Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH GUNUNG PATIAYAM PATI

(Source by Google)
Konon katanya gunung patiayam merupakan sebuah
tempat yang banyak dikelilingi dengan hal mistis
sehingga orang-orang pada zaman dahulu banyak yang
berkunjung ke gunung patiayam untuk melakukan ritual
sesembahan meminta kekuatan atau rezeki. Letak asli di
mana gunung Patiayam berada belum diketahui, akan
tetapi jika kita berminat untuk melihat bagaimana
peninggalan ataupun sejarah mengenai gunung Patiayam
dapat berkunjung ke situs Gunung Patiayam. Namun,
meskipun ada situs yang menampung sejarah gunung
Patiayam tetap saja informasih detail mengenai gunung
tersebut masih terbatas. Bak ditelan bumi, gunung
tersebut seperti tidak pernah ada.

Situs-situs peninggalan bersejarah di pegunungan


Patiayam sebagai bukti sejarah memang sangat
diperlukan. Pastilah orang-orang Belanda sudah tahu
mengenai situs-situs peninggalan sejarah yang bermula
dalam pengerjaan pembuatan jalan yang membelah kaki
gunung Patiayam pada bagian selatan bukit yang terbelah
tersebut dinamakan Gunung Bedah termasuk daerah
kecamatan Margorejo. Mereka mengangkut fosil-fosil
yang oleh penduduk sekitar menyebutnya sebagai balung
buto. Sejak tahun 1931 oleh peneliti berkebangsaan
Belanda yang bernama Van Es telah menemukan
sejumlah tulang belulang binatang gajah purba,
contohnya seperti Stegodon Trigono Chepalus (sejenis
gajah purba), Elephas Sp (sejenis gajah), Cervus Zwaani
dan Cervus Lydekkeri Martin (sejenis rusa) Rhinoceros
Sondaicus (badak), Sus Brachygnatus Dubris sejenis
babi), Felis Sp (macan), Bos Bubalus Palaeoharabau
(kerbau), Bos Banteng Paleosondicus (banteng), dan
Crocodilus Sp (buaya). Semua itu ditemukan dalam
lapisan batu pasir tufoan (Tuffaceous Sandstones).
Menurut badan arkeologi purbakala umur fosil
diperkirakan 1 juta hingga 700.000 tahun lalu. Setelah itu
pada tahun 1981, Tim Pusat Penelitian dan Penggalian
Benda Purbakala Yogyakarta menemukan dua gading
gajah purba berukuran panjang 2,5 m dan berdiameter 15
cm di Bukit Patiayam di wilayah Kecamatan Margorejo,
Kabupaten Pati. Fosil ini diperkirakan berumur 800.000
tahun. Selain itu, Tim Pusat juga menemukan fosil
berupa kepala dan tanduk kerbau, dua gigi babi, banteng,
kambing, rusa, badak, buaya, dan kura-kura. Temuan
lainnya yaitu ditemukannya dua gading gajah di Gunung
Nangka (bagian dari Bukit Patiayam) yang berukuran
3,17 m dan 1,44 m, dan kemudian disusul penemuan-
penemuan lainnya di bukit Patiayam.
(Source by Google)

Menurut sumber lain, puncak gunung Patiayam ini


terletak di sebelah selatan Gunung Muria atau di antara
kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati. Puncak gunung
Patiayam ini berada di ketinggian 350 mdpl sehingga
banyak para peneliti yang menyebutnya gubah Paktiaya
karena Puncak patah yang merupakan puncak tertinggi
dari kawasan Pati ayam tersebut. Menurut warga sekitar,
puncak Patiayam ini bisa diakses dengan kendaraan
bermotor jika teman-teman dari arah Pati bisa melalui
jalur desa Sokobubuk jika dari arah Kudus bisa melalui
jalur dari Desa terbang. Dulunya Puncak Patiayam ini
sangat disakralkan para masyarakat sekitar karena dulu
puncak pada Patiayam ini sangat rimbun banyak
pepohonan besar-besar sehingga orang tertentu yang
berani memasuki puncak pada Patiayam ini. Namun,
sangat disayangkan sekali kini puncak Patiayam atau
kawasan Patiayam dan sekitarnya sekarang sudah gundul
tidak ada lagi pepohonan yang besar-besar. Banyak
sekali legenda-legenda dan mitos yang berkembang di
masyarakat setempat maupun luar daerah daerah yaitu
salah satunya ada legenda yang menceritakan tentang
putri yang cantik menjadi rebutan para raja-raja dan
akhirnya raja-raja itu pun berperang sehingga raja-raja itu
mati tergeletak seperti ayam. Dari situlah muncul kata
patiayam. Namun, ada juga versi yang lainnya bahwa
dulu Sunan Kudus dan Sunan kedua saling mengadu
ilmunya, akan tetapi dengan cara Sunan gedung
mengambil gergaji merubahnya menjadi seekor ayam
dan kemudian Sunan Kudus pun mengambil jatuh kecil
diubah juga menjadi seekor anak dan diadulah ayam-
ayam tersebut yang merupakan jelmaan dari gergaji dan
cangkul itu. Ilmu yang dimiliki Sunan Kudus yang lebih
tinggi ilmunya daripada Sunan kedua, alhasil ayam
Sunan Kudus bisa mengalahkan ilmu dari Sunan kedua.
Namun, kebenaran mengenai legenda ini belum ada yang
bisa memastikan. Selain itu, ada hal lain lagi yang lebih
menarik daripada legenda tadi bahwasanya di kawasan
patiayam ini banyak sekali ditemukan fosil-fosil binatang
salah satu icon Pak Yayang yaitu fosil gajah setir banyak
sekali ditemukan para masyarakat di sekitar kawasan
pada patiayam ini. Untuk mendapatkan informasi lebih
lanjut dapat mengunjungi situs Gunung Patiayam.

Letak situs Gunung Patiayam yaitu berada di Dukuh


Kancilan, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten
Kudus, Jawa Tengah. Patiayam sendiri masih satu bagian
bersama Gunung Muria. Situs Patiayam sama halnya
seperti situs lain yaitu seperti situs di Sangiran dan
Nganjuk. Namun, di Patiayam temuan-temuan makhluk
terlebih dahulu lebih banyak dan bervarian ketimbang
situs lainnyan karena situs Patiayamnya merupakan salah
satu situs pleistosen 1,6 juta tahun yang lalu hingga
sekitar 500.000 tahun yang lalu. Hal-hal temuan yang
ditemukan di Patiayam, seperti fosil fauna, fosil manusia
purba, dan artefak-artefak yang dijadikan sebagai bukti
budaya zaman dahulu.

Situs Patiayam kurang lebih ada sekitar abad 16.


Patiayam merupakan sebuah pulau yang berdiri sendiri
yang terpisah dari daratan utama pada pulau Jawa. Jika
kita melihat letak situs Patiayam yang berada di sebelah
selatan maka itu adalah dataran alluvial yang dulunya
memisahkan letak situs Patiayam dan pulau Jawa.

Pada pleistosen sering terjadi siklus glasial integrasi


alisasi yang terjadi zaman es dan pencairan es. Patiayam
ini merupakan penyambung dengan daratan utama pulau
jawa yang kemudian terpisah. Dan hal tersebut tidak
hanya terjadi sekali saja, akan tetapi terjadi beberapa kali.
Ketika daratan pada Patiayam ini nyambung dengan
pulau Jawa maka terjadi migrasi fauna dari daratan utama
pulau Jawa yang kemudian diikuti oleh migrasi dari para
manusia purba. Lambat laun situs Patiayam mengalami
kepunahan yang penyebabnya adalah adanya aktivitas
vulkanik yang disebabkan oleh gunung api purba
Patiayam. Salah satu penyebab kepunahan situs Patiayam
adalah aktivitas vulkanik yang disebabkan oleh gunung
api purba Patiayam. Dengan adanya hal tersebut
mengindikasikan sama halnya pada tahun tersebut pernah
terjadi bencana alam. Selain dari adanya aktivitas
vulkanik, ada juga penyebabnya dari es lingkungan
kering yang mana jarang terjadinya hujan.
(Source by Google)

Situs Patiayam berupa Padang Savana yang dihuni oleh


fauna-fauna besar dan kemudian ketika terjadi siklus
integrasi alisasi ketika suhu bumi lebih hangat terjadi
penaikan air laut. Yang lainnya yaitu terjadinya lebih
banyak curah hujan padang Savana tersebut berubah
menjadi hutan fauna-fauna yang harus membutuhkan
habitat untuk hidup di padang Savana dan tentunya
mereka dituntut untuk pindah atau mungkin mereka akan
punah dan hasilnya akan digantikan oleh fauna yang
cocok atau lebih tepatnya bisa beradaptasi dengan hutan
temuan dari situs Patiayam yang selama ini pernah
ditemukan beragam fosil fauna vertebrata maupun
vertebrata yang terdiri dari fosil fauna yang pernah hidup
di lingkungan air perairan seperti fosil-fosil cangkang
kerang didirikan hiu. Dan kemudian beberapa fragmen
tulang buaya baik buaya muara maupun buaya sungai
juga fauna dari lingkungan darat seperti babi rusa gajah
kemudian ada juga dari harimau. Badak dan beragam
sapi dan banteng kemudian juga ditemukan pada tahun
1978 oleh Profesor Sartono. Beberapa fragmen fosil dan
gigi manusia purba sedangkan artefak batu yang pertama
yang pernah ditemukan terdiri dari artefak kapak
perimbas kapak penetak, kemudian juga ada bola batu
dan kapak genggam pada tahun 2007 Balai arkeologi
Yogyakarta juga menemukan beberapa artefak bahkan
temuan tersebut masih berlanjut hingga belakangan ini.
Pada awalnya para masyarakat sekitar tidak terlalu peduli
dengan keberadaan fosil yang mereka temukan di lahan
pertanian mereka, akan tetapi kemudian ada beberapa
warga yang sadar dan kemudian setelah Balai arkeologi
Yogyakarta pada tahun 2005 datang untuk melakukan
pendataan intensif dan memberikan kesadaran kepada
warga dan tentang pentingnya temuan ini kesadaran
masyarakat situs Patiayam semakin berkembang dan
meningkat. Pada hal ini bisa kita lihat dari dukungan
mereka terhadap keberadaan museum situs Patiayam
yang baru.

Banyakorang menafsirkan asal-usul sebutan Pati


secara filosofi gatuk-gatuk entuk bahwa Pati diambil dari
sari ketela pohon yaitu tepung pati, sedangkan
Pesantenan diambil dari sari kelapa yaitu santen. Oleh
karena itu “Dhawet” sejenis minuman dari campuran
cendol terbuat dari pati dan kuah santan yang asal
mulanya dibuat oleh orang-orang China jaman dulu yang
menetap di Pati.

Dulu sebelum Islam masuk, orang-orang dipulau


Muria masih mempercayai hal-hal gaib yang menurut
orang jaman sekarang sulit diterima akal. Seseorang bila
ingin maju dalam hidupnya biasanya orang itu ‘nglakoni’
atau bertapa untuk mencari bantuan kekuatan-kekuatan
yang tak terlihat, atau dia mencari pusaka-pusaka berupa
keris atau benda lainnya yang bisa untuk “piyandel”
dirinya. Atau dia harus memilih lokasi tempat untuk dia
menetap atau bermukim, yaitu tempat tempat yang
menurut perhitungan supranaturalnya dinilai “suci”,
kalau orang China menyebutnya Feng Soei. Seperti
contohnya kerajaan-kerajaan jaman dulu bila kotanya
diserang musuh atau terjadi musibah, maka kerajaan
harus dipindah karena dianggap sudah tercemar. Lihat
kerajaan Mataram berapa kali pindah-pindah. Sama
halnya daerah Pati, atau tlatah Pati yang dihuni Cah Pati
itu sebutan kuno atau Wong Pesisir sebutan pada jaman
Majapahit atau jaman Pejajaran. Dulu tlatah Pati yang
terletak berdampingan dengan gunung Pati-Ayam
barangkali nama Pati diambil atau terinspirasi dari nama
gunung Pati-Ayam tersebut. Gunung Pati-Ayam pada
ceritera masyarakat adalah perbukitan yang penuh
misteri. Orang-orang mempercayai perbukitan itu
mempunyai sumber kekuatan gaib, maka jaman kuno
yaitu jamannya Ratu Shima banyak orang mendatangi
untuk mencari kekuatan gaib diperbukitan itu, maka
dikeramatkanlah gunung Pati-Ayam karena dipercayai
ada “penunggu” yang bisa diharapkan sebagai pelindung.
Banyak legenda-legenda, tulisan sejarah, babat yang
menceriterakan tentang peristiwa-peristiwa sejarah di
Pati, sebagian besar isi ceriteranya mengarah perpecahan
bangsa, juga banyak pantangan-pantangan, ilo-ilo sesat
yang menjerumuskan dan sengaja dihidupkan agar
orangorang

Pati tidak bisa rukun dan saling gontok- gontokan. Anak


kamping sini tidak boleh kimpoi dengan anak kampung
sana, daerah sini tidak boleh nanggap wayang,….heran,
entah siapa dulu yang mengarangnya. Adanya Prasasti I
Rongkap, pada Prasasti ini terdapat tulisan tanggal 25
Oktober 901 M (823 Saka) yang ditemukan di desa
Rangkah (Ngranggah) di daerah Pati-Ayam yang terdiri
dari lempengan baja sebanyak delapan lempengan.
Biasanya isi prasasti merupakan "pujian" kepada raja.
Atau sebagai "piagam, maklumat, surat keputusan,
undang-undang atau tulisan". Yang di kalangan arkeolog
prasasti disebut inskripsi, sementara di kalangan orang
awam disebut batu bertulis atau batu bersurat. yang
memuat keputusan raja mengenai penetapan sebuah desa
atau daerah menjadi sima atau daerah perdikan. Sima
adalah tanah yang diberikan oleh raja atau penguasa
kepada masyarakat yang dianggap berjasa. Karena itu
keberadaan tanah sima dilindungi oleh kerajaan. Tetapi
sayang penulis belum bisa mendapatkan penjelasan yang
berkaitan dengan prasasti tersebut.
Situs-situs Peninggalan Bersejarah di pegunungan
Pati-Ayam sebagai Bukti Sejarah memang sangat
diperlukan. Jauh sebelum tim peneliti Geologi ITB
datang menemukan fosil gajah purba, ketika zaman
Indonesia masih jadi jajahan Belanda, Orang-orang
Belanda sudah tahu akan situs-situs ini, bermula ketika
mereka mengerjakan pembuatan jalan yang membelah
kaki gunung Pati-Ayam sisi selatan. Bukit yang terbelah
tersebut dinamakan Gunung Bedah termasuk daerah
kecamatan Margorejo. Mereka mengangkut fosil-fosil
yang oleh penduduk sekitar disebut sebagai balung buto.
Ada lagi penemuan Situs arkeologi Pati- Ayam di Desa
Terban, Jekulo, Kudus. Sebagian ada tersimpan di
museum Situs Pati-Ayam di Dukuh Kancilan Desa
Terban. Menurut catatan yang berada di museum
penemuan fosil purba pertama di situs Pati-Ayam dimulai
sejak tahun 1979. Ditemukannya sebuah gigi geraham
bawah dan tujuh pecahan tengkorak manusia ditemukan
oleh Dr Yahdi Yaim dari Geologi Institut Teknologi
Bandung (ITB). Tapi sebelum itu Patiayam sudah diteliti
sejak 1931 oleh peneliti Belanda bernama van Es. Lalu
ditemukan pula sejumlah tulang belulang binatang gajah
purba, seperti Stegodon Trigono Chepalus (sejenis gajah
purba), Elephas Sp (sejenis gajah), Cervus Zwaani dan
Cervus Lydekkeri Martin (sejenis rusa), Rhinoceros
Sondaicus (badak), Sus Brachygnatus Dubris ( sejenis
babi), Felis Sp (macan), Bos Bubalus Palaeoharabau
(kerbau), Bos Banteng Paleosondicus (banteng), dan
Crocodilus Sp (buaya). Semua itu ditemukan dalam
lapisan batu pasir tufoan (Tuffaceous Sandstones).
Menurut badan arkeologi purbakala umur fosil
diperkirakan 1 juta hingga 700.000 tahun lalu.

Setelah itu pada tahun 1981, Tim Pusat Penelitian


dan Penggalian Benda Purbakala Yogyakarta
menemukan dua gading gajah purba berukuran panjang
2,5 meter dan berdiameter 15 sentimeter di Bukit Pati-
Ayam, di wilayah Kecamatan Margorejo, Kabupaten
Pati. Fosil ini diperkirakan berumur 800.000 tahun.
Selain itu, tim juga menemukan fosil kepala dan tanduk
kerbau, dua gigi babi, banteng, kambing, rusa, badak,
buaya, dan kura-kura. Selain itu ditemukannya dua
gading gajah di Gunung Nangka (bagian dari Bukit
Patiayam) berukuran 3,17 meter dan 1,44 meter.
Kemudian disusul penemuan-penemuan lain bukit
Patiayam.
Pegunungan Patiayam memang mirip kubah yang
berada di kaki selatan gunung muria. Dengan
ditemukannya fosil-fosil itu, tim peneliti menyimpulkan
pegunungan Pati-Ayam semula merupakan sebuah
sungai dengan lebar 50 meter hingga 200 meter, sedikit
rawa dan padang rumput Muria, yaitu sebuah gunung
dengan ketinggian 1.602 Meter dpl, berada di wilayah
utara Jawa Tengah bagian timur, yang dimiliki tiga
kabupaten yaitu wilayah Kabupaten Kudus disisi selatan,
disisi barat laut berbatasan dengan
Kabupaten Jepara, dan disisi timur berbatasan
dengan Kabupaten Pati. Gunung Muria pun dulunya
merupakan sebuah pulau vulkanik yang terpisah dari
daratan pulau Jawa. Dalam kurun 500–1000 tahun
terakhir, pulau Muria ini kemudian menyatu dengan
pulau Jawa akibat sedimentasi dan subduksi lempeng.
Jaman Mojopahit, jalur perdagangan pada masa lalu yang
masih dilakukan dari Semarang – Demak langsung
menuju Rembang dengan melalui selat sempit diantara
Jawa Tengah dan pulau Muria yang disebut Selat
Patiayam. Sebelum berganti nama menjadi Muria,
gunung tersebut awalnya bernama Sapto-Argo (Tujuh
puncak gunung, diantaranya adalah Saptorenggo,
Argojembangan dll ). Kemudian dari nama Sapto-Argo
diganti nama menjadi Maurya yaitu ketika pasukan
kerajaan Maurya India mengejar-kejar para pengungsi
orang-orang Keling (Kalingga India) yang lari
mengungsi dipulau ini. Maurya yaitu nama seorang
dinasti Maurya kerajaan besar di India, nama tersebut
sebagai pertanda peringatan bagi bangsa Kalingga agar
tunduk kepada dinasti Maurya. Kemudian pada abad 15,
kerajaan Demak jamannya Walisanga bersamaan
pembangunan Menara Kudus (bentuknya ornamen
Majapahitan) dan mesjid Al Aqsa (arsitektur Timur
Tengah) didirikan di kota Tajug (sekarang Kudus). Maka
gunung tersebut dari Maurya diganti namanya menjadi
Muria atau Moriah, nama tersebut diambil dari gunung
Moriah di Jerusalem untuk mengingatkan sejarah Nabi
Muhammad ketika Mi’rad beliau berangkat dari puncak
gunung Moriah.
Dengan diketemukan situs peninggalan sejarah
diperbukitan Pati-Ayam, ada sungai-sungai purba dan
banyak sekali tulang-tulang binatang gajah, kerbau dan
tengkorak-tengkorak manusia yang mungkin jumlahnya
bisa ribuan. Dari penuturan penduduk setempat bila turun
hujan deras ditanah ladang di lereng Pati-Ayam yang
terkikis air hujan maka munculah banyak tulangtulang
binatang purba tersebut.
Dulu sebelum para peneliti datang, tulang-tulang
tersebut pada dijual sebagai souvenir, tapi setelah itu
dilarang. Disana dulunya ada kehidupan, ada kegiatan
dan ada pula bencana. Catatan Sejarah mengatakan
bahwa pada abad ke-6 (501-600 M). Kalingga berhasil
membangun Kerajaan baru di pulau Muria yaitu ketika
Kaisar Tiongkok ingin mengembangkan lintas
perdagangannya selain Jalur Suteranya dari Asia menuju
ke Konstantinopel. Sebagai alternative yaitu melalui
pelayaran samudra dan misinya Tiongkok berhasil
menguasai perdagangan di Asia Tenggara termasuk di
Nusantara. Maharani Shima adalah ratu penguasa
Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai utara Jawa
Tengah sekitar tahun 674 Masehi. Kalingga atau Ho-ling
(sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan
bercorak Hindu-Budha. keberadaan Ho-ling juga dapat
diperoleh dari berita yang berasal dari zaman Dinasti
Tang dari catatan I-Tsing. Dari segi kehidupan Kerajaan
Kalingga yang diperintah oleh Ratu Shima,
perekonomiannnya sangat maju. Pasar, pelayaran,
pelabuhan sangat ramai. Pada abad ke tujuh kerajaan
Kalingga sudah memasuki peradaban dan kemajuan yang
sangat pesat, serta di kenal sampai di Semenanjung
Malaya, Thailand dan Negara Negara di Asia.
Sumber sejarah diperoleh dari berita Cina. Dinasti
Tang menyebutkan bahwa Kerajaan Ho-ling
mengirimkan upeti ke negeri Cina pada 647 M sampai
666 M. Kemudian kerajaan ini mengirim upeti lagi pada
818 M dan sesudah itu diberitakan tidak pernah
mengirim utusan lagi ke Cina. Sepertinya Kalingga
dibawah perlindungan Tiongkok untuk menangkal
serangan dari dinasti Maurya dari India. Penguasa-
penguasa Kerajaan Kalingga yang tercatat adalah sebagai
berikut, 1-Kartikeyasingha (648-674 M), Kalingga
berdiri pada tahun 648 M. 2 Maharani Shima (674-732 M
atau 674-695 M) Kekuasaan Maharani Sima menbawahi
28 kerajaan, dan semuanya tunduk. Maharani Sima
meninggal pada 732 M, Kemudian Kalingga terpecah
menjadi Bumi Sambara dan Bumi Mataram. Ratu
Shima menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk
memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk
mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur. Orang yang
melanggar perintah itu diancam oleh hukuman mati.

Anda mungkin juga menyukai