Anda di halaman 1dari 12

2022

“INOVASI IMPLEMENTASI
MANAJEMEN PEMBIAYAAN
INFRASTRUKTUR DI INDONESIA”

DWI NUR SETO C.511.20.0021


PROGRAM STUDI PERENCANAAN
WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEMARANG
TA 2021/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. Atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga artikel yang berjudul, “IMPLEMENTASI MANAJEMEN
PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA” dapat terselesaikan dengan baik. Saya
berharap artikel ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang
implementasi manajemen pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada saya sehingga artikel ini dapat
tersusun dari beberapa sumber yakni melalui jurnal maupun melalui media internet.

Adapun tujuan pembuatan artikel ini yaitu untuk memenuhi tugas UAS Semester Genap
pada Mata Kuliah Manajemen Infrastruktur (PWK17428), Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Semarang. Saya menyadari bahwa masih
banyak kesalahan dalam penulisan artikel ini, baik dari segi kosa kata, tata bahasa, etika
maupun isi. Maka dari itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna mengevaluasi penulisan untuk tugas selanjutnya.

Semarang, 4 JULI 2022

Penulis

DWI NUR SETO

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................1

B. PERMASALAHAN........................................................................................................2

C. PEMBAHASAN............................................................................................................3

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 9

ii
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 38/ 2015 mendefinisikan infrastruktur sebagai salah
satu teknis, fisik, sistem, perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kepada masyarakat serta mendukung jaringan kepada masyarakat dan
mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat
berjalan dengan baik. Pembangunan infrastruktur merupakan hal yang sangat penting untuk
diimplementasikan oleh tiap-tiap negara di dunia.
Pentingnya keberadaan infrastruktur untuk menunjang segala mobilitas yang ada di setiap
negara membuat banyak dari negara di dunia memfokuskan diri untuk memperbaiki dan
mengembangkan infrastruktur yang ada di negaranya masing-masing. Selain itu,
infrastruktur juga memiliki keterkaitan dalam perkembangan wilayah karena ini ciri dari laju
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Jika suatu daerah memiliki
kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik maka akan memiliki tingkat laju
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga akan lebih baik dan sebaliknya.
Hal ini dapat diartikan bahwa infrastruktur sangatlah penting dalam suatu negara karena
infrastruktur merupakan salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi (Kwik Kian Gie
dalam Chaerunnisa, 2014). Namun disisi lain ada dua kendala dalam pengadaan
infrastruktur, Yanuar dalam Purnomo (2009) menyatakan bahwa adanya dua kendala dalam
pengadaan infrastruktur, yaitu kemungkinan ada kegagalan pasar (market failure) dan
pembiayaan. Kegagalan pasar ini dikarenakan jenis infrastruktur memiliki manfaat yang tidak
hanya dirasakan secara pribadi namun juga dapat dirasakan oleh orang lain. Maka dengan
kendala tersebut pemerintah mengadakan infrasktruktur melalui pengeluaran pemerintah
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui pembangunan negara.
Kebutuhan dana pembangunan infrastruktur di Indonesia relatif sangat besar mengingat
kualitas infrastruktur Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan negara Asia lainnya
seperti Singapura, Jepang, China dan India. Berdasarkan World Economic Forum (2013),
peringkat tertinggi untuk Asia diraih Singapura, urutan kedua dari 144 negara di dunia
dengan skor 6,5 (skala 1: rendah – 7: tinggi). Sementara itu, kualitas infrastruktur Indonesia
secara keseluruhan berada pada peringkat 92 dengan skor 3,7 baik pada kualitas jalan,
pelabuhan, maupun kualitas penyediaan listrik. Indonesia berada di atas Filipina (98), namun
di bawah India (87) dan Cina (69), Korea Selatan (22) dan Jepang (16). Buruknya kualitas
infrastruktur Indonesia menjadi salah satu penyebab biaya logistic yang tinggi dan tidak
kompetitif, ditunjukkan dari indeks performa logistic Indonesia pada tahun 2014 hanya
berkisar 3,08 (skala 1: rendah – 5: tinggi). Posisi Indonesia berada di bawah Malaysia (3,59)
dan Korea Selatan (3,67).
Kurangnya kualitas infrastruktur Indonesia tidak terlepas dari masalah pendanaan.
Selama ini, belanja investasi infrastruktur rendah dan tidak memadai untuk membiayai
pembangunan infrastruktur yang menjangkau wilayah Indonesia yang sangat luas.
Pengeluaran untuk infrastruktur dari APBN tahun 2013 hanya berkisar 2,3% dari produk
domestic bruto (PDB) atau sebesai Rp 203 trilliun. Kalau digabung sumber lain (APBD,
BUMN dan swasta) total pengeluaran untuk infrastruktur mencapai Rp 438 trilliun atau
4,72% dari PDB. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur di Indonesia masih
bergantung pada dana APBN dan APBD, sedangkan peran swasta belum signifikan. Jika
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, anggaran infrastruktur di Indonesia tidak
memadai. Thailand mengeluarkan belanja infrastruktur sebesar 17% dan Vietnam sebesar
12% dari PDB. Rendahnya alokasi anggaran untuk pembiayaan infrastruktur Indonesia
Mengakibatkan produktivitas nasional rendah dan daya saing relatif rendah dibandingkan
negara lain dalam kawasan yang sama.
Sehingga, perlu adanya upaya untuk untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dana
tersebut melalui pendirikan beberapa lembaga pembiayaan. Indonesia pernah memiliki Bank
Pembangunan Indonesia (BAPINDO) yng didirikan tahun 1952. Dari awal pendiriannya
Bapindo memang fokus membiayai pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan,
pembangkit listrik, bandar udara, trasportasi (darat, laut dan udara). Untuk pola sumber
dananya Bapindo mengandalkan obligasi, deposito, tabungan dan khusus untuk sektor
tertentu yang akan diberikan insentif oleh pemerintah maka Bank Indonesia memberikan
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun, akibat krisis yang melanda ekonomi
Indonesia pada pertengahan tahun 1997, bank ini kemudian dileburkan bersama beberapa
bank BUMN lainnya menjadi Bank Mandiri saat ini. Di tengah gejolak ekonomi saat ini,
pembiayaan menjadi penyebab munculnya permasalahan pembangunan infrastruktur.
Tentunya hal ini membutuhkan pembiayaan yang besar, dan pemerintah telah melakukan
berbagai upaya melalui berbagai langkah, antara lain seperti pengurangan subsidi bahan
bakar minyak (BBM) sehingga memberi ruang fiskal yang cukup, hingga kerjasama dalam
skema Private Public Partnership (PPP).

B. PERMASALAHAN
Dari latar belakang tersebut diatas dapat kita lihat bahwa masalah yang serius dalam
implementasi infrastruktur di Indonesia terdapat pada anggaran dalam pembiayaan proyek
infrastruktur. Dimana menurut Rosan P. Roeslani, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Bidang Perbankan dan Finansial memaparkan, kebutuhan biaya pembangunan infrastruktur
mencapai Rp. 5.519 Triliun. Sementara anggaran yang didiapkan oleh pemerintah (APBN)
belum dapat mencukupi biaya seluruh rencana pembangunan. Dalam 5 tahun (2015-2020)
dana yang disediakan APBN diprediksi baru mencapai Rp. 1.178 Triliun. Maka dari itu,
sangat penting untuk mencari sumber pembiayaan lain di luar pemerintahan. Maka hal yang

2
akan kami bahas pada artikel ini adalah inovasi dan upaya pembiayaan infrastruktur
bangunan di Indonesia.

C. PEMBAHASAN
Kebutuhan investasi infrastruktur Indonesia meningkat secara signifikan pada periode
tahun 2020-2024. Pemerintah berkolaborasi dengan investor dan perbankan untuk
memenuhi kebutuhan belanja infrastruktur tersebut. Kementerian Koordinator (Kemenko)
Bidang Perekonomian bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) menyusun
kajian yang berjudul Innovative Infrastructure Financing Through Value Capture in Indonesia
sebagai salah satu upaya pengembangan inovasi skema pembiayaan untuk pembangunan
infrastruktur di Indonesia. "LVC (Land Value Capture) dapat bekerja berdasarkan siklus nilai
yang baik yang dapat meningkatkan minat serta partisipasi sektor swasta dalam
pembangunan infrastruktur," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga
Hartarto di Jakarta, Selasa (25/5/2021). Kajian Land Value Capture (LVC) dikenalkan
sebagai salah satu inovasi skema pembiayaan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
pembangunan infrastruktur di Indonesia. LVC dapat didefinisikan sebagai kebijakan
pemanfaatan peningkatan nilai tanah yang dihasilkan dari investasi, aktivitas, dan kebijakan
Pemerintah di suatu kawasan dengan menggunakan dua basis penerapan yaitu LVC
berbasis pajak dan LVC berbasis pembangunan.
Implementasi skema LVC di Indonesia diharapkan dapat membawa berbagai manfaat
ekonomi di antaranya adalah dapat meningkatkan PAD melalui pajak dan retribusi daerah,
pengembangan kawasan perkotaan yang lebih tertata, mengendalikan pertumbuhan
ekonomi kawasan, dan melakukan pemerataan ekonomi di kawasan tersebut. Penerapan
skema LVC membutuhkan dukungan regulasi sebagai dasar pemanfaatan skema tersebut.
Dengan mengacu pada studi yang disusun oleh Kemenko Perekonomian dan ADB, saat ini
sedang disusun payung hukum yang diharapkan dapat menjadi landasan regulasi dalam
mengimplementasikan skema LVC di Indonesia. Sebagai tahap selanjutnya diperlukan
langkah sinkronisasi dengan peraturan yang berhubungan dengan perpajakan, rencana tata
ruang, pemanfaatan lahan dan juga tata guna lahan. Sinkronisasi regulasi tersebut
membutuhkan dukungan dari Pemerintah baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Kolaborasi yang kuat dengan melibatkan pemangku kepentingan menjadi langkah penting
untuk memastikan efektifitas implementasi skema LVC di Indonesia. "Saya berharap melalui
acara ini dapat menghasilkan pemikiran dan strategi yang luar biasa tentang bagaimana
mengakselerasi perekonomian kita melalui pembangunan infrastruktur," tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, diskusi dimoderatori oleh Deputy Country Director for
Indonesia ADB Said Zaidansyah dengan melibatkan empat orang panelis yaitu Deputi

3
Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo, Direktur
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman,
Presiden Direktur PT. MRT Jakarta Wiliam Sabandar dan Capital Projects and Infrastructure
Pricewaterhouse Coopers Agung Wiryawan. Acara peluncuran dan diskusi yang diadakan
secara virtual ini dibuka oleh Deputy Director General for Southeast Asia ADB Winfried
Wicklein. Turut hadir juga memberikan paparan Vice-President for Knowledge Management
and Sustainable Development ADB Bambang Susantono, Co-leader Capital Project Services
Pricewaterhouse Coopers Euan Low dan Senior Economist ADB Matthias Helble. Acara
ditutup oleh Director of Economic Analysis and Operational Support ADB Rana Hasan.
Pemerintah mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di daerah dengan
menyediakan tujuh alternatif inovasi bagi pembiayaan pembangunan infrastruktur. Dikutip
dari situs Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi (Kemenko Perekonomian), acara ini
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pemahaman Pemerintah
Daerah (Pemda) atas sumber-sumber pendanaan Non-APBD.
“Kita perlu mencoba pola yang sudah dilakukan pemerintah pusat, diikuti oleh pemerintah
daerah dengan inovasi-inovasi, misalnya dengan pinjaman daerah ataupun opsi-opsi
lainnya,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir pada Seminar Nasional bertajuk
“Akselerasi Inovasi Pembiayaan untuk Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Daerah”,
Jumat (08/03), di Kota Batu, Malang, Jawa Timur.
Tujuh pos pembiayaan tersebut adalah:
(1) Pasar modal, melalui Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Dana Investasi Real Estate
(DIRE), KIK Efek Beragun Aset (EBA), Dana Investasi Infrastruktur (Dinfra), dan
Obligasi Daerah.
(2) Hibah dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
(3) Pinjaman melalui Bank, Lembaga Keuangan Non Bank, Pemerintah, ataupun
Lembaga yang mendapatkan penugasan seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (PT
SMI)
(4) Multilateral Bank
(5) Enviromental Fund
(6) Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)
(7) Hak Pengelolaan Terbatas/Limited Consession Scheme (LCS).
Selain itu, peningkatan akses daerah terkait sumber-sumber pembiayaan juga
memperhatikan prinsip kehati-hatian melalui tiga langkah yaitu:
(1) perubahan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pinjaman Daerah melalui PP Nomor
30 Tahun 2011 menjadi PP Nomor 56 Tahun 2018,
(2) pendampingan penerbitan obligasi daerah, dan
(3) Implementasi percepatan pemberian pinjaman daerah.
4
Namun, Pemerintah menyadari tantangan yang dihadapi Pemda untuk mengakses
inovasi pembiayaan tersebut, khususnya pasar modal dan lembaga keuangan, masih
rendah.

“Oleh karena itu, arah kebijakan yang perlu dilakukan adalah dengan membuat regulasi
yang mendukung agar akses pemerintah daerah di pasar modal untuk mendapat pinjaman
menjadi lebih mudah,” pungkasnya. Seiring dengan berjalannya waktu, suatu negara pasti
akan mengalami perkembangan dalam segala bidang. Baik itu dalam bidang ekonomi,
sosial, politik, dan lain-lain. Perkembangan yang ada tersebut terjadi akibat adanya
perkembangan pada ketersediaan infrastrukturnya. Infrastruktur memiliki peranan yang
penting dalam perkembangan suatu negara, khususnya pada bidang ekonomi. Seperti yang
kita tahu bahwa infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi sistem sosial dan sistem
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sehingga pembangunan infrastruktur ini
perlu dimaksimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dikutip dari artikel pendanaan infrastruktur oleh Kementrrian Keuangan, seorang anggota
staf Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dalam halaman facebooknya mengatakan bahwa
terdapat tiga jenis proyek infrastruktur. Jenis proyek infrastruktur yang pertama yaitu proyek
infrastruktur secara keuangan. Secara keuangan, dalam arti luas yaitu tidak layak (financially
not feasible), tetapi sangat diperlukan oleh masyarakat, seperti pembangunan irigasi /
bendungan, pendidikan, dan pembangunan fasilitas jalan jembatan. Jenis proyek
infrastruktur yang kedua yaitu proyek yang merupakan kewajiban pemerintah untuk
membangunnya sehingga tidak dapat diserahkan seluruhnya kepada pihak swasta. Contoh
dari jenis proyek infrastruktur ini yaitu proyek yang tidak layak dari aspek bisnis/komersial,
diantaranya yaitu pengadaan sarana transportasi, jalan tol, bandara, pelabuhan, dan lain-
lain. Jenis proyek infrastruktur yang selanjutnya yaitu proyek yang secara komersial
menguntungkan. Jenis proyek ini misalnya yaitu pembangunan kawasan industri, kilang
minyak, dan lain-lain. Jenis proyek infrastruktur ini dapat diserahkan dan ditangani atau
dikelola oleh investor swasta. Meskipun begitu aset akan tetap dikuasai oleh negara dan
investor akan memperolah hak pengelolaan sampai jangka waktu yang telah ditentukan.
Dalam pembangunan infrastruktur ini terdapat beberapa sumber yang menjadi pihak
dalam pembiayaan pembangunan proyek ini. Untuk jenis proyek infrastruktur yang pertama,
sumber pembiayaan berasal dari APBN atau APBD. Adanya keterbatasan dana APBN
menyebabkan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut. Upaya
yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini yaitu dengan mengadakan pinjaman dari
luar negeri dan penerbitan surat utang. Untuk jenis proyek infrastruktur yang kedua, sumber
pembiayaan berasal dari pihak swasta baik dari dalam maupun luar negeri beserta BUMN
sebagai pihak dari pemerintah. Sumber pembiayaan ini dapat disebut dengan Public Private
Partnership (PPP). Pada skema pembiayaan jenis infrastruktur ini, pemerintah akan tetap
5
memperoleh pemasukkan berupa pajak. Pemerintah baru dapat menguasai proyek ini
setelah hak pengelolaan oleh pihak swasta berakhir sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Untuk sumber pembiayaan jenis pembangunan proyek yang ketiga, sumber
pembiayaan berasal dari investor swasta. Pada jenis proyek pembangunan yang ketiga ini,
investor swasta secara sepenuhnya menjadi sumber pembiayaannya. Dari ketiga sumber
pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur, sumber pembiayaan yang akan kita bahas
kali ini yaitu sumber pembiayaan jenis pembangunan proyek infrastruktur yang kedua yaitu
Public Private Partnership (PPP).
Menurut Peraturan Presiden No. 5 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Public Private
Partnership (PPP) merupakan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala Dareah/ Badan Usaha
Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan
sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara pihak. Di
Indonesia sistem Public Private Relationship (PPP) lebih dikenal dengan skema pembiayaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Berdasarkan Peraturan Presiden,
KPBU ini memiliki tujuan. Tujuan KPBU diantaranya yaitu untuk mencukupi kebutuhan
pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastruktur melalui pengarahan dana
swasta, mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat
sasaran, dan tepat waktu, menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan
Usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat, mendorong
digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu
mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna, dan memberikan kepastian
pengembalian investasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur melalui mekanisme
pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada badan usaha.
Seiring dengan berjalannya waktu, suatu negara pasti akan mengalami perkembangan
dalam segala bidang. Baik itu dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain.
Perkembangan yang ada tersebut terjadi akibat adanya perkembangan pada ketersediaan
infrastrukturnya. Infrastruktur memiliki peranan yang penting dalam perkembangan suatu
negara, khususnya pada bidang ekonomi. Seperti yang kita tahu bahwa infrastruktur
merupakan pendukung utama fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat. Sehingga pembangunan infrastruktur ini perlu dimaksimalkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dikutip dari artikel pendanaan infrastruktur oleh Kementrrian Keuangan, seorang anggota
staf Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dalam halaman facebooknya mengatakan bahwa
terdapat tiga jenis proyek infrastruktur. Jenis proyek infrastruktur yang pertama yaitu proyek
infrastruktur secara keuangan. Secara keuangan, dalam arti luas yaitu tidak layak (financially
6
not feasible), tetapi sangat diperlukan oleh masyarakat, seperti pembangunan irigasi /
bendungan, pendidikan, dan pembangunan fasilitas jalan jembatan. Jenis proyek
infrastruktur yang kedua yaitu proyek yang merupakan kewajiban pemerintah untuk
membangunnya sehingga tidak dapat diserahkan seluruhnya kepada pihak swasta. Contoh
dari jenis proyek infrastruktur ini yaitu proyek yang tidak layak dari aspek bisnis/komersial,
diantaranya yaitu pengadaan sarana transportasi, jalan tol, bandara, pelabuhan, dan lain-
lain. Jenis proyek infrastruktur yang selanjutnya yaitu proyek yang secara komersial
menguntungkan. Jenis proyek ini misalnya yaitu pembangunan kawasan industri, kilang
minyak, dan lain-lain. Jenis proyek infrastruktur ini dapat diserahkan dan ditangani atau
dikelola oleh investor swasta. Meskipun begitu aset akan tetap dikuasai oleh negara dan
investor akan memperolah hak pengelolaan sampai jangka waktu yang telah ditentukan.
Dalam pembangunan infrastruktur ini terdapat beberapa sumber yang menjadi pihak
dalam pembiayaan pembangunan proyek ini. Untuk jenis proyek infrastruktur yang pertama,
sumber pembiayaan berasal dari APBN atau APBD. Adanya keterbatasan dana APBN
menyebabkan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut. Upaya
yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini yaitu dengan mengadakan pinjaman dari
luar negeri dan penerbitan surat utang. Untuk jenis proyek infrastruktur yang kedua, sumber
pembiayaan berasal dari pihak swasta baik dari dalam maupun luar negeri beserta BUMN
sebagai pihak dari pemerintah. Sumber pembiayaan ini dapat disebut dengan Public Private
Partnership (PPP). Pada skema pembiayaan jenis infrastruktur ini, pemerintah akan tetap
memperoleh pemasukkan berupa pajak. Pemerintah baru dapat menguasai proyek ini
setelah hak pengelolaan oleh pihak swasta berakhir sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Untuk sumber pembiayaan jenis pembangunan proyek yang ketiga, sumber
pembiayaan berasal dari investor swasta. Pada jenis proyek pembangunan yang ketiga ini,
investor swasta secara sepenuhnya menjadi sumber pembiayaannya. Dari ketiga sumber
pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur, sumber pembiayaan yang akan kita bahas
kali ini yaitu sumber pembiayaan jenis pembangunan proyek infrastruktur yang kedua yaitu
Public Private Partnership (PPP).
Menurut Peraturan Presiden No. 5 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Public Private
Partnership (PPP) merupakan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala Dareah/ Badan Usaha
Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan
sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara pihak. Di
Indonesia sistem Public Private Relationship (PPP) lebih dikenal dengan skema pembiayaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Berdasarkan Peraturan Presiden,
KPBU ini memiliki tujuan. Tujuan KPBU diantaranya yaitu untuk mencukupi kebutuhan
7
pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastruktur melalui pengarahan dana
swasta, mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat
sasaran, dan tepat waktu, menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan
Usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat, mendorong
digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu
mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna, dan memberikan kepastian
pengembalian investasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur melalui mekanisme
pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada badan usaha.
Dukungan pemerintah terhadap implementasai KPBU di Indonesia yaitu dengan adanya
penyediaan berbagai fasilitas oleh Kementrian Keuangan seperti fasilitas persiapan proyek,
dukungan kelayakan, dan penjaminan infrastruktur. Selain itu, Kementrian Keuangan juga
mendirikan Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur
(PDPPI) dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
untuk mendukung terlaksananya penerapan KPBU dan proyek baru yang berfokus pada
layanan publik.  
Contoh implementasi Public Private Partnership (PPP) yaitu kerjasama Pemerintah Kota
Semarang dengan Pihak Swasta untuk mengadakan proyek strategis guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang. Berdasarkan informasi yang dikutip dari Tribun
Jateng, Kota Semarang memiliki 15 proyek strategis yang hendak dilaksanakan. Beberapa
proyek strategis tersebut yaitu Simpanglima Underground, Simpanglima kedua di
Pedurungan, Transportasi berbasis rel, Expo Center, Outer Ring Road Semarang-Kendal,
dan beberapa flyover lain. Terbatasnya APBD yang dimiliki Kota Semarang menyebabkan
kota ini tidak dapat menggunakan APBD nya sebagai sumber pembiayaan pembangunan
infrastrukturnya. Oleh karena itu pembiayaan pembangunan infrastruktur dilakukan dengan
skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Selain itu, contoh proyek
pembangunan yang telah selesai dengan skema KPBU yaitu pembangunan jalan tol
Balikpapan -- Samarinda di Kalimantan Timur. Tol Balikpapan -- Samarinda ini merupakan
jalan tol sepanjang 99 km yang menghubungkan Kota Balikpapan dan Samarinda.
Pembangunan tol ini dibagi menjadi 2 bagian. Dimana pada bagian pertama dilakukan
pembangunan sepanjang 25,07 km dan 11,09 km. Lalu di bagian kedua, dilakukan
pembangunan jalan tol sepanjang 23,26 km, 21,90 km, dan 17,70 km. Proyek ini dihandle
oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dibawah Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan PT Jasaa Marga, PT Wijaya Karya, PT
Pembangunan Perumahan, dan PT Bangun Tjipta Sarana.
Meskipun beberapa proyek pembangunan infrastruktur sudah terlaksana dengan baik
dengan skema pembiayaan KPBU, masih ditemukan beberapa kendala dalam pelakasanaan
pembangunan proyek dengan skema KPBU ini. Dikutip dari masyarakathukumudara.or.id
terdapat kendala dalam pelaksanaan KPBU bandar udara di Indonesia saat ini. Kendala
8
tersebut yaitu misalnya terdapat inkonsistensi antara peraturan-peraturan dalam KPBU
dengan peraturan kementrian perhubungan yang ada serta tidak adanya penjelasan lebih
rinci mengenai tata cara pelaksanaan skema yang ada. Oleh karena itu, pemerintah dirasa
perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai peraturan-peraturan yang diimplementasikan
dalam skema KPBU ini.

DAFTAR PUSTAKA
https://m.rri.co.id/ekonomi/1059404/inovasi-skema-pembiayaan-pembangunan-infrastruktur-
indonesia
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-7-inovasi-pembiayaan-infrastruktur-di-
daerah/
https://www.kompasiana.com/salmanabilaaswinda7667/5ebae3eed541df49252a0fc3/ppp-
sebagai-solusi-pembiayaan-infrastruktur-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai