Anda di halaman 1dari 28

E-ISSN: 2988-375X

P-ISSN: 3025-1540
Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
EDITORIAL TEAM

Editor-in-Chief

I Made Adi Widnyana (Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa)

Managing Editor

A.A. Istri Eka Krisna Yanti (Universitas Udayana)

Board of Editors

Yapiter Marpi (Universitas Jakarta)

Aditya Wirawan (Politeknik Keuangan Negara STAN)

Nuzulia Kumala Sari (Universitas Jember)

Muannif Ridwan (Universitas Islam Indragiri)

Junaidi (Universitas Sjakhyakirti)

Muh. Akbar Fhad Syahril (Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada)

Al Qodar Purwo Sulistyo (Universitas Muhammadiyah Surabaya)

Sang Ayu Made Ary Kusumawardhani (Universitas Dwijendra)

Reviewer

Hari Purwadi (Universitas Negeri Sebelas Maret)

Rahmadi Indra Tektona (Universitas Jember)

Ade Risna Sari (Universitas Tanjungpura)

Mohamad Hidayat Muhtar (Universitas Negeri Gorontalo)

Anang Dony Irawan (Universitas Muhammadiyah Surabaya)

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | i


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

IJOLARES: Indonesia Journal of Law Research


Volume 1, Issue 2, September 2023

DAFTAR ISI

Makna Frasa “Pengulangan Tindak Pidana” dalam Regulasi Penyelesaian Perkara


Anak dengan Keadilan Restoratif.
Vincentius Patria Setyawan ....................................................................................... 28-31

The Importance of Expert Testimony in Proving Corruption Crimes.


Ismawati Septiningsih ................................................................................................ 32-36

The Meaning of the Principle of Material Legality in the Reform of Indonesian


Criminal Law.
Itok Dwi Kurniawan................................................................................................... 37-40

Tanggung Jawab Penerima Hibah Uang Yang Bersumber Dari APBD Oleh
Pemerintah Daerah.
I Wayan Wiryawan, I Gede Sujana ............................................................................ 41-46

Kedudukan Pancasila Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia.


I Gusti Ngurah Santika............................................................................................... 47-51

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | ii


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

Makna Frasa “Pengulangan Tindak Pidana” dalam Regulasi


Penyelesaian Perkara Anak dengan Keadilan Restoratif
Vincentius Patria Setyawan
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
vincentius.patria@uajy.ac.id

Abstrak
Diversi merupakan sebuah upaya yang diutamakan dalam sistem peradilan pidana anak dalam penanganan
perkara pidana yang dilakukan oleh anak di luar proses peradilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mencapai keadilan restorative yang merupakan spirit dari sistem peradilan pidana anak di Indonesia.
Pelaksanaan diversi dalam penanganan perkara anak memiliki batasan yakni tidak diperbolehkan bagi anak
yang melakukan pengulangan tindak pidana. Sebagaimana diketahui bahwa menurut ilmu hukum pidana
terdapat 2 (dua) jenis pengulangan tindak pidana (residiv), hal ini menimbulkan pertanyaan frasa
“pengulangan tindak pidana” dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b UUSPPA mengacu pada jenis residiv yang
mana. Artikel ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan
perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis residiv yang dimaksudkan dalam
syarat diversi adalah dapat berupa residiv umum maupun residiv khusus, dan dalam pasal tersebut memuat
perluasan makna residiv bahwa istilah residiv tidak hanya mengacu kepada seseorang yang telah dijatuhi
putusan dan inkracht serta sudah menjalani pidana saja. Recidiv juga berlaku bagi anak yang pernah di-
diversi menurut sistem peradilan pidana anak.

Kata Kunci: Diversi, Sistem Peradilan Pidana Anak, Residiv

I. PENDAHULUAN oleh cara kita mendidik anak (Irwanto, 2021).


Berbicara mengenai anak dalam Perlindungan terhadap anak telah
konteks hukum, bukanlah dipahami sebagai memiliki landasan konstitusional sebagaimana
subjek hukum orang dalam ukuran yang dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang
“mini”. Keberadaan anak di hadapan hukum menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas
adalah sebagai subjek hukum yang utuh, kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
namun memiliki kekhususan, sehingga perlu
untuk diperlakukan secara khusus. serta berhak atas perlindungan dari kekerasan,
Kerentanan yang dimaksud seperti kekerasan diskriminasi”. Berdasarkan rumusan pasal
seksual, bullying, kekerasan fisik/psikologis tersebut jelas sudah bahwa negara
dan lain sebagainya. Perlakuan secara khusus bertanggungjawab penuh untuk menjamin hak-
atau berbeda terhadap anak merupakan bentuk hak anak untuk memproleh hidup yang layak
perlindungan yang harus diberikan kepada bagi tumbuh kembangnya, termasuk
anak oleh karena keterbatasan-keterbatasan melindunginya dari kekerasan/ancaman
yang dimiliki oleh anak yang identik dengan kekerasan yang dapat merugikan bagi anak
kerentanan. secara fisik maupun mental. Selain itu, jika
Arti penting dari pemberian terjadi permasalahan ataupun konflik hukum
perlindungan terhadap anak selain dari yang melibatkan anak, negara harus hadir
kondisinya yang masih rentan dan untuk menyelesaikannya secara adil/tanpa
membutuhkan perhatian khusus, juga oleh diskriminasi.
karena anak merupakan generasi penerus Secara khusus, berkaitan dengan
bangsa. Anak sebagai generasi penerus perlindungan hukum bagi anak, pada dasarnya
haruslah mendapatkan perlakuan dan setiap anak yang masuk ke dalam Sistem
pendidikan yang baik guna mendukung Peradilan Pidana sebagai pelaku, harus
kesuksesannya. Kualitas bangsa kita di masa memenuhi prinsip-prinsip non diskriminasi,
mendatang sangatlah ditentukan oleh anak, yang terbaik untuk kepentingan anak,
dan kualitas pribadi anak sangatlah ditentukan kelangsungan hidup dan pengembangan anak

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 28


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
serta penghargaan terhadap pendapat anak. untuk mereparasi kerugian korban, pengakuan
Walaupun perangkat peraturan tersebut di atas pelaku atas kerugian akibat tindak pidana yang
telah menentukan perlindungan terhadap hak- dilakukan, konsilasi atau rekonsiliasi antara
hak anak namun dalam kenyataannya masih korban, pelaku dan masyarakat, reintegrasi
belum mendapatkan perlakuan yang sangat pelaku dan melalui penyelesaian konflik secara
bermanfaat untuk kepentingan yang terbaik damai (pecefully resolved) dapat dikelola
untuk kepentingan anak (Ernis, 2016). keamanan masyarakat (Muladi, 2013).
Anak sebagai subjek hukum khusus, Pendekatan keadilan restoratif menyediakan
memerlukan perlakuan yang bersifat khusus kesempatan dan kemungkinan bagi korban
pula. Perlakuan yang bersifat khusus ini kejahatan untuk memperoleh reparasi, rasa
berlaku pula bagi anak yang sedang aman, memungkinkan pelaku untuk memahami
berhadapan dengan hukum. Anak yang sebab dan akibat perilakunya dan
berhadapan dengan hukum ialah terdiri dari bertanggungjawab dengan cara yang berarti
anak yang melakukan tindak pidana, menjadi dan memungkinkan masyarakat untuk
saksi dalam terjadinya suatu tindak pidana, memahami sebab utama terjadinya kejahatan,
dan menjadi korban dalam terjadinya suatu untuk memajukan kesejahteraan masyarakat
tindak pidana (Arifin, 2023). Perlakuan dan mencegah kejahatan. Keadilan restoratif
terhadap anak yang berhadapan dengan menampilkan serangkaian tindakan yang
hukum tersebut wajib memperhatikan asas fleksibel yang dapat disesuaikan dengan sistem
yang paling mendasar dalam sistem peradilan peradilan pidana yang berlaku dan secara
pidana anak. komplementer dilakukan dengan
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang mempertimbangkan kondisi hukum, sosial dan
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem budaya. Pendayagunaan keadilan restoratif
Peradilan Pidana Anak (untuk selanjutnya tidak akan merugikan hak negara untuk
disebut sebagai UUSPPA) telah secara tegas menuntut pelaku tindak pidana yang dicurigai
menyatakan bahwa aparat penegak hukum (Mulyadi, 2014). Karena terdapat batasan-
dalam proses penyelesaian perkara pidana batasan yang cukup ketat dalam upaya
yang dilakukan oleh anak harus mencapai keadilan restoratif.
mengutamakan upaya penyelesaian di luar Pelaksanaan upaya diversi yang
jalur peradilan formal (pengadilan). Istilah bertujuan demi mewujudkan keadilan
yang populer terhadap upaya tersebut ialah restorative ini memiliki batasan-batasan. Pasal
diversi yang semata-mata bertujuan untuk 7 ayat (2) UUSPPA menentukan bahwa
mewujudkan keadilan restoratif (Pelokilla, terdapat 2 (dua) batasan untuk pelaksanaan
2023). diversi yakni berlaku untuk tindak pidana yang
Keadilan restorative sebagaimana diancam dengan pidana < (kurang dari) 7
dimaksud di dalam UUSPPA telah secara (tujuh) tahun, dan bukan merupakan
tegas diatur di dalam Pasal 1 angka 6 yang pengulangan tindak pidana. Berkaitan dengan
secara intinya menyatakan bahwa upaya frasa “bukan merupakan pengulangan tindak
penyelesaian perkara pidana yang dilakukan pidana” ini dapat memunculkan pertanyaan
oleh anak haruslah dilakukan dengan tersendiri yakni terkait dengan recidive
melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku (pengulangan tindak pidana). Ketentuan
dan keluarga korban, serta pihak-pihak terkait pengulangan tindak pidana apakah yang
dengan cara bermusyawarah untuk mufakat. digunakan dalam UUSPPA, recidive umum
Mufakat (kesepakatan) dari para pihak yang ataukah recidive khusus?
berunding ini tidak lain adalah penentuan Artikel ini akan menjawab permasalahan
keputusan yang terbaik dan tentu saja adil tersebut yang dirumuskan dalam sebuah tulisan
bagi pelaku maupun korban yang berbasis yang berjudul, “Makna Frasa “Pengulangan
pada pemulihan (keadilan restoratif) Tindak Pidana” dalam Regulasi
(Widiatmika, 2023) . Penyelesaian Perkara Anak dengan
Tujuan utama keadilan restoratif adalah Keadilan Restoratif”.

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 29


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
residivis secara terminologi diartikan sebagai
II. METODE seseorang yang mempunyai habit buruk atau
Penulisan artikel ini menggunakan kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk ini kerap
metode penelitian hukum normatif yang kali dia lakukan dan berdampak pada dirinya
merupakan suatu proses untuk menemukan sendiri dan masyarakat lainnya. Kebiasaan
suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, buruk ini tidak selalu merujuk pada prilaku
maupun doktrin-doktrin hukum guna melanggar hukum, namun juga prilaku yang
menjawab isu hukum yang dihadapi (Marzuki, bertentangan dengan norma masyarakat, agama
2010). Permasalahan yang dihadapi adalah dan gaya hidup positif (Fox, 2001).
pemaknaan dari frasa “pengulangan tindak KUHP Indonesia lama (terjemahan WvS-
pidana” dalam UUSPPA. NI) mengenal adanya 2 (dua) macam recidive
Pendekatan penelitian yang digunakan yakni recidive umum dan recidive khusus.
dalam penulisan artikel ini adalah pendekatan Recidive umum adalah Tidak diperhatikan sifat
perundang-undangan (statute approach) yaitu perbuatan pidana yang diulangi, artinya: asal
mempelajari dasar-dasar dari pembentukan saja residivis mengulangi perbuatan pidana,
aturan perundang-undangan yang dikaji meskipun perbuatan tersebut tidak sejenis
(Marzuki, 2010). dengan perbuatan pidana terdahulu akan tetapi
tetap digolongkan sebagai pengulangan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan KUHP pasal 486, 487 dan 488.
UUSPPA telah menegaskan bahwa Bahwasanya pelaku kejahatan residivis umum
penanganan tindak pidana yang dilakukan akan ditambah sepertiga hukuman, apabila
oleh anak haruslah mengutamakan upaya memenuhi syarat berikut : 1) Antara kejahatan
diversi (penyelesaian perkara di luar peradilan satu dengan yang lainnya sudah ada keputusan
formal) guna mewujudkan keadilan restoratif. hakim. 2) Pelaku dijatuhi hukuman penjara,
Pasal 7 ayat (2) UUSPPA memberikan bukan kurungan, denda atau semacamnya. 3)
batasan terhadap pemberlakuan upaya diversi Jeda kejahatan satu dengan yang lainnya tidak
tersebut yakni: diversi hanya dapat dilakukan lebih dari 5 tahun. Sedangkan recidive khusus
terhadap tindak pidana yang ancamannya di adalah Sifat dari pada perbuatan pidana yang
bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan diulangi sangat diperhatikan, artinya: perbuatan
pengulangan tindak pidana. Tujuan dari yang diulangi harus semacam atau segolongan
diversi adalah untuk menghindari dan dengan perbuatan pidana terdahulu, atas
menjauhkan anak dari proses peradilan. perbuatan apa yang bersangkutan pernah
Sedangkan berkaitan dengan syarat menjalani hukuman. Diatur dalam KUHP pasal
pengulangan tindak pidana, sekiranya perlu 489 ayat 2, 495 ayat 2, 512 ayat 3 (Zuleha,
kita kaji lebih dalam mengenai istilah recidive 2017).
(pengulangan tindak pidana) di dalam ilmu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
hukum pidana. tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Istilah recidive (pengulangan tindak yang menggantikan KUHP lama (terjemahan
pidana) dapat didefinisikan sebagai seseorang WvS-NI) hanya mengenal 1 (satu) jenis
yang melakukan tindakan tercela secara “seri”, recidive yakni recidive umum. Pasal 23 ayat (1)
artinya diulang lebih dari satu kali dalam huruf a mensyaratkan bahwa pengulangan
periode yang berbeda (Alelexander, 2023). tindak pidana adalah: “melakukan Tindak
Pelaku residivis yang mendapat pembinaan Pidana kembali dalam waktu 5 (lima) tahun
atau dikenai efek pidana, selanjutnya disebut setelah menjalani seluruh atau sebagian pidana
narapidana. Pengulangan kembali tindakan pokok yang dijatuhkan atau pidana pokok yang
kriminal secara berkala ini berlaku baik ketika dijatuhkan telah dihapuskan”. Hal ini dapat
masa pidana telah berakhir maupun masih dimaknai bahwa saat ini pengulangan tindak
dilaksanakan, atau masih dilewati sebagian pidana dalam KUHP hanya mengacu pada
Morris, 2002). recidive umum saja.
Sedangkan menurut Lionel W. Fox, Sedangkan penjelasan Pasal 7 ayat (2)

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 30


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
huruf b menyebutkan bahwa “Pengulangan Perdagangan Anak di Indonesia.
tindak pidana dalam ketentuan ini merupakan International Labour Office.
tindak pidana yang dilakukan oleh Anak, baik Muladi. (2013). Restorative Justice dalam
tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis, Sistem Peradilan Pidana dan
termasuk tindak pidana yang diselesaikan Implementasinya dalam Penyelesaian
melalui Diversi.” Hal ini dapat ditafsirkan Tindak Pidana yang dilakukan oleh
bahwa saat ini UUSPPA juga mengacu kepada Anak-Anak. BPHN. Jakarta.
recidive umum oleh karena KUHP pun Lilik Mulyadi. (2014). Sistem Peradilan
menganut recidive umum saja. Ketentuan Pidana Anak. Alumni. Bandung.
tersebut juga menegaskan bahwa tindak Yul Ernis. (2016). Diversi dan Keadilan
pidana yang diselesaikan dengan diversi juga Restoratif dalam Penyelesaian Tindak
telah dihitung sebagai 1 (satu) kali melakukan Pidana Anak di Indonesia. Jurnal
tindak pidana, walaupun perkaranya tidak Ilmiah Kebijakan Hukum. Vol. 10. No.
sampai disidangkan di pengadilan atau 2.
memperoleh putusan hakim. Ketentuan ini Pelokilla, J. (2023). UUD 1945 Sebagai
sebenarnya adalah perluasan dari makna Landasan Konstitusional Terhadap
recidive yang mengharuskan adanya putusan Perlindungan Hak Warga Negara
hakim yang telah berkekuatan hukum tetap Indonesia. JOCER: Journal of Civic
yang telah dijalani oleh anak. Education Research, 1(1), 24-28.
Peter Mahmud Marzuki. (2010). Penelitian
IV. SIMPULAN Hukum. Kencana. Jakarta.
Frasa “pengulangan tindak pidana”
menurut Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf b Terence Morris. (2002). The Criminal Area: A
UUSPPA meliputi recidive umum dan recidive Study in Social Ecology. London:
Routledge.
khusus dalam ilmu hukum pidana. Pasca
diberlakukan KUHP Nasional, istilah recidive Lionel W. Fox .(2001). The English Prison
hanyalah mengacu pada recidive umum. and Borstal Systems: An Account of the
Istilah recidive (pengulangan tindak Prison and Borstal System. London:
pidana) secara umum mensyaratkan bahwa Routledge.
untuk seseorang dikatakan melakukan Widiatmika, D. P. H. (2023). Penerapan
pengulangan tindak pidana haruslah ada Perpol Nomor 8 Tahun 2021 Tentang
putusan hakim yang telah berkekuatan hukum Penanganan Tindak Pidana
tetap (in kracht). Sedangkan Pasal 7 ayat (2) Berdasarkan Keadilan Restoratif Di
Direktorat Reserse Kriminal Umum
huruf b UUSPPA memperluas ketentuan
Polda Bali. IJOLARES: Indonesian
tersebut bahwa tanpa adanya putusan inkracht Journal of Law Research, 1(1), 1-5.
pun, anak yang sudah pernah di-diversi-kan,
tidak dapat di-diversi kemabli oleh karena Zuleha. (2017). Dasar-Dasar Hukum Pidana.
dianggap residiv. Penerbit Deepublish. Sleman.

DAFTAR PUSTAKA.
Alelxander, A. (2023). Peran Masyarakat
Dalam Penegakan Hukum di
Indonesia. IJOLARES: Indonesian
Journal of Law Research, 1(1), 11-15.
Arifin, A. (2023). Peran Hakim Dalam
Mewujudkan Negara Hukum
Indonesia. IJOLARES: Indonesian
Journal of Law Research, 1(1), 6-10.
Irwanto, Fentiny Nugroho etc. (2021).

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 31


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

The Importance of Expert Testimony in Proving Corruption


Crimes
Ismawati Septiningsih
Sebelas Maret University
ismawatiseptinignsih84@staff.uns.ac.id

Abstract
The criminal act of corruption is an extraordinary crime that has an extraordinary impact on the state and
the survival of its people. Corruption as an extraordinary crime requires extraordinary handling efforts as
well, especially in the process of proving it. Proving corruption often requires the role of experts from
several disciplines to ensure that corruption has actually occurred. The purpose of writing this article is to
analyze the existence of expert testimony as evidence in proving corruption and the extent to which expert
testimony contributes to convincing judges that corruption has occurred. The writing of this article uses
normative legal research methods with a statutory approach. The results of this study are that the
submission of expert testimony to the trial of corruption will increase the judge's confidence in the truth of
other evidence submitted by the public prosecutor, and strengthen the judge's conviction to pass a sentence
of punishment if indeed from the existing evidence the defendant is legally and convincingly proven to
have committed corruption.

Keywords: Evidence, Expert Testimony, Corruption

out by state officials who should be the party


I. INTRODUCTION whose duty is to provide services for the
Corruption as an extraordinary crime welfare of the community. The abuse they do
has a huge negative impact on the survival of is none other than to seek benefits for
a country. Some of these impacts are ruining themselves, their families, and those closest to
the economy and state finances, hampering state officials (Putra, 2021). Efforts to eradicate
the development process, neglecting people's corruption include efforts to maintain the
welfare, and disrupting national stability accountability of state administrators and
(Dwiputrianti, 2009). In connection with the government officials so that there is no abuse
enormity of the negative impact of corruption of authority and power aimed at taking
on the survival of a country, efforts to advantage of the power they have. The result
eradicate corruption need to be carried out of this abuse of authority and power is the
massively to protect the interests of the state harm of people's rights to life welfare.
and its citizens (Najmi, 2020). Corruption committed by state officials
The development of criminal acts of is often carried out systematically and
corruption which continues to increase from structurally by involving related stakeholders.
time to time results in multi-dimensional This means that corruption often involves
negative impacts. Damage to the country's many parties and is carried out in a well-
finances and economy due to corruption planned manner. That is why law enforcers
hampers various sectors related to fulfilling experience difficulties and obstacles in
people's welfare. Sectors that are disrupted eradicating corruption. Related to this
due to corruption include the education, phenomenon, ideally the eradication of
health, and sectors that provide daily needs corruption also requires strong cooperation and
for the community (Sugiarta, 2021). support from the community. Thus, corruption
The forms of criminal acts of is no longer a crime that is difficult to
corruption are also very diverse, and the most eradicate.
common is corruption in the form of abuse of Based on the explanation above, to
authority. This abuse of authority is carried facilitate the investigation and eradication of

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 32


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
corruption crimes, it can be said that expert problem under study and can then be used to
testimony plays a very important role in the conduct analysis (Dewata & Achmad, 2010).
examination and proof of corruption crimes, The legal material analysis technique used is
because the theories put forward by these deductive analysis. Deductive analysis is an
experts can clarify the occurrence of alleged analysis that originates from general
corruption crimes that occur (Alamri, 2017). propositions and leads to specific
Expert opinion is information needed to propositions. The purpose of using deductive
explain the criminal process and who has analysis is to obtain conclusions (conclusions)
special specialized knowledge. The from the results of an analysis of the legal
Corruption Law does not grant special issues studied, namely regarding the position
privileges to experts. This means that their of evidence from expert testimony in the
testimony can be used as evidence to prove process of examining and proving corruption
the existence of a criminal act of corruption. It crimes.
can be concluded that experts have a role in
examining cases because of their expertise, III. RESULT AND DISCUSSION
enabling judges to have a perspective on the Corruption is a criminal act that causes
case in question and believe in what their losses to the country's economy by abusing
decision will be based on other evidence the power it has. The perpetrators of
presented later. in court hearings. Eradication corruption commit acts of corruption in order
of criminal acts of corruption which stipulates to gain financial benefits, especially for
that investigations, prosecutions, and themselves, their families, and for their closest
examinations in court of criminal acts of groups/people. Proof of corruption is certainly
corruption are carried out based on the not easy when viewed from the negative
applicable criminal procedure law, unless impact that is so large. Some of these impacts
otherwise provided for in this law. That is, are ruining the economy and state finances,
based on the wording of the article, it can be hampering the development process,
concluded that as long as the Corruption Law neglecting people's welfare, and disrupting
does not stipulate otherwise, then all national stability. So that sufficient evidence
provisions of the criminal procedural law is needed, even more in terms of quantity
contained in the Criminal Procedure Code compared to proving other crimes. Evidence
apply to corruption criminal justice processes. that can be used to prove corruption refers to
Various attempts were made to eradicate this Article 184 of Law Number 8 of 1981
criminal act of corruption (Aryatmaja, et.al, concerning Criminal Procedure Code
2023). (KUHAP). The means of evidence are witness
Seeing the importance of expert statements, expert statements, letters,
testimony in the process of examining and instructions, and statements of the accused.
proving corruption in terms of seeking All of the evidence has the same position and
material truth, it is necessary to analyze the is balanced, so that no evidence has full
existence of expert testimony as evidence. In evidential power (Alexander, 2023).
addition, it is also necessary to analyze the Expert testimony is objective evidence
extent to which expert testimony contributes because it is conveyed by a person who has
to increasing the judge's confidence in making expertise in accordance with the scientific
a decision against the accused of corruption. discipline, and is based on objective
knowledge and knowledge. Expert testimony
II. METHODS in the examination of criminal cases can be
used at all levels of examination, both at the
The writing of this article uses
preliminary examination level and at the trial
normative legal research methods using a
level. Investigators in preliminary
statutory approach. The legal materials used
examinations can use expert testimony in
in writing this article are primary legal
ascertaining the occurrence of alleged
materials and secondary legal materials
criminal acts which will then be followed up
(Marzuki, 2010). The technique of collecting
by examinations at the prosecution level.
legal materials used in writing this article is
Investigators can consult with experts
library research, namely collecting legal
to help them select suspects, and expert
materials that are relevant to the research

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 33


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
testimony does not bind judges in cases with pre-prosecution, reading of
determining whether the prosecutor has charges, exceptions, interlocutory decisions,
fulfilled the burden of proof in charging the evidence, demands, pledoi, replica, duplik,
accused with the crime (Sofian, 2020). The and judge's verdicts (Arifin, 2023).
expert's report is a convincing document The criminal act of corruption violates
because it is issued at the request of a both economic and social rights. Corruption
government official, and therefore is has now become an extraordinary crime, and
excluded from the tort category. The as a result people continue to suffer both
contents of the expert's minutes reflect the economically and socially (Santika, 2020).
level of authority of the investigator and Human ingenuity to circumvent systems that
public prosecutor, while the judge will protect the integrity of ideas and processes is
determine the strength of evidence based on seemingly endless, and if left unchecked,
the expert's statement corruption is likely to increase. Shame has
Law Number 8 of 1981 concerning become a rare commodity in this country, as a
Criminal Procedure Law does not provide result of which corruption is often out of
normative-limitative conditions related to control (Rambey, 2016). Corruption is an act
expert evidence to be summoned before a or practice that goes against the principles and
trial. In practice, the requirements for objectives of government institutions. In fact,
becoming an expert can be shown through corruption is contrary to the goals of the
the experience and/or knowledge of an Indonesian nation as stated in the Preamble of
expert in a particular field according to the the 1945 Constitution, which is to promote
knowledge he has mastered. Because the general welfare, either because of the negative
Criminal Procedure Code does not provide a public image it may generate or because of the
limit, the determination of a person to financial benefits that can be obtained from it.
become an expert whose testimony becomes It can also involve breaking personal rules of
evidence of expert testimony or is not left conduct. Corruption usually violates people's
entirely to the discretion of the judge as the rights, educationally, economically, socially,
presiding officer of the trial (Harahap, and even in the extreme, their right to life.
2010). Corruption has now become an extraordinary
Evidence is a major issue when crime, and as a result people, especially those
examining cases in court proceedings. It living below the poverty line, continue to
contains provisions regarding guidelines for suffer. The human capacity to circumven t
legal procedures for proving the guilt of the integrity protection systems and processes is
accused against the accused. Regarding seemingly endless. Left unchecked, corruption
article 179 paragraph (1) of the Criminal is likely to increase, as shame is a rare
Procedure Code, M. Yahya Harahap in his commodity in today's society (Rambey,
book discussing the problems and 2016). According to article 184 paragraph 1 of
application of the Criminal Procedure Code the Criminal Procedure Code, the strength of
says that in general what is meant by a valid evidence is an expert opinion. This is
medical expert in the judiciary is a forensic because before the Criminal Procedure Code
expert or a post-mortem surgeon. However, came into effect, experts were not used as
the article itself does not limit judicial evidence.
medical experts. Expert testimony also has a special
Evidence can be used to prove feature, namely the presence of witnesses who
accusations or in criminal cases, for example. can be identified. In the HIR era, expert
It can be something that has been proven in a testimony was not considered as evidence in
way that can be used to support a claim or criminal investigations. HIR does not consider
used as evidence in a court of law (Hamza, expert testimony as valid evidence. But
2009). Article 184 paragraph (1) of the consider it as an expert's opinion to be made a
Criminal Procedure Code describes legal judge in his own opinion, if the judge
evidence. Settlement of corruption in the considers the expert's opinion to be acceptable
Corruption Court through several stages, to him. In fact, the place is in second place
among others; first, carrying out case after the testimony. On the one hand it
administration, then the stages of settling functions as an expert opinion, on the other

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 34


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
hand it can function as evidence in the form expert can influence the judge regarding the
of a letter. an expert opinion is information truth of the testimony of a witness in relation
from someone with special expertise. The to the opinion of another expert or other
methods of crime have evolved significantly evidence, then this is related and adds to the
over the years, as has the quality of evidence burden of proving the validity of the expert's
needed to build a case. This causes the need testimony. If the expert's testimony is
to maintain a balance between the use of combined with the testimony of other
quality methods of proof, which require witnesses and other evidence, then this can
knowledge, skills and expertise, with influence the judge's opinion in deciding
methods that are more accessible to the against the defendant
wider community (Harahap, 1985).
The testimony of an expert is a REFERENCES
statement given by someone who has
Alamri, H. (2017). Kedudukan Keterangan
experience in a particular field. This
Ahli Sebagai Alat Bukti Menurut
information can be very helpful in making
decisions about certain situations. Have Kitab Undang-Undang Hukum Acara
special knowledge and experience in Pidana. Lex Privatum.
criminal case investigation. This information Alelxander, A. (2023). Peran Masyarakat
can be very helpful when trying to Dalam Penegakan Hukum di Indonesia.
understand a criminal case, especially when IJOLARES: Indonesian Journal of Law
used in conjunction with other information Research, 1(1), 11-15.
(such as police reports and other evidence). Anak Agung Gede Budhi Warmana Putra,
If investigators, prosecutors, or judges need Simon Nahak, I. N. G. S. (2020).
this kind of information, they can usually Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak
find experts who can help. Expert testimony Pidana Korupsi Melalui Double Track
has special weight in court; it can take the System. Denpasar.
form of persuasive evidence and expert
testimony. Expert testimony is defined in Arief, B. N. (1984). Saru Kuliah Hukum
article 1 number 28 of the Criminal Pidana II. Bandung.
Procedure Code, which states that an expert Arifin, A. (2023). Peran Hakim Dalam
is a person who has special knowledge on a Mewujudkan Negara Hukum
topic that can help clarify a criminal case. Indonesia. IJOLARES: Indonesian
Article 186 of the Criminal Procedure Code Journal of Law Research, 1(1), 6-10.
states that expert testimony is expert
testimony exactly as said by the expert in Arsyad, J. H. (2017). Korupsi Dalam
court. Perspektif HAN. Jakarta: Sinar Grafika.
Dwiputrianti, S. (2009). Memahami Strategi
IV. CONCLUSION Pemberantasan Korupsi di Indonesia.
Expert testimony in court regarding Jurnal Ilmu Administrasi: Media
corruption is intended to convince the judge. Pengembangan Ilmu Dan Praktek
The expert's statement is evidence, and this Administrasi, 6(3), 01-01.
article does not explain how well the expert's Hamzah, A. (2009). Terminologi Hukum
statement is included in the expert's statement Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
as referred to in Article 184 paragraph (1) of
the Criminal Procedure Code. In the case of Harahap, M. Y. (1985). Pembahasan
examination of expert testimony at a court permasalahan dan penerapan KUHAP.
session, the expert's statement is heard first Jakarta: Pustaka Kartini.
and then followed by the testimony of the Harahap, M. Y. (2010). Pembahasan
witness in that case to see whether there is Permasalahan dan Penerapan
conformity. The power of binding opinion in KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.
the settlement of corruption cases at the
Made Mahadwiva Surya Krishna, I Nyoman
Corruption Court is important in convincing
Gede Sugiartha, N. M. S. K. (2021).
the judge to win the prosecution in a
Sistem Pembuktian Terbalik Dalam
corruption crime decision. If the opinion of an

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 35


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Jurnal Interpretasi Hukum,
2(2).
Mertokusumo, S. (1999). Hukum Acara
Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty.
Muhammad, A. (2004). Hukum Dan
Penelitian Hukum. Bandung: Penerbit
Nusa Media.
Najemi, W. dan A. (2020). Pengaturan
Uang Pengganti Sebagai Pidana
Tambahan dalam Tindak Pidana
Korupsi. PAMPAS: Journal Of
Criminal Law, 1(1).
Putra, I Wayan Werasmana Sancaya, I. M.
A. M. putra. (2021). Tanggungjawab
Perusahaan Angkutan Terhadap
Kerugian Yang Ditimbulkan Akibat
Kelalaian Pengemudi Selama
Kegiatan Penyelenggaraan
Pengangkutan. Jurnal Kertha
Wicaksana, 15(1).
Rambey, G. (2016). Pengembalian Kerugian
Negara Dalam Tindak Pidana
Korupsi. Yogyakarta.
Santika, I. G. N. (2020). Menelisik Akar
Kegaduhan Bangsa Indonesia Pasca
Disetujuinya Hasil Revisi UU KPK
Dalam Perspektif Pancasila. Jurnal
Ilmiah Ilmu Sosial, 6(1), 26-36.
Santika, I. G. N. (2019). Presidensialisme
Dan Problematika Mekanisme
Impeachment Presiden Dan/Atau
Wakil Presiden Berdasarkan UUD
1945 Pasca Perubahan (Perspektif
Pergulatan Hukum Dan Politik).
Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 5(1), 23-34.
Sofian, A. (2020). Keterangan Ahli Dalam
Tingkat Penyidikan Dugaan Tindak
Pidana. Jakarta.

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 36


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

The Meaning of the Principle of Material Legality in the


Reform of Indonesian Criminal Law

Itok Dwi Kurniawan


Sebelas Maret University
itokdwikurniawan@staff.uns.ac.id

Abstract
The principle of legality is a very important principle in criminal law. The principle of legality plays an
important role in the enactment of material criminal law rules and is the basis for the validity of acts
categorized as criminal acts. The purpose of this study is to determine the meaning of the principle of
material legality in the reform of Indonesian criminal law. This article was prepared using the normative
legal research method. The results showed that the reform of criminal law with the enactment of Law
Number 1 Year 2023 on the Criminal Code did not only change the formulation of the principle of legality
substantially, but changed the formal principle of legality which was originally far from the sense of public
justice, expanded into a material principle of legality that better guarantees the sense of public justice. This
article will discuss the material legality principle as a renewal of the formal legality principle, which aims
to expand the reach of the legality principle in providing protection to the community from the negative
consequences of criminal acts.

Keywords: Principles of Legality, Criminal Law, Protection.

Indonesia is regulated for the first time in


I. INTRODUCTION Article 1 paragraph (1) of the Criminal Code,
Legal principles are the tendencies which is a legality principle derived from the
required by law for the notion of decency. translation of Wetboek van Strafrecht voor
Principles are understood as the basic Nederlandsch Indie (WvS-NI). Article 1
thoughts underlying the workings of the legal paragraph (1) of the Criminal Code stipulates
system in a country. Based on this definition, that no one can be convicted or subject to
it can be understood that the existence of a action, unless the act committed has been
principle in a legal system is so significant determined as a criminal offense in the laws
because it is the basis for the formation of and regulations that were in effect at the time
legal rules and the implementation of legal the act was committed. The formulation of the
rules (Sidharta, 2014). The principle of principle of legality in Article 1 paragraph (1)
legality is a very fundamental principle in of the Criminal Code is the basis or legitimacy
criminal law. As a principle in criminal law, in imposing criminal sanctions on anyone who
the legality principle contains an abstraction commits a crime (Kristiyadi, 2023).
regarding the existence of a criminal law rule The principle of legality that applies in
and also guidelines for the implementation of Indonesia initially refers to the formulation of
material criminal law rules. the principle of formal legality. The
The principle of legality is the formulation of the principle of formal legality
fundamental principle of criminal law which refers to 2 (two) main points, namely: an act
determines that no act is prohibited and must be formulated in advance in laws and
punishable by crime if it is not predetermined regulations, and criminal laws and regulations
in legislation. This principle in Latin is often governing an act as a crime must exist before
known as "Nullum delictum nulla poena sine the act is committed (Widayati, 2011). In
praevia lege" (no offense, no punishment connection with the sound of the principle of
without prior regulation) (Moeljatno, 2000). formal legality as embedded in Article 1
The legality principle of criminal law in paragraph (1) of the Criminal Code, it raises

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 37


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
principle consequences that follow the the principle of legality which are not only
principle of legality, namely the non- substantial changes (the sound of the
retroactive principle which means that the formulation of the law) but to explore the
application of criminal law rules cannot be meaning related to the philosophical aspects
applied retroactively (retroactively) contained therein relating to the function of
(Pellokila, 2023). criminal law protection which must be
The application of the principle of balanced for all society.
formal legality in Indonesia through the
implementation of the Old Criminal Code
(WvS-NI translation) has fundamental II. METHODS
weaknesses. The basic weakness of the This article was prepared using the
principle of formal legality embedded in the normative legal research method. . The
Old Criminal Code (WvS-NI translation) is approach used in writing this article is a
the limited scope of punishment for actions statutory approach (statute approach) carried
that are categorized as criminal acts. The out by examining all relevant regulatory laws
formal legality principle that was once related to the problem being handled. The
enforced in Indonesia has a narrow reach in statutory approach is an approach using
reaching actions that are categorized as legislation and regulations (Achmad, 2010).
criminal acts, namely limited to acts that are The problem to be studied is related to criminal
referred to as criminal acts because they are
law legislation related to the principle of
regulated in written criminal law rules
(Santika, 2020). The question that then arises legality.
is, what if an act has not been categorized as a The legal material analysis technique used
crime according to criminal law rules? Of is the deductive method. The use of this
course it is not a crime that can be subject to method of deduction stems from the
criminal sanctions. The next question that submission of the major premise, then the
follows is if a criminal sanction cannot be minor premise is proposed. Then, from the two
imposed, what if the act has caused harm to premises a conclusion is drawn. The major
the victim, both materially and immaterially? premise in this study is legal concepts, both
Of course the principle of formal legality statutory regulations and doctrine (expert
cannot cover these actions and has opinion) related to the topic under study,
implications for someone not being able to be
namely the principle of legality. While the
convicted even though they have caused harm
to another person (the victim). minor premise in this study is the meaning of
Responding to this problem, Law the renewal of the legality principle to become
Number 1 of 2023 concerning the Criminal a material legality principle associated with the
Code has shifted the principle of legality, protection function of the criminal law which
which was originally a formal legality must provide balanced protection between
principle, to a material legality principle. The perpetrators and victims.
principle of material legality in the new
Criminal Code determines that the basis for III. RESULT AND DISCUSSION
an act to be punished is the law that lives in
society (unwritten law) (Barda Nawawi Arief, The provisions of Article 2 paragraph (1)
2008). The application of this material of Law Number 1 of 2023 state that: "The
legality principle substantially expands the provisions referred to in Article 1 paragraph
reach of the legality principle and (l) do not reduce the validity of the law that
philosophically pays respect to the customary exists in society which determines that a
community that still exists in Indonesia today. person should be punished even though the act
This article will discuss the formulation is not regulated in this Law." The sound of the
of the legality principle which shifts from the formulation of Article 2 paragraph (1) is seen
formal legality principle to the material as an extension of the previous article
legality principle as contained in criminal law regarding the legality principle, which limits
reform. The focus of the study of writing this the application of the legality principle to the
article is to explore the meaning of changes to formal legality principle which only bases the

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 38


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
applicability of criminal law on positive The application of the principle of
criminal law laws. material legality that expands the principle of
formal legality has a positive impact on the
Furthermore, the provisions of Article 2
application of criminal law in criminal law
paragraph (2) state "The law that lives in
enforcement. Initially, the formal legality
society as referred to in paragraph (1) applies
principle was only close to legal certainty
where the law lives and as long as it is not
from criminal law enforcement, whereas after
regulated in this Law and is in accordance
the material legality principle was enacted, the
with the values contained in Pancasila, the
application of criminal law was no longer
1945 Constitution of the Republic of
rigid and wider. Criminal law enforcement is
Indonesia, human rights, and general legal
no longer limited to acts that are prohibited by
principles recognized by the people of
law (mala prohibita) and can be subject to
nations." The provisions of paragraph (2)
criminal sanctions. However, criminal law
expressly illustrate that the expansion of the
enforcement can also touch on actions that are
legality principle is not just changing the
not regulated in criminal legislation (unwritten
legality principle from the formal legality
law) and also include living legal provisions
principle to the material legality principle.
(customary criminal law).
The meaning of changing the
formulation of the principle of legality The enactment of the principle of
material legality also shows a balance of the
substantially from the principle of formal
criminal law protection function. The
legality to the principle of material legality is
principle of formal legality that was enforced
as an attempt to Indonesianize criminal law
previously through the Old Criminal Code
provisions which have so far been influenced
(WvS-NI translation) is clearly based only on
by Dutch inherited criminal law based on the
the spirit of protection for perpetrators of
spirit of colonialism (Widiatmika, 2023).
criminal acts since. Meanwhile, after the
The existence of true law cannot be
enactment of Law Number 1 of 2023
separated from the existence of society itself,
concerning the Criminal Code, the protection
as is the case with the existence of criminal
provided does not only touch the perpetrators
law which cannot be separated from society.
of criminal acts, but has also paid attention to
Indonesian people before the proclamation of
victims of criminal acts. So the rights of
Indonesian independence on August 17,
victims of criminal acts to obtain legal
1945 actually had their own legal rules
protection from the state are fulfilled. Given
known as the living law, which the
that the law must indeed provide justice in the
indigenous people called customary law
form of legal protection to the perpetrator, it is
(Wijaya, 2023).
the victim whose rights must be restored that
After Indonesia's independence, the must be guaranteed. The balance of protection
existence of customary law was eliminated provided by the principle of material legality
due to the enactment of national law which embedded in the New Criminal Code shows
actually maintained colonial inherited law. that the criminal law is currently drafted based
The principle of formal legality as a on the Indonesian spirit by realizing
consequence of the implementation of the comprehensive justice as the embodiment of
WvS-NI translation of the Criminal Code has the 5th precept of Pancasila, namely Social
ruled out the existence of customary law. Justice for All Indonesian People
Determination of whether an act can be
punished or not is only based on written IV. CONCLUSION
criminal law rules (Santika, 2019). The
implication of applying the principle of Renewal of criminal law into national
formal legality is that the scope of criminal criminal law as enacted in Law Number 1 of
law to convict an act becomes 2023 concerning the Criminal Code, followed
narrower/limited as well. After going by renewal of the principle of legality. The
through a very long discussion process, renewal of the legality principle which was
finally Law Number 1 of 2023 concerning originally a formal legality principle to
the Criminal Code was passed which carries become a material legality principle contains
the principle of material legality. a number of meanings. The meaning of

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 39


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
reforming the legality principle is expanding Tindak Pidana Viral: Reduksi
the reach of the legality principle in Terhadap Asas Legalitas Ke Asas
convicting someone in order to achieve Viralitas. PATTIMURA Legal Journal,
justice for perpetrators and victims, and 2(1)
create a balance for the protection of Santika, I. G. N. (2019). Presidensialisme Dan
perpetrators and victims in order to realize Problematika Mekanisme Impeachment
comprehensive justice for all Indonesian Presiden Dan/Atau Wakil Presiden
people. This renewal of the legality principle Berdasarkan UUD 1945 Pasca
is imbued with the spirit of forming a Perubahan (Perspektif Pergulatan
National Criminal Code with the spirit of Hukum Dan Politik). Jurnal Ilmiah Ilmu
Indonesianness, namely based on Pancasila Sosial, 5(1), 23-34.
as the source of all sources of law.
Santika, I. G. N. (2020). Menelisik Akar
REFERENCES Kegaduhan Bangsa Indonesia Pasca
Disetujuinya Hasil Revisi UU KPK
Anjari, W. (2017). Eksistensi Delik Adat Dalam Perspektif Pancasila. Jurnal
Dan Implementasi Asas Legalitas Ilmiah Ilmu Sosial, 6(1), 26-36.
Hukum Pidana Materiil
Indonesia.Masalah-Masalah Pelokilla, J. (2023). UUD 1945 Sebagai
Hukum,46(4) Landasan Konstitusional Terhadap
Perlindungan Hak Warga Negara
Arief, Barda Nawawi. (2008). Bunga Indonesia. JOCER: Journal of Civic
Rampai Kebijakan Hukum Pidana – Education Research, 1(1), 24-28.
Perkembangan Penyusunan Konsep
KUHP Baru. Kencana: Jakarta. Priscilia, E., Jaya, I. N. S. P., &
Pujiyono, P. (2019). Kajian Yuridis
Sidharta, Bernard Arief. (2014). Penemuan Filosofis Pembaharuan Asas Legalitas
Hukum Kajian Filsafat Hukum, Dalam Pembaharuan Konsep Kuhp.
dalamPendulum Antinomi Hukum. Diponegoro Law Journal,8(2).
Genta Publishing: Yogyakarta.
Yusi, S., & Erniwati, E. (2022). Tinjauan
Jaya, N. S. P. (2016). Hukum (Sanksi) Yuridis Normatif Eksistensi Asas
Pidana Adat Dalam Pembaharuan Legalitas Dalam Hukum Pidana
Hukum Pidana Nasional. Masalah- Indonesia. Justici, 14 (1).
Masalah Hukum, 45(2)
Wijaya, R. (2023). Fungsi Mahkamah
Khasan, M. (2017). Prinsip-prinsip Konstitusi Dalam Pengujian Undang-
keadilan hukum dalam asas Undang Terhadap Undang-Undang
legalitashukum pidana islam. Jurnal Dasar 1945. IJOLARES: Indonesian
Rechts Vinding: Media Pembinaan Journal of Law Research, 1(1), 23-27.
Hukum Nasional, 6(1).
Widiatmika, D. P. H. (2023). Penerapan
Kristiyadi. (2023). Pergeseran Asas Legalitas Perpol Nomor 8 Tahun 2021 Tentang
DalamPembaruan Hukum Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
PidanaIndonesia. Jurnal Dunia Hukum, Keadilan Restoratif Di Direktorat
1 (1). Reserse Kriminal Umum Polda Bali.
Widayati, Lidya Suryani. (2011). Perluasan IJOLARES: Indonesian Journal of Law
Asas Legalitas dalam RUU KUHP. Research, 1(1), 1-5.
Jurnal Negara Hukum. 2 (2).
Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fajar, Mukti & Yulianto Achmad. (2010).
Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Muammar, M. (2023). Penanganan

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 40


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

Tanggung Jawab Penerima Hibah Uang yang Bersumber


dari APBD oleh Pemerintah Daerah
I Wayan Wiryawan
IKIP Saraswati Tabanan
iwynwiryawan@gmail.com

I Gede Sujana
Universitas Dwijendra
dalungsujana@gmail.com

Abstrak
Salah satu pilar pokok otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengelola secara mandiri
keuangan daerahnya. Pemerintah daerah provinsi selaku penyelenggara pemerintahan ditingkat provinsi
dalam menyelenggarakan pemerintahan dapat memberikan bantuan sosial dan hibah ini berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011. Hibah tersebut ditetapkan melalui regulasi yaitu
Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tujuan dari penelitin
ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab penerima hibah uang yang bersumber dari BPBD oleh
pemerintah daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan yang
digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan. Dalam pemberian hibah ini tidak hanya pemerintah saja
yang mempertanggung jawabkan hibah yang sudah dberikan, dalam hal ini juga para penerima hibah itu
sendiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengaturan mengenai
pemenerimaan hibah berbentuk uang yang bersumber dari APBD oleh pemerintah daerah ini berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial yang bersumber dari APBD. Pertanggungjawaban penerima hibah berbentuk uang yang bersumber
dari APBD oleh pemerintah daerah adalah berupa laporan penggunaan hibah, surat pernyataan tanggung
jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD. Bukti-bukti pengeluaran
yang lengkap dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan apabila ada sisa dana hibah yang
masih tidak digunakan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan maka, sisa dana
hibah tersebut harus dikembalkan ke rekening kas daerah.

Keywords: APBD, Dana Hibah, Pemerintah Daerah

I. PENDAHULUAN (Widjaja, 2002).


Keuangan negara adalah urat nadi Begitu juga pada tingkat daerah
didalam pembangunan negara dan amat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Suatu
menentukan kelangsungan perekonomian pilar otonomi daerah yaitu kewenangan
baik sekarang maupun yang akan datang daerah untuk mengelola keuangan yang
(Sutedi, 2010). Keuangan negara itu sendiri dimiliki daerahnya (Tjandra, 2013).
meliputi seluruh hak dan kewajiban negara Pemerintah Daerah Provinsi selaku
yang dinilai dengan uang demi terwujudnya penyelenggara pemerintahan ditingkat
pembangunan negara demi terwujudnya cita- provinsi menyelenggarakan
cita negara sebagaimana tertera dalam pemerintahan dapat memberikan bantuan
Undang-undang Negara Republik Indonesia sosial dan hibah ini berdasarkan
Tahun 1945. Terciptanya sebuah negara yang Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
bersih dan transparan haruslah berpedoman 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
kepada pengelolaan keuangan negara yang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
baik dan akuntabel. Karena pengelolaan Yang Bersumber Dari Anggaran
keuangan negara memiliki arteri, manfaat dan Pendapatan dan Belanja Daerah
pengaruh besar, segala kebijakan yang (selanjutnya disebut Permendagri Nomor
ditempuh dalam pengelolaan keuangan 32 Tahun 2011). Permendagri ini sudah
negara bisa berakibat daripada kemakmuran mengalami 2 (dua) kali penyempurnaan
serta kemunduran bagi suatu bangsa dengan dikeluarkanya Permendagri

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 41


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan dahulu kaidah-kaidah tertentu yang telah
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor dirumuskan dalam perundang-undangan
32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian tertentu (Soekanto & Mamudji, 2009).
Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber
Pendekatan yang digunakan yaitu
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. pendekatan perundang-undangan (the statute
Hibah untuk dapat digulirkan haruslah approach), yang dimana permasalahan yang
melalui penetapan didalam produk hukum ada dianalisis melalui peraturan perundang-
peraturan daerah (Perda) yang didalamnya undangan yang sesuai dan relevan, sehingga
diatur mengenai Anggaran Pendapatan dan mampu memberikan jawaban yang sesuai.
Belanja Daerah. Anggaran untuk pemberian
hibah yang ditetapkan pada sidang paripurna III. HASIL DAN PEMBAHASAN
melalui instrumen Peraturan Daerah tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah A. Pengaturan Pemberian Hibah
yang digunakan untuk penyelenggaraan Berbentuk Uang Yang Bersumber
pemerintahan bertujuan untuk kegiatan dan Dari APBD Oleh Pemerintah Daerah.
program yang dilaksanakan (Suharyanto, Pemerintah merupakan bagian
2005). Guy Peter menyebutkan ada 3 tipe penting dalam suatu negara yang
akuntabilitas yaitu akuntabilitas keuangan, bertugas untuk mewujudkan kedamaian
akuntabilitas administrasi dan akuntabilitas dan keamanan internal serta melindungi
kebijakan publik (Sutedi, 2009). masyarakat (Dahana, 2018). Walaupun
Akuntabilitas keuangan adalah prinsip yang pemerintah bisa juga diartikan sebagai
menjamin bahwa setiap kegiatan organisasi yang melaksanakan
penyelenggaraan keuangan pemerintah dapat kekuasaan dari negara, akan tetapi
dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pemerintah bukan satu-satunya organ
pelaku. dalam negara dan bukan pula pembuat
Akuntabilitas penerima hibah dari semua peraturan perundang-undangan
dana APBD berupa laporan untuk masyarakat (Santika, 2021b).
pertanggungjawaban agar penggunaan dana Urusan Otonomi Daerah yang
hibah yang diberikan sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dipermohonkan kepada pemerintah tidaklah statis tetapi berkembang dan
penggunaannya dan tepat guna (Santika, berubah.
2020b). Adapun permasalahan yang sering Otonomi daerah dan
terjadi dalam pemberian dana hibah desentralisasi bertujuan untuk
diantaranya, kelemahan didalam perencanaan mengembangkan kemampuan,
sebuah proposal, pertanggungjawaban dari pemberdayaan serta kemampuan daerah
pengunaan dana hibah yang masih banyak untuk mempercepat terwujudnya
fiktif, penyaluran yang tidak prioritas, kesejahteraan masyarakat, dapat
anggaran hibah yang diajukan tidak rasional, dikatakan bahwa seluruh proses
penerima yang tidak jelas dan tidak tepat pembentukan hukum keuangan negara
sasaran. Berdasarkan latar belakang diatas dan hukum keuangan daerah diarahkan
sehingga relevan untuk dilakukan analisa untuk kesejahteraan masyarakat sebagai
dengan judul “Tanggung Jawab Penerima tujuan negara yang tercantum pada
Hibah Uang Yang Bersumber Dari APBD Pembukaan Undang-Undang Dasar
Oleh Pemerintah Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Semakin luas isi dari otonomi daerah,
makin besar pengeluaran biayanya.
II. METODE Untuk itu daerah perlu mempunyai
Penelitian ini menggunakan metode wewenang dan kemampuan keuangan
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum guna membiayai pengeluaran-
normatif merupakan metode penelitian hukum pengeluaran akibat dari tugasnya
yang dilakukan dengan cara menganalisa bahan mengurus rumah tangga daerahnya
pustaka atau kepustakaan yang mencakup sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan
penelitian terhadap asas-asas hukum yang keuangan daerah harus tepat guna agar
dapat diberikan kepada masyarakat yang
bertitik tolak dari bidang-bidang tata hukum sedang membutuhkan bantuan sosial
tertentu, dengan cara mengidentifikasi terlebih baik dalam ekonomi, sosial dan budaya

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 42


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
baik yang mengandung resiko maupun tidak. yang dilakukan oleh pemerintah
Ruang lingkup pengelolaan keuangan dapat membantu meringankan
meliputi perencanaan, pelaksanaan, beban masyarakat.
pengawasaan dan pertanggungjawaban Bantuan hibah merupakan salah
keuangan (Saidi, 2011). Keuangan Negara satu rekening belanja APBD. Banyak
sesungguhnya mempunyai arti luas, yaitu di kepentingan yang perlu diakomodir,
samping meliputi milik negara atau baik kepentingan kesejahteraan
kekayaan negara yang bukan semata-mata masyarakat maupun kepentingan politik
terdiri dari semua hak, juga meliputi semua dalam arti luas. Hibah berupa uang,
kewajiban (Basri & Subri, 2003). dianggarkan dalam kelompok belanja
Pelaksanaan pemberian hibah oleh tidak langsung, yang artinya hibah
pemerintah daerah dapat berbentuk uang, bukan berhubungan langsung dengan
barang atau jasa, yang telah diatur dalam program atau kegiatan pemerintah,
Pasal 3 ayat (1) Permendagri Nomor 32 melainkan sebagai penunjang saja,
Tahun 2011. Hibah merupakan pemberian diatur Pasal 11 ayat (1) Permendagri
uang, barang atau jasa bertujuan untuk Nomor 32 Tahun 2011 yang telah
menunjuang penyelenggaraan urusan diubah dengan Permendagri Nomor 39
pemerintahan daerah yang diberikan Tahun 2012. Pejabat Pengelola
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, Keuangan Daerah (PPKD) merupakan
BUMN/BUMD, badan, lembaga dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan
organisasi kemasyarakatan di Indonesia, Daerah (SKPKD) yang mempunyai
yang secara spesifik telah ditetapkan tugas melaksanakan pengelolaan APBD
peruntukkannya. dan bertindak sebagai bendahara umum
Tujuan adanya hibah tercantum pada daerah.
Pasal 4 ayat (3) Permendagri Nomor 32 Diberlakukannya Permendagri
Tahun 2011 bahwa hibah bertujuan untuk No. 32 Tahun 2011 maka kriteria-
menunjang penyelenggaraan urusan kriteria sebagai pembatasan pemberian
pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat hibah dan penerima hibah dapat lebih
memberikan hibah sesuai dengan diperketat, agar dapat memberikan
kemampuan keuangan daerahnya suatu tindakan preventif dalam
sendiri,setelah memprioritaskan pemenuhan mencegah penyimpangan dalam
belanja urusan wajib di daerahnya. Dalam mekanisme pemberian dana hibah.
pemberian dana hibah ada pengalaman asas Tindakan preventif tersebut dapat
yang dijadikan pedoman yaitu: dilakukan pada tahap permohonan
1. asas keadilan artinya setiap warga sampai dengan tahap
yang berdomisili di daerah dan pertanggungjawaban dan evaluasi.
menjadi warga di daerah tersebut Dalam pemberian hibah
berhak untuk dibantu sesuai dengan pemerintah daerah sebelumnya harus
kebutuhan yang layak diberikan menganggarkan dana hibah yang akan
bantuan dengan dana hibah; diberikan diatur dalam Pasal 42
2. asas kepatutan artinya dalam Permendagri Nomor 2 Tahun 2011,
pengimplementasian pemberian setelah itu pemberian dana hibah
dana hibah sudah diterapkan dengan sebelumnya telah diatur dan ditetapkan
baik, dilihat dari proses awal lebih lanjut dalam produk hukum
pengajuan proposal dana hibah yang berbentuk Peraturan Daerah.
diajukan oleh kelompok masyarakat Pemerintah daerah bisa menganggarkan
akan dievaluasi langsung oleh suatu hibah apabila telah menetapkan
Dinas/Instansi yang terkait dalam Peraturan Kepala Daerah agar
proposal; pelaksanaanya tidak bertentangan
3. asas rasionalitas artinya kesesuaian dengan perturan perundang-undangan
penggunaan anggaran dana hibah yang ada.
yang direalisasikan dengan
pelaporan pertanggungjawaban yang B. Pertanggungjawaban Penerima
dilaporkan oleh penerima hibah; Hibah Berbentuk Uang Yang
4. asas manfaat artinya manfaat yang Bersumber Dari APBD Oleh
diberikan dari pemberian dana hibah Pemerintah Daerah.

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 43


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
Penerima hibah adalah pihak-pihak kecuali ditentukan lain sesuai dengan
yang dimana mempunyai hak secara peraturan perundang-undangan.
perundang-undangan untuk menerima hibah Pertanggungjawaban
dari pemerintah daerah. Agar bisa menerima Pemerintah Daerah atas pemberian
dana hibah para calon penerima hibah harus dana hibah Pasal 18 Permendagri
mengajukan permohonan terlebih dahulu Nomor 32 Tahun 2011 meliputi:
(Santika, 2022). Sesuai dengan mekanisme a. usulan dari calon penerima
yang diatur oleh Permendagri Nomor 32 hibah kepada kepala
Tahun 2011. Pemerintah Daerah tidak daerah;
berkewajiban untuk mengabulkan b. keputusan kepala daerah
keseluruhan dari permohonan yang diajukan tentang penetapan daftar
oleh calon penerima hibah, dana hibah penerima hibah;
boleh diberikan sebagai bantuan kegiatan, c. Naskah Perjanjian Hibah
bukan untuk dana operasional yang setiap Daerah (NPHD);
tahun dianggarkan diatur dalam Pasal 4 ayat d. Fakta Integritas dari
(4) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. penerima hibah yang
Penerima hibah juga ditentukan pada Pasal menyatakan bahwa hibah
5 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 ini, yang diterima akan
bahwa yang mempunyai hak menjadi digunakan sesuai dengan
penerima hibah adalah : NPHD;
1. pemerintah; e. bukti transfer uang atas
2. pemerintah daerah lainnya; pemberian hibah berupa
3. perusahaan daerah; uang.
4. masyarakat dan; Selanjutnya pemerintah daerah
5. organisasi kemasyarakatan. akan melakukan proses pengawasan
Dalam pemberian dan penerimaan penggunaan dana hibah atau proses
dana hibah ini pertanggungjawaban secara monitoring dengan turun langsung
formal dan material dilakukan oleh kelapangan (Santika, 2019). Proses
pemerintah daerah sebagai pemberi dana monitoring yang dilakukan untuk
hibah dan penerima dana hibah. mengawasi penggunaan dana hibah
Pertanggungjawaban penerima hibah diatur agar digunakan sesuai dengan
dalam Pasal 19 ayat (2) Permendagri Nomor peruntukannya. Pengawasan ini sangat
32 Tahun 2011 meliputi: penting dilakukan agar tidak terjadi
a. laporan penggunaan hibah harus penyelewengan penggunaan dana yang
disampaikan kepada kepala daerah sudah diterima. Jika uang hibah yang
dalam hal ini Gubernur, Bupati atau diberikan tidak terpakai habis hingga
Walikota dengan melalui PPKD waktu yang ditentukan, dalam hal ini
lalu ditembuskan kepada SKPD adalah akhir tahun anggaran, maka sisa
terkait; uang hibah tersebut harus
b. surat pernyataan tanggung jawab isi dikembalikan kepada pemerintah
dari surat pernyataan tersebut daerah yang bersangkutan dan
berisikan penggunaan hibah yang dimasukan ke dalam kas daerah
diterima dari pemerintah daerah
sudah sesuai dengan peruntukanya
dalam permohonan yang diajukan IV. SIMPULAN
diawal; Berdasarkan pembahasan di
bukti-bukti pengeluaan riil atau atas, maka dapat disimpulkan, bahwa
nyata yang digunakan oleh penerima hibah Pengaturan mengenai
terhadap uang hibah tersebut dan bukti- Pemberian Hibah Berbentuk Uang
bukti tersebut haruslah sah demi hukum, Yang Bersumber Dari APBD Oleh
artinya harus sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah ini berdasarkan
perundang-undangan, dan harus sesuai atau Peraturan Menteri Dalam Negeri
balance dengan apa yang tertulis pada Nomor 32 Tahun 2011 tentang
laporan; pertanggungjawaban disampaikan Pedoman Pemberian Hibah dan
kepada kepala daerah paling lambat tanggal Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari
10 Januari tahun anggaran berikutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 44


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
Daerah. Pemerintah Daerah dapat 34.
memberikan hibah sesuai dengan Santika, I. G. N. (2021b). Pendidikan
kemampuan daerahnya dan setelah Kewarganegaraan (Studi
memprioritaskan pemenuhan belanja urusan Komparatif Konstitusi Dengan
wajib daerahnya. Dalam Pemberian dana UUD 1945). Penerbit Lakeisha.
hibah pemerintah menggunakan asas Santika, I. G. N. (2022). Pendidikan
keadilan, asas kepatutan, asas rasionalitas, Kewarganegaraan:
asas manfaat sebagai pedoman. Dalam Problematika Hasil Perubahan
pemberian dana hibah perintah daerah harus UUD 1945 Secara Konseptual.
menganggarkanya kedalam Anggaran Penerbit Lakeisha.
Pendapatan Belanja Daerah terlebih dahulu Santika, I. G. N., Kartika, I. M., &
dan telah ditetapkan didalam Peraturan Darwati, I. G. A. M. (2021).
Kepala Daerah. Pertanggung jawaban Reviewing The Handling Of
Penerima Hibah Berbentuk Uang Yang Covid-19 In Indonesia In The
Bersumber Dari APBD Oleh Pemerintah Perspective Of The Pancasila
Daerah adalah berupa laporan penggunaan Element Theory (TEP). JED
hibah, surat pernyataan tanggung jawab (Jurnal Etika Demokrasi), 6(2),
yang menyatakan bahwa hibah yang 210-221.
diterima telah digunakan sesuai NPHD Santika, I. G. N. (2020b). Menelisik
(Naskah Perjanjian Hibah Daerah). Bukti- Akar Kegaduhan Bangsa
bukti pengeluaran yang lengkap dan sah Indonesia Pasca Disetujuinya
sesuai peraturan perundang-undangan, Hasil Revisi UU KPK Dalam
apabila ada sisa dana hibah yang masih Perspektif Pancasila. Jurnal
tidak digunakan sampai dengan berakhirnya Ilmiah Ilmu Sosial, 6(1), 26-36.
tahun anggaran yang bersangkutan maka Suharyanto, Hadriyanus. (2005).
sisa dana hibah tersebut harus dikembalikan Konsep Anggaran Kinerja Dalam
ke pemerintah daerah yang bersangkutan Anggaran Berbasis Kinerja
dan dimasukan ke dalam kas daerah. Konsep dan Aplikasinya.
Magister Adminitrasi Publik
DAFTAR PUSTAKA Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji.
(2003). Keuangan Negara dan (2009). Penelitian Hukum
Analisis Kebijakan Utang Luar Normatif Suatu Tinjauan
Negeri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Singkat. Jakarta: PT Raja
Persada. Grafindo Persada.
Sianturi, H. (2017). Kedudukan Keuangan Sutedi, Adrian. (2009). Implikasi
Daerah Dalam Pengelolaan Dana Hukum Atas Sumber Pembiayaan
Hibah Dan Bantuan Sosial Daerah Dalam Kerangka
Berdasarkan Perspektif Keuangan Otonomi Daerah. Jakarta:
Negara. Jurnal Wawasan Yuridika, Sinar Grafika.
1(1), 86-105. Sutedi. (2010). Hukum Keuangan
Karmila, Cokorda Dalem Dahana. (2017). Negara. Jakarta: Sinar Grafika,
Kebijakan Pemerintah Daerah Jakarta.
Provinsi Bali terhadap Pemberian Tjandra, W.Riawan. (2013). Hukum
Dana Bantuan Sosial. Kertha Keuangan Negara. Jakarta: PT
Negara, Vol. 06, No. 01. Grasindo.
Saidi, M.Djafar. (2011). Hukum Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Republik Indonesia Nomor 32
Persada. Tahun 2011 tentang Pedoman
Santika, I. G. N. (2019). Presidensialisme Pemberian Hibah dan Bantuan
Dan Problematika Mekanisme Sosial Yang Bersumber
Impeachment Presiden Dan/Atau Dari Anggaran Pendapatan dan
Wakil Presiden Berdasarkan UUD Belanja Daerah.
1945 Pasca Perubahan (Perspektif Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pergulatan Hukum Dan Politik). Republik Indonesia Nomor 39
Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 5(1), 23-

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 45


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares
Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan
Bantuan Sosial yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2011 Tentang Pedoman Pemberian
Hibah Dan Bantuan Sosial Yang
Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah.
Widjaja, Gunawan, 2002, Pengelolaan
Harta Kekayaan Negara Suatu
Tinjauan Yuridis, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 46


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

Kedudukan Pancasila dalam Peraturan Perundang-Undangan


di Indonesia
I Gusti Ngurah Santika
Universitas Dwijendra

ngurahsantika88@gmail.com

Abstrak

Sebenarnya sudah banyak ahli yang berupaya mengkaji Pancasila dari sudut pandang hukum. Kajian ini
telah lama digaungkan, terutama pada masa Orde Baru. Mengingat pada waktu itu, Pancasila sedang
mengalami masa-masa bulan madunya. Namun setelah reformasi Pancasila mulai surut, sehingga seiring
berjalannya waktu semakin dilupakan dan ditinggalkan oleh pendukungnya. Setelah Orde Baru runtuh,
Pancasila tidak lagi menjadi idola dan primadona dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau sudah
seperti ini, tentunya muncul sebuah kekhawatiran, Pancasila tidak lagi menjadi dasar negara yang benar-
benar membumi melalui implementasinya. Pancasila di masa depan hanya akan menjadi retorika semata.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan Pancasila dalam peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum kepustakaan. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukan, bahwa Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945 menimbulkan implikasi logis terhadap
kedudukannya. Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum tercermin kontinuitasnya
antara Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3). Penempatan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang
menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara,
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.

Kata Kunci: Kedudukan; Pancasila; Peraturan; Perundang-undangan

I. PENDAHULUAN Setiap negara didunia pastinya memiliki


dasar negara. Menariknya dasar negara ini
Setiap negara di berbagai belahan tentunya memiliki perbedaan yang menjadi
dunia didirikan di atas sebuah fondasi yang karakteristik atau ciri khasnya sendiri.
kokoh dan kuat untuk menopang Perbedaan tersebut tergantung pada sejarah,
eksistensinya. Sebagaimana disebutkan oleh ekonomi, sosial, pandangan politik, hukum
(Handayani, & Dewi, 2021). Setiap negara dan kondisi kehidupan rakyatnya. Namun
pasti mempunyai dasar negara. Dasar negara pada prinsipnya, bahwa dasar negara ini
merupakan fundamen atau pondasi dari memiliki peran dan fungsi yang sama di
bangunan negara. Kuatnya fundamen sebuah setiap negara.
negara akan menguatkan berdirinya negara
itu. Sedangkan kerapuhan fundamen suatu Meskipun sama, namun perlu
negara yaitu disebabkan oleh lemahnya dipahami, bahwa peran dan fungsi dasar
negara tersebut. Lemahnya negara ini bisa negara adalah sangat fundamental. Dapat
dikarena rakyatnya yang semangat dikatakan, satu-satunya peran dan fungsi
nasionalismenya rendah. dasar negara yang dikatakan bersifat strategis
dan fundamental adalah menjadi pegangan
Namun haruslah dipahami, bahwa dan pandangan hidup (way of live) suatu
secara historis-sosiologis fondasi tersebut bangsa dalam mengarungi samudera
dilahirkan dari sebuah intepretasi filosifis kehidupan bernegara.
yang mendalam melalui rangkaian refleksi
atas realitas dan kontekstualitas kehidupan Dalam tataran teoritisnya, bahwa dasar
manusia yang sudah mengakar dalam suatu negara inilah yang diharapkan mampu
negara. menjadi jiwa dan tumpuan untuk
melaksanakan segala aktivitas berputarnya
Fondasi yang dimaksud disini tidak roda negara. Praktis tiga fungsi kekuasaan
lain dan tidak bukan adalah dasar negara. negara sebagaimana dimaksud Montesquieu,

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 47


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

baik itu legislatif, eksekutif dan yudikatif tidak lagi menjadi idola dan primadona
dalam menjalankan tugasnya harus dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
senantiasa berpedoman pada dasar negara. Kalau sudah seperti ini, tentunya muncul
Artinya dalam melaksanakan tugas, sebuah kekhawatiran Pancasila tidak lagi
peran dan fungsinya, setiap lembaga negara menjadi dasar negara yang benar-benar
harus berpegangan dan berpedoman pada membumi melalui implementasinya.
dasar negara. Legislatif sebagai lembaga Pancasila di masa depan hanya akan menjadi
pembuat undang-undang haruslah sesuai dan retorika semata (Santika, 2023).
selaras dengan nilai-nilai dasar negara. Atas dasar itulah, perlu disebarluaskan
Eksekutif yang merupakan eksekutor atau kembali kajian-kajian Pancasila dari berbagai
pelaksana undang-undang wajib sudut pandang kehidupan. Salah satu sudut
menggunakan dasar negara sebagai pandang Pancasila yang begitu penting untuk
landasannya. dikaji adalah dari sisi hukumnya. Mengingat
Dalam kehidupan bernegara, peran kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
dasar negara sebagai acuan pembentukan erat sekali kaitannya dengan kelahiran
undang-undang tidak bisa diabaikan. hukum yang bersumber darinya.
Mengingat peraturan perundang-undang Oleh karena itu, peneliti memandang
memiliki peran yang tidak kalah pentingnya penting untuk kembali meneliti kedudukan
dalam mengatur kehidupan bernegara. Jadi Pancasila sebagai dasar negara, khususnya
sangatlah penting dan fundamental dalam pembentukan peraturan perundang-
kedudukan dasar negara dalam pembentukan undangan di Indonesia.
peraturan perundang-undang.
Tidak berbeda jauh dengan negara II. METODE
lain, Indonesia pun memiliki dasar negara.
Dasar negara yang dimaksud adalah Jenis penelitian ini adalah penelitian
Pancasila. Secara historis, penetapan yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan
Pancasila sebagai dasar negara melalui dengan cara meneliti bahan pustaka (data
perjalanan yang begitu dramatis dan sekunder) atau penelitian hukum
dilematis (Santika, 2019b). Terjadi kepustakaan.
perdebatan sengit antara pendiri negara (the Penelitian ini masuk dalam katagori
founding father) terkait dasar negara yang penelitian hukum normatif yang meliputi
paling sesuai dengan kondisi Indonesia yang penelitian terahadap asas-asas hukum,
beragam dan multikultur (Buka, etc, 2022). sistematika hukum, inventarisasi hukum
Setelah melalui perdebatan yang positif yang berhubungan dengan kedudukan
sengit akhirnya Dasar Negara Pancasila Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
disahkan. Pancasila disahkan pada tanggal dalam pembentukan peraturan perundang-
18 Agustus 1945 melalui sidang pertama undang di Indonesia.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Metode pengumpulan data yang
(PPKI). Penetapan Pancasila sebagai dasar digunakan dalam penelitian ini adalah
negara tentunya memiliki konsekuensi logis menggunakan literature review, yaitu dengan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. mengumpulkan data dengan berdasarkan data
Salah satu konsekuensi yang merupakan sekunder, seperti buku dan jurnal.
ilmplikasi ditetapkannya Pancasila sebagai
dasar negara adalah dari sudut yuridisnya. Data yang diperoleh kemudian
dikumpulkan dan diolah untuk dianalisis
Sebenarnya sudah banyak ahli yang secara mendalam. Hasil analisis tersebut
berupaya mengkaji Pancasila dari sudut kemudian disimpulkan dan disajikan secara
pandang hukum. Kajian ini telah lama sistematis.
digaungkan, terutama pada masa Orde Baru.
Mengingat pada waktu itu Pancasila sedang
mengalami masa-masa bulan madunya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Namun setelah reformasi, Pancasila mulai Sejak dahulu dalam Pembukaan UUD
surut, sehingga seiring berjalannya waktu
semakin dilupakan dan ditinggalkan oleh 1945 memang tidak ditemukan secara
eksplisit istilah Pancasila. Tetapi lima nilai
pendukungnya. Pancasila tertuang dengan jelas di dalamya.
Setelah Orde Baru runtuh, Pancasila Perlu dipahami, bahwa keberadaan Pancasila

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 48


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

dalam Pembukaan UUD 1945 menimbulkan 2. Sumber hukum terdiri dari sumber
konsekuensi logis. Mengingat Pembukaan hukum tertulis dan sumber hukum
UUD 1945 adalah bagian dari konstitusi tidak tertulis.
Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 18 3. Sumber konstitusi nasional adalah
Agustus 1945 dan diamandemen sebanyak Pancasila, sebagaimana tercantum
empat kali dalam satu rangkaian perubahan dalam pembukaan UUD 1945,
pada periode 1999-2002 (Santika, 2021). yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kedudukan Pancasila sebagai dasar kemanusiaan yang adil dan
negara dalam Pembukaan UUD 1945 beradab, Persatuan Indonesia dan
menimbulkan implikasi logis terhadap Kerakyatan yang dipimpin oleh
kedudukannya. Pancasila yang merupakan hikmah kebijaksanaan dalam
sumber dari segala sumber hukum tercermin permusyawaratan/perwakilan,
kontinuitasnya antara Pembukaan UUD serta dengan mewujudkan suatu
Negara RI Tahun 1945 dengan ketentuan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Pasal 1 ayat (3). Indonesia dan UndangUndang
Dasar 1945 (Daullah, etc, 2022).
Sebelum perubahan UUD Negara RI
Tahun 1945 rumusan Pancasila sebagai Penempatan Pancasila sebagai sumber
dasar dari segala sumber hukum negara dari segala sumber hukum negara sebenarnya
dapat ditemukan dalam Ketetapan MPRS sudah sangat sesuai dengan pesan
No. XX/MPRS/1966 tentang tentang konstitusional Pembukaan UUD1945 Alinea
Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber keempat yaitu Ketuhanan yang Maha Esa,
Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Kemanuasiaan yang Adil dan Beradab,
Urutan Peraturan Perundangan Republik Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Indonesia dan TAP II/MPR-RI/1978 dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Tentang Pedoman Penghayatan Dan Permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan
Pengamalan Pancasila atau sering disebut Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Eka Prasetya Pancakarsa (Prabandani, Dengan terbentuknya UU No.10 tahun
2022). 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Adapun hal pokok yang diatur Perundang-undangan, sebagaimana yang
dalam Tap MPR Nomor XX/MPRS/1966 jo termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004
Tap MPR Nomor V/MPR/1973 jo Tap MPR yang menyatakan bahwa ”Pancasila
Nomor IX/MPR/1978 adalah bahwa merupakan sumber dari segala sumber
Pancasila sebagai sumber dari segala hukum negara”, dengan tegas menyebutkan
sumber hukum beserta penegasan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
penyempurnaannya. Pancasila sebagai hukum sebagai berikut: ”Penempatan
sumber dari segala sumber hukum adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
kesadaran, cita-cita moral dan pandangan hukum negara adalah sesuai dengan
hidup (way of life) yang meliputi suasana Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan
watak dan kejiwaan rakyat negara yang Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta
bersangkutan. Pengertian ini menunjukkan, sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara,
bahwa Pancasila merupakan sumber, dasar, sehingga setiap materi muatan peraturan
ruh/spirit, karakter dan cita hukum Indonesia perundang-undangan tidak boleh
(Hadi, 2021). bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila (Kurnisar,
Pancasila sebagai sumber segala 2011).
sumber hukum. Selain itu, Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum Sedangkan setelah perubahan UUD
atau ketertiban hukum di Negara Kesatuan Negara RI Tahun 1945 istilah Pancasila
Republik Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh sebagai sumber dari segala sumber hukum
Peraturan MPR No. III/MPR/2000 tentang ditemukan dalam UU No. 12 Tahun 2011
Sumber Hukum dan Tata Cara Perundang- tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Pasal 1 TAP MPR mempunyai Undangan dan Peraturan Presiden No. 87
tiga pokok, antara lain: Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
1. Sumber hukum adalah sumber
yang digunakan sebagai bahan Dalam pasal 2 Undang-undang 12
penyusunan peraturan perundang- tahun 2011 menyebutkan bahwa sumber
undangan. dari segala sumber hukum negara adalah

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 49


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

Pancasila, hal ini menegaskan bahwa fungsinya untuk tempat bergantung norma-
Pancasila adalah sumber hukum yang digali norma hukum yang ada di bawahnya
untuk membuat hukum berdasarkan (Ochtorina, 2021).
penafsiran nilai terhadap dasar Pancasila selain sebagai cita hukum,
utamanya, yaitu Pancasila, maka secara juga sebagai norma fundamental negara.
konseptual menjadikan Pancasila memiliki Dengan penempatan Pancasila sebagai
kedudukan diatas lebih tinggi dari pada Staatsfundamentalnorm berarti
Undang-Undang Dasar Negara Republik menempatkannya di atas Undang-Undang
Indonesia Tahun 1945 (Huzaeni, (2022). Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak
Saat ini, hierarki atau tata urutan termasuk dalam pengertian konstitusi, karena
peraturan perundang-undangan di Indonesia berada di atas konstitusi (Fransisco, 2017).
terbagi atas tujuh tingkatan. Adapun Dengan demikian, seluruh sila-sila
urutannya sebagai berikut. Pancasila, baik itu persila maupun semua sila
1. Undang-Undang Dasar Negara menjadi norma dasar atau norma tertinggi
Republik Indonesia Tahun 1945 untuk berlakunya semua norma hukum yang
(“UUD 1945”); mengatur hidup rakyat Indonesia. Pancasila
2. Ketetapan Majelis dengan kedudukannya sebagai cita hukum
Permusyawaratan Rakyat (“Tap berakibat pada pembentukan, penerapan, dan
MPR”); penegakan hukum Indonesia yang tidak
3. Undang-Undang/Peraturan dapat melepaskan diri dari nilai-nilai
Pemerintah Pengganti Undang- Pancasila sebagai cita hukum yang sifatnya
Undang; konstitutif dan regulatif, dan Pancasila
4. Peraturan Pemerintah; sebagai norma fundamental negara
5. Peraturan Presiden; menentukan dasar validitas atau keabsahan
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan norma hukum dalam sistem hukum
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Indonesia.
Hierarki dalam konteks ini adalah Kaidah fundamental atau
penjenjangan setiap jenis peraturan staatsfundamentalnorm, mengandung arti
perundang-undangan yang didasarkan pada pokok kaidah yang fundamental adalah
asas, bahwa peraturan perundang-undangan norma yang merupakan dasar bagi
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan pembentukan konstitusi atau UndangUndang
dengan peraturan perundang-undangan yang Dasar dari Negara Indonesia (Santika, 2019).
lebih tinggi. Ia ada terlebih dahulu sebelum adanya
Menempatkan dan menjadikan konstitusi. Kaidah fundamental ini dalam
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber konstitusi berupa Pembukaan UUD 1945.
hukum negara dalam pembentukan Pancasila dalam kedudukannya sebagai
peraturan perundang-undangan adalah staatsfundamentalnorm sifatnya tetap kuat
sebuah keniscayaan yang harus dan tak berubah (Wirawan, 2022).
diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap
lembaga yang berwenang dalam IV. SIMPULAN
membentuk peraturan perundang-undangan
dalam hal ini adalah DPR (D) dan Kedudukan Pancasila sebagai dasar
Pemerintah. Sebab, Pancasila merupakan negara dalam Pembukaan UUD 1945
ideologi atau pandangan hidup bangsa dan menimbulkan implikasi logis terhadap
sekaligus sebagai dasar negara. Sehingga kedudukannya itu. Pancasila yang
dalam hierarki pembentukan peraturan merupakan sumber dari segala sumber
perundang-undangan Pancasila merupakan hukum tercermin kontinuitasnya antara
norma tertinggi yang harus menjadi Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945
rujukan (Dairani, 2021). dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3).
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari
Pada teori jenjang norma hukum, segala sumber hukum negara adalah sesuai
Maria Farida Indrati Soeprapto menyatakan dengan Pembukaan UUD 1945 yang
bahwa Pancasila sebagai norma fundamental menempatkan Pancasila sebagai dasar
negara merupakan norma tertinggi dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis
karena itu tidak lagi dibentuk oleh norma di bangsa dan negara, sehingga setiap materi
atasnya. Pancasila pre-supposed atau muatan peraturan perundang-undangan tidak
ditetapkan terlebih dahulu yang kemudian

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 50


Vol. 1 No. 2, September 2023
P ISSN: 3025-1540 E-ISSN: 2988-375X
Available Online at https://journal.tirtapustaka.com/index.php/ijolares

boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang Wakil Presiden Berdasarkan UUD


terkandung dalam Pancasila. 1945 Pasca Perubahan (Perspektif
Pergulatan Hukum Dan Politik). Jurnal
Ilmiah Ilmu Sosial, 5(1), 23-34.
DAFTAR PUSTAKA
Santika, I. G. N., Kartika, I. M., Sujana, I. G.,
Buka, V., Santika, I. G. N., Kartika, I. M., & & Dwindayani, N. M. A. (2023). The
Sujana, I. G. (2022). Implementasi Dynamic History of the Journey of
Nilai-Nilai Pancasila dalam Budaya Pancasila as the Foundation of the
Mana’o di Desa Manu Kuku Indonesian State. Journal of
Kabupaten Sumba Barat. Jurnal Sustainable Development Science,
Ilmiah Ilmu Sosial, 8(1), 109-117. 5(1), 25-32.
Dairani, D. (2021). Argumentasi Hukum Santika, G. N., Sujana, G., & Winaya, M. A.
Dan Upaya Mempertahankan (2019b). Membangun Kesadaran
Eksistensi Pancasila Sebagai Sumber Integratif Bangsa Indonesia Melalui
Dari Segala Sumber Hukum Negara. Refleksi Perjalanan Historis Pancasila
HUKMY: Jurnal Hukum, 1(1), 19-34. Dalam Perspektif Konflik Ideologis.
Daullah, R., Srinita, D., Ramadhani, O., & JED (Jurnal Etika Demokrasi), 4(2).
Fitriono, R. A. (2022). Pancasila Santika, I. G. N. (2021). Pendidikan
Sumber Dari Segala Sumber Hukum. Kewarganegaraan (Studi Komparatif
Gema Keadilan, 9(2), 108-116. Konstitusi Dengan UUD 1945).
Fransisco, W. (2017). Pancasila sebagai Penerbit Lakeisha.
landasan hukum di Indonesia. Wirawan, V. (2022). Pancasila Sebagai
PROGRESIF: Jurnal Hukum, 11(1). Sumber Tertib Hukum Tertinggi
Hadi, S. (2021). Eksistensi Pancasila (Suatu Kajian Filsafat): Pemahaman
Sebagai Sumber Segala Sumber Bagi Mahasiswa UNJAYA,
Hukum Dalam Konstitusi Indonesia. UNIMUGO dan UMK. Abdi
Indonesian Journal of Law and Masyarakat, 4(1).
Islamic Law, 3(2), 304-341.
Handayani, P. A., & Dewi, D. A. (2021).
Implementasi Pancasila Sebagai
Dasar Negara. Jurnal
Kewarganegaraan, 5(1), 6-12.
Huzaeni, M. R. (2022). Kedudukan Hukum
Pancasila dan Konstitusi dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia.
Kurnisar, K. (2011). Pancasila Sumber Dari
Segala Sumber Hukum di Indonesia.
Media Komunikasi FPIPS, 10(2).
Ochtorina, D. (2021). PANCASILA
DALAM TEORI JENJANG NORMA
HUKUM HANS KELSEN. Jurnal
Legislasi Indonesia, 18(4), 514-525.
Prabandani, Hendra Wahanu. (2022).
MENELUSURI KEDUDUKAN
PANCASILA SEBAGAI SUMBER
DARI SEGALA SUMBER HUKUM
(Discovering the Position of Pancasila
as the Basic Norm in Indonesia).
IBLAM LAW REVIEW, Vol 2 No 1
2022, Hal 158-180.
Santika, I. G. N. (2019). Presidensialisme
Dan Problematika Mekanisme
Impeachment Presiden Dan/Atau

IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research 2023 Page | 51

Anda mungkin juga menyukai