Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR

OPTIMALISASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG BACA


MONOGRAF LANTAI 21 GEDUNG PERPUSTAKAAN
NASIONAL
(Studi Kasus : Gedung Perpustakaan Nasional)

Oleh :

Alvin Septian
2270127004

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
KRISNADWIPAYANA
JAKARTA 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR

Judul : OPTIMALISASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG BACA


MONOGRAF LANTAI 21 GEDUNG PERPUSTAKAAN NASIONAL
(Studi kasus : Gedung Perpustakaan Nasional )

Oleh : Alvin Septian


2270.127.004

Laporan ini telah di setujui dan dipresentasikan dihadapan Tim


Seminar Program Studi Teknik Arsitektur FT-Unkris.

Jakarta, November 2022


Menyetujui,
Koordinator Seminar Dosen Pembimbing

Nazarudin Khuluk, ST, M.SiL Astria Melanira, ST, M.SiP


Mengetahui,
Ketua Program Studi
Arsitektur

Astria Melanira, ST, M.SiP


ABSTRAK
Pencahayaan atau iluminasi adalah penggunaan cahaya yang disengaja
untuk mencapai efek praktis atau estetika. Pencahayaan mencakup
penggunaan kedua sumber cahaya buatan seperti lampu, serta penerangan
alami dengan menangkap cahaya siang hari. Ruangan perpustakaan
membutuhkan Pencahayaan sebesar 300Lux sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) sehingga para pengunjung perpustakaan bisa
melakukan kegiatan membaca dengan nyaman.Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui kualitas pencahayaan pada Gedung Perpustakaan
Nasional di ruang baca monograf terbuka pada lantai 21 apakah sudah
memenuhi standar bangunan Gedung hijau Jakarta. Metode yang digunakan
adalah metode komparasi dengan membandingkan hasil pengukuran
dengan SNI. Standar yang digunakan adalah SNI 6197:2020 mengenai
Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan dan Peraturan Gubernur DKI
Jakarta No.38 Tahun 2012 mengenai Panduan Pengguna Bangunan
Gedung Hijau Jakarta. Hasil yang diperoleh adalah kondisi pencahayaan
kombinasi pada ruang baca lantai 21 sebesar 273 Lux yang belum mencapai
standar SNI. Faktor yang berpengaruh besar pada nilai pencahayaan di
ruangan tersebut adalah jenis lampu, peletakan Interior, dan juga bukaan
bukaan di lantai tersebut.
Kata Kunci : Perpustakaan Nasionall Indonesia; Green Building;
Pencahayaan Perpustakaan; Area Membaca

ABSTRACT
Lighting or illumination is the intentional use of light to achieve a practical
or aesthetic effect. Lighting includes the use of both artificial light sources
such as lamps, as well as natural lighting by capturing daylight. The library
room requires lighting of 300 Lux in accordance with the Indonesian National
Standard (SNI) so that library visitors can do reading activities comfortably.
green Jakarta. The method used is a comparative method by comparing the
measurement results with SNI. The standards used are SNI 6197:2020
regarding Energy Conservation in Lighting Systems and DKI Jakarta
Governor Regulation No. 38 of 2012 concerning User Guide for Jakarta
Green Buildings. The results obtained are the combined lighting conditions in
the 21st floor reading room of 273 Lux which have not yet reached the SNI
standard. Factors that have a major influence on the value of lighting in the
room are the type of lamp, the placement of the interior, and also the
openings on the floor.
Keywords : National Library Of Indonesia; Green Building; Lighting For
Librarie; Reading Area.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongannya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada allah SWT atas limpahan nikmat
sehatnya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul
“Optimalisasi pencahayaan Ruang Baca Monograf Lantai 21 Gedung
Perpustakaan Nasional ”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada penulisan makalah
ini penulis memohon maaf yang sebesar besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
keluarga penulis yang selalu memberi semangat dan masukan kepada
penulis dalam membuat makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, Nopember 2022

Alvin Septian

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..............................................................................
Kata Pengantar......................................................................................
Daftar Isi ...............................................................................................
Daftar Gambar .......................................................................................
Daftar Tabel ...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................
1.1. Latar Belakang ...........................................................
1.2. Rumusan Masalah.....................................................
1.3. Tujuan ........................................................................
1.4. Manfaat Penulisan......................................................
1.5. Ruang Lingkup Pembahasan .....................................
1. Ruang Lingkup Substansial .............................
2. Ruang Lingkup Spasial ....................................
1.6. Sistematika Penulisan ................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................
BAB III TINJAUAN UMUM KAWASAN ............................................
3.1. Tinjauan Umum Kawasan...................................
3.2. Tinjauan Umum DKI Jakarta ....................................
3.3. Tinjauan Khusus Kawasan ......................................
3.3. Metodelogi Pembahasan ...........................................
3.3.1. Metode Penelitian .............................................
3.3.2. Ruang Lingkup Penelitian ....................................
3.3.3. Variabel Penelitian.............................................
3.3.4. Kawasan Penelitian............................................
3.3.5. Waktu Penelitian ...............................................
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN................................................
6.1. Kesimpulan.......................................................
6.2. Saran ..............................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep bangunan hijau menjadi salah satu focus yang ingin di
terapkan di bidang konstruksi kota Jakarta. Sejak 2012 pemerintah DKI
Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur No.38 Tahun 2012 tentang
Bangunan Hijau yang mewajibkan Gedung-gedung di Jakarta unutk
menerapkan konsep green building, tak terkecuali Gedung pelayanan
fasilitas public seperti Perpustakaan Nasional. Sakah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk mewujudkan bangunan hijau adalah
mengefisiensikan konsumsi energi dengan mengoptimalkan system
pecahayaan dalam suatu bangunan.
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) terdiri dari 27 lantai dengan
ketinggian 126,3 m dan tergolong ke dalam High-Rise Building
(Mulyono,2000). Memiliki ruang baca Monograf tertutup yang terletak
pada lantai 12 serta ruang baca Monograf terbuka pada lantai
21.Kenyamanan visual didukung dengan peran pencahayaan sangat
berdampak penting dalam Gedung perpustakaan. Standar SNI
6197:2020 untuk tingkat pencahayaan (lux) perpustakaan yaitu sebesar
300 Lux terdapat pada table 1 dan penerapan konsep Green Building
pada system pencahayaan agar memenuhi standar Panduan Pengguna
Bangunan Gedung Hijau Jakarta berdasarkan Pergub DKI Jakarta
No.38/2012 terdapat pada table 2 (di appendiks). System pencahayaan
yang memenuhi kedua standar tersebut, tentunya akan menunjang
aktivitas pembaca para pemustaka dengan baik dan dapat mengurangi
konsumsi energi pada Gedung Perpustakaan Nasional. (Departemen
PU, 1993; Rilatupa, 2008).

Dalam penelitian ini enulis ingin mengetahui apakah system


pencahayaan pada Gedung Perpustakaan Nasional sudah memenuhi
SNI, menerapkan konsep Green Building pada sistem pencahayaan
sesuai dengan Pergub DKI Jakarta No.38/2012 dan bagaimana alternatif
penyelesaian desain ruang Perpustakaan Nasional agar memenuhi
standar SNI. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
mengetahui hasil pengukuran kuantitas pencahayaan Perpustakaan
Nasional dengan SNI, mengetahui hasl evaluasi penerapan sistem
pencahayaan untuk bangunan yang menerapkan konsep bangunan hijau
berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 38/2012 dan memberikan alternatif
penyelesaian desain ruang Perpustakaan Nasional agar memenuhi
standar kebutuhan sistem pencahayaan berdasarkan SNI 6197;2020.
Gedung perpustakaan dapat dinyatakan telah menerapkan konsep
Green Building dalam sistem pencahayaan apabila kuantitas
pencahayaan memenuhi stadar SNI yaitu 300 Lux dan Light Power
Density kurang dari 11 w/m² yang tertera pada Gambar 3 (apendiks).

Pencahayaan pada perpustakaan nasional bersumber dari


pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Secara umum, cahaya
alami didistribusikan ke dalam ruangan melalui bukaan samping (side
lighting), bukaan atas (top lighting), dan Multilateral Lighting
(Kroelinger,2005; Milaningrun 2015). Jenis kaca yang digunakan untuk
area bukaan pada perpusnas adalah kaca stopsol 8mm. kaca stopsol
dapat memadukan kemampuan solar control yang mampu meredam
panas hingga 60%. (Gusti, Saelendra, Suryabrata, dan
Wihardyanto,2018).
Untuk pencahayaan buatan, perpustakaan nasional menggunakan
lampu jenis FLourescent LED dan Downlight LED dengan armatur
Recessed. Lampu LED menghasilkan 80% cahaya dan 20% panas,
sehingga dinilai paling efektif untuk di terapkan dalam pencahayaan
buatan pada bangunan hijau. Armatur jenis tidak langsung atau recessed
dapat menyebarkan 90-100% cahaya menuju bidang kerja, tetapi hanya
menyebarkan 0-10% cahaya untuk menerangi langit-langit. (Pergub DKI,
2012; GBCI,2016).

Salah satu upaya untuk menerangi langit-langit (plafond) adalah


dengan pemilihan plafond dengan finishing cat putih dapat memantulkan
cahaya dari bidang kerja menuju plafond sehingga dapat mengurangi
persebaran cahaya yang dinilai kurang kurang pada langit-langit. Hal ini
dikarenakan plafond memiliki angka reflektansi 70-90%. (Luciana
Kristanto, 2004).

Tipe sistem pencahayaan pada ruang baca Perpustakaan Nasional


adalah sistem pencahayaan merata (general lighting) yaitu memberikan
cahaya ke seluruh area ruangan secara merata. Untuk rak buku dengan
sistem perletakan lampu sejajar dan tegak lurus arah rak buku. Dalam
hal ini, sistem tegak lurus dinilai lebih efisien. (Lechner, 1968; Fitrianti,
2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara memaksimalkan pencahayaan Di ruang baca
Monograf lantai 21 Gedung Perpustakaan Nasional
2. Apakah Pencahayaan di ruang baca Monograf lantai 21 Gedung
Perpustakaan Nasional sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kondisi pencahayaan pada Ruang baca Monograf lantai
21 Gedung Perpustakaan Nasional agar Pemustaka dapat membaca
dengan kenyamanan Visual yang tepat.
2. Merekomendasikan
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi pembaca : bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan
tentang standar pencahayaan suatu ruangan untuk kenyamanan
visual.
2. Manfaat Bagi Pengelola Gedung : bermanfaat sebagai masukan
agar pencahayaan di dalam Gedung Perpustakaan Nasional di
tingkatkan dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.5 Ruang Lingkup Pembahasan


Adapun ruang lingkup pembahasan yang akan di bahas pada
penulisan ini yaitu, Pengoptimalan sistem pencahayaan pada ruang baca
Monograf lantai 21 di Gedung Perpustakaan Nasional.
1. Ruang Lingkup Spasial
 Ruang baca Monograf lantai 21 Gedung Perpustakaan
Nasional

Gambar 1.1 peta Jakarta Pusat dan Site Perpustakaan Nasional RI


( sumber : google maps )
2. Ruang Substansial

Penulisan ini dibatasi oleh Peraturan Gubernur (Pergub) No.38 Tahun


2012 tentang Bangunan Gedung Hijau dan mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) 6197;2020 tentang Konservasi energi pada
system pencahayaan.
1.6 Metode Pembahasan
Metode pembahasan ini adalah memakai metode pembahasan
kualitatif dan terdapat beberapa langakah Langkah dalam suatau
pengumpulan data pada penulisan, pengumpulan data dapat dilakukan
dalam berbagai sumber, berbagai cara, dan dapat digunakan dari sumber
data primer dan data sekunder. Adapun data yang digunakan dalam
penulisan ini ialah :

1. Data Primer
Yaitu data yang digunakan mengenai hasil survey langsung di
perpustakaan Nasional RI sehingga mendapatkan beberapa
dokumentasi berupa foto dan hasil pengamatan pencahayaan pada
ruang baca monograf lantai 21 di Gedung perpustakaan nasional.

2. Data Sekunder
Data sekunder sendiri itu termasuk Peraturan Gubernur DKI (Pergub)
No.38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau, dan system
pencahayaan yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI)
6197;2020 mengenai Konservasi Energi pada system pencahayaan.

1.7 Sistematika Penulisan


BAB I. Pendahuluan
Bab ini berisikan uraian secara umum mengenai pencahayaan di
Ruang baca Monograf di Lantai 21 Gedung Perpustakaan Nasional, yang
di tinjau dari beberapa aspek seperti aspek kenyamanan pemustaka saat
berkunjung.

BAB II. Tinjauan Pusataka


Di bab II ini membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan aspek
kenyamanan pada ruang baca di perpustakaan, standar pencahayaan
dalam suatu ruangan, manfaat dari pencahayaan dalam suatu ruangan
dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pencahayaan.
BAB III. Tinjauan Lokasi
Bab ini membahas mengenai tinjauan umum dan tinjauan khusus
pencahayaan pada ruang baca monograf terbuka lantai 21 Gedung
Perpustakaan Nasional
BAB III. Metodologi Penelitian
Bab ini menguraikan penelitian dan rencana survey, menjelaskan
tentang metode yang akan di pakai pada penelitian ini dengan metode
kualitatif, Tujuan utama dengan diperolehnya pemahaman secara
menyeluruh tentang suatu kejadian yang di teliti dengan pendeketan yang
menyeluruh, karena menyangkut kejadian perilaku masyarakat, maka
cakupan dan kedalaman dalam meneliti kualitatif sangan di prioritaskan.

BAB IV. Hasil dan Pembahasan


Pada bab ini akan menjawab mengenai pembahasan pada penelitian
ini atau pada rumusan masalah yang ada. Dan juga menjelaskan hasil
dari Analisa yang telah terkumpul sehingga kita dapat mengetahui
standar dari pencahayaan suatau ruangan dan aspek kenyamanan visual
dalam membaca.

BAB V. Kesimpulan dan Saran


Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini dan
juga berisikan saran mengenai hasil dari penelitian.

BAB VI. Daftar Pustaka


Bab ini berisi mengenai sumber sumber atau referensi dalam
membuat penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pencahayaan


Pencahayaan (Iluminasi) adalah kepadatan dari suatu berkas cahaya
yang menerangi suatu perukaan (Patty et.al., 1967). Cahaya mempunyai
Panjang gelombang yang berbeda bedada dalam spektrum yang tampak
(cahaya Tampak), yaitu berkisar 380 sampai 780. Sebenarnya tidak ada
Batasan yang tepat dari spektrum cahaya tampak. Mata moral manusia
dapat menerima spectrum cahaya tampak dengan Panjang geloombang
sekitar 400 – 700 nm (www.wikipedia.org). spektrum yang tampak tersebut
mencakup warna :
 Ungu 380 – 450mm
 Biru 450 – 495mm
 Hijau 495 – 570mm
 Kuning 570 – 590mm
 Jingga 590 – 620mm
 Merah 620 – 750mm

Pencahayaan mencakup penggunaan kedua sumber cahaya buatan


seperti lampu, serta penerangan alami dengan menangkap cahaya siang
hari. Pencahayaan siang hari (menggunaan jendela, lampu langit langit, atau
bukaan bukaan lainnya) terkadang digunakan sebagai sumber cahaya utama
pada siang hari di Gedung – Gedung. Dengan cara ini kita dapat menghemat
energi daripada menggunakan pencahayaan buatan, yang mewakili
komponne utama konsumsi energi pada bangunan. Pencahayaan yang tepat
dapat meningkatkan kinerja tuga, meningkatkan tampilan atau view dari
suatu area, dan juga memilki efek psikologis yang positif bagi pengunjung
atau penghuni dari suatu bangunan.
Cahaya sendiri menurut newton (1642-1727) terdiri dari partikel
partikel ringan berukuran sangat kecil yang dipancarkan ole sumbernya ke
segala arah dengan kecepatan yang sangat tinggi. Cahaya dapat juga
didefinisikan sebagai energi radiasi yang dapat dievaluasi secara visual
(menurut illuminating engineering society, 1972). Atau bagian dari spektrum
radiasi elektromagnetik yang dapat dilihat (Visible).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6197:2020
pencahayaan di setiap ruangan memiliki standar pencahayaan dalam satuan
cahaya (Lux) :
Tabel 2.1 Tabel Pencahayaan
Sumber : SNI 6197-2020

Fungsi Tingkat Kelompok Temperatur Warna


Ruangan Pencahayaa renderasi
Warm Cool Daylight
n (Lux) warna
White White
Lembaga Pendidikan
Ruang kelas 250 1 atau 2
Perpustakaan 300 1 atau 2
Laboratorium 500 1
Ruang Gambar 750 1
Kantin 200 1

2.1.1 Pencahayaan Alami


Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang bersumber dari sinar
matahari, pencahayaan alami yang masuk ke dalam ruangan di pengaruhi
oleh tata letak dan ukuran jendela, serta arah lintasan matahari. Semakin
besar bukaan pada jendela, maka cahaya yang masuk akan semakin
besar pula. Pencahayaan alami selain menghemat energi listrik juga dapat
membunuh kuman. Untuk mendapat pencahayaan alami pada suatu
ruangan diperlukan jendela – jendela yang besar ataupun dinding kaca
yang sekurang – kurangnya 1/6 dari luas lantai.Standar dari pencahayaan
ruag perpustakaan adalah 300Lux, sistem pencahayaan alami hanya bisa
diambil dari cahaya matahari pada saat siang hari, sementara cahaya
bulan di malam hari tidak masuk dalam kategori sumber cahaya alami
yang efektif. Sistem pencahayaan alami merupakan salah satu sumber
cahaya terbaik untuk bangunan.
Sumber pencahayaan alami seperti sinar matahari ternyata masih
kurang efektif untuk menaungi atau menerangi semua kegiatan di dalam
suatu ruangan, apalagi untuk ruangan yang letaknya jauh dari jendela.
Selain karena intensitasnya cahaya matahari yang diperoleh bangunan
tidak stabil, sumber cahaya alami dapat menghasilkan panas berlebih
terutama saat terik siang hari. Adapun beberapa faktiir yang perlu di
perhatikan agar penggunaan sinar alami memberikan manfaat optimal
dalam ruangan, yaitu sebagai berikut :
a) Variasi intensitas penyinaran cahaya matahari
b) Distribusi dari seberapa terangnya cahaya matahari
c) Efek dari lokasi jendela dan arah datangnya cahaya matahari
d) Efek pantulan dan pembiasan cahaya
e) Letak geografis dan fungsi bangunan
Menurut Tangoro (2004:68) cahaya alami (Matahari) yang jatuh pada
permukaan bangunan dapat dinyatakan sebagai berikut :
a) Cahaya matahari yang langsung jatuh pada bidang kerja dalam hal
ini maksudnya adalah ruang pada bangunan. Contohnya yaitu
cahaya matahari yang masuk lewat jendela atau ventilasi terbuka
dan mengenai objek di dalam ruangan dan ilustrasi ada di gambar
2.1

Gambar 2.1 Pantulan Cahaya Langsung


Sumber : Google.com
b) Refleksi / pantulan cahaya matahari dari benda yang berada di luar
bangunan kemudian masuk melalui jendela. Contohnya cahaya
matahari yang menerangi pagar besi dan pantulannya masuk ke
dalam jendela.

c) Refleksi/pantulan cahaya mataharu yang masuk dari luar untuk


kedua kalinya. Contohnya adalah cahaya yang jatuh di halaman
kemudian dipantulkan melalui langit langit di dalam ruangan,
ilustrasi ada di gambar2.2

Gambar 2.2 Pantulan cahaya


Sumber : RumahJogja.com

d) Cahaya yang jatuh di lantau ruangan kemudian memantul ke langit


– langit

2.1.2 Pencahayaan Buatan


Sistem pencahayaan buatan adalah mekanisme cahaya yang
dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami (matahari), namun
cahaya tersebut berasal dari hasil karya manusia berupa lampu yang
berfungsi menyinari ruangan sebagai pengganti jika sinar matahari tidak
ada.
Pencahayaan buatan dapat berfungsi baik siang maupun malam
hari, menjadikannya ideal untuk penerangan utama di rumah. Namun
berbeda dengan sumber cahaya alami, cahaya buatan yang di hasilkan
lampu dari arus listrik adalah sesuatu yang berbayar. Kebanyakan lampu
tidak membunuh kuman seperti cahaya alami, apabila memungkinkan,
disarankan memaksimalkan sistem pencahayaan alami.
Cahaya buatan yang tidak baik tentunya akan mengganggu aktivitas
keseharian kita, misalnya ditempat kita bekerja. Bahkan, ada kalanya
dengan cahaya buatan yang baik akan mempertinggi aktivitas kita dalam
bekerja jika dibandingkan pada saat beraktivitas pada cahaya siang hari
(alamiah).Pada cuaca yang kurang baik dan malam hari, pencahayaan
buatan sangat dibutuhkan. Perkembangan teknologi sumber cahaya
buatan memberikan kualitas pencahayaan buatan yang memenuhi
kebutuhan manusia (Lechner, 2001,p.427).
Pencahayaan buatan membutuhkan energi untuk di ubah menjadi
terang cahaya. Segi efisiensi menjadi pertimbangan yang sangat penting
selain menjadikan pencahayaan buatan sesai dengan kebutuhan
manusia. Pencahayaan buatan yang efisien mempunyai focus kepada
pemenuhan pencahayaan pada bidang kerja. Satwiko (2004,p.78)
menyatakan pentingnya mengarahkan cahaya ke titik yang membutuhkan
pencahayaan sebagai prioritas.
Beberapa factor yang perlu di hindari agar mendapatkan kenyamanan
penglihatan pada bidang kerja :
a) Silau (Glare)
Ada dua buah silau yaitu disability glare dan discomfort glare.
Disability glare adalah silau yang menyebabkan ketidakmampuan
melihat, disability glare disebabkan oleh radiasi langusng dari sumber
cahaya ke mata, maupun pantulan langsung seperti yang ditunjukkan
Gambar 2.3, salah satu contoh saat melihat ke arah sumber cahaya
secara langsung. Untuk menghindari masalah ini, letak luminer tidak
berada langsung pada area penghilatan atau luminer diberi pengarah
agar cahaya yang di keluarkan menjadi lembut.

Gambar 2.3 Daerah Kritis Silau


Sumber : Suptandar (1999), telah di olah Kembali
Discomfort glare adalah silai yang ditimbulkan akibat pantulan
sinar terhadap bidang kerja atau unsur unsur di sekitarnya yang
menuju mata. Umumnya masalah potensi silai berasal dari unsur
unsur yang berbeda pada bidang kerja (lihat Gambar 2.4 Lihat bagian
b). akan tetapi juga dapat di sebabkan oleh unsur unsur di sekitar
bidang kerja seperti material pembatas ruang (dinding).

(a) Bayangan
(b) Silau
Gambar 2.4 Silau dan Bayangan pada bidang kerja
Sumber : Google.com

b) Bayangan (shadow)
Pada gambar 2.4 bagian a menunjukkan pembayangan terjadi
karena pancaran sinar ke bidang kerja yang tertutupi oleh suatu objek.
Hal ini terjadi juga karena pancaran sinar terlalu kuat sementara tidak
terdapat sumber cahaya dari arah lain yang dapat mengurangi efek
bayangan tersebut. Cara yang paling efisien adalah meletakkan
sumber cahaya dari arah yang tidak tertutupi oleh objek baik dari
objek tetap (mati) atau objek bergerak (hidup).

Factor factor yang perlu di perhatikan untuk kenyamanan penglihatan pada


bidang kerja adalah :

1) Kontras Warna (Color Contrast)


2) Ukuran Detail
3) Kecepatan Kerja
4) Renderasi dan Temperatur warna.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah metode


deskriptif-kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek ilmiah, dimana penelitian
merupakan instrument kunci. (sugiyono,2005).

Dengan menggunakan penelitian metode kualitatif penelitian sendiri


akan menjadi instrument dalam penelitian ini. Metode pengumpulan data
yang diunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan atau observasi pada
ruang baca monograf terbuka lantai 21 gedung perpustakaan nasional.
Sumber data yang digunakan penelitian ini adalah :

3.1.1. Data Primer


Didalam memperoleh data primer, dengan menggunakan hasil
penelitian langsung dengan cara pengamatan dan mencari data
penelitian langsung dengan cara pengamatan dan mencari data
visual tentang Tingkat pencahayaan dalam ruangan di Ruang baca
Terbuka Monograf Lantai 21 Gedung Perpustakaan Nasional.

Metode ini di perlukan untuk mengamati secara langsung


megenai kondisi pencahayaan pada ruang baca Monograf terbuka
lantai 21 Gedung Perpustakaan Nasional. Pengamatan ini dimaksud
untuk mengumpulkan daya secara objektif dan akurat mengenai
tingkat pencahayaan pada ruang baca monograf terbuka lantai 21
Gedung Perpustakaan Nasional. Teknik observasi ini juga dilakukan
secara visual, dilakukan dengan menggunakan alat perekam atau
kamrea, handphone dan lain lain. Selanjutnya hasil dari observasi
langsung di interpretasikan oleh peneliti dengan melakukan
penulisan terhadap hasil visualisasi tersebut.

3.1.2. Data Sekunder


Dalam memperoleh data sekunder yang digunakan untuk
mencari referensi yang menyangkut dengan penelitian yang di kaji
dengan sekaligus sebagai tambahan Pustaka. Penelitian ini
mengambil berupa data dengan tidak secara langsung atau melalui
pihak kedua, di antaranya Standar Nasional Indonesia (SNI)
mengenai standar pencahayaan dalam ruangan, dokumen tertulis
(buku), selain buku Sebagian besar sumber data penelitian juga
didapatkan dari sumber data tertulis lainnya yaitu berupa artikel dan
tulisan dari internet.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan
dan pencatatan serta pelaksanaannya tidak langsung ditempat atau
pada saat peristiwa terjadi. Survey dilakukan dengan cara
melakukan studi kepustakaan dengan mencari rujukan teori dan
litelatur yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan sebagai
bahan pegangan untuk melakukan proses survey di lapangan.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memperjelas masalah yang akan di bahas dalam penelitian dan


agar tidak terjadi pembahasan yang meluas atau menyimpang, maka perlu
kiranya dibuat suatu Batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan
yang akan di bahas dalam penelitian ini, adalah hanay mencakup Sistem
Pencahayaan di ruang Baca Monograf Terbuka Lantai 21 Gedung
Perpustakaan Nasional.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adlaah objek yang berbentuk apa saja yang di


tentukan oleh peneliti untuk mencari informasi dengan tujuan untuk di Tarik
suatu kesimpulan (Suparno,J. 1998).

Dalam suatu penelitian tentu di perlukan variabel penelitian. Dari


variabel tersebut di uraikan ,emjadi variabel bebas dan variabel terikat yang
akan di teliti untuk memudahkan dalam penelitian. Variabel penelitian ini juga
di butuhkan sebagai kepentingan anailis nantinya.

Anda mungkin juga menyukai