Anda di halaman 1dari 14

KARYA TULIS ILMIAH

Perlindungan Korban Dalam Kasus Penyebaran Hoax

Di Media Sosial Sesuai UU ITE

Disusun Oleh :

Amelia Putri Kusyono ( A.111.21.0185)

Mareita Rahmadanti Irawan ( A.111.21.0189)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

2022
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

Perlindungan Korban Dalam Kasus Penyebaran Hoax Di Media Sosial Sesuai UU ITE

Disusun Oleh :

Amelia Putri Kusyono

( A.111.21.0185)

Mareita Rahmadanti Irawan

( A.111.21.0189)

Semarang, 09 November 2022

MENGETAHUI,

PEMBIMBING

Dr. DIAN SEPTIANDANI, SH, MH

ii
KATA PENGANTAR

Dipanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat campur tangan
Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan dan hikmat kebijaksanaan kepada
kami untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan baik.

Karya ilmiah ini berjudul: “Perlindungan Korban Dalam Kasus Penyebaran Hoax di Media
Sosial Sesuai UU ITE”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang telah
membantu kami dalam penulisan karya ilmiah ini, khususnya kepada panitia penilai karya tulis
ilmiah fakultas hokum Universitas Semarang, lebih khusus lagi kepada dekan / ketua tim penilai
karya tulis ilmiah dan dosen pembimbing yang telah memberikan koreksi dan masukan-masukan
terhadap karya ilmiah ini.

Sebagaimana manusia biasa tentu saja dalam usaha penulisan karya ilmiah ini terdapat
kekurangan dan kelemahan, baik itu materi maupun teknik penulisannya, untuk itu maka segala
kritik dan saran yang sifatnya konstruktif amat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan ini
akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa, selalu menyertai segala usaha dan tugas kita.

Semarang, 09 November 2022

Penulis Pertama,
Amelia Putri Kusyono

Penulis Kedua,
Mareita Rahmadanti Irawan

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .........................................................................................................................i

Lembar Pengesahan .................................................................................................................ii

Kata Pengantar ........................................................................................................................iii

Daftar isi ..................................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

Abstrak......................................................................................................................................1

1.1 Pendahuluan........................................................................................................................3

1.2 Metode Penelitian................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Analisis Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penyebaran Berita Hoax ............................................5

2.2 Peraturan Berkaitan dengan Penyebaran Berita Hoax.................................................................6

2.3 Perlindungan Hukum Korban Penipuan berita Hoax Berdasarkan Pendekatan Viktimologi .......7

BAB III SIMPULAN

3.1 Simpulan ............................................................................................................................8

iv
Perlindungan Korban Dalam Kasus Penyebaran Hoax Di Media Sosial Sesuai UU ITE

Amelia Putri Kusyono1, Mareita Rahmadanti Irawan2


1
Fakultas Hukum, Universitas Semarang, Indonesia; 2Fakultas Hukum, Universitas Semarang, Indonesia
1
ameliaputrikusyono@gmail.com ; 2 mareitarahmadantii@gmail.com

Abstract

The ease of accessing information in social media has both positive and negative impacts on its users.
The positive impact of the development of information media that makes it easier for people to get
information as quickly as possible. Technological advances are closely related to how information and
news are created, and technology also affects the flow of information transmission. basically, the
existence of technology makes it easier for humans to convey information and brings principles that are
far away. In addition to the positive impact, there is also a negative impact from social media. A place
where users can create, modify, and share information. Information that is considered untrue or hoax can
affect individuals , groups and even nations. This hoax is intentionally created to influence or change the
perception of the recipient of the message in order to track the message that is being built. In spreading
hoaxes, law enforcement focuses on the perpetrators. This scientific work discusses hoaxes and the
application of sanctions for criminals who commit crimes. spreading hoaxes, also highlighting efforts to
protect victims from various cases of spreading hoaxes on social media in Indonesia. Therefore, this
research methodology uses empirical studies and literature studies. The results of the examination
confirm that the basis for regulating hoaxes is Law Number 19 of 2016 , Article 28 (1) and (2). This is
also contained in Law no. 1 of 1946 (StGB) 14 and 15, 311 and 378 StGB and 27 paragraph 3 StGB. 19,
2016 (UUITE). Protection of victims in this case can be found in various laws and regulations, such as
PP. 44 of 2008 concerning Compensation, Restitution, and Assistance for Witnesses and Victims. Law
Number 13 of 2006 concerning the Protection of Witnesses and Victims.

Keywords: Legal Protection, Victims, Hoax News, Social Media, Law Enforcement

v
Abstrak

Mudahnya mengakses informasi dalam media sosial memberikan dampak positif maupun negatif
untuk para penggunanya.Dampak positif dari perkembangan media informasi yang memudahkan
masyarakat untuk mendapatkan informasi secepat mungkin.Kemajuan teknologi terkait erat dengan
bagaimana informasi dan berita diciptakan, dan teknologi juga mempengaruhi arus transmisi
informasi.Pada dasarnya, keberadaan teknologi memudahkan manusia dalam menyampaikan
informasi dan mendekatkan prinsip yang jauh.Selain dampak positif, ada juga dampak negatif dari
media sosial.Tempat di mana pengguna dapat membuat, memodifikasi, dan berbagi
informasi.Informasi yang dianggap tidak benar atau hoax dapat mempengaruhi individu, kelompok
bahkan bangsa.Hoax ini sengaja dibuat untuk mempengaruhi atau mengubah persepsi penerima
pesan agar dapat melacak pesan yang sedang dibangun.Dalam penyebaran hoaks, penegak hukum
fokus pada pelaku.Karya ilmiah ini membahas tentang hoax dan penerapan sanksi bagi pelaku
kejahatan yang menyebarkan hoax, juga menyoroti upaya untuk melindungi korban dari berbagai
kasus penyebaran hoax di media sosial di Indonesia.Oleh karena itu, metodologi penelitian ini
menggunakan studi empiris dan studi pustaka.Hasil pemeriksaan menegaskan bahwa dasar
pengaturan terhadap hoax adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, Pasal 28 (1) dan (2). Hal
ini juga terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1946 (StGB) 14 dan 15, 311 dan 378 StGB dan 27 ayat 3
StGB. 19, 2016 (UUITE). Perlindungan korban dalam hal ini dapat ditemukan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, seperti PP No. 44 Tahun 2008 tentang Kompensasi, Restitusi, dan
Bantuan bagi Saksi dan Korban. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban.

Kata Kunci :Perlindungan Hukum, Korban, Berita Hoax, Media Sosial, Penegakan Hukum

vi
1.1 Pendahuluan

Mengingat setiap orang memiliki akses internet yang mudah dan perkembangan berbagai
smartphone telah memudahkan pengguna untuk mengaksesnya, maka perkembangan internet
pada masa ini sangat pesat.Media internet merupakan media yang tidak mengenal batas dan
waktu.Baik itu batas wilayah atau batas lainnya.Berkaitan dengan hal tersebut tentunya
memberikan dampak positif dan negatif bagi pengguna media sosial.Mengingat bahwa setiap
aturan mengenai perilaku yang dipakai masing-masing negara terdapat perbedaan. Maka ketika
ada sesuatu yang dapat digunakan secara bebas di suatu negara sudah pasti hal tersebut menjadi
pelanggaran hukum bagi negara.1 Sepanjang tahun 2018, terdapat 10 berita hoax yang
berdampak pada masyarakat, mulai dari berita bencana alam, kasus penganiayaan, penculikan
anak, hingga penyebaran makanan beracun.Meningkatnya pemberitaan lelucon di era globalisasi
saat ini tidak lepas dari perkembangan kebiasaan konsumsi media online masyarakat dan
teknologi informasi itu sendiri.Ketimpangan kebenaran antara informasi dan data menjadi salah
satu pemicu maraknya penyebaran berita bohong.Bahkan fanatisme terhadap individu atau
kelompok tertentu memudahkan masyarakat untuk terlibat dalam berbagai kasus penyebaran
berita hoax.

Pesan hoax berarti pesan yang didasarkan pada kenyataan yang tidak nyata, dan bahkan dapat
ditambah atau diputarbalikkan.Tidak jarang kita melihat atau mendengar berita bohong yang
banyak beredar di berbagai media, baik itu berita cetak, online, maupun siaran.Oleh karena itu,
sebagai masyarakat modern yang hidup di era globalisasi ini, kita harus pandai menggali
informasi yang kita temukan, dan tidak mudah menyebarkan berita yang ada sebelum kita
mengetahui kredibilitas berita tersebut. Faktor penyebaran berita hoax menjadi cepat adalah: Saat
ini, masyarakat Indonesia dianggap tidak mampu memiliki demokrasi yang sehat. Lalu sebagian
besar orang tidak terbiasa menyimpan data, jadi berbicara tidak didukung oleh data yang ada.
Kemudian orang Indonesia secara alami banyak bicara. Jadi, ketika menerima informasi, hanya
membagikannya tanpa konfirmasi.

Kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat untuk mengungkap pesan yang ada
menyebabkan penyebaran pesan hoax dengan cepat. Bahkan berita palsu yang tersebar luas
biasanya disiapkan oleh banyak orang dengan cara yang menarik minat pembaca yang membaca
berita tersebut. Netizen atau warganet juga turut serta memberikan komentar di kolom komentar
untuk membahas item berita, dengan asumsi bahwa komentar atau opini tersebut dapat
mengubah sebuah berita. Penyebaran misinformasi sendiri kini menjadi masalah nasional dan
internasional, dan dapat menyebabkan perpecahan dan perpecahan yang menghambat
pembangunan, ketidakstabilan politik, dan gangguan keamanan nasional.Pada dasarnya etika
komunikasi harus diterapkan secara tepat dan benar saat berkomunikasi.Begitu juga dalam
1
Krisnawati E,”Penggunaan Internet oleh Kalangan Remaja di Kabupaten Semarang”,Cakrawala J
Penelit Sos,Jakarta:2015, hlm 150.

vii
menyebarkan suatu pesan harus dicari berdasarkan informasi dan fakta yang benar. Dalam
penelitian komunikasi, ada istilah keadilan yang digunakan dalam kaitannya dengan komunikasi,
dan beberapa aspek etika digunakan dalam konteks penelitian komunikasi, terutama komunikasi
massa, yang mencakup beberapa aspek etika. Misalnya, ketika menulis pesan, kita harus
memperlakukan satu sama lain secara adil, menerapkan etika kesopanan dan keadilan, dan
menerapkan etika kejujuran atau objektivitas yang berdasarkan fakta. Dalam komunikasi, aspek
kejujuran dan objektivitas ini dijadikan sebagai etika berdasarkan data dan fakta yang
ada.Kesadaran ini adalah kunci dari etika integritas.Kejujuran dalam penulisan dan pelaporan
sangat dibutuhkan di sini.Tujuannya adalah untuk memverifikasi kebenaran informasi dan untuk
mengakui kelengkapan dan keandalannya.

Di sisi lain, peristiwa berita hoax memiliki sisi korban kejahatan dan sisi kriminal (pelaku).
Meski ini merupakan isu penting bagi penegakan hukum Indonesia, korban berbagai kasus hoax
di Indonesia kurang mendapat perhatian dari sebelumnya. Padahal, perlindungan hukum bagi
korban diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk hukum pidana.Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Ketentuan Hukum Pidana.Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun
2008 tentang Pemberian Santunan, Kompensasi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.Perlindungan korban
jika terjadi penyebaran. Namun, peraturan tersebut tidak memberikan aturan perlindungan
hukum yang jelas dan spesifik bagi korban peristiwa hoaks media sosial di Indonesia. Memang,
upaya penegakan hukum dan kepastian hukum merupakan bagian penting dari demokrasi dan
supremasi hukum seperti Indonesia.

1.2 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian normatif dan empiris. 2Penelitian hukum dan
analisis hukum digunakan dalam penelitian ini. Hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:(a) KUHP. (b) KUHP No. 1 Tahun 1946. (c) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; (d) Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2008
tentang Kompensasi, Kompensasi dan Pemberian Bantuan Kepada Saksi dan Korban. (e)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kajian empiris
dalam penelitian tidak mencari data primer, melainkan data yang diperoleh dari data sekunder
dari berbagai sumber baik di media cetak maupun online.Kasus dan pendapat ahli dalam
penelitian ini didasarkan pada berbagai penelitian sebelumnya untuk melindungi korban berita
palsu di Indonesia.3

2 Pembahasan

2
Mamudji S. Penelitian Hukum Normatif dan Sebuah Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali; 2015..
3
Arifin R, Waspiah, Latifiani. D. Penulisan Karya Ilmiah untuk Mahasiswa Hukum. Semarang: BPFH
UNNES; 2018.

viii
2.1 Analisis Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penyebaran Berita Hoax
Hoax adalah pesan atau pernyataan informasi yang tidak benar atau palsu yang sengaja
disebarluaskan dan data informasi yang digunakan bukanlah data yang valid.Namun, ada juga
yang sengaja menyebarkan rumor palsu untuk membuat orang berpikir, dan pengaruh opini
publik yang berkembang dapat menyesatkan mereka.Media Sosial seperti Instagram, Facebook,
Twitter, Path, WhatsApp, bahkan blog. Pesan hoax disebarkan melalui email dan pesan singkat,
atau Short Message Service (SMS). Menurut penelitian Masyarakat Telematika Indonesia
(2017), jenis berita palsu yang umum diterima adalah di bidang sosial politik, pemilihan kepala
daerah, pemerintahan, dan SARA.Dalam penyidikan ini, kejadian tersebut berupa informasi atau
berita, dan juga hoaks terkait pemerintahan dan administrasi kepresidenan.Oleh karena itu, hoaks
memiliki aspek penegakan hukum yang kompleks, karena terkait erat dengan hukum pidana,
hukum dan teknologi, bahkan hak asasi manusia.

Deskripsi kejahatan itu sendiri merupakan pengertian hukum, berbeda dengan konsep lain seperti
perbuatan yang mengarah pada kejahatan. Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar hukum
pidana.pernyataan hukum formal. Oleh karena itu, siapapun yang melanggar hukum akan
ditindak. Tindakan yang dilarang oleh hukum harus dihindari. Tata cara larangan juga harus
dipatuhi oleh semua warga suatu negara, baik yang diatur dalam peraturan nasional maupun
daerah. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamzah (2014), Bassar (2016), Reid (1997) dan Rosita
& Hari (2016), pelanggaran Pasal 28(1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE) Tindak Pidana Penyebaran hoaks dan berita palsu:“Setiap
orang yang apabila dengan sengaja dan tanpa mempunyai hak untuk menyebar luaskan berita
bohong dan menyesatkan seseorang yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik.” Sehingga pasal 28 ayat (1) memenuhi unsur: a. Kepada pelaku penyebar berita
bohong hoax adalah mencakup setiap orang baik pelaku maupun membagikan. b. Sebuah bentuk
kesengajaan yang tanpa hak menyebarluaskan berita bohong dan menyesatkan orang lain, serta
juga terbukti melakukan perbuatan tindak pidana yang telah diancamkan pasal tersebut yang
dimaksud disini adalah sesuatu kesalahan yang sengaja dibuat. c. Melawan hukum disini
menjelaskan perbuatan yang tidak memiliki hak. Tidak memiliki hak disini yang dimaksud
adalah tindakan yang menyebabkan perlawanan hukum. d. Seseorang yang telah dengan sengaja
membagikan berita yang tidak sesuai dengan fakta. Maka disama artikan dengan perbuatan
menyebarkan.Subjek berita palsu di sini identik dengan berita palsu.karena keduanya memiliki
semantik yang tidak lengkap, tidak sesuai dengan elemen, dan tidak valid. Kehilangan disini
tidak hanya berupa uang, tetapi juga misalnya rasa takut, malu, kehilangan kebahagiaan.Faktor
terakhir ini menjadi syarat bahwa pesan palsu yang dikeluarkan harus mengakibatkan kerugian
bagi konsumen. Artinya apabila pesan tersebut tidak mengakibatkan kerugian konsumen dalam
perdagangan elektronik, maka jelas bahwa proses pidana yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam perdagangan elektronik tidak dapat ditempuh.
2.2 Peraturan Berkaitan dengan Penyebaran Berita Hoax
Berita hoax yang dapat menyebabkan kegaduhan dan disintegrasi diatur dalam Undang Undang
Nomor 1 Tahun 1946 mengenai Hukum Pidana. Di dalam Pasal 14 Undang-Undang a quo
ix
mejelaskan dan menegaskan: ayat 1 “Barangsiapa, dengan sengaja menyiarkan berita atau
pemberitahuan bohong, dan menyebarkan kegaduhan di kalangan masyarakat, akan dihukum
dengan hukuman penjara setinggi-tingginya Perlindungan Korban Dalam Kasus Penyebaran
maksimal sepuluh tahun”. Ayat 2 “Barangsiapa mengeluarkan pemberitaan yang dapat
menyebabkan kegaduhan di kalangan masyarakat, sedangkan dia layak menyangka bahwa berita
atau pemberitahuan yang disebarkan itu bersifat bohong, maka dikenakan hukuman penjara
setinggi tingginya tiga tahun.

Isinya yang khas, yang berbeda dengan dua alinea pertama dari dua pasal sebelumnya,
menjelaskan tentang perilaku penyebarluasan hoaks yang kontroversial karena tujuan dan
kepastiannya yang sebenarnya.Dalam artian pelakunya jelas memiliki kemauan, kemauan, dan
pengetahuan bahwa menyebarkan hoaks menimbulkan kehebohan. Pada ayat kedua, merupakan
perbuatan yang disengaja kemungkinan diketahui atau diduga bahwa menyebarkan berita bohong
akan menimbulkan kehebohan, Ayat tersebut menjelaskan bahwa kebisingan lebih dari sekedar
ketakutan dan merupakan sesuatu yang mempengaruhi banyak orang. Kemudian, penyebaran
berita bohong yang dapat menimbulkan dan menyebabkan kebencian terhadap suatu golongan
tertentu, ketentuannya telah diatur dan ditetapkan ke dalam Pasal 28 ayat 2 mengenai Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang pada intinya: “Setiap orang yang
dengan cara sengaja dan tanpa memiliki hak menyebarkan informasi yang bertujuan untuk
menimbulkan individu atau kelompk masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolonganrasa kebencian atau permusuhan tertentu. Namun pada pasal ini sebenarnya tidak
memuat unsur perbuatan kebohongan.Hanya saja, ketika dikaitkan dengan peristiwa hukumnya
seringkali perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyebarkan informasi yang
tujuannya untuk menimbulkan atau membuat kebencian, konten dan informasi yang
disebarkanpun biasanya tidak berdasarkan kebenaran atau sifatnya merupakan berita hoax.Maka
dari itu untuk melawan dan memberantas berita hoax dan mencegah apabila terjadi meluasnya
dampak negatif hoax, pemerintah pada dasarnya telah memiliki dan menyediakan paying hukum
yang memadai.

Berikut ini dijelaskan beberapa penjabaran singkat dan penjelasan mengenai pasal-pasal di dalam
Undang-Undang yang mengatur tentang berita hoax: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)(31) 1) Pasal 311 KUHP: “jika yang melakukan suatu kejahatan pencemaran baik itu
pencemaran tertulis diperbolehkan untuk membuktikan terlebih dahulu apa yang dituduhkan itu
benar, tidak membuktikan, dan tuduhan apa yang diketahui dilakukan bertentangan, maka dia
diancam dengan penjara pidana paling lama empat tahun karena melakukan fitnah.” 2) Pasal 378
KUHP: “barang siapa yang dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau
menguntungkan orang lain secara melawan hukum, dengan menggunakan nama palsu atau
martabat palsunya, kemudian dilakukan juga dengan tipu muslihat, ataupun dengan serangkaian
kebohongan, sehinggan menyebabkan orang lain untuk menggerakan atau menyerahkan sesuatu
hal kepadany atau juga dapat agar orang tersebut memberikan hutangnya maupun menghapuskan
piutangnya maka dipidana penjara paling lama empat tahun dengan berdasarkan ancaman karena
x
penipuan. b. Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 14 ayat
(1) dan (2) dan Pasal 15. 1) Ayat 1: “barangsiapa, dengan sengaja menyiarkan suatu berita
bohong, dan dengan sengaja menciptakan kegaduhan dikalangan masyarakat, maka dikenakan
ancaman pidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya atau maksimal sepuluh tahun.” 2)
Ayat 2 “barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan suatu berita yang dapat
menciptakan kegaduhan dikalangan rakyat, sedangkan ia patut menduga dan menyangka bahwa
berita itu adalah bohong, maka dikenakan ancaman penjara setinggi-tingginya tiga tahun.” 3)
Pasal 15 “barang siapa dengan sengaja menyebarkan kabar tidak benar/tidak sesuai ataupun
kabar berlebihanalaupun dirinya mengetahui dan paham ataupun paling tidak patut menduga
tentang kabar tersebut, sehinggan dapat menyebabkan kegaduhan di kalangan masyarakat maka
dikenakan hukuman penjara maksimal 2 tahun. c. UU No. 19 Tahun 2016 mengenai Informasi
dan Transaksi Elektronik 1) Pasal 27 ayat (3): “setiap orang yang dengan sengaja, dan tanpa
memiliki hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.” 2) Pasal 28 ayat (1) dan (2): Ayat 1 “setiap orang yang dengan sengaja
dan tanpa memiliki hak menyebar luaskan berita bohong dan menyesatkan yang kemudian
mengakibatkan kerugian bagi konsumen dalam transaksi elektornik.”.Ayat 2 “setiap orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan dan menyebarkan informasi yang bertujuan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar
golongan kepada individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu.

2.3 Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penipuan berita Hoax Berdasarkan


Pendekatan Viktimologi

Perlindungan dengan maksud melindungi dan membantu seseorang. Ada berbagai istilah
hukum.Yang pertama, recht, berasal dari kata rechtum, yang berarti kepemimpinan, tuntutan,
atau pemerintahan.Ius, di sisi lain, berasal dari kata iubre, yang berarti memerintah atau
mendominasi. Kata mengatur atau memerintah ini mengandung dan berdasar pada kewibawaan. 4
Oleh karena itu, perlindungan hukum dapat dipahami sebagai segala usaha manusia yang
didasarkan pada akal dan pikirannya.Lembaga negara dan swasta juga mengupayakan keamanan,
kontrol, dan kesejahteraan yang berkelanjutan selaras dengan hak asasi manusia yang ada.semua
tingkatan. Lalu ada kata lain untuk penipuan di Internet itu sendiri. Dengan kata lain, ini adalah
penipuan online. Dengan kata lain, pada dasarnya sama dengan penipuan tradisional, yang
membedakan hanyalah sarana tindakan yang menggunakan sistem elektronik seperti telepon
genggam, komputer, internet, dan alat komunikasi lainnya. Untuk menganalisis secara hukum
penipuan yang dilakukan di Internet, atau menyebutnya penipuan online, dapat digunakan
dengan cara yang sama seperti kejahatan tradisional. Pedoman hukum tindak pidana penipuan
yang dilakukan melalui transaksi penjualan melalui Internet, khususnya yang berlaku dan
dikenakan kepada pelaku sehubungan dengan hal tersebut, adalah Kitab Undang-undang Hukum
4
Faiz P. Teori Keadilan Jhon Rawls. J Konstitusi. 2009;6(1)hlm:131–146.

xi
Pidana (KUHP) dan Undang-Undang ITE yang tercantum dalam masing-masing peraturan
perundang-undangan di paksaan di Indonesia mengenai tindak pidana diatur dengan suatu
klausula. KUHP sendiri memuat ketentuan yang secara khusus mengatur kasus penipuan dalam
Pasal 378 KUHP.Di sisi lain, UU ITE memiliki Pasal 28(1), yang secara khusus mengatur kasus
pidana penipuan di Internet.6 tahun sebagaimana diatur dalam pasal 45(2) UU ITE terkait
dengan ketentuan pidana pasal 28(1) UU ITE.Korban penyebaran berita bohong dapat dibaca
dari berbagai aspek dan peraturan perundang-undangan.

Misalnya, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban, korban adalah mereka yang menderita kerugian fisik, mental, dan/atau ekonomi yang
diakibatkan oleh suatu tindak pidana (Pasal 1). Jika laporan palsu disebarluaskan, korban yang
diduga harus mengalami akibat langsung dari kejahatan tersebut, termasuk kerusakan fisik,
mental, atau finansial.efek fisik. Artinya, korban menderita sakit fisik karena menyebarkan
hoax.Misalnya, perlakuan diskriminatif, intimidasi, bahkan penganiayaan yang mengakibatkan
luka atau hilangnya nyawa akibat rumor yang tidak benar.Namun dalam kasus ini, pelaku
kejahatan yang menyebarkan berita bohong hanya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana
jika mereka menyebarkan pesan tersebut, bukan jika mereka mengancam atau menuntut korban.
Sehingga hal ini menghadirkan permasalahan dan perdebatan yang kompleks dalam pemidanaan
itu sendiri.5

3 Simpulan

Berita hoax yang dapat menyebabkan kegaduhan dan disintegrasi diatur dalam Undang Undang
Nomor 1 Tahun 1946 mengenai Hukum Pidana." Ayat 2 "Barangsiapa mengeluarkan
pemberitaan yang dapat menyebabkan kegaduhan di kalangan masyarakat, sedangkan dia layak
menyangka bahwa berita atau pemberitahuan yang disebarkan itu bersifat bohong, maka
5
Pomounda I. Perlindungan Hukum bagi Korban Penipuan Melalui Media Elektronik (Suatu Pendekatan
Viktimologi). J Ilmu Huk Leg Opin. 2015;4(3):1–9.

xii
dikenakan hukuman penjara setinggi tingginya tiga tahun. Isinya yang khas, yang berbeda
dengan dua alinea pertama dari dua pasal sebelumnya, menjelaskan tentang perilaku
penyebarluasan hoaks yang kontroversial karena tujuan dan kepastiannya yang
sebenarnya.Dalam artian pelakunya jelas memiliki kemauan, kemauan, dan pengetahuan bahwa
menyebarkan hoaks menimbulkan kehebohan.

Pada ayat kedua, merupakan perbuatan yang disengaja kemungkinan diketahui atau diduga
bahwa menyebarkan berita bohong akan menimbulkan kehebohan, Ayat tersebut menjelaskan
bahwa kebisingan lebih dari sekedar ketakutan dan merupakan sesuatu yang mempengaruhi
banyak orang. Namun pada pasal ini sebenarnya tidak memuat unsur perbuatan
kebohongan.Hanya saja, ketika dikaitkan dengan peristiwa hukumnya seringkali perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja untuk menyebarkan informasi yang tujuannya untuk menimbulkan
atau membuat kebencian, konten dan informasi yang disebarkanpun biasanya tidak berdasarkan
kebenaran atau sifatnya merupakan berita hoax.Maka dari itu untuk melawan dan memberantas
berita hoax dan mencegah apabila terjadi meluasnya dampak negatif hoax, pemerintah pada
dasarnya telah memiliki dan menyediakan paying hukum yang memadai.

Undang-Undang No." Ayat 2 "setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan dan
menyebarkan informasi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan kepada individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu.

4 Daftar Pustaka

Krisnawati E,”Penggunaan Internet oleh Kalangan Remaja di Kabupaten Semarang”,Cakrawala J Penelit


Sos,Jakarta:2015, hlm 150.

Mamudji S. Penelitian Hukum Normatif dan Sebuah Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali; 2015.

xiii
Arifin R, Waspiah, Latifiani. D. Penulisan Karya Ilmiah untuk Mahasiswa Hukum. Semarang: BPFH
UNNES; 2018.

Faiz P. Teori Keadilan Jhon Rawls. J Konstitusi. 2009;6(1):131–146.

Pomounda I. Perlindungan Hukum bagi Korban Penipuan Melalui Media Elektronik (Suatu Pendekatan
Viktimologi). J Ilmu Huk Leg Opin. 2015;4(3):1–9.

xiv

Anda mungkin juga menyukai