuntutan dalam era globalisasi. Flower dan Wright (1995) dalam
tulisan Mustofa (2009) menyatakan bahwa pemahaman “global” sebagai “the goal of
helping student see the world in non ethnocentric, non stereotypical ways with
particular emphasis on elementary student he articulates and explo how to promote
three traits of globally educated person: open mindedness, full mindedness.” Justru,
globalisasi harus dapat mengantarkan manusia ke arah akhlak dan perilaku yang lebih
baik dan positif.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki kekayaan nilai budaya
yang beragam. Pada kenyataannya arus globalisasi telah membawa dampak terhadap
nilai-nilai budaya bangsa. Globalisasi merupakan suatu fenomena yang berkembang
cepat. Globalisasi membuat masyarakat bergerak terus dalam proses pengglobalan.
Globalisasi sudah menyentuh hampir semua aspek kehidupan. Hal tersebut terjadi
karena adanya kemudahan mengakses komunikasi, informasi, dan teknologi negara-
negara maju. Globalisasi telah menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru
yang mesti dijawab dan dipecahkan. Akan tetapi, kita dapat memanfaatkan globalisasi
untuk kepentingan kehidupan.
Globalisasi itu berlangsung di semua bidang seperti ideologi politik, ekonomi,
pertahanan dan keamanan, serta sosial budaya. Dampak globalisasi di bidang sosial
budaya sudah terasa. Kebudayaan modern dan global sudah merasuk ke dalam jiwa
bangsa Indonesia. Nilai-nilai budaya lokal seperti nilai-nilai yang menyangkut etika,

25
estetika, moral, agama, sosial, dan cara pandang diri sudah mulai terkikis, memudar,
bahkan boleh jadi sudah sulit terlacak. Jati diri bangsa atau identitas bangsa bisa luntur
karena derasnya arus globalisasi. Globalisasi telah membawa dampak negatif terhadap
keutuhan dan ketahanan bangsa. Bangsa ini sudah mulai berpaling dan berkiblat
kepada budaya luar. Bagaimana kelokalan kita dapat dipertahankan dan tetap eksis jika
kita sendiri tidak menerapkan dan menjiwai nilai-nilai budaya lokal. Jika nilai-nilai
kelokalan telah hilang, bagaimana identitas bangsa dapat dipertahankan?
Dengan demikian, diperlukan suatu upaya untuk memperkukuh nilai-nilai
budaya lokal. Pemerkukuhan budaya lokal sangat diperlukan untuk mengatasi
ancaman, kendala, atau tantangan yang datang dari luar yang dapat mengancam
kelangsungan hidup dan eksistensi produk budaya lokal. Upaya untuk
mempertahankan dan memperkokoh jati diri bangsa, salah satunya ialah melalui
pengajaran bahasa. Pengajaran bahasa semestinya mengandung nilai-nilai budaya
lokal. Warna lokal tentu saja mencerminkan keindonesiaan. Pengajaran bahasa dituntut
banyak mencerminkan suasana dan lokasi, falsafah, etnis, kekhasan, keunikan,
atmosfer, keindahan, serta keberagaman Nusantara. Pengajaran bahasa harus mampu
mengungkapkan kekayaan berbagai etnis dan menonjolkankhazanah kedaerahan yang
tentu saja merupakan warna lokal yang termasuk identitas bangsa Indonesia.

2. Pengajaran Bahasa dengan Karakter Kebangsaan dan Multibudaya

Pelajaran bahasa Indonesia sudah menjadi pelajaran wajib sejak kita berada di
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pemerintah memastikan bahasa indonesia
sebagai pelajaran wajib karena bahasa indonesia menjadi pemersatu bangsa, suku dan
juga budaya di Indonesia. Adanya bahasa Indonesia membentuk keserasian tanpa
harus melupakan bahasa daerah. Dewasa ini pengaplikasian bahasa yang tepat
mengalami kemunduran karena berkembangnya bahasa gaul. Banyak pelajar yang
belum memahami kaidah penulisan atau pengucapan bahasa Indonesia yang baik
karena mereka berpikir bahasa gaul lebih mudah untuk diucapkan dan lebih luwes.
Pemerintah memberlakukan mata pelajaran sebagai mata pelajaran wajib agar pelajar

26
tetap menggunakannya seperti dalam penulisan karya ilmiah. Bahasa Indonesia terlihat
mudah namun sebenarnya adalah bahasa yang kaya. Penulisan bahasa Indonesia harus
memperhatikan kaidah dan aturan. Kaidah yang digunakan dalam bahasa Indonesia
antara lain; (1) Kaidah ejaan, pengaturan mengenai pelafalan suatu kata kalimat dan
penggunaan huruf capital, (2) genai pembentukan kata seperti kata majemuk, kata
ulang, dan imbuhan, (3) Kaidah sintaksis. Kaidah yang mengatur mengenai hubungan
suatu kata, (4) Kaidah semantik. Kaidah yang meneliti makna akan suatu kata.

27
BAB IV

ASPEK BAHASA KARYA TULIS ILMIAH

A. Aspek Bahasa Karya Ilmiah

Karya tulis ilmiah harus menggunakan bahasa ilmiah, yakni bahasa resmi yang
digunakan dalam bidang keilmuan. Bahasa keilmuan tentu bukan bahasa pergaulan
sehari-hari atau bahasa populer yang disajikan di berbagai media. Karena karya ilmiah
terbatas pembaca dan medianya, maka bahasa yang digunakannya lebih terbatas pula,
mungkin hanya dipahami oleh mereka yang memiliki bidang keilmuan yang sama.

Secara umum, bahasa ilmiah adalah bahasa Indonesia yang baku (resmi)
dan mengandung hal-hal teknis yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Bahasa yang
demikian memiliki beberapa karakteristik berikut:

1. Bahasa keilmuan. Bahasa karya ilmiah harus mengandung sebuah bidang


keilmuan (cendekia) melalui pertanyaan yang tepat.
2. Lugas dan jelas. Bahasa karya tulis ilmiah harus disajikan dalam bahasa yang
memiliki makna yang jelas, tidak bertele-tele, dan tidak bermakna ganda.
Bahasa yang digunakan harus pasti dan memberikan kepastian kepada
pembaca.
3. Formal dan objektif. Bahasa karya tulis ilmiah harus disajikan secara formal,
baik dalam hal penggunaan kosakata, diksi, kalimat, dan sistem ejaaan yang
digunakan. Objektif berarti menyajikan fakta dalam bahasa yang langsung dan
tidak berpihak kepada siapapun.
4. Ringkas dan padat. Bahasa karya tulis ilmiah harus disajikan secara tingkas,
langsung pada sasaran yang dimaksud, dan padat secara isi. Dalam karya
tulis ilmiah panjang uraian tidak menentukan baik-buruknya sebuah karya
tulis. Oleh karena itu, bahasa yang disajikan harus bahasa yang ringkas dan
padat.

28
5. Konsisten. Bahasa yang konsisten adalah bahasa yang stabil dan mapan dipakai
penulis, terutama dalam hal istilah atau penggunaan diksi. Konsistensi isilah
dan diksi penting dalam karya ilmiah.

Aspek bahasa yang juga harus diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah
adalah terdapat berbagai kesalahan yang dilakukan, misalnya kesalahan
penalaran atau logika yang tercermin dalam kalimat dan isi, kesalahan pemakaian
dan penulisan kata (diksi), kesalahan dalam penyusunan kalimat dan kesalahan
dalam pemakaian ejaan dan tanda baca. Kesalahan-kesalahan tersebut tentu harus
dihindari mengingat akan berpengaruh terhadap isi karya itu dipahami para
pembacanya. Kesalahan penalaran dan logika bisanya terjadi karena kurang
sistematisnya atau kurang jelasnya informasi yang disampaikan dalam kalimat dan teks
tersebut.

B. PUEBI

Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak


kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penggunaannya pun semakin luas
dalam beragam ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulis. Oleh karena itu, kita
memerlukan buku rujukan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan berbagai kalangan
pengguna bahasa Indonesia, terutama dalam pemakaian bahasa tulis, secara baik dan
benar.

Sehubungan dengan itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia (PUEBI). Pedoman ini disusun untuk menyempurnakan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD). Pedoman ini
diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan bahasa Indonesia yang makin pesat.
Pedoman ini merupakan edisi keempat berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tanggal 26 November 2016.
Kaidah penggunaan ejaan bahasa Indonesia ini telah diatur dalam Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) (https://badanbahasa.kemdikbud.go.id).

29
Adapun poin pokok yang terdapat dalam PUEBI penjelasannya diuraikan
sebagai berikut, Pemakaian huruf dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI) terbagi menjadi delapan, yaitu (1) Pemakaian huruf Abjad, (2) Pemakaian
Huruf Vokal, (3) huruf konsonan, (4) huruf diftong, (5) gabungan huruf konsonan, (6)
huruf kapital, (7) huruf miring, dan (8) huruf tebal. Rincian penjelasan poin-poin
tersebut dapat diakses pada dibaca pada buku PUEBI terbitan balai bahasa
kemendikbud dan dapat di akses pada lama resmi
(https://badanbahasa.kemdikbud.go.id).

C. Diksi dalam Karya Tulis Ilmiah

Diksi dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai pilihan
kata yang tepat dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan gagasan sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh penutur. Pemilihan kata yang tepat, cermat dan benar
dapat menghindarkan pembaca atau pendengar dari salah penafsiran. Selain itu,
pemilihan kata juga berdampak pada nilai rasa yang dimiliki pembaca atau pendengar,
karena diksi digunakan untuk mewakili pikiran dan perasaan yang dinyatakan dalam
kalimat.

Keraf (2008: 24) mengemukakan tiga kesimpulan utama mengenai diksi, yaitu
(1) pemilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang akan dipakai
untuk menyampaikan suatu gagasan, (2) bagaimana membentuk pengelompokan kata-
kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, (3) gaya mana yang
paling baik digunakan dalam situasi. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan
bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok
masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh
penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan
yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan
kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.

30
Penggunaan kosakata yang baik bukan hanya ditinjau pada ketepatan dan
kecocokan pemilihan kata, namun efisiensi penggunaan kata juga perlu diperhatikan.
Penggunaan kosakata yang berlebihan dapat mengakibatkan informasi yang tidak jelas.
Dalam bahasa tulis khususnya dalam karya ilmiah penggunaan kosakata yang
berlebihan perlu dihindari. Hal tersebut dapat mengakibatkan informasi dalam karya
tulis sulit dipahami dan ambigu atau menimbulkan penafsiran ganda. Selain itu
penggunaan kosakata dalam karya ilmiah harus bersifat informatif oleh karena itu diksi
dalam karya ilmiah harus singkat, padat dan jelas. Kesalahan dalam menggunakan
kosakata dalam karya ilmiah dapat mengurangi nilai keilmiahan suatu karya tulis. Dari
pernyataan tersebut maka dalam pemilihan kata pada bahasa tulis harus disesuaikan
dengan genre tulisan yang dibuat.

1. Peranan Diksi dalam Karya Ilmiah

Secara umum diksi sebagai sarana komunikasi berfungsi agar penggunaan kata
dan cara penyampaian dilakukan dengan tepat sehingga informasi yang disampaikan
sesuai dengan yang diinginkan. Selain untuk menyampaikan informasi diksi pada
karya tulis non ilmiah berfungsi untuk memperindah bahasa, misalnya pada narasi
cerita pendek atau novel penggunaan diksi dapat memberikan efek imajinatif yang
dapat memunculkan emosional pembaca dalam sebuah cerita. Berbeda halnya dengan
diksi yang digunakan pada karya ilmiah, diksi dalam karya ilmiah menghindari
penggunaan kata yang bersifat imajinatif atau bersifat emosional. Penggunaan diksi
yang bersifat emosional dapat mengakibatkan karya tulis ilmiah tidak bersifat objektif.

Fungsi diksi dalam karya ilmiah digunakan untuk menyampaikan gagasan atau
konsep pemikiran ilmiah, atau menjawab suatu permasalahan secara ilmiah. Adapun
fungsi diksi dalam karya ilmiah sebagai berikut.

a. Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal. Diksi memiliki


fungsi untuk melambangkan gagasan secara verbal. Dalam karya ilmiah
gagasan atau temuan perlu disebar luaskan oleh pembaca sebagai sumber
pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

31
b. Menjadikan sebuah tulisan mudah dipahami secara empiris. Penggunaan diksi
yang tepat dan cermat dapat menjadikan suatu tulisan mudah dipahami.
Penggunaan diksi dalam karya ilmiah selain harus mudah dipahami pembaca
juga harus bersifat empiris atau dapat dibuktikan kebenarannya.
c. Membuat gagasan yang tepat dan faktual Penggunaan diksi yang tepat dalam
karya ilmiah dapat mewakili gagasan penulis dalam menyampaikan informasi
secara benar dan faktual. Misalnya pada kalimat, (1) Anton mendapatkan
keuntungan banyak sekali‖ dan kalimat, (2) Anton mendapat keuntungan
sebanyak 5 juta. Pada kalimat 1 dalam penggunaan diksi banyak sekali tidak
mencerminkan informasi yang bersifat faktual, karena tidak menerangkan
informasi yang jelas dan terukur. Penggunaan diksi yang tepat untuk
menyampaikan informasi jumlah yaitu dengan menyebutkan nominal yang
tepat dan terukur sehingga secara ilmiah informasi yang disampaikan benar
sesuai dengan fakta.
d. Membuat sebuah tulisan sarat makna/informatif. Penggunaan diksi dalam suatu
tulisan pada hakikatnya untuk menyampaikan suatu makna bahasa, namun
makna yang disampaikan dalam karya ilmiah harus bersifat informatif atau
sarat makna. Penggunaan kata yang informatif biasanya lebih banyak
menggunakan kata nomina dibandingkan kata verba atau adjektiva. Misalnya
pada kata adjektiva (sifat) Terukur dan kata verba (kerja) mengukur,akan
menjadi informatif dan sarat makna jika kata tersebut dinominalisasikan
menjadi nomina (benda) pengukuran. Kata nomina pengukuran menjadi lebih
sarat makna karena didalamnya bermakna proses yang mencakup makna sifat
terukur, kerja kerja mengukur, dikukur.
e. Menghindari adanya penafsiran ganda atau salah informasi. Pemilihan kata
dalam karya ilmiah menghindari penggunaan kata-kata yang bersifat ambigu
atau menimbulkan penafsiran ganda. Penyebab suatu kalimat bersifat ambigu
dikarenakan susunan kata yang kurang jelas. Misalnya pada kalimat ―Buku
Andi dibawa Tika, memiliki dua makna yaitu ―Buku yang dimiliki Andi
dibawa oleh Tika, dan “Buku yang dimiliki Andi sengaja dibawa Tika‖.

32
Selain itu faktor sebuah kalimat bersifat ambigu juga akibat penggunaan
kata yang bersifat homonimi. Kata yang bersifat homonimi dapat
mengakibatkan ambiguitas karena dari segi tulisan dan pelafalannya memiliki
kesamaan. Misalnya pada kata tahu memiliki dua makna yakni tahu yang
diartikan makanan dan tahu yang bermakna sifat. Berdasarkan hal tersebut
maka pemilihan kata yang tepat dan sesuai dapat menghindari dari kesalahan
penafsiran.
f. Menjadikan tulisan efektif. karya tulis yang baik tentunya harus menggunakan
kalimat yang efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi kriteria
jelas, sesuai dengan kaidah, ringkas, dan enak dibaca. Untuk menjadikan
sebuah kalimat yang efektif tentu didukung dengan pemilihan diksi yang tepat
dan tidak berlebih-lebihan.

2. Pemilihan Diksi Sesuai Kaidah Kelompok Kata

a. Kaidah

Pemilihan kata atau diksi yang baik sesuai dengan kaidah kelompok kata
memperhatikan pilihan kata secara tepat, lazim dan cermat.

1) Tepat. Pemilihan kata yang tepat perlu memperhatikan kategori kelompok kata.
Misalnya kata buas bersinonim dengan kata galak. Namun pada kata buas
makna kata tersebut berciri utama nomina binatang buas seperti harimau,
srigala, ular dsb. Kategori kata tersebut tidak tepat jika digunakan untuk
menggantikan nomina orang misalnya ―Anton adalah orang yang buas‖.
Kalimat tersebut secara struktur sintaksis benar, tetapi secara kaidah makna
atau secara semantik tidak tepat.
2) Lazim. Penggunaan kata yang lazim adalah kata yang sudah umum atau
istilah yang sering digunakan. Penggunaan kata-kata yang lazim biasanya
disesuaikan dengan bidang ilmu atau bidang profesi tertentu. Misalnya pada
kata operasi lazim digunakan pada bidang kedokteran, tetapi kata tersebut juga
dapat digunakan dalam bidang kepolisian “operasi lalu lintas”. Meskipun kata-

33
kata tersebut dapat digunakan untuk menggantikan kata-kata yang tidak lazim
digunakan namun kata tersebut bukan mengacu pada makna sebenarnya.
3) Cermat. Kecermatan dalam memilih kata berkaitan dengan efisiensi
penggunaan kata sesuai dengan yang dibutuhkan. Penggunaan kata yang
berlebih-lebihan menjadikan suatu kalimat tidak efektif, sedangkan dalam
karya ilmiah penggunaan kata yang berbelit-belit menjadikan sebuah gagasan
tidak terstruktur. Misalnya pada contoh kalimat berikut ―Para anak-anak telah
masuk di ruang kelas‖. Kalimat tersebut tidak efektifkarena menggunakan kata
para dan anak-anak secara bersamaan. Kata anak-anak sudah bermakna jamak
yang bermakna banyak anak sehingga terjadi pemborosan kata jika
menambahkan kata para.

b. Kelompok Kata

1). Membedakan Secara Cermat Makna Denotasi dan Konotasi

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kata dalam karya ilmiah adalah
dengan memperhatikan kata yang bermakna denotasi dan konotasi. Makna denotasi
adalah makna sebenarnya yang memiliki referensial. Makna denotatif disebut juga
makna konseptual atau makna kognitif, karena makna tersebut memiliki acuan
langsung yang dapat diindera oleh penglihatan, pendengaran, perasa atau pengalaman
lainnya. Makna denotatif menyangkut makna yang memuat informasi- informasi
secara faktual. Sedangkan makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya atau
makna tambahan yang memiliki nilai rasa misalnya pada kata putih bisa bermakna suci,
bersih, tulus namun juga dapat bermakna putih dalam artian warna.

2). Memperhatikan Kata-Kata yang Bersinonim

Sinonim adalah kata yang maknanya memiliki kesamaan atau kemiripan


dengan kata lain. Penggunaan sinonim yang tidak tepat dapat memuat informasi
menjadi rancu. Penggunaan kata yang bersinonim harus disesuaikan dengan objek atau
konsep yang tepat. Dalam penggunaannya ada kata-kata yang dapat melambangkan
beberapa makna dalam konsep yang berbeda, namun ada kata-kata yang hanya

34
melambangkan satu makna untuk satu konsep. Contohnya pada kata penonton dan
pemirsa, secara makna kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu audiens
atau orang yang menyaksikan suatu tontonan. Pada kata penonton penggunanya harus
digunakan dalam konsep menyaksikan pertunjukan, misalnya pada kalimat
―penonton pertandinag di lapangan‖,tidak dapat digantikan kata ―pemirsa
pertandingan dilapangan. Sedangkan kata permirsa hanya lazim digunakan untuk
konsep menyaksikan televisi misalnya pada kalimat “Pemirsa di mana pun kalian
berada yang sedang menyaksikan tayangan ini…”, kata pemirsa dapat digantikan kata
penonton.

3). Memperhatikan Kata Umum dan Khusus

Penggunaan kata umum dan kata khusus perlu diperhatikan dalam pemilihan
kata pada karya ilmiah. Kata umum adalah kata-kata yang memiliki cakupan lebih luas.
Kata-kata yang tergolong kata umum disebut dengan hipernim. Sedangkan kata khusus
adalah kata-kata yang bersifat lebih konkret atau mengarah pada konteks yang khusus,
misalnya pada kata melirik, mengeok, memperhatikan merupakan kata-kata khusus
dari kata umum melihat.

4). Menghindari Penggunaan Ungkapan Jargon.

Jargon diartikan sebagai sandi atau ungkapan rahasia tertentu yang digunakan
sekelompok orang dalam bidang, profesi dan kelompok tertentu. Ungkapan jargon
dapat berbentuk istilah atau akronim dan hanya dimengerti oleh kalangan tertentu,
untuk itu jargon tidak dapat digunakan dalam karya ilmiah

5). Menghindari Kata Emotif

Pemilihan kata dalam karya ilmiah perlu menghindari penggunaan kata-kata


yang bersifat emotif. Penggunaan kata-kata bersifat emosional seperti ungkapan
khekawatiran, antusias, marah, puas, bangga dsb. Dapat menjadikan tulisan tidak
ilmiah dari segi objektifitas. Penulis dalam membuat gagasan tidak dapat melibatkan
unsur emosional dalam suatu tulisan. Berbeda dengan karya non ilmiah seperti cerita

35
pendek atau puisi, penulis dapat melibatkan emosional dalam pemilihan diksi sesuai
dengan suasana hati penulis.

6). Menggunakan Kata Secara Konsisten

Karya ilmiah merupakan tulisan yang tersusun secara sistematis, oleh karena
itu penggunaan kata-kata dalam karya ilmiah harus dilakukan dengan konsisten.
Konsistensi penggunaan kata-kata dalam karya ilmiah menjadikan sebuah tulisan
terstruktur dan runtut.

D. Formulasi Bahasa Karya Ilmiah

Pembahasan penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah bukan hanya


pemahaman tentang pemilihan diksi penggunaan kata dan tanda baca yang sesuai
dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Formulasi bahasa dalam
karya ilmiah berkaitan dengan penggunaan istilah, kalimat, penyusunan paragraf, dan
penalaran yang mencerminkan ciri teks akademik. Oleh karena itu untuk melihat
keilmiahan teks akademik dapat dilihat dari formulasi bahasa yang digunakan. Ditinjau
dari formulasi Bahasa, teks akademik sekurang-kurangnya memiliki tujuh kriteria
yakni (1) Sederhana dalam struktur kalimat, (2) padat informasi, (3) banyak
menggunakan kalimat pasif, (4) lugas (to the point), (5) Ekonomi kata (efektif dan
efisien), (6) Objektif, (7) Bahasa Baku.

1. Struktur Kalimat yang Sederhana

Kalimat dalam karya tulis ilmiah memiliki struktur yang lebih sederhana
dibandingkan karya tulis non ilmiah. Kesederhanaan struktur kalimat pada teks ilmiah
bukan diukur berdasarkan panjang pendeknya suatu kalimat. Kesederhanaan kalimat
yang dimaksud adalah rangkaian kalimat yang didalamnya hanya terdapat satu aksi
atau tindakan atau yang biasa disebut dengan kalimat simpleks. Secara jelas
dicontohkan sebagai berikut

Contoh kalimat;
Penelitian ini mengkaji struktur metafora dalam wacana narasi ( Bayu Setiaji, 2018)

36
Contoh kalimat di atas, secara struktural terdiri dari tiga unsur yaitu subjek,
Predikat dan unsur pelengkap atau keterangan. Unsur predikat yang terdapat pada
contoh kalimat di atas hanya terdiri dari satu aksi, sehingga dikategorikan kalimat
simpleks atau kalimat sederhana. Wiranto (2012). Mengungkapkan bahwa
kesederhanaan pada kalimat simpleks mendukung keilmiahan suatu teks akademik.
Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya penggunaan kalimat simpleks atau kalimat
sederhana yang lebih banyak daripada kalimat kompleks.

2. Padat informasi

Pemadatan informasi dalam karya ilmiah berkaitan dengan penggunaan kata


atau pilihan kata yang menunjukkan suatu aksi atau proses. Penggunaan kata-kata
sebagai upaya pemadatan informasi dalam karya ilmiah lebih dominan penggunaan
kata isi nomina, verba, adjektiva adverbial dan meminimalisasi penggunaan kata
penghubung, konjungsi, kata sandang, preposisi.

3. Penggunaan kalimat pasif

Penggunaan kalimat pasif dalam penulisan karya ilmiah bertujuan untuk


menghilangkan unsur-unsur subjektivitas dalam mengungkapkan pernyataan.
Penggunaan kalimat pasif tersebut mengakibatkan pelaku atau subjek dianggap bukan
sebagai inti permasalahan yang dibahas dalam karya ilmiah. Informasi yang disajikan
dalam karya ilmiah tidak membahas pelaku melainkan membahas inti persoalan atau
permasalahan yang disajikan di dalamnya. Contoh penggunaan kalimat pasif dalam
karya ilmiah adalah sebagai berikut:

Konsep yang digunakan untuk menganalisis ini adalah teori metafora menurut J.D
Parera ( Bayu, Setiaji 2018)

Pada contoh kalimat di atas merupakan bentuk kalimat pasif untuk menghindari unsur
subjektivitas dalam merumuskan suatu konsep, apabila kalimat tersebut diubah
menjadi kalimat aktif maka pelaku atau penulis lebih menonjol dibandingkan dengan
penyajian aksi atau peristiwa yang menjadi inti dari suatu pembahasan.

37
4. Lugas

Lugas yang dimaksud adalah penggunaan ungkapan yang tepat sehingga tidak
menimbulkan salah penafsiran dan salah pemahaman terhadap paparan ilmiah.
Penggunaan bahasa yang lugas bertujuan agar pesan yang disampaikan dalam tulisan
dapat diterima dengan baik dan benar oleh pembaca. Bahasa lugas membentuk
ketunggalan arti. Dengan bahasa yang bermakna apa adanya, salah tafsir dan salah
paham terhadap paparan ilmiah dapat dihindarkan. Untuk memahami penggunaan
bahasa yang lugas dapat dilihat pada contoh kalimat berikut.

➢ Pria dan wanita yang muda harus ikut berpartisipasi.


➢ Wanita yang muda dan pria harus ikut berpartisipasi.

Pada contoh kalimat (1) ditemukan keambiguan (makna ganda) karena


keterangan “yang muda” dapat menerangkan hanya “wanita” atau “pria dan
wanita”Kalau prianya tidak harus muda maka kalimat yang tepat adalah pada kalimat
(2) “Wanita yang muda dan pria harus ikut berpartisipasi”.

5. Ekonomi kata (Efektif dan Efisien)

Ekonomi kata yang dimaksud adalah penggunaan kalimat yang tidak berlebihan
sehingga kalimat yang digunakan efektif dan efisien. Penggunaan kalimat yang terlalu
berlebihan perlu dihindari sehingga informasi yang disajikan dalam karya tulis tidak
berbelit-belit.

6. Objektif

Penggunaan bahasa yang objektif ditinjau dari setiap ungkapan yang


dipaparkan dalam karya ilmiah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa
dipengaruhi pandangan pribadi. Objektivitas dalam karya ilmiah dapat dilakukan
dengan menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak tanpa memunculkan pelaku atau
subjek.

38
7. Bahasa Baku

Bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia yang sesuai kaidah bahasa
Indonesia yang meliputi tata bahasa (struktur), diksi, dan ejaan. Struktur bahasa
menyangkut bentukan kata, tata kalimat, dan paragraf. Diksi menyangkut pemilihan
kata/istilah yang tepat. Adapun ejaan berkaitan dengan pedoman umum ejaan bahasa
Indonesia (PUEBI). Menurut Waridah, (2014:60) ciri bahasa baku adalah tidak
dipengaruhi bahasa asing atau bahasa daerah.

39
BAB V

DIMENSI KARYA TULIS ILMIAH

A. Pengertian Karya Ilmiah

Kata ilmiah dalam berbagai kesempatan seringkali dipandang sebagai


sesuatu yang rumit, terbatas, milik pihak tertentu dan tentu saja sulit dilakukan. Temu
ilmiah, misalnya terbatas pada ahli-ahli dalam bidang tertentu. Karya ilmiah juga sering
dipahami sebagai karya yang dihasilkan oleh pihak-pihak tertentu yang sudah memiliki
kader keilmuan tertentu pula. Para penulis karya ilmiah biasanya pakar atau ahli dalam
suatu bidang tertentu. Para pamong belajar, karena dalam beberapa hal membatasi diri,
seperti sulit memasuki wilayah ini, sehingga setiap kali mengikuti seminar atau
pelatihan karya ilmiah tidak dipandang sebagai bagian dari dunianya. Padahal pamong
belajar adalah ilmuwan yang ahli pada bidangnya dan diharuskan menghasilkan
karya pada bidang tersebut. Padahal dunia keilmuan pada level manapun
mengandung kadar keilmiahan dan dapat diraih oleh siapa pun sesuai dengan
bidangnya. Dengan kata lain, karya ilmiah sesungguhnya harus menjadi bagian dari
keseharian para pamong belajar sebagai seorang ilmuwan.

Karya tulis merupakan salah satu bentuk komunikasi ilmiah, sebagai usaha
untuk menyampaikan gagasan, penemuan atau hasil kajian ilmiah dengan
menggunakan bahasa yang komunikatif kepada komunitas ilmiah. Karya ilmiah sesuai
dengan namanya, merupakan salah satu bentuk komunikasi ilmiah dengan
menggunakan bahasa yang logis.

Karya tulis ilmiah adalah sebuah karya tulis yang disajikan secara ilmiah
dalam sebuah forum atau media ilmiah. Karakteristik keilmiahan sebuah karya terdapat
pada isi, penyajian, dan bahasa yang digunakan. Isi karya ilmiah tentu bersifat
keilmuan, yakni rasional, objektif, tidak memihak, dan berbicara apa adanya. Isi sebuah
karya ilmiah harus fokus dan bersifat spesifik pada sebuah bidang keilmuan secara
mendalam. Kedalaman karya tentu sangat disesuaikan dengan kemampuan sang
ilmuwan. Bahasa yang digunakan juga harus bersifat baku, disesuaikan dengan sistem

40
ejaan yang berlaku di Indonesia. Bahasa ilmiah tidak menggunakan bahasa pergaulan,
tetapi harus menggunakan bahasa ilmu pengetahuan, mengandung hal-hal yang teknis
sesuai dengan bidang keilmuannya.

Namun, terlepas dari semua kerumitan dan nuansa-nuansa ―seram‖ yang


diciptakan di kepala pamong belajar, sebetulnya penulisan karya ilmiah merupakan
kegiatan yang sama dengan proses penulisan pada umumnya. Kegiatan menulis pada
dasarnya kegiatan menyampaikan atau menyajikan gagasan atau pikiran, informasi,
kehendak, kepentingan dan berbagai pesan kepada pihak lain dalam bahasa tulis.
Kegiatan menulis karya ilmiah tentu dipahami sebagai kegiatan menyampaikan
pengetahuan dan temuan baru dalam suatu bidang ilmu dalam bahasa tulis. Karya
ilmiah juga biasanya menggunakan media ilmiah, seperti jurnal ilmiah atau forum
ilmiah.

Menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan
(emosional) dan belahan otak kiri (logika) (DeProter, 1999:179). Peran otak kanan
(emosi) dalam kegiatan menulis adalah memberikan semangat, melakukan spontanitas,
memberi warna emosi, memberikan imajinasi, membuat gairah, memberikan nuansa
unsur baru, dan memberikan corak kegembiraan dalam tulisan sedangkan peran otak
kiri (logika) dalam menulis adalah membuat perencanaan (outline), menggunakan
tatabahasa, melakukan penyuntingan, mengerjakan penulisan kembali, dan melakukan
penelitian tanda baca. Camel Bird (2001:32) menyatakan bahwa seorang penulis di
depan komputer itu ibarat kucing yang terperangkap di balkon; mereka kadang menulis
paling baik ketika mereka terjebak dalam bahaya, menjerit untuk menyelamatkan hidup
mereka. Jika saya menpamong belajar ng siswa-siswa saya di balkon, kadang saya
mendapat hasil berupa suara mereka.

Sebuah karya tulis yang baik tentu yang komunikatif, maksudnya pesan yang
disampaikan dipahami pembaca sebagaimana maksud si penulis. Tulisan yang
komunikatif disampaikan melalui bahasa-bahasa yang tersusun sistematis, mudah
dicerna, tidak bertele-tele, dan tidak bermakna ganda (ambigu). Menulis karya ilmiah,

41
dengan bahasa lain, adalah menyusun kalimat-kalimat bermakna dalam sebuah
rangkaian informasi yang berguna untuk pembaca.

Mengingat semua ilmuwan termasuk pamong belajar memiliki pemikiran dan


gagasan keilmuan, maka menulis karya ilmiah menjadi keniscayaan bagi seorang
pamong belajar. Pamong belajar harus melakukan proses kreatif ini dan menyampaikan
setiap temuan atau masalah yang dihadapi di ruang kelas atau proses pembelajaran
dalam sebuah karya yang keilmiahannya dapat dipertanggungjawabkan. Bagi pamong
belajar, seharusnya, menulis karya ilmiah menjadi sebuah kebutuhan mengingat
dengan cara inilah para pamong belajar dapat mengomunikasikan gagasan dan
persoalan pembelajaran yang setiap hari digelutinya. Karya ilmiah seharusnya bukan
pekerjaan yang ditakuti atau dijauhi, mengingat setiap pamong belajar
membutuhkan berkomunikasi akademik. Karya tulis ilmiah tidak selamanya berawal
dari hasil penelitian. Karya tulis ilmiah juga dapat dihasilkan dari pemikiran-pemikiran
mendalam yang dilengkapi dengan kajian kepustakaan.

B. Fungsi Karya Ilmiah

Secara mendasar fungsi karya ilmiah adalah sebagai sarana komunikasi


akademik dalam sebuah bidang kajian keilmuan. Di samping itu terdapat fungsi dan
manfaat yang bersifat pragmatis bagi pamong belajar yang menulis karya ilmiah.
Hal ini berkait dengan karir dan kepangkatan pamong belajar sebagai tenaga
profesional. Prestasi kerja pamong belajar, sesuai dengan Peraturan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2010
tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya yang menggantikan
Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/MK.WASPAN/1999 tentang
Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya, berada dalam bidang
kegiatan sebagai berikut: (1) pendidikan, (2) kegiatan belajar mengajar, (3) pengkajian
program, (4) pengembangan model, (5) pengembangan profesi dan (6) penunjang tugas
pamong belajar. Permenpan yang baru ini pada prinsipnya bertujuan untuk membina
karier kepangkatan dan profesionalisme pamong belajar agar lebih berkualitas lagi.

42
Beberapa kebijakan baru dalam permenpan ini di antaranya
mewajibkan pamong belajar untuk melakukan keenam kegiatan yang menjadi
bidang tugasnya, dan hanya bagi mereka yang berhasil melakukan kegiatan dengan
baiklah yang diberikan angka kredit. Selanjutnya angka kredit itu dipakai sebagai
salah satu persyaratan peningkatan karir. Penggunaan angka kredit sebagai salah satu
persyaratan seleksi peningkatan karir, bertujuan memberikan penghargaan secara lebih
adil dan lebih profesional terhadap kenaikan pangkat yang merupakan pengakuan
profesi, dan diharapkan kemudian dapat memberikan peningkatan kesejahteraannya.

Fungsi utama karya ilmiah sebagaimana dipaparkan di atas adalah fungsi


akademik. Melalui karya ilmiah terjalin komunikasi akademik antarberbagai
komponen dalam sebuah bidang keilmuan. Seorang pamong belajar akan mengetahui
model-model terbaru di bidang kesetaraan, keaksaraan, PAUD, atau kursus dan
kelembagaan PNF apabila membaca jurnal ilmiah atau tulisan dari berbagai sumber.
Demikian pula apabila menuliskan temuannya, pamong belajar yang lain akan
mengetahui hasil penelitian pamong belajar yang lainnya.

Fungsi lainnya adalah sebagai fungsi ekpresif dan fungsi instrumental. Fungsi
ekspresif adalah seseorang dapat menuangkan berbagai gagasan tertulis yang
dikomunikasikan kepada pihak lain. Menulis berdasarkan fungsi ini adalah usaha
pemenuhan kebutuhan diri seseorang sebagai ilmuwan atau sebagai manusia yang
berpikir. Sementara itu, fungsi instrumental adalah bahwa menulis menjadi media
bagi seseorang untuk meraih tujuan-tujuan lainnya.

Apabila kita bersepakat bahwa menulis itu berkomunikasi dengan orang


lain, maka akan didapati fungsi menulis sebagaimana fungsi komunikasi, yakni:

1. Fungsi sosial. Menulis akan menentukan citra diri dan eksistensi diri para penulis
secara sosial. Bagi kalangan akademik, kemampuan menulis merupakan
kebanggaan, karena mereka menyadari bahwa menulis merupakan keterampilan
tingkat tinggi yang tidak dimiliki setiap orang. Dengan kemampuan menulis,
orang akan mendapatkan posisi-posisi sosial yang sebelumnya tidak diperoleh.

43
Popularitas dan legalitas sosial merupakan hal yang secara nyata bersignifikan
dengan kebiasaan menulis seseorang.
2. Fungsi ekspresi. Menulis diyakini sebagai media untuk mengekspresikan pikiran,
ide, gagasan, imajinasi si penulis. Melalui tulisan, para penulis bisa menyampaikan
keinginan, penyesalan, kegalauan, angan-angan, ambisi, pendapat, bahkan cita-
cita hidupnya. Melalui tulisan pula seseorang bisa mengetahui pikiran dan
perasaan orang lain.
3. Fungsi Ritual. Mungkin saja dengan menulis dan membacakannya kegiatan
ritual disampaikan. Melalui tulisan orang menyampaikan bela sungkawa. Melalui
tulisan pula orang menyampaikan doa dan ucapan selamat. Tulisan mungkin saja
telah menyebabkan orang yang stress dan prustasi menjadi semangat dan optimis.
Menulis ternyata bisa berfungsi ritual dalam konteks ini.
4. Fungsi instrumental. Menulis juga bisa menjadi alat untuk mengubah sesuatu
(informasi, sikap, pendapat, pandangan) seseorang terhadap sesuatu. Seseorang
yang semula berpandangan picik terhadap reformasi mahasiswa, mungkin saja
berubah ketika membaca sebuah tulisan tentang reformasi. Seseorang yang
memiliki sikap jahat mungkin saja
5. sadar akan perbuatannya setelah membaca sebuah buku keagamaan. Inilah
yang dimaksud dengan fungsi intrumental menulis.

C. Karya Ilmiah dan Pengembangan Profesi

Telah diterbitkannya Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara


dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong
Belajar dan Angka Kreditnya yang menggantikan Keputusan Menteri Negara
Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 25/KEP/MK.WASPAN/1999 tentang Jabatan Fungsional Pamong
Belajar dan Angka Kreditnya berimbas pula pada pola pengembangan karir
pamong belajar.

Ada empat hal baru dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong

44
Belajar dan Angka Kreditnya yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) adanya kewajiban
beban kerja 24 jam per minggu; (2) adanya uji kompetensi setiap kenaikan jabatan; (3)
adanya standar kualifikasi bidang kependidikan; dan (4) adanya kewajiban
menyertakan angka kredit pengembangan profesi dalam setiap kenaikan
pangkat/jabatan.

Pertama, kewajiban beban kerja 24 jam kerja seminggu merupakan hal yang
baru bagi pamong belajar sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 2. Beban kerja 24 jam
seminggu meliputi pelaksanaan pokok pamong belajar yaitu (1) kegiatan belajar
mengajar; (2) pengkajian program PNFI; dan (3) pengembangan model PNFI. Jadi,
beban kerja 24 jam seminggu meliputi ketiga tugas pokok tersebut, bukan beban kerja
24 jam tatap muka atau hanya kegiatan belajar mengajar saja. Ayat ini muncul pada
saat-saat akhir ketika Permenpan dan RB akan disyahkan, aturan ini muncul dalam
rangka meningkatkan akuntanbilitas kerja pamong belajar kepada publik. Persoalan
yang akan muncul adalah bagaimana cara menghitung beban kerja 24 jam dalam satu
minggu? Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengkonversi angka kredit yang
diperoleh dari butir-butir pelaksanaan tugas selama satu minggu ke dalam jam.
Untuk itulah hal tersebut perlu dimasukkan ke dalam petunjuk teknis agar pamong
belajar serta pemangku kepentingan lainnya dapat memahami.

Kedua, hal baru lainnya dalam Permenpan dan RB nomor 15 Tahun 2010
tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya ada pada pasal 7
ayat 6 yang menyatakan bahwa setiap kenaikan jenjang jabatan pamong belajar harus
lulus uji kompetensi. Sertifikasi dimaknai sebagai proses untuk mendapatkan
sertifikat yang dipandang layak untuk menjalankan suatu profesi. Untuk
mendapatkan sertifikat profesi itu harus lulus uji kompetensi. Dapat dimaknai bahwa
pasal 7 ayat 6 di atas sudah berada pada jalur sertifikasi. Persoalannya adalah bahwa
untuk melakukan uji kompetensi itu perlu diatur terlebih dahulu standar kompetensi
pamong belajar yang saat ini sedang dibahas ulang menyesuaikan dengan perubahan
rincian tugas pokok pamong belajar.

45
Secara tidak langsung, pasal 7 ayat 6 disadari atau tidak mengarahkan
pamong belajar pada jalur sertifikasi profesi. Ayat ini tentunya membutuhkan
kesiapan para pamong belajar untuk menempuh uji kompetensi, karena sertifikasi
pamong belajar tidak akan pernah menggunakan portofolio seperti guru yang
dipandang memiliki banyak kelemahan. Sertifikasi guru dengan menggunakan
portofolio diambil sebagai kebijakan politis karena besarnya jumlah guru yang jika
dilakukan uji kompetensi bisa memakan waktu lama dan biaya yang lebih besar,
sedangkan pamong belajar yang jumlahnya hanya 3.615 orang seluruh Indonesia
hanya akan digunakan uji kompetensi sebagaimana diatur dalam Permenpan dan RB
tersebut.

Ketiga, terkait standar kualifikasi pendidikan sebagai persyaratan


pengangkatan pertama kali ke dalam jabatan pamong belajar, sebagaimana diatur pada
pasal 25 ayat 1 huruf a yaitu sarjana kependidikan, sempat menjadikan kekhawatiran
bagi teman-teman pamong belajar yang sudah menduduki jabatan. Padahal ayat
tersebut mengatur untuk persyaratan kualifikasi akademik untuk pengangkatan
pertama kali dalam jabatan baik melalui formasi CPNS maupun pengangkatan dari
jabatan lain/staff. Persyaratan kualifikasi pendidikan sarjana kependidikan bagi
pamong belajar meneguhkan posisinya sebagai pendidik pada jalur pendidikan
nonformal sekaligus menegakkan pamong belajar sebagai sebuah profesi yang harus
memiliki kualifikasi akademik yang spesifik. Kondisi ini akan lebih diperkuat
jika konsep pendidikan profesi pamong belajar semakin jelas, dimana sarjana umum
dapat menjadi pamong belajar asalkan sudah menempuh pendidikan profesi dalam
mana ia kemudian akan dianggap memiliki kualifikasi sebagai sarjana
kependidikan. Karena dengan menempuh pendidikan profesi pamong belajar
sehingga ia memahami filosofi, keilmuan dan metodologi pendidikan nonformal.

Keempat, berbeda dengan guru yang mewajibkan angka kredit


pengembangan profesi khusus dipersyaratkan pada kenaikan pangkat dari IVa ke atas,
ternyata setiap kenaikan pangkat pamong belajar dari IIIa ke atas sudak mensyaratkan
adanya angka kredit dari unsur pengembangan profesi. Hal lainnya yang dipandang

46
penting dalam mengimplementasikan Permenpan dan RB nomor 15 Tahun 2010 adalah
persoalan kegiatan pengembangan profesi. Selama ini tidak ada aturan dan kriteria
yang terinci tentang pelaksanaan dan penilaian butir-butir pengembangan profesi,
sehingga tidak sedikit menimbulkan multiinterpretasi dalam mana tim penilai memiliki
pemahaman yang tidak sama terhadap butir-butir kegiatan pengembangan profesi.
Terkait dengan alur penilaian pengembangan profesi yang belum diatur pada jabatan
pamong belajar tidak sedikit pamong belajar yang mengajukan penilaian
pengembangan profesi oleh sekretariat TPAK diminta untuk ke LPMP sebagai
pelaksana penilaian unsur pengembangan profesi jabatan fungsional guru. Sementara
itu LPMP merasa tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian unsur
pengembangan profesi pamong belajar, sehingga pamong belajar merasa diping-pong.
Untuk itulah, guna mengeliminir hal tersebut di atas perlu diatur dalam petunjuk teknis
tentang alur penilaian di samping kriteria penilaian juga dibuat secara lebih terinci yang
kelak dijadikan pegangan bagi pamong belajar dan tim penilai angka kredit.

Menurut pengamatan penulis, kenaikan pangkat pamong belajar dari IVa ke


atas umumnya relatif sulit. Permasalahannya terjadi, karena untuk kenaikan pangkat
golongan IVa ke atas diwajibkan adanya pengumpulan angka kredit dari unsur kegiatan
pengembangan profesi, walaupun menurut Permenpan dan RB nomor 15 tahun 2010,
saat ini setiap kenaikan jabatan pamong belajar harus menyertakan unsur penilaian
pengembangan profesi. Angka kredit kegiatan pengembangan profesi–berdasar aturan
yang berlaku saat ini—dapat dikumpulkan dari kegiatan: 1) Pembuatan karya
tulis/ilmiah di bidang PNFI, 2) Pengembangan sarana pendidikan nonformal dan
informal, 3) Pengembangan karya teknologi tepat guna, seni, dan olahraga
yang bermanfaat di bidang PNF, dan 4) Penyusunan standar/pedoman/soal dan
sejenisnya.

Tidak sedikit pamong belajar yang ―merasa‖ kurang mampu


melaksanakan kegiatan pengembangan profesinya sehingga menjadikan mereka
enggan, tidak mau, dan bahkan apatis terhadap pengusulan kenaikan pangkat dan
jabatannya. Terlebih lagi dengan adanya fakta bahwa (a) banyaknya KTI yang diajukan

47
dikembalikan karena salah atau belum dapat dinilai, (b) kenaikan pangkat/golongannya
belum memberikan peningkatkan kesejahteraan yang signifikannya, (c) proses
kenaikan pangkat sebelumnya– dari golongan IIIa ke IVa yang ―relatif lancar,
menjadikan ―kesulitan‖ memperoleh angka kredit dari kegiatan pengembangan
profesi, sebagai hambatan yang merisaukan‖.

Beberapa kendala lain yang sering ditemukan tim penilai angka kredit ketika
menilai hasil pengembangan profesi pamong belajar di antaranya sebagai berikut.

1. Ketidaksesuaian antara judul di cover dengan isi substansi di dalam karya tulis
ilmiah yang dibuat.
2. Terdapat beberapa ajuan bukti fisik karya tulis ilmiah yang dilampirkan, namun
nama penulisnya tidak tertera sama sekali.
3. Bukti fisik yang diajukan menurut pengusul dimasukan dalam kategori modul,
tetapi setelah dilihat dan dibaca ternyata yang disebut modul tersebut hanya
sebuah diktat pelajaran sehingga nilainya jauh berbeda atau lebih kecil.
4. Terdapat bukti fisik karya tulis ilmiah yang tidak dapat dinilai secara penuh
karena yang mengajukan hanya sebagai anggota, sehingga seharusnya angka
kredit dikalikan 40% dan dibagi sebanyak anggota yang ikut menulis, sedangkan
sebagai ketua harus dikalikan 60% dari angka kredit yang diusulkan.
5. Jajaran penulis dalam bukti fisik karya tulis ilmiah yang dilampirkan, tidak
menjelaskan nama penulis sebagai ketua atau anggota tim penulis (jika penulisan
secara tim).
6. Penulisan naskah tidak tuntas dan tidak relevan dengan judul yang dicantumkan.
7. Pengembangan kurikulum yang diusulkan tidak sesuai dengan langkah
pengembangan kurikulum (mempunyai sistematika yang jelas dan memiliki
lembar pengesahan dari dinas pendidikan setempat).
8. Naskah karya tulis ilmiah yang diusulkan untuk dinilai dalam bentuk buku/karya
ilmiah tetapi naskah tersebut sudah dinilai pada pengembangan model.
9. Semua kegiatan penilaian dalam rangka pengendalian mutu tidak ada bukti fisik
hanya surat tugas saja

48
10. Penyusunan instrumen penggunaan dana Blockgrant tidak jelas
pengesahanya dan tidak relevan
11. Seringkali antara produk karya tulis ilmiah yang mendapat penghargaan,
diajukan kembali sebagai karya tulis ilmiah di sub bidang lain. Harusnya dipilih
salah satu.
12. Ada beberapa pengajuan bukti fisik berupa pengembangan kurikulum belum
memenuhi syarat dan lebih tepat dimasukan pada pengembangan kurikulum
GBPP.
13. Pengembangan profesi berupa pembuatan alat peraga hanya menyertakan bukti
fisik sebagai alat peraga saja, padahal harus ilengkapi dengan tata cara
penggunaannya.
14. Bukti fisik pengembangan profesi dan alih bahasa agar bisa dinilai harus
dilampirkan tulisan aslinya dan mencantumkan judul buku dan bab yang akan
alih bahasakan.

Terlepas dari berbagai masalah yang muncul, menyusun KTI dalam rangka
pengembangan profesi masih merupakan instrumen yang menarik untuk
meningkatkan karir dan kepangkatan para pamong belajar. Dibandingkan dengan
kompetensi lain yang bersifat produk, maka KTI relatif dapat dikerjakan mengingat
para pamong belajar sudah memiliki sejumlah temuan masalah yang dihadapi setiap
hari di lapangan. Persoalan lanjutannya adalah bagaimana agar para pamong belajar
terbiasa menyusun temuan masalah tersebut dalam sebuah laporan penelitian.

D. Hakikat Karya Tulis Ilmiah

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu
pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh penulis atau peneliti. Karya ilmiah
secara khusus ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu permasalahan atau
keresahan dengan tujuan membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam
objek tulisan. Maka sudah selayaknya, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema
seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis atau dikaji orang lain. Jika
suatu tulisan ilmiah pernah ditulis dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai

49
upaya pengembangan dari tema terdahulu yang sering disebut dengan penelitian
lanjutan.

Menurut Brotowidjoyo (1985), karya ilmiah adalah karangan ilmu


pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang
baik dan benar. Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil
pengamatan, peninjauan, dan penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut
metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya, serta
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya atau keilmiahannya.

Secara garis besar karya tulis ilmiah berisi argumentasi penalaran keilmuan
yang dituangkan melalui bahasa tulis yang formal dengan sistematis dan menyajikan
fakta dan data yang dapat dibuktikan secara empiris. Argumentasi yang diuraikan
dalam karya tulis ilmiah adalah informasi yang dapat dikaji melalui teori dan ilmu
pengetahuan untuk menjawab suatu permasalahan. Untuk memahami alur pikir karya
ilmiah dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.

Hasil

kajian Penelitian

gagasan

informasi

Gambar 1.1 Alur Pikir Karya Ilmiah

Berdasarkan gambar 1.1 karya tulis ilmiah merupakan suatu tulisan yang
membahas suatu permasalahan yang bersumber dari informasi atau pengamatan.
Informasi atau pengamatan yang memuat suatu permasalahan atau keresahan
dituangkan melalui gagasan untuk ditindak lanjuti melalui penelitian atau gagasan.
Hasil dari kajian dan penelitian itulah yang disebut dengan hasil penelitian yang
outptnya adalah sumber informasi yang dapat dibuktikan secara empiris.

50
Beberapa pengertian karya tulis ilmiah di atas, secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa karya tulis ilmiah merupakan suatu tulisan yang ditulis secara
sistematis berdasarkan penelitian dan fakta di lapangan dengan menggunakan
pendekatan metode ilmiah. Dapat juga dikatakan bahwa karya tulis ilmiah adalah
karya tulis yang berisikan informasi kebenaran yang berdasarkan kajian dan cara
berpikir ilmiah.

E. Karakteristik Karya Tulis Ilmiah

Karakteristik karya tulis ilmiah dapat ditinjau dari beberapa aspek, baik dari
sistematika penulisan, formulasi bahasa dan sifat karya tulis itu sendiri. Secara ringkas
karya ilmiah memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Objektif. Suatu karya ilmiah mengandung kebenaran yang objektif serta kejujuran
dalam penulisan. objektifitas karya ilmiah dapat dilihat pada setiap data yang
disajikan berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi
2. Netral. Karya tulis ilmiah dikatakan netral apabila setiap pernyataan atau penilaian
yang diuraikan bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan
institusi, kepentingan kelompok maupun kepentingan pribadi. Oleh karena itu,
pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau memengaruhi
pembaca sangat dihindari dalam karya tulis ilmiah.
3. Sistematis. Setiap langkah-langkah yang terdapat pada karya ilmiah dilakukan
secara sistematis mengikuti pola yang tersusun secara konseptual dan prosedural.
1. 4. Logis. Tidak memuat pandangan-pandangan yang tidak masuk akal atau
pandangan-pandangan yang tidak sesuai dengan logika.
4. Tidak Emotif. Setiap deskripsi yang diuraikan dalam karya ilmiah tidak
melibatkan emosional dalam menuangkan gagasannya, karena setiap pernyataan-
pernyataan yang dituangkan dalam karya tulis ilmiah berlandaskan fakta bukan
berdasarkan, emosional atau suasana hati penulis.
5. Efektif dan Efisien. Efektif yang dimaksud adalah penggunaan kata, atau kalimat
yang padat, singkat dan kaya informasi atau tidak berbelit-belit.

51
6. Menggunakan Bahasa Baku. Bahasa yang digunakan adalah bahasa baku dan
banyak menggunakan istilah teknis

F. Jenis-Jenis Karya Ilmiah

Pada hakikatnya karya ilmiah ditulis berdasarkan hasil dari kegiatan penelitian
atau kajian ilmiah dengan suatu tujuan tertentu. Karya tulis ilmiah dalam lingkup
akademik umumnya merupakan output dari kegiatan tri dharma perguruan tinggi yaitu
pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dalam hal ini yang membedakan
hanyalah materi, susunan, tujuan serta panjang pendeknya karya tulis ilmiah tersebut.
Secara umum, karya ilmiah diklasifikasikan menjadi dua yakni karya ilmiah
pendidikan, dan karya ilmiah penelitian.

1. Karya Ilmiah yang Berkaitan dengan Pendidikan

Tulisan karya ilmiah tidak hanya berdasarkan hasil kajian penelitian tetapi juga
dapat berupa hasil-hasil dari kegiatan pengajaran. Contoh karya ilmiah hasil dari
kegiatan pendidikan antara lain, paper, laporan kegiatan praktikum, laporan kuliah
kerja nyata (KKN), laporan kegiatan ilmiah seperti seminar, kongres dsb. Karya ilmiah
yang berkaitan dengan pendidikan merupakan proses dari kegiatan pendidikan yang
secara tidak langsung didalamnya terdapat rangkaian kajian atau penelitian untuk
dilaporkan dalam bentuk tulisan ilmiah.

2. Karya Ilmiah yang Berkaitan dengan Penelitian

Karya ilmiah yang berkaitan dengan darma penelitian merupakan karya tulis
yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan pendidikan yang dilakukan melalui
proses penelitian, serta sebagai persyaratan mencapai suatu gelar pendidikan. Karya
ilmiah penelitian terdiri dari :

52
a. Artikel

Artikel ilmiah merupakan karya tulis yang berisikan pandangan atau pemikiran
dari penulis dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Artikel ilmiah berbeda dengan
artikel jurnalistik. Bila dalam artikel jurnalistik tulisannya bisa berupa pendapat
subjektif dari penulisnya maka pada artikel ilmiah isinya harus bersifat faktual dan cara
berpikir ilmiah. Artikel dapat ditulis secara khusus, dapat pula ditulis berdasarkan hasil
penelitian misalnya skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian lainnya dalam bentuk lebih
ringkas dan padat. Artikel ilmiah dimuat pada jurnal-jurnal ilmiah. Kekhasan artikel
ilmiah adalah pada penyajiannya yang tidak panjang lebar tetapi tidak mengurangi
nilai keilmiahannya. Pada setiap komponen artikel ilmiah ada penghitungan bobot.
Oleh karena itu, jurnal ilmiah dikelola oleh ilmuwan terkemuka yang ahli dibidangnya.
Jurnal-jurnal ilmiah terakreditasi sangat menjaga pemuatan artikel.

b. Jurnal

Ilmiah Jurnal ilmiah adalah buku yang terdiri beberapa karya ilmiah. Jurnal
ilmiah harus teratur dan mendapatkan nomor dari perpustakaan nasional berupa ISSN
(International Standard Serial Number). Jurnal ilmiah berisi kumpulan artikel yang
dipublikasikan secara periodik, ditulis oleh para ilmuwan peneliti untuk melaporkan
hasil-hasil penelitian terbarunya. Karena itulah, keberadaan jurnal ilmiah merupakan
hal yang penting untuk terus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tulisan atau
artikel yang dimuat dalam jurnal ilmiah, sudah mengalami proses peer-review dan
seleksi ketat dari para pakar di bidangnya masing-masing. Proses peer-review ini
dijalankan untuk menjamin kualitas dan validitas ilmiah artikel yang dimuat.

c. Makalah

Secara umum makalah adalah salah bentuk karya tulis yang bersifat ilmiah
dengan pembahasan masalah tertentu. Berdasarkan hasil dari penelitian, pengamatan,
peninjauan dan hasil kajian teori. Pada umumnya tujuan pembuatan makalah untuk
memenuhi tugas tertentu seperti tugas akademik atau tugas non akademik. Selain itu
makalah juga bisa dijadikan sebagai sumber informasi, dan untuk mengetahui

53
pemahaman penulis tentang suatu masalah. Karya tulis ini dibuat bukan sekedar
rangkuman dari sebuah masalah tertentu, akan tetapi juga sebagai sarana menunjukkan
kemampuan seseorang untuk memahami sebuah masalah.

d. Skripsi

Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang ditulis mahasiswa sebagai persyaratan
untuk memperoleh gelar pendidikan strata satu (S-1). Sebagai karya tulis ilmiah, skripsi
ditulis berdasarkan hasil penelitian lapangan maupun penelitian studi pustaka.
Maksudnya bahwa, dalam penulisan skripsi harus melalui proses penelitian yang
meliputi prosedur identifikasi masalah, merumuskan masalah, tinjauan pustaka,
merumuskan hipotesis, pengumpulan data, hingga kerangka analisis. Pembahasan
dalam skripsi dilakukan mengikuti alur pemikiran ilmiah yaitu logis dan empiris
dengan mengangkat suatu permasalahan dalam bidang ilmu tertentu.

e. Tesis

Tesis adalah suatu karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dari pada skripsi,
tesis ditulis mahasiswa pascasarjana S-2 sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Magister. Secara umum tesis sama halnya dengan skripsi yang tulisan berdasarkan
hasil penelitian berdasarkan kaidah dan standar tertentu sesuai dengan bidang keahlian.
Hanya saja, tesis lebih menyajikan analisis yang mendalam dibandingkan dengan
skripsi. Analisis itu tidak hanya menjabarkan dan membuktikan suatu teori yang
diterapkan dalam suatu permasalahan melainkan juga penggunaan teori dengan analisis
yang lebih tajam dan mendalam sehingga menghasilkan sebuah temuan baru atas
sebuah permasalahan.

f. Disertasi

Disertasi ditulis berdasarkan metodologi, dan kajian pustaka penelitian yang


lebih mendalam dibandingkan dengan tesis dan skripsi. Ditinjau dari aspek
permasalahan yang diangkat pada disertasi lebih diarahkan pada permasalahan yang
dapat menghasilkan suatu pembaharuan teori. Oleh karena, itu aspek kajian pustaka
dan analisis yang ada pada disertasi lebih mendalam, akurat dan terperinci

54
dibandingkan tesis dan skripsi. Dalil yang dikemukakan dalam disertasi biasanya
dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan- sanggahan senat guru besar atau
penguji pada suatu perguruan tinggi. Disertasi ditulis oleh mahasiswa program
pascasarjana S-3 sebagai persyaratan untuk meraih gelar doktor.

55
BAB VI

KERANGKA KARYA TULIS ILMIAH

A. Kerangka Karya Tulis Laporan Penelitian

Kerangka karya ilmiah yang dibahas pada bagian ini membahas secara khusus
untuk penulisan karya ilmiah laporan penelitian seperti skripsi, tesis dan disertasi.
Sedangkan untuk jenis karya tulis ilmiah seperti makalah, artikel dan proposal dibahas
pada pembahasan khusus. Kerangka karya tulis makalah dan artikel lebih padat
dibandingkan laporan penelitian seperti skripsi, tesis dan disertasi.
Kerangka dalam sebuah tulisan merupakan suatu susunan rencana atau skema
kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan atau tulisan. Dapat dikatakan
membuat kerangka karangan adalah salah satu metode dalam pembuatan karya tulis
berupa pemetaan topik kedalam sub-sub topik yang nantinya dipecah lagi kedalam sub-
sub topik yang lebih terperinci. Adanya kerangka tulisan akan membuat hasil karya
tulis lebih teratur, memudahkan tahapan pencarian referensi lanjutan, dan tentunya,
menghindarkan dari bahaya penulisan yang tidak terstruktur.
Secara umum, suatu karya tulis laporan penelitian memiliki tiga bagian, yakni
bagian awal, bagian inti dan bagian akhir. Ketiga bagian tersebut terbagi menjadi sub-
sub bagian yang lebih terperinci (dalam beberapa contoh yang disajikan, penulis
menyusuanikan dengan selingkung yang digunakan oleh STIE Balikpapan). Kerangka
karya tulis tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan berisikan informasi terkait karya ilmiah yang
dilakukan seperti halaman sampul, halaman judul, lembar pengesahan, lembar moto
penulis, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar. Ada poin
penting yang dipaparkan dalam pendahuluan. yaitu latar belakang masalah yang
menguraikan mengapa penelitian itu perlu dilakukan dan apa dampak jika penelitian

56
tersebut tidak dilakukan. Mendeskripsikan alur latar belakang masalah yang diambil
menjadi poin penting sehingga dalam pengambilan solusi dalam penelitian tersebut
lebih terarah. Selain itu, pada bagian pendahuluan terdapat tujuan dari permasalahan
yang dilakukan yakni berupa solusi terkait permasalahan yang diangkat dalam karya
ilmiah tersebut. Pada bagian pendahuluan diuraikan juga manfaat karya tulis ilmiah
tersebut. Dengan adanya tujuan dan manfaat tersebut artinya karya tulis tersebut
tersebut terdapat batasan yang harus dikerjakan yang menjaganya tidak keluar dari inti
utama dalam penelitian yang dilakukan.
Intinya pada bagian pendahuluan karya tulis ilmiah memaparkan terkait
penelitian yang akan dilakukan. Seperti latar belakang, alasan memilih topik, uraian
singkat terkait masalah yang diambil, pembahasan terkait ruang lingkup, dan solusi
yang diberikan, tujuan, dan manfaat dari hasil penelitian.

2. Bagian inti
Pada bagian inti dalam penelitian karya tulis ilmiah memaparkan penelitian
yang dilakukan dengan mengambil studi kasus pada bagian pendahuluan. Bagian inti
pembahasan dalam karya tulis ilmiah diuraikan beberapa poin meliputi landasan teori
atau pisau analisisi, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan. Pengambilan
landasan teori ini berkaitan dengan pokok persoalan yang menjawab permasalahan
yang diangkat dalam karya tulis tersebut. Landasan teori umumnya di kutip dari
pendapat para ahli yang terkait dengan studi penelitian yang dilakukan. Metode
penelitian berkaitan dengan cara dan langkah yang ditempuh dalam melakukan
penelitian. Dalam metodologi penelitian diuraikan hal yang terkait dengan alur metode
dalam melakukan penelitian yang meliputi jenis penelitian, waktu dan tempat
penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, metode pengumpulan data,
teknik analisis data.
Selanjutnya, pada bagian inti dari penulisan laporan penelitian diuraikan bab
yang menguraikan hasil penelitian dan pembahasan. Jenis genre teks yang ada pada
pembahasan adalah teks deskripsi dan diskusi. Teks deskripsi pada hasil penelitian
menguraikan temuan dan hasil penelitian, kemudian teks diskusi mengulas tentang

57
temuan yang dipadukan dengan teori atau hasil penelitian relevan yang pernah
dilakukan orang lain.

3. Bagian Akhir
Bagian akhir dari laporan penelitian berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan
berisikan inti dari hasil analisis pada bagian isi dan pembahasan. Kesimpulan yang
disampaikan pada bagian ini berupa penjelasan singkat dan padat mengenai hasil
analisis dan temuan-temuan. Bagian akhir juga berisi daftar rujukan dan lampiran-
lampiran berupa eviden dan persuratan yang mendukung dalam penelitian.

Pada umumnya, skema kerangka penulisan laporan penelitian sebagai berikut.


BAGIAN PEMBUKA
1.Halaman Sampul
2.Halaman Judul
3.Halaman Pengesahan
4.Abstraksi
5.Kata Pengantar
6.Daftar Isi
7.Daftar Tabel, Gambar, Grafik, dll.

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Batasan masalah
1.6 Definisi Istilah (Boleh ada, boleh tidak)

BAB II KAJIAN PUSTAKA/LANDASAN TEORI BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian

58
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.5 Teknik Analisis Data
3.6 Desain Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil penelitian
4.2 Pembahasan

BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka Lampiran Biodata Peneliti

Sistematika di atas merupakan sistematika yang lengkap dan runtut dalam penulisan
laporan penelitian. Dalam Karya Tulis Ilmiah, jenis huruf yang digunakan umumnya
adalah Times New Roman atau Arial, dengan size 12. Kertas yang dipakai adalah A4,
dengan margin sebagai berikut:
Top : 4 cm
Left : 4 cm
Right : 3 cm
Bottom: 3 cm

B. Struktur Kerangka Karya Tulis Makalah

Secara garis besar makalah terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian
inti, dan bagian akhir. Isi ketiga bagian tersebut dipaparkan sebagai berikut.

59
Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah.

2. Rumusan Masalah

3. Tujuan

4. Manfaat

BAB II Teks Utama : (Pembahasan/ Isi) BAB III Penutup

1. Kesimpulan

2. Saran

Untuk mendukung terhadap penyusunan makalah yang baik, sederhana dan mudah
namun tidak melupakan ketentuan- ketentuan yang berlaku, maka makalah dapat
disesuaikan dengan sistematika sebagai berikut:

1. Halaman Sampul (Cover)

Hal-hal yang harus ada pada bagian sampul adalah :

a. Judul makalah

b. Keperluan atau maksud ditulisnya makalah

c. Nama penulis makalah

d. Tempat serta waktu penulisan makalah

60
Contoh sampul

1. Daftar Isi

Daftar isi pada karya tulis berfungsi sebagai pencantuman isi tulisan. Isi tulisan disusun
berdasarkan bab yang terdapat di dalam tulisan disertai urutan halaman secara benar
agar mempermudah pembaca dalam mencari bahan bacaannya.

2. Bab I Pendahuluan

Bagian Pendahuluan pada makalah terdiri dari, latar belakang, masalah, tujuan,
manfaat. Pada latar belakang masalah berisikan hal-hal mendasar mengapa perlu ditulis
makalah tersebut. Pada bagian Masalah atau topik bahasan berisi permasalahan apa
saja yang dibahas oleh penulis dalam makalah. Pada bagian tujuan dan manfaat berisi
tujuan dan pentingnya pembahasan makalah atau topik yang di bahas.

61
3. Bab II Teks Utama : (Pembahasan/ Isi)

Berisi pembahasan dari setiap masalah dan pokok permasalahan yang telah disajikan
atau pembahasan secara rinci dari setiap pokok permasalahan. Pembahasan pada
makalah disesuaikan dengan rumusan masalah yang diuraikan. Isi dari pembahasan
dapat bersumber dari buku, dan dapat pula dari internet.

4. Bab III Penutup

Bagian penutup makalah biasanya berisi kesimpulan dan saran. Bagian kesimpulan
berisi uraian singkat dan poin-poin penting tentang topik yang dibahas pada makalah.
Bagian saran berisi masukan penulis atau saran terkait topik yang dibahas pada
makalah.

5. Daftar Pustaka / Daftar Rujukan

Daftar pustaka berisi daftar dari bahan bacaan/ pustaka yang digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan makalah tersebut. Seluruh kutipan dalam isi makalah harus
tercantum dalam daftar pustaka agar tidak anggap sebagai plagiat.

C. Struktur Kerangka Karya Tulis Artikel

Menurut Wibowo (2006:113) secara umum struktur artikel ilmiah hasil penelitian dan
artikel ilmiah non penelitian relatif sama. Pada artikel non penelitian tidak ada bagian
metode. Struktur artikel ilmiah hasil penelitian terdiri atas 9 bagian utama yaitu: (1)
judul (2) baris kepemilikan; (3) abstrak; (4) kata kunci; (5) pendahuluan; (6) metode;
(7) hasil dan pembahasan; (8) simpulan; dan (9) daftar pustaka. Adapun struktur artikel
ilmiah non penelitian terbagi menjadi 8 bagian utama yaitu: (1) judul; (2) baris
kepemilikan; (3) abstrak; (4) kata kunci; (5) pendahuluan; (6) pembahasan; (7)
simpulan; dan (8) daftar pustaka. Masing-masing bagian diberikan penjelasan sebagai
berikut.

62
1. Judul

a. Judul hendaknya ringkas dan informatif, dengan jumlah kata tidak lebih dari 12,
sudah termasuk kata penghubung. Agar judul dapat dibuat singkat dan ringkas
dalam 12 kata, hindari kata penghubung dan penyebutan objek, tempat atau bahan
penelitian yang sangat terperinci.

b. Judul mengandung kata-kata kunci dari topik yang diteliti.

c. Jenis huruf Times New Roman 14, dengan jarak baris satu spasi.

d. Judul dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Ingris, sesuai dengan bahasa yang
dipergunakan dalam manuskrip.

e. Hindari penggunaan singkatan, rumus dan rujukan.

2. Baris Kepemilikan (authorship lines)

a. Baris kepemilikan terdiri atas dua bagian, yaitu nama- nama penulis dan afiliasi
kelembagaan penulis.

b. Afiliasi kelembagaan mahasiswa mengikuti tempat dimana yang bersangkutan


belajar.

c. Nama-nama penulis hendaknya hanya orang yang benar-benar berpartisipasi dalam


perencanaan, pelaksanaan, analisis hasil, pembahasan, dan penulisan laporan.

d. Jabatan akademik/fungsional atau gelar kesarjanaan tidak perlu dicantumkan.

e. Nama lembaga dicantumkan secara lengkap sampai dengan nama negara, ditulis di
bawah nama penulis beserta alamat pos, email dan faksimili (kalau ada) untuk
keperluan korespondensi.

f. Jika penulis lebih dari satu orang dan berasal dari kelembagaan berbeda, maka
semua alamat dicantum- kan dengan memberikan tanda superskrip huruf kecil
mulai dari a pada belakang nama penulis secara berurutan.

g. Nama penulis korespondensi diberi tanda bintang (*)

63
Contoh baris kepemilikan dapat dilihat pada contoh berikut:

Aria Bayu Setiaji, 2Andi Masniati Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon

Jl. Dr. H. Tarmizi Taher Kebun Cengkeh Batu Merah Atas – Ambon 97128 Email:
Bayusetiaji232@yahoo.com

3. Abstrak

a. Abstrak ditulis secara ringkas dan faktual, meliputi tujuan penelitian, metode
penelitian, hasil dan simpulan.

b. Abstrak ditulis dalam satu paragraf; ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia
dan Bahasa Inggris); panjang abstrak berkisar antara 150 - 200 kata.

c. Hindari perujukan dan penggunaan singkatan yang tidak umum.

4. Kata Kunci

a. Kata kunci terdiri atas 3 sampai 5 kata dan/atau kelompok kata.

b. Ditulis sesuai urutan abjad

c. Antara kata kunci dipisahkan oleh titik koma (;).

d. Hindari banyak kata penghubung (dan, dengan, yang dan lain-lain)

5. Pendahuluan

a. Intisari sub-sub di dalam pendahuluan.

b. Pendahuluan hendaknya mengandung latar belakang masalah, permasalahan dan


tujuan penelitian.

c. Persentase panjang halaman pendahuluan antara 10-15% dari panjang


keseluruhan sebuah manuskrip.

d. Rujukan ditunjukkan dengan menuliskan nama keluarga/nama belakang penulis


dan tahun terbitan, tanpa nomor halaman. Landasan teori ditampilkan dalam

64
kalimat-kalimat lengkap, ringkas, serta benar- benar relevan dengan tujuan
penulisan artikel ilmiah.

6. Metode Penelitian

a. Informasikan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan


dalam penelitian, meliputi subjek/bahan yang diteliti, alat yang digunakan,
rancangan percobaan atau desain yang digunakan, teknik pengambilan sampel,
variabel yang akan diukur, teknik pengambilan data, analisis dan model statistik
yang digunakan.
b. Hindari penulisan rumus-rumus statistik secara berlebihan.
c. Jika menggunakan metode yang sudah banyak dikenal, sebutkan nama
metodenya saja. Jika diperlukan, sebutkan sumber rujukan yang digunakan
sebagai acuan.
d. Untuk penelitian kualitatif, metode penelitian dapat menyesuaikan.

7. Hasil dan Pembahasan

a. Format hasil penelitian dan pembahasan tidak dipisahkan, mengingat jumlah


halaman yang tersedia bagi penulis terbatas.

b. Hasil penelitian dapat disajikan dengan dukungan tabel, grafik atau gambar
sesuai kebutuhan, untuk memperjelas penyajian hasil secara verbal.

c. Judul tabel dan grafik atau keterangan gambar disusun dalam bentuk frase (bukan
kalimat) secara ringkas.

d. Keterangan gambar/grafik diletakkan di bawah gambar/grafik tersebut,


sedangkan judul tabel diletak- kan di atasnya. Judul diawali dengan huruf
kapital.

e. Jangan mengulang menulis angka-angka yang telah tercantum dalam tabel di


dalam teks pembahasan. Jika akan menekankan hasil yang diperoleh sebaiknya
sajikan dalam bentuk lain, misalnya persentase atau selisih. Untuk menunjukkan
angka yang dimaksud, rujuk saja tabel yang memuat angka tersebut.

65
f. Materi pembahasan terutama mengupas apakah hasil yang didapat sesuai dengan
hipotesis atau tidak, dan kemukakan argumentasinya.

g. Pengutipan rujukan dalam pembahasan jangan terlalu panjang (bila perlu


dihindari).

h. Sitasi hasil penelitian atau pendapat orang lain hendaknya dituliskan dalam
kalimat sendiri (tidak menggunakan kalimat yang persis sama).

i. Kumpulan penelitian sejenis dapat dirujuk secara berkelompok.

8. Simpulan

a. Simpulan hendaknya merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian, dan


diungkapkan bukan dalam kalimat statistik.

b. Ditulis sepanjang satu paragraf dalam bentuk esai, tidak dalam bentuk numerical.

9. Daftar Pustaka

a. Ketentuan umum penulisan daftar pustaka:

b. Rujukan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanyalah rujukan yang benar-
benar dikutip dalam manuskrip.

c. Untuk artikel hasil penelitian, daftar pustaka dirujuk dari sekitar 10-15 artikel
jurnal ilmiah. Sedangkan artikel non penelitian sekurang-kurangnya telah
merujuk 15 artikel ilmiah.

d. Daftar pustaka disusun secara alfabetis berdasarkan urutan abjad nama penulis.

D. Struktur Kerangka Resensi Buku

Sebuah resensi harus memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Data buku atau identitas buku

a. Judul buku

66
Jika buku yang akan diresensi adalah buku terjemahan, maka perlu menuliskan judul
asli buku tersebut.

b. Penulis atau pengarang

Jika buku yang diresensi adalah buku terjemahan, maka harus menyebutkan penulis
buku asli dan penerjemah.

c. Nama penerbit

d. Cetakan dan tahun terbit

e. Tebal buku dan jumlah halaman

Contoh identitas buku sebagai berikut.

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Tip & Trik Jago Main Rubrik Penulis : Wicaksono Adi

Penerbit : Gradien Mediatama Cetakan : 1, 2009

Tebal : 184 halaman

2. Judul Resensi

Judul resensi boleh sama dengan judul buku, tetapi tetap dalam konteks buku
aslinya.

3. Ikhtisar Isi Buku

Dalam meresensi buku, seorang peresensi harus menulis buku yang hendak
diresensi. Ikhtisar adalah bentuk singkat dari suatu karangan atau rangkuman.
Ikhtisar merupakan bentuk singkat karangan yang tidak mempertahankan urutan
karangan atau buku asli, sedangkan ringkasan harus sesuai dengan urutan karangan
atau buku aslinya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat ikhtisar
isi buku adalah sebagai berikut.

67
a. Membaca naskah/buku asli

Penulis ikhtisar harus membaca buku asli secara keseluruhan untuk mengetahui

gambaran umum, maksud, dan sudut pandang pengarang.

b. Mencatat gagasan pokok dan isi pokok setiap bab

c. Membuat reproduksi atau menulis kembali gagasan yang dianggap penting ke

dalam karangan singkat yang mempunyai satu kesatuan yang padu.

4. Kelebihan dan Kekurangan Buku

Penulis resensi harus memberikan penilaian mengenai kelebihan dan kelemahan buku
yang disertai dengan ulasan secara objektif

Contoh kelebihan dan kekurangan buku

Kelebihan Buku

1) Banyak terdapat gambar yang menarik.

2) Penjelasannya sangat rinci.

3) Terdapat indeks untuk kata-kata yang sulit dimengerti

Kekurangan Buku

1) Beberapa kata yang sulit dimengerti tidak terdapat pada bagian indeks.

5. Kesimpulan

Penulis resensi harus mengemukakan apa yang diperolehnya dari buku yang diresensi
dan imbauan kepada pembaca. Jangan lupa cantumkan nama selaku peresensi.

68
BAB VII

MENYUSUN KARYA TULIS ILMIAH

A. Menemukan Masalah

Tahap persiapan mencakup kegiatan menemukan masalah atau mengajukan


masalah yang akan dibahas dalam penelitian. Masalah yang ditemukan didukung oleh
latar belakang, identifikasi masalah, batasan, dan rumusan masalah. Langkah
berikutnya mengembangkan kerangka pemikiran yang berupa kajian teoritis.

Langkah selanjutnya adalah mengajukan hipotesis atau jawaban atau dugaan


sementara atas penelitian yang akan dilakukan. Metodologi dalam tahap persiapan
penulisan karya ilmiah juga diperlukan. Metodologi mencakup berbagai teknik yang
dilakukan dalam pengambilan data, teknik pengukuran, dan teknik analisis data.
Kemudian tahap penulisan merupakan perwujudan tahap persiapan ditambah dengan
pembahasan yang dilakukan selama dan setelah penulisan selesai. Terakhir adalah
tahap penyuntingan dilakukan setelah proses penulisan dianggap selesai.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah penelitian


sebagai berikut:

1. Rumusan masalah dikemukakan dengan kalimat interogatif atau kalimat Tanya


seperti mengapa, bagaimana, apakah dsb.

2. Jika terdapat bebrapa rumusan masalah, maka harus diuraikan secara terpisah

3. Rumusan masalah hendaknya bersifat khas tidak bermakna ganda

4. Rumusan masalah hendaknya padat dan jelas

5. Rumusan masalah harus bersifat implikasi adanya data untuk memecahkan


masalah

69
6. Rumusan masalah perlu dibatasi lingkupnya, sehingga memungkinkan penarikan
simpulan yang tegas.

B. Menentukan Topik/ Tema Karya Ilmiah

Dalam menulis karya ilmiah, penulis hendaklah mengangkat tema-tema yang


aktual dan bukan suatu tema yang sudah basi atau ketinggalan zaman sehingga karya
tulis yang dihasilkan lebih berbobot dan mendapat sambutan yang baik dari pembaca.
Sebagian penulis kadang kala mengangkat tema yang kurang penting yang hanya
menjadi sebuah tulisan yang mubazir. Selain itu, ada sebagian penulis ilmiah hanya
bertindak sebagai seorang penulis plagiator atau diistilahkan dengan penulis
―ceplakan atau sarjana foto kopi, julukan bagi mahasiswa yang skripsinya
diupahkan pada tukang buat skripsi.

Mengenai tema Walija (1996:19-20) memaparkan bahwa kata tema‘ diserap


dari bahasa Inggris theme yang berarti‗pokok pikiran‘. Kata theme itu sendiri
berasal dari Bahasa Yunani, tithenai, yang berarti; meletakkan atau menempatkan.
Tema sebuah karangan merupakan ide dasar atau ide pokok sebuah tulisan. Biasanya
tema tidak dapat dilihat dengan kasatmata dalam sebuah karangan, karena bukan
terdapat dalam sebuah kalimat yang utuh, tetapi tema merupakan cerminan dari
keseluruhan isi karangan dari awal sampai akhir. Tema merupakan amanat atau
pesan-pesan yang dapat dipetik dari karangan. Rumusan dari simpulan yang berupa
pesan- pesan pengarang itulah yang disebut tema.

Sebuah tema yang baik adalah harus menarik perhatian penulis sendiri.
Apabila penulis senang dengan pokok pembicaraan yang ingin dikarang tentu seorang
pengarang dalam keadaan senang atau tidak dalam keadaan terpaksa.

Selain menarik perhatian, tema yang hendak ditulis terpahami dengan baik
oleh penulis. Selain tema dalam setiap tulisan ilmiah juga harus memiliki topik. Ada
sebagian orang menyamakan antara topik dengan tema. Ternyata pendapat itu keliru.
Topik adalah pokok pembicaraan yang ingin disampaikan dalam karangan.

70
Rambu-rambu yang harus diketahui dan dipahami oleh seorang penulis untuk
menentukan dan memilih topik yang baik adalah sebagai berikut:

1. Topik sebaiknya bersifat faktual;

2. Topik sebaiknya berasal dari dunia atau bidang kehidupan yang akrab dengan
penulis;

3. Topik sebaiknya memiliki nilai tambah atau memiliki arti yang penting, baik bagi
penulis sendiri atau bagi orang lain;

4. Topik sebaiknya selaras dengan tujuan pengarang dan selaras dengan calon
pembaca;

5. Topik sebaiknya asli, bukan pengulangan atas hal yang sama yang pernah
disajikan oleh orang lain;

6. Topik sebaiknya tidak menyulitkan pencarian data, bahan, dan informasi lain
yang diperlukan.

C. Membuat Kerangka Tulisan

Langkah-langkah dalam memuat kerangka yaitu sebagai berikut:

1. Merumuskan tema dan menentukan judul karya ilmiah.

Pastikan penulis memilih tema dan materi yang dikuasai dan, kalau mungkin,
disenangi. Setelahnya, pilihlah judul yang singkat namun menarik.

2. Memastikan bahan referensi.

Sebelum menulis karya ilmiah pastikan penulis harus sudah memiliki bayangan di
mana saja nantinya bisa mendapatkan sumber informasi, rujukan, dan sampel untuk
penelitian. Karena penelitian tanpa data sokongan yang kredibel tidak bisa disebut
sebagai karangan ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan.

71
3. Memiliki Rancangan Dasar

Walaupun begitu rinci, penulis harus sudah memiliki jawaban-jawaban dari


pertanyaan bayangan atas apa yang akan diteliti. Hal ini kembali ke pertanyaan-
pertanyaan dasar karya ilmiah; seperti sebutlah, kita akan mengadakan penelitian
tentang penggunaan kompor gas di antara kaum ibu-ibu di Desa Sumberwudi,
Kecamatan Lamongan. Pertanyaan yang harus dijawab adalah: Apa? Jawabannya
yakni penggunaan kompor gas. Siapa? Penggunanya, dalam hal ini adalah target
penelitian, yaitu kaum ibu-ibu. Di mana? Di Desa Sumberwudi Kecamatan
Lamongan. Mengapa? Karena di daerah pedesaan yang masih berada di tepian hutan,
beberapa orang masih suka menggunakan tunggu berbahan bakar kayu. Kapan?
Rentang penelitian kita termasuk menanyakan sejak kapan seorang pengguna tunggu
kayu beralih ke kompor gas, atau sebaliknya. Bagaimana? Cara untuk mengetahuinya
adalah kita mendatangi setiap rumah di sana dan mengadakan wawancara.

4. Mulai Menulis Struktur

Baru setelah kita yakin, maka bisa beralih ke langkah selanjutnya, yaitu merancang
struktur atau kerangka karya ilmiah.

72
BAB VIII

PENGUTIPAN, ORISINALITAS, DAN PLAGIARISME

A. Pengertian Pengutipan

Kutipan mempunyai beberapa pengertian, diantaranya sebagai berikut:


1. Kutipan adalah upaya penulis dalam memperkuat gagasan dengan cara merujuk
gagasan atau pendapat ahli yang sesuai dengan bidangnya atau upaya
menyampaikan gagasan para ahli.
2. Kutipan adalah sebuah pinjaman berupa gagasan, ide, pendapat yang diambil dari
berbagai sumber seperti buku, kamus, ensiklopedia, artikel, majalah, internet dan
berbagai sumber lainnya.
3. Kutipan adalah pengulangan satu ekspresi sebagai bagian dari yang lain dengan
mencantumkan sumber aslinya.
4. Kutipan adalah pendeskripsian ulang oleh penulis atau memparafrasekan ulang
pendapat orang atau ahli.
Kutipan dalam sebuah tulisan berfungsi sebagai pendukung atau memperkuat
pendapat penulis. Dalam karya ilmiah pengutipan juga berfungsi sebagai landasan
teoritis guna menjawab permasalahan secara teoritis. Umumnya kutipan tersebut
digunakan untuk mengemukakan definisi atau pengertian konsep dan menguraikan
suatu rumusan melalui pendapat ahli.

Dalam mengutip tulisan orang lain perlu memahami prinsip-prinsip yang benar.
Diantaranya sebagai berikut:
1. Apabila mengutip karya tulis orang lain dan terdapat kesalahan ejaan, maka
sebaiknya tidak mengubahnya. Pengutip tidak berhak dan tidak dibenarkan
merevisi kata atau ejaan dari sumber kutipan.
2. Dalam mengutip diperkenankan menghilangkan atau memenggal bagian-bagian
kutipan dengan syarat tidak menyebabkan gagasan atau informasi dan maknanya
berubah

73
B. Jenis Kutipan

Secara umum terdapat tiga kaidah pengutipan yang umumnya digunakan di


Indonesia yakni innote, footnote, dan endnote. Penggunaannya bergantung pada aturan
dan kesepakatan yang ditetapkan oleh sebuah lembaga atau instansi. Jadi setiap instansi
atau lembaga bisa saja berbeda kaidah penggunaan kutipannya.

1. Inote/Body note

Innote atau yang dikenal dengan in-text note adalah kaidah pengutipan dan penulisan
rujukan dalam badan teks buku, makalah, majalah, artikel, atau karya tulis ilmiah yang
lain. Kaidah pengutipan ini lazim digunakan di Indonesia. Berdasarkan
penggunaannya, Innote terbagi menjadi dua jenis yaitu Kutipan Langsung dan Kutipan
Tidak Langsung.

a. Kutipan langsung

Kutipan langsung merupakan suatu penggunaan kutipan yang dilakukan dengan cara
menuliskan kembali pendapat, ide atau gagasan orang lain tanpa mengubah isi tulisan
aslinya. Prinsip dasar pengutipan langsung adalah mengutip sumber secara utuh seperti
pada sumbernya tanpa menarasikan ulang atau memparafrasekan. Kutipan langsung
bisanya bersumber dari pendapat seseorang ahli yang telah terkenal (populer), baik
dalam buku, koran, majalah, atau bahkan media elektronik. Fungsi kutipan langsung
sebagai bukti atau memperkuat pendapat penulis secara teoritis.

Ciri-ciri kutipan langsung sebagai berikut:


1) Kutipan langsung tidak mengubah teks aslinya
2) Dalam penulisannya menggunakan titik tiga berspasi [. . .] jika terdapat bagian
kata-kata dari kutipan yang dihilangkan.
Contoh:
Pengaruh penjualan produk di toko-toko tidak dapat meningkat dengan adanya label
halal dalam kemasan dan…hal tersebut dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia
memeluk agama islam…17

74
Apabila terdapat kesalahan pada teks aslinya maka penulis menandainya dengan tanda
[sic!]. Contoh:…hal itu memiliki makna [sic!]. yang ambigu

Ada beberapa cara yang perlu dipahami dalam membuat kutipan langsung,
yaitu sebagai berikut:
1) Kutipan langsung ditulis sesuai bahasa aslinya, baik bahasa Indonesia maupun
bahasa asing.
2) Kutipan ditulis tanpa mengubah makna isinya. Apabila isinya berupa bahasa
asing maka penulis dapat menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
3) Kutipan yang telah ditelaah diterjemahkan ditulis sesuai bahasa asli dan
terjemahannya.
4) Kutipan ditulis sesuai bahasa aslinya kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia oleh pengutipnya sendiri. Namun, jika pengutip tidak menerjemahkan
tetapi memberi komentar atau mengambil inti maknanya saja, maka ketentuannya
termasuk kutipan langsung khususnya berkenaan dengan komentar tersebut.

Format penulisan kutipan terdiri atas nama pengarang diikuti dengan tahun
penulisan dan halaman. Penulisan nama pengarang hanya ditulis nama belakang atau
nama marga tanpa gelar. Penulisan tahun penerbit dan halaman teks kutipan ditulis di
dalam tanda kurung (…).

Contoh kutipan langsung sebagai berikut:


“Argumentasi merupakan suatu bentuk retorika yang berusaha untuk dapat
mempengaruhi sikap serta juga pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan
akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara
(Keraf, 1983: 3)”

b. Kutipan tidak langsung

Kutipan tidak langsung dimaknai suatu cara merujuk pendapat orang lain atau ahli
dengan memahami inti sari atau ide pokok teks asli kemudian menuliskan kembali
melalui bahasa sendiri. Artinya gagasan yang dinarasikan oleh penulis seolah-olah

75
adalah hasil dari pemikiran yang dibangun sendiri. Hal tersebut dibenarkan dan tidak
melanggar etika pengutipan dengan catatan penulis tetap mencantumkan sumber asli
atau dapat dibuat catatan kaki.

Dalam melakukan pengutipan tidak langsung penulis memerlukan kecermatan khusus


untuk menghindari agar ide atau gagasan yang dibangun tidak melenceng atau
bertentangan dengan aslinya. Apabila sumber teks berupa bahasa asing, maka penulis
dapat menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar mudah dipahami. Pengutipan
dalam bentuk bahasa asing, penulisannya dapat menggunakan bahasa Indonesia tanpa
merubah ide pikiran atau pendapat yang ditulis.

Cara pengutipan tidak langsung tidak berbeda dengan pengutipan langsung, hanya
yang membedakan adalah isi kutipan tidak langsung menggunakan bahasa sendiri dan
kutipan langsung tidak mengubah teks aslinya. Contoh pengutipan tidak langsung
sebagai berikut:

1) Contoh Pengutipan tidak langsung dengan menuliskan nama penulis


secara terpadu.

Setiaji (2018:110) tidak menduga bahwa penggunaan bahasa metaforis juga banyak
ditemukan di dalam tulisan ilmiah.

2) Contoh pengutipan langsung dengan menuliskan nama penulis, tahun dan halaman
secara bersamaan.

Penggunaan bahasa metafora ternyata banyak ditemukan dalam tulisan ilmiah


(Setiaji, 2018:110).

2. Footnote (Catatan Kaki)

Footnote umumnya disebut dengan catatan kaki. Footnot Berisi catatan yang
penulisannya berada di bagian bawah halaman karya tulis. Penempatan di bagian
bawah tulisan ini berfungsi sebagai pencantuman identitas yang menjadi sumber
rujukan dari gagasan atau pendapat yang

76
dikutip. Selain menjelaskan asal kutipan catatan kaki juga sering digunakan untuk
menjelaskan teks atau istilah khusus yang perlu penjelasan lebih panjang.

Ada beberapa fungsi catatan kaki yaitu sebagai berikut:


a. Catatan kaki berfungsi untuk memberikan keterangan dan penjelasan terkait
sumber rujukan agar mudah dipahami pembacanya.
b. Untuk menunjukkan referensi lainnya agar pembaca dapat mengetahui ulasan
secara jelas tentang istilah yang digunakan dalam karya tulis ilmiah tersebut.
c. Untuk menghargai dari kutipan yang telah dikutip dan pembaca tahu sumber
rujukan yang dikutip.

Terdapat beberapa teknis membuat catatan kaki yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Nama pengarang tidak dibalik, atau nama marga tidak terletak di depan
b. Judul buku yang dirujuk ditulis dengan cetak miring
c. Rujukan yang bersumber selain dari buku misalnya artikel di majalah, koran,
atau jurnal, judul sumber ditempatkan dalam tanda petik dua (―…‖), tidak
dicetak miring atau garis bawah.
d. Kota terbit
e. Nama penerbit
f. Tahun terbit
g. Nomor halaman
h. Semua unsur dihubungkan dengan tanda koma (,), kecuali setelah kota terbit,
dihubungkan dengan tanda titik dua (:).

Contoh penulisan catatan kaki sebagai berikut:


a. Catatan Kaki yang bersumber dari Buku
Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1991), hlm 4.
b. Catatan kaki yang bersumber dari majalah atau surat kabar

77
Dinda Mutiara, ―Bahasa Jawa di Ambang Kepunahan?‖,
Kompas, 3 Mei, 1990, hlm. 5.
c. Catatan kaki yang bersumber dari internet
Richard Whittle, ―High Sea Piracy: Crisis in Aden‖, Aviation Today, diakses
dari http://www.aviationtoday.com/rw/military/attack/High-Sea-Piracy-Crisis-
in-Aden_32500.html, pada tanggal 31 Mei 2013 pukul 10.47.

Dalam membuat catatan kaki, ada beberapa singkatan yang perlu dipahami penulis,
yakni sebagai berikut:

a. Singkatan ibid.

Singkatan ibid adalah kependekan dari kata ibidem yang memiliki maksud untuk
menunjukkan kutipan di tempat yang sama dan belum diselingi dengan kutipan lain.

Contoh:

1) Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999,
hlm. 8.

2) Ibid., hlm. 15 (berarti dikutip dari buku yang sama dengan buku di atas).

b. Singkatan op.cit

Singkatan op.cit adalah kependekan dari opera citato, yang artinya untuk menunjukkan
kutipan yang telah ditulis sebelumnya namun diselingi dengan sumber lain.

Contoh

1) Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999,
hlm. 8.

2) Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis Paragraf,Remaja Rosda


Karya, Bandung, hlm. 23.

78
3) Gorys Keraf, op. cit. hlm 8 (berarti diambil dari buku yang telah disebutkan di
atas).

c. Singkatan log.cit

Singkatan log.id adalah kependekan dari laco.citato, maksudnya digunakan untuk


merujuk pada halaman yang sama dari satu sumber yang telah disebutkan sebelumnya.

Contoh:

1) Ismail Marahimin, Menulis secara Populer, Pustaka Jaya, Jakarta, 2001, hlm 46.

2) Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis Paragraf,Remaja Rosda


Karya, Bandung, hlm. 23.

3) Ismail Marahimin, loc. cit. (maksudnya buku yang telah disebut di atas di
halaman yang sama, yakni hlm. 46).

4) Soedjito dan Mansur Hasan, loc. cit. (menunjuk ke halaman yang sama dengan
yang disebut terakhir, yakni hlm. 23).

3. Endnote (Catatan Akhir)

Endnote atau catatan akhir merupakan kaidah pengutipan yang memanfaatkan kode
angka sebagaimana footnote, untuk merujuk informasi. Berbeda dengan footnote,
keterangan identitas sumber rujukan endnote terletak pada bagian akhir, setelah seluruh
pembahasan pada karya tulis telah selesai.

C. Penulisan Daftar Rujukan atau Referensi

Daftar rujukan yang ditulis dalam daftar pustaka adalah pustaka yang dirujuk
dalam karya yang dibuat. Penulisan daftar pustaka dalam karya ilmiah umumnya

79
menggunakan format APA (American Psychological Association). Format ini
mengedepankan kesetaraan sehingga menjadikan inisial pengganti nama depan penulis
teks sumber. APA juga menonjolkan penelitian terbaru sehingga tanggal dicantumkan
lebih awal dalam kutipan.

Daftar pustaka atau rujukan dalam karya ilmiah biasanya mengambil referensi
yang terbaru minimal sepuluh tahun terakhir. Unsur yang ditulis dalam daftar pustaka
meliputi (1) Nama pengarang, (2) Tahun penerbit, (3) Judul , (4) tempat penerbitan, (5)
nama penerbit. Penulisan daftar pustaka menggunakan huruf tegak kecuali dalam
penulisan judul menggunakan huruf miring.

Cara penulisan daftar kutipan berdasarkan dari berbagai sumber sebagai


berikut.

1. Penulisan daftar pustaka dalam buku nama penulis tunggal dan unsur nama hanya
satu ditulis dengan urutan berikut:
a. Nama Pengarang
b. Tahun terbit
c. Judul buku(ditulis huruf miring)
d. Kota yang menerbitkan
e. Nama Penerbit
Contoh :

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

2. Penulisan daftar pustaka dari buku nama pengarang terdiri dari dua unsur atau lebih
ditulis dengan urutan:
a. Nama akhir diikuti koma, nama awal (disingkat) dan nama tengah jika ada.
b. Tahun Terbit
c. Judul Buku
d. Kota yang menerbitkan
e. Nama Penerbit

80
Contoh :

Parera, J.D. 2007. Morfologi. Jakarta:Gramedia

3. Penulisan daftar pustaka dari buku yang terdiri dari dua orang penulis atau lebih
maka penulisannya antara pengarang satu dan kedua dipisah dengan tanda titik dan
koma, serta antara pengarang kedua dan ketiga dihubungkan dengan kata sambung
dan. Apabila penulis atau pengarangnya lebih dari tiga orang maka dapat ditulis
dengan menulis pengarang pertama dan diikuti dengan tulisan at.al.

Contoh :

Mulyadi, Y dan Ani, A.2013.Bahasa Indonesia Untuk SMP Kelas VII Kurikulum
2013. Bandung: Yrama Widya.

4. Penulisan daftar pustaka bersumber dari jurnal ditulis seperti halnya kutipan dari
sumber buku. Hal yang membedakan adalah pada penulisan yang bersumber dari
artikel setelah penulisan judul artikel diikuti dengan nama jurnal dan volume terbit.

Contoh :

Setiaji, A.B. 2018. Metafora Dalam Wacana Narasi. Jurnal Totobuang, Volume 7.
No.2.Hal 90-105.

5. Penulisan daftar pustaka bersumber dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan
tanpa pengarang dan tanpa lembaga ditulis sebagai berikut:
a. Judul atau nama dokumen (ditulis huruf miring)
b. Tahun terbit
c. Kota terbit
d. Nama penerbit.
Contoh :

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan


Dosen. 2006. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya.

81
6. Penulisan daftar pustaka yang bersumber dari dokumen yang ditulis atas nama
lembaga dengan urutan sebagai berikut:
a. Nama Lembaga penanggung jawab
b. Tahun
c. judul karangan
d. Nama tempat penerbit
e. Nama lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas penerbitan.
Contoh :

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

7. Penulisan daftar pustaka bersumber dari buku yang diterjemahkan ditulis dengan
urutan berikut:
a. Nama pengarang asli
b. Tahun penerbit karya terjemahan
c. Judul terjemahan
d. Nama penerjemah (yang didahului kata terjemaham, nama tempat penerbit, dan
nama penerbit terjemahan)
Contoh:

Lakoff, G. & Johnson, M. 1980. Metafora Kognitif. Terjemahan Alwy Racman.


Makassar : Fakultas Sastra Universitas Hasanudin.

8. Penulisan daftar pustaka bersumber dari karya ilmiah akademik seperti skripsi, tesis,
disertasi atau laporan penelitian ditulis dengan urutan sebagai berikut:
a. Nama Penulis atau pengarang
b. Tahun
c. Judul karya ilmiah (ditulis huruf miring)
d. Jenis karya ilmiah ( skripsi, tesis, disertasi)
e. Nama kota diikuti nama instansi atau universitas

82
Contoh :
Jufri. 2006. Struktur Wacana Lontara La Galigo. Disertasi. Malang: Program
Pascasarjana UM.

9. Penulisan daftar pustaka bersumber dari makalah yang disajikan dalam seminar,
penataran, atau lokakarya ditulis dengan urutan berikut:
a. Nama pengarang
b. Tahun
c. Judul makalah
d. Menambahkan kata ―Makalah disajikan dalam kegiatan … diikuti nama
pertemuan
e. Lembaga penyelenggara
f. Tempat penyelenggara
Contoh :

Ramdhan. 2019. ―Makna Reduplikasi dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia Kelas
X‖. Makalah. Seminar Nasional Sastra dan Linguistik di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

10. Penulisan daftar Pustaka yang bersumber dari internet ditulis dengan urutan
berikut:
a. Nama Pengarang
b. Tahun Terbit
c. Judul (dicetak Miring)
d. Alamat web diikuti tanggal pengaksesan
Contoh:

Martin. 2019. Jenis-Jenis Kalimat. https://sahabatnesia.com/jenis-jenis-kalimat/


(diakses 20 Juli 2020).

11. Penulisan daftar Pustaka bersumber dari email ditulis dengan susunan sebagai
berikut:
a. Pengirim (alamat e-mail pengirim)

83
b. Tahun, tanggal, bulan
c. Judul Pesan
d. E-mail kepada penerima [alamat e-mail penerima].
Contoh :

Musthafa, Bachrudin (musthafa@indo.net.id). (2000, 25 April). Bab V Laporan


Penelitian. E-mail kepada Dedii Supriadi (supriadi@indo.net.id).

12. Penulisan daftar pustaka bersumber dari surat kabar ditulis dengan urutan berikut:

a. Nama Pengarang
b. Tahun, tanggal, bulan
c. Judul
d. Nama Surat Kabar [Jenis Media], jumlah halaman.
e. Menambahkan kata ―Tersedia‖: alamat di internet. [tanggal diakses]
Contoh:

Cipto, B. (2000, 27 April). Akibat Perombakan Kabinet Berulang, Fondasi


Reformasi Bisa Runtuh. Pikiran Rakyat [online], halaman 8. Tersedia:
http://www.pikiranrakyat.com [9 Maret 2000].

D. Etika Pengutipan

Sebelum melakukan pengutipan hasil karya orang lain maka perlu


memperhatikan etika pengutipan yang berlaku. Sesuai dengan Pasal 14 UU No. 19
Tahun 2002 C. ―Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta apabila pengambilan
berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran,
atau surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus
disebutkan secara lengkap‖. Berdasarkan pernyataan tersebut maka diartikan bahwa
mengutip hasil karya orang lain dengan menyebutkan sumbernya secara lengkap maka
tidak melanggar hukum.

84
Hal ini juga diperkuat dengan Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002 dengan syarat
bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta:
1. Dalam tata cara mengutip karya orang lain setidaknya harus memperhatikan
aturan atau tata cara yang berlaku. Kutipan dapat berupa tulisan-tulisan buku,
jurnal, majalah, surat kabar, gambar ataupun foto, E-Book dan sumber atau
media lainnya.
2. Sesuai dengan Pasal 14 UU No. 19 Tahun 2002 C. ―Tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta apabila pengambilan berita aktual baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, atau surat kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.
3. Pengutipan tulisan atau karya orang lain dengan disebutkan sumbernya secara
lengkap maka tindakan yang dilakukan tidak melanggar hukum. Hal ini juga
diperkuat dengan Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002.
4. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian guna
keperluan; (i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan: atau (ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran
dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
5. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam
huruf braille guna keperluan para tuna netra, kecuali jika Perbanyakan itu
bersifat komersial;
6. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara
atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga
ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.
7. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas
karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan;

85
1. Pentingnya Orisinalitas Tulisan

Orisinalitas dalam karya tulis ilmiah dimaknai bahwa karya tulis yang dihasilkan belum
pernah ditulis sebelumnya dan juga bukan karya orang lain. Karya tulis ilmiah
khususnya skripsi, tesis, disertasi dan hasil penelitian lainnya semaksimal mungkin
harus memperlihatkan orisinalitas. Biasanya toleransi orisinalitas dalam karya ilmiah
80%, jika keseluruhan hasil tulisan menunjukkan 20% terdeteksi plagiarisme maka
masih memenuhi kriteria orisinalitas.

Suatu karya tulis ilmiah bisa dikatakan orisinal jika memenuhi kriteria antara lain
sebagai berikut:

1. Penulis menuliskan sesuatu yang belum pernah ditulis oleh orang lain

2. Penulis melakukan karya empiris yang belum pernah dilakukan sebelumnya.


Apabila karya empiris sudah pernah dilakukan dapat melakukannya kembali
dengan penelitian pengembangan atau lanjutan

3. Penulis membuat interpretasi baru dari gagasan orang lain

4. Penulis melakukan sesuatu yang sama di beberapa negara.

5. Penulis mengambil teknik yang sudah ada untuk diaplikasikan dalam bidang dan
era yang lain.

2. Pengertian Plagiarisme

Plagiarisme atau plagiat dalam karya ilmiah adalah tindakan menjiplak gagasan, ide,
atau pendapat hasil karya orang lain yang diakui sebagai hak cipta sendiri tanpa
mencantumkan sumber aslinya. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No.17 tahun 2010, plagiat merupakan perbuatan secara
sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau
nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau

86
karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan
sumber secara tepat dan memadai.

3. Bentuk-Bentuk Tindakan Plagiarisme

Ada beberapa bentuk tindakan plagiarisme yang terkadang dilakukan penulis tanpa
disadari. Tindakan plagiarisme atau plagiat menurut Soelistyo (2011), diklasifikasikan
dalam beberapa tipe, bentuk dan jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Plagiarisme Berdasarkan Aspek yang Ditiru


Berdasarkan aspek yang dicuri, plagiat terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai
berikut:
a. Plagiat Ide (Plagiarism of Ideas).
Plagiarisme tipe ide ini relatif sulit dibuktikan karena ide atau gagasan bersifat
abstrak dan kemungkinan memiliki persamaan dengan ide orang lain. Atau, ada
kemungkinan terjadi adanya dua ide yang sama pada dua orang pencipta yang
berbeda.
b. Plagiat Kata demi Kata (Word for word plagiarism).
Plagiarisme tipe ini serupa dengan slavish copy, yaitu mengutip karya orang lain
secara kata demi kata tanpa menyebutkan sumbernya. Plagiasi dianggap terjadi
karena skala pengutipannya sangat substansial sehingga seluruh ide atau gagasan
penulisannya benar- benar terambil. Plagiasi seperti ini banyak dilakukan pada
karya tulis.
c. Plagiat Sumber (Plagiarism of Source).
Plagiat tipe ini memiliki kesalahan yang fatal karena tidak menyebutkan secara
lengkap selengkap- lengkapnya referensi yang dirujuk dalam kutipan. Jika sumber
kutipan itu merujuk seseorang sebagai penulis yang terkait dengan kutipan, maka
nama penulis tersebut harus turut serta disebut. Ini tentu sikap yang fair dan tidak
merugikan kepentingan penulis tersebut serta kontributor-kontributor lainnya.
d. Plagiat Kepengarangan (Plagiarism of Authorship).

87
Tindakan plagiarisme ini terjadi atas dasar kesadaran dan motif kesengajaan untuk
membohongi publik. Misalnya mengganti sampul buku atau sampul karya tulis
orang lain dengan sampul atas namanya tanpa izin.
2. Plagiarisme Berdasarkan Kesengajaan
Berdasarkan faktor kesengajaan, plagiat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Plagiat Sengaja
Plagiat sengaja adalah plagiat yang dilakukan secara sadar dengan menggunakan,
meminjam, menjiplak karya orang lain baik berupa ide, gagasan, kalimat, dan teori
tanpa mencantumkan sumber referensi.
b. Plagiat Tidak Sengaja
Plagiat tidak sengaja adalah plagiat yang dilakukan oleh seseorang karena
ketidak-sengajaan, yaitu kurangnya pengetahuan dan pemahaman orang tersebut
dalam mengutip.
3. Plagiarisme Berdasarkan Proposisi yang dibajak
Berdasarkan proporsi atau jumlah persentase yang dibajak, plagiat dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:
a. Plagiat Ringan
Plagiat ringan manakala dalam sebuah karya tulis ilmiah yang dibuat oleh
seseorang kurang dari 30%.
b. Plagiat Sedang
Plagiat sedang mempunyai persentase 30%-70% dalam sebuah karya tulis yang
dibuat.
c. Plagiat Total
Plagiat total berarti lebih dari 70% isi karya tulis ilmiahnya merupakan plagiat dari
karya orang lain. Plagiat ini tidak bisa ditolerir dan karya tersebut harus direvisi
ataupun tak diakui.
4. Plagiarisme Berdasarkan Pola
Berdasarkan pola yang dibajak, plagiat terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
a. Plagiarisme total

88
Plagiarisme total yaitu tindakan plagiasi yang dilakukan seorang penulis atau
pengarang dengan cara menjiplak atau mencuri hasil karya orang lain seluruhnya
dan mengklaim sebagai karyanya. Biasanya, dalam plagiasi ini seorang penulis
hanya mengganti nama penulis dan instansi penulis aslinya dengan nama dan
instansinya sendiri. Lalu, penulis mengubah sedikit judul artikel hasil jiplak,
kemudian juga mengubah abstrak, kata-kata kunci tertentu (keywords), sub judul
artikel, kata dan kalimat tertentu dalam bagian tulisan dan kesimpulan dengan
kata-kata atau kalimat tertentu agar terlihat berbeda dengan artikel aslinya.
b. Plagiarisme parsial
Plagiarisme persial yaitu tindakan plagiasi yang dilakukan seseorang penulis
dengan cara cara menjiplak sebagian hasil karya orang lain untuk menjadi hasil
karyanya sendiri. Biasanya, dalam plagiasi jenis ini seorang penulis mengambil
pernyataan, landasan teori, sampel, metode analisis, pembahasan dan atau
kesimpulan tertentu dari hasil karya orang lain menjadi karyanya tanpa
menyebutkan sumber aslinya.
c. Auto-plagiasi (self-plagiarisme)
Plagiasi Auto-plagiasi yaitu plagiasi yang dilakukan seorang penulis terhadap
karyanya sendiri, baik sebagian maupun seluruhnya. Misalnya, ketika menulis
suatu artikel ilmiah seorang penulis meng-copy paste bagian-bagian tertentu dari
hasil karyanya dalam suatu buku yang sudah diterbitkan tanpa menyebut
sumbernya.
d. Plagiarisme antar bahasa
Plagiasi antar bahasa yaitu plagiasi yang dilakukan seorang penulis dengan cara
menerjemahkan suatu karya tulis yang berbahasa asing ke dalam bahasa
Indonesia. Kemudian, penulis menjadikan hasil terjemahan tersebut sebagai hasil
karyanya tanpa menyebut sumbernya.
5. Plagiarisme Berdasarkan Penyajian
Berdasarkan cara penyajiannya, plagiat terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

89
a. Plagiarisme Verbatim
Plagiarisme Verbatim merupakan tindakan plagiasi dengan menjiplak karya orang
lain apa adanya dan memberi kesan bahwa karya tersebut merupakan hasil karya
ciptaannya sendiri.
b. Plagiarisme Kain Perca
Plagiarisme Kain Perca atau lebih dikenal dengan patchwork merupakan tindakan
plagiasi dengan mengambil karya milik orang lain dari berbagai sumber tanpa
menyebutkan rujukan dan menyusunnya menjadi satu kesatuan yang utuh,
sehingga terkesan sebagai karyanya sendiri.
c. Plagiarisme Parafrase
Plagiarisme parafrase merupakan tindakan plagiasi dengan mengubah kalimat dari
penulis asli dengan kalimatnya sendiri dan tidak mencantumkan referensi ataupun
kutipan.
d. Plagiarisme Kata Kunci atau Frasa Kunci
Plagiarisme kata kunci atau frasa kunci merupakan tindakan plagiasi dengan
mengambil sejumlah kata kunci dari penulis asli dan memparafrasekannya lagi
dengan kata-katanya sendiri.
e. Plagiarisme Struktur Gagasan
Plagiarisme struktur gagasan merupakan tindakan plagiasi dengan mengambil
struktur gagasan orang lain, kemudian dituangkan lagi agar terlihat berbeda.

E. Sanksi Tindak Plagiasi

Bentuk tindakan plagiarisme dalam akademik dapat dilakukan oleh mahasiswa,


dosen, peneliti maupun tenaga pendidik lainnya. Apabila secara jelas seorang
melakukan tindakan plagiasi dalam hasil karya ilmiahnya maka pihak instansi atau
universitas dapat melakukan tindakan tegas sesuai sanksi yang ditetapkan. Sanksi yang
ditetapkan dapat merujuk pada Permendiknas No.17 Tahun 2010 tentang pencegahan
dan penanggulangan plagiat di perguruan tinggi. Dalam aturan tersebut, pada Pasal 12

90
Ayat 1 dan 2 dinyatakan secara eksplisit mengenai sanksi tindakan plagiasi bagi
mahasiswa, dosen, peneliti maupun tenaga pendidik.

Berdasarkan pasal 12 Ayat 1 disebutkan bahwa mahasiswa yang terbukti


melakukan tindakan plagiat dapat diberikan sanksi berupa:
1. Teguran
2. Peringatan tertulis
3. Penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa
4. Pembatalan nilai 1 atau beberapa mata kuliah yang diperoleh mahasiswa
5. Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa
6. Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa
7. Pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program
Berdasarkan Pasal 12 ayat 2 disebutkan bahwa dosen/peneliti/tenaga pendidik
yang terbukti melakukan plagiat diberikan sanksi berupa:
1. Teguran
2. Peringatan tertulis
3. Penundaan pemberian hak dosen/ peneliti/ tenaga kependidikan
4. Penurunan pangkat dan jabatan akademik/ fungsional
5. Pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru besar/profesor/ahli peneliti utama
bagi yang memenuhi syarat
6. Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tenaga
kependidikan
7. Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tenaga
kependidikan atau
8. Pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan
Pada pasal 12 Ayat 3 peraturan yang sama disebutkan juga bahwa: Apabila
dosen/ peneliti/ tenaga kependidikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf
f, huruf g, dan huruf h menyandang sebutan guru besar/ profesor/ ahli peneliti utama,
maka dosen/ peneliti/ tenaga kependidikan tersebut dijatuhi sanksi tambahan berupa
pemberhentian dari jabatan guru besar/profesor/ahli peneliti utama oleh menteri atau

91
pejabat yang berwenang atas usul perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau atas usul perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
melalui koordinator perguruan tinggi swasta.

92
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, dkk. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia: AKAPRES: Brotowidjoyo.


Dalman. 2012. Menulis Karya Ilmiah . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Halliday, M.A. K. Hasan R. 1985. Language Context, and Text: Aspect of language
ina social semiotic Perspective. London : Oxford University Press.
Kemendiknas. 2009. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD). Jakarta: Kemendiknas RI.
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Natawidjaja, P. Suparman. 1997. Teras Komposisi. Jakarta: PT Intermasa.
Notohadiprawiro, T., 20016. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah, Latihan Dasar
Pemeriksa Karantina Ikan. Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian,
Departemen.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.17 tahun 2010
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat. Diakses 7 Juni 2019
Badanbahasa.kemendikbud.go.id/
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 50,Tahun
2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Diakses 20 Mei 2019.
Badanbahasa.kemendikbud.go.id/
Soelistyo, Henry. 2011. Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika. Yogyakarta:
Kanisius.
Suwignyo, Heri dkk. 2007. Bahasa Indonesia Ilmiah. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Undang-Undang Nomor 24, Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara
dan Lagu Kebangsaan.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah
Jakarta Press.
Wijino, Hs. 2007. Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Wiranto, T, 2012. Ciri-ciri Keilmiahan Teks Akademik dalam Bahasa Indonesia.
Indonesian Journal Of Sistemic Funtional Lingusitics, 1, 88-111.

93
Waridah, Ernawati. 2014. Pedoman kata Baku dan Tidak Baku. Bandung: Ruang
Kata.
Wibowo. 20016. Kerangka Karya Tulis Ilmiah. (online)
(http://lavolathifah.blogspot.com/2013/12/contoh-kerangka-karangan.html.
Diakses Tanggal 9 September 2019).
Zaenal Arifin, S. Amran Tasai (2010). Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Presindo.

94

Anda mungkin juga menyukai