Anda di halaman 1dari 32

RANCANG BANGUN PENGERING UNTUK BIJI KOPI BOX DRYER

MENGGUNAKAN TENAGA SURYA

PROPOSAL SKRIPSI

DISUSUN OLEH :
BHAYU WIJAYA
NIM : 2013-11-143

PROGRAM STUDI SARJANA STRATA SATU


TEKNIK ELEKTRO
JAKARTA,
2017

i
PROPOSAL SKRIPSI

RANCANG BANGUN PENGERING UNTUK BIJI KOPI BOX DRYER


MENGGUNAKAN TENAGA SURYA

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti Sidang Proposal Skripsi pada Jurusan
S1 Teknik Elektro

Disusun Oleh:

Nama : Bhayu Wijaya


NIM : 201311143
Jurusan : S1 Teknik Elektro

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


SEKOLAH TINGGI TEKNIK-PLN
JAKARTA,
2017

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Mengajukan Outline Proposal : Rancang Bangun Pengering Untuk Biji Kopi


Skripsi dengan Judul (Box Dryer) Menggunakan Tenaga Surya

Identitas Peneliti
a. Nama Mahasiswa : Bhayu Wijaya
b. NIM : 201311143
c. Jurusan : S1 Teknik Elektro
d. No. HP : 082281672874
e. Email : bayu.dwijay@gmail.com
Jangka Waktu Penelitian
a. Mulai tanggal : 22 Januari 2018
b. Selesai tanggal : 30 Mei 2018
Lokasi Penelitian : rumah kontrakan dan rumah
Dosen Pembimbing : Ir. Tasdik Darmana
Jakarta, ... ............... 2017
Mengetahui,

Dosen Pembimbing Nama Mahasiswa

( Ir. Tasdik Darmana ) ( Bhayu Wijaya )

Disetujui Oleh,
Ketua Jurusan

(Nurmiati Pasrah, ST. MT.)

iii
ABSTRAK

Pertanian merupakan kekayaan bumi yang sangat menjanjikan di


Indonesia. Bahkan pada pandangan manca negara, rempah Indonesia merupakan
yang nomor satu. Beberapa hasil bumi Indonesia banyak yang di ekspor dan
bernilai tinggi di mata dunia. Salah satu contohnya ialah biji kopi, yang dewasa ini
menjadi trend kaum muda di Indonesia. Dengan hasil bumi yang berlimpah
menjadikan tanah Indonesia merupakan tanah yang kaya. Namun, dengan
keterbatasan manusia akan keadaan alam. Menjadikan produksi hasil bumi itupun
menurun. Salah satunya adalah ketergantungan manusia untuk mengeringkan biji-
bijian menggunakan panas matahari, sehingga pengeringan hanya dapat
dilakukan pada siang hari. Dengan keadaan iklim dunia yang sudah tidak menentu
dan keterbatasan tersdianya bahan bakar minyak sebagai pengering konvesional,
hal itu justru memberatkan para petani dan penikmat hasil kekayaan alam. Kini
pun hadir inovasi sebuah teknologi untuk mendapatkan energi tidak dari bahan
bakar melainkan dari energi matahari yang tidak terbatas, menjadikannya solusi
termutakhir atas masalah lain. Tidak lain ialah panel surya dimana energi cahaya
matahari dirubah menjadi energi listrik sehingga dalam keadaan tak bermatahari
biji-bijian tersebut masih dapat di keringkan. Sehingga tidak menghambat proses
produksi.

Kata kunci : Panel Surya, Biji Kopi dan Pengering

iv
DAFTAR ISI

Hal
Judul Proposal ................................................................................................................... i
Lembar Persetujuan Sidang Proposal ............................................................................... iii
Abtrak................................................................................................................................iv
Daftar Isi............................................................................................................................ v
Daftar Tabel ......................................................................................................................vi
Daftar Gambar ..................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2. Permasalahan Penelitian .............................................................................. 3
1.2.1. Identifikasi Masalah......................................................................... 3
1.2.2. Ruang Lingkup Masalah.................................................................. 3
1.2.3. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 5
2.1.1. Energi Baru dan Terbarukan ........................................................... 5
2.1.2. Konsep Dasar Pengeringan ............................................................ 7
2.2. Landasan Teori........................................................................................... 10
2.2.1. Energi Matahari............................................................................. 10
2.2.2. Komponen Panel Surya ................................................................ 11
2.2.2.1. Sel Surya .................................................................... 11
2.2.2.2. Teknologi Sel Surya.................................................... 12
2.2.2.3. Baterai ........................................................................ 16
2.2.2.4. Charge Controller........................................................ 17
2.2.3. Sistem Pengering.......................................................................... 18
2.3. Kerangka Pemikiran.................................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Analisa Kebutuhan...................................................................................... 20
3.2. Perancangan Penelitian.............................................................................. 20
3.3. Teknik Analisis............................................................................................ 22
3.4. Jadwal Penelitian........................................................................................ 23

v
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...............................................................................................ix

vi
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................... 23

DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 Skema Sistem Kerja Pengering ........................................................ 10
Gambar 2.2 Panel Monokristal Silikon .................................................................. 14
Gambar 2.3 Panel Polikristal Silikon ..................................................................... 14
Gambar 2.4 (a) Modul Surya Jenis Thin Film........................................................ 15
Gambar 2.4 (b) Struktur Thin Film......................................................................... 15
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian ........................................................................... 19

vii
BAB l
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara dengan pemakaian energy fosil, seperti BBM
dan batubara masih pada ranking teratas sebagai sumber energy primer pada
pembangkit listrik. Dewan Energi Nasional (DEN) telah menskenariokan pada
tahun 2025 pemanfaatan energi terbarukan (EBT) di Indonesia menjadi
berimbang dengan pemakaian energi fosil. Penggunaan energi EBT dari 5.7%
diharapkan meningkat hingga 25.9% pada tahun 2025 [1].
Berdasarkan statistik PLN pada akhir Desember 2015, total kapasitas
terpasang dan jumlah unit pembangkit PLN (Holding dan Anak Perusahaan)
mencapai 40,265.26 MW dan 5.218 unit, dengan 27.867,88 MW (69,21%)
berada di Jawa. Total kapasitas terpasang meningkat 2,57% dibandingkan
dengan akhir Desember 2014. Prosentase kapasitas terpasang per jenis
pembangkit sebagai berikut : PLTU 21.087,15 MW (52,37%), PLTGU 8.894,10
MW (22,09%), PLTD 3.175,77 MW (7,89%), PLTA 3.566,17 MW (8,86%), PLTG
2.981,31 MW (7,40%), PLTP 550,89 MW (1,37%), PLT Surya dan PLT Bayu
9,87 MW (0,02%). Adapun total kapasitas terpasang nasional termasuk sewa
dan IPP adalah 52.859,29 MW [2].
Indonesia merupakan negara penghasil rempah pertama di Indonesia salah
satunya ialah biji kopi. Biji kopi sendiri mulai di kenalkan di Indonesia oleh VOC
pada zaman kolinial Belanda, namun berkembang pesat di tanah air di
karenakan struktur tanah di Indonesia yang cukup mendukung untuk
pertumbuhannya. Kopi pun sekarang sudah menjadi tren baik bagi Indonesia
bahkan dunia.

1
Tumiran (2012). Skenario Kebijakan Energy Nasional Menuju Tahun 2050. Dewan energy nasional 2012.
2
PT. PLN (Persero).2016. Statistik PLN 2015. ISSN 0852-8179 No:02801.160531.
3
Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor.

1
Namun akhir-akhir ini terdapat problematika dalam proses produksi biji kopi.
Hal ini di karenakan iklim dan cuaca di Indonesia yang kurang menentu. Dalam
proses pengolahan nya biji kopi memerlukan banyak cahaya dan panas, salah
satunya pada proses pengeringan.
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian
menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar
air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan
aktifitas serangga (S. M. Hederson and R. L. Perry, 1976).
Sedangkan menurut Hall (1957) dan Brooker etal, (1974), proses
pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas
tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat
aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan.Pengeringan
adalah proses pemindahan panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengeringan
yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air
bahan sampai dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian
bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpanyang lebih lama (F. W.
Brooker-Arkemaand & C. W. Hall, 1974).
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang
dilakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringan adalah
memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal sebelum
pengeringan, sehingga akan menghemat ruang (Rahma & Yuyun, 2005).
Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukanbatas akhir dari
proses pengeringan. Kelembapan udara nisbi serta suhu udarapada bahan kering
biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang,
penguapan air pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul - molekul air yang
akan diuapkan sama dengan jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan
bahan. Laju pengeringan amat bergantung pada perbedaan antara kadar air
bahan dengan kadar air keseimbangan (Siswanto, 2004).Semakin besar
perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat

2
pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan
pangan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari bahan pangan dapat
berupa uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar
bahan pangan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan
pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air
dari bahan pangan yang memperlambat proses pengeringan (Estiasih, Teti & Kgs
Ahmadi, 2009).

1.2 PERMASALAHAN PENELITIAN

1.2.1. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Kurangnya pacarana sinar dan panas matahari untuk mengeringkan biji


kopi
2. Memahami sistem kerja dari panel surya sebagai pemasok energi
utama dalam box dryer.
3. Memahami sistem kerja dan sinkronisasi panel surya dengan box dryer.
1.2.1. Ruang Lingkup Masalah

Pada penulisan tugas akhir ini akan dibahas tentang sistem kerja
Box Dryer yang di pasok dengan panel surya.

1.2.3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara kerja sistem Panel Surya


2. Bagaimana cara kerja sistem Box Dryer.
3. Performa kerja sistem Box Dryer dengan pemasok energi
menggunakan Panel Surya.

3
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sistem kerja Box Dryer

2. Untuk mengetahui spesifikasi sistem Box Dryer Solar Cell

3. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi


program S1 jurusan Teknik Elektro STT PLN Jakarta.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Dapat mencegah kegagalan dalam proses produksi kopi.

2. Dapat dipakai sebagai media pembelajaran.

3. Dapat dipakai sebagai sumber informasi atau referensi.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.1. Energi Baru dan Terbarukan
Definisi dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menurut Kebijakan
Energi Nasional (KEN) No 5 tahun 2006, adalah sumber energi non fosil
yang dapat diperbarui atau bisa dikelola dengan baik, sehingga sumber
energinya tidak akan habis, yang meliputi: panas bumi, biofuel, aliran sungai,
matahari, angin, biomassa, biogas, gelombang laut dan perubahan suhu laut.
Dalam golongan energi tersebut juga termasuk jenis energi baru non
fosil, misalnya energi hidrogen. Walaupun demikian energi baru seringkali
masih berhubungan dengan energi fosil, misalnya dalam kasus energi
hidrogen tersebut, energi untuk menghasilkan hidrogen bisa menggunakan
energi non fosil ataupun fosil.
Energi surya adalah energi yang didapat dengan merubah energi
gelombang yang dibawa sinar matahari menjadi bentuk energi lain yang
dapat digunakan. Potensi energi surya di Indonesia dinilai cukup besar,
tetapi penggunaannya belum optimal.Meskipun menurut Departemen ESDM
(ESDM, 2008), potensi energi matahari yang dimiliki adalah sebesar 4-6
kWh/m2/ day.
Keuntungan dari energi surya adalah energi yang tersedia dapat
diperoleh secara gratis di alam. Hal ini disebabkan karena sumber
persediaan energi surya bersumber dari matahari (surya), tanpa polusi dan
emisi gas rumah kaca sehingga dapat mengurangi pemanasan global. Juga
sifatnya yang scalable menyebabkan pembangkit listrik ini dapat dibuat dari
skala sangat kecil (misal untuk jam tangan) hingga skala sangat besar untuk
keperluan listrik grid. Juga sifatnya yang tidak banyak dipengaruhi oleh
kondisi alam, menyebabkan pembangkit ini dapat dibangun di daerah

5
terpencil karena tidak memerlukan transmisi energi maupun transportasi
sumber energi
Keuntungan dari energi surya adalah (Gibilisco, 2007):
 Energi surya memiliki sumber yang tidak terbatas
 Pembangkit listrik tenaga surya tidak menghasilkan gas rumah kaca,
bahan kimia beracun atau partikel pencemar
 Dalam operasinya, pembangkit listrik tenaga surya tidak
menimbulkan suara
 Pembangkit surya dapat didistribusikan ke berbagai daerah,
sehingga pada akhirnya akan menghasilkan sistem pembangkit
tenaga yang tidak rentan terhadap kerusakan
 Tenaga surya dapat mensuplemen pembangkit listrik dengan
menggunakan tenaga lain sehingga bisa meningkatkan keragaman
energi di sebuah negara/daerah
 Sebuah stasiun pembangkit listrik tenaga surya tidak merusak
pemandangan karena tidak memiliki bangunan yang besar, sehingga
dapat disamarkan dengan di lingkungan
 Tenaga surya merupakan bagian penting dari usaha untuk
mengurangi ketergantungan dari energi fosil

Sedangkan kelemahan atau limitasi dari pembangkit listrik tenaga surya


adalah :
 Sistem pembangkit listrik tenaga surya berskala besar tidak efisien
jika dibuat untuk tempat-tempat yang mendapatkan sedikit sinar
matahari
 Pembangkit tenaga listrik bersifat tidak tetap, menghasilkan listrik
dengan daya yang naik turun seiring dengan intensitas matahari,
dan akan tidak beroperasi saat malam hari. Hal ini menyebabkan
total daya yang dihasilkan tidak sama dengan daya yang tertera atau
secara teoritis dapat dibangkitkan oleh sel tersebut

6
 Pembangkit listrik tenaga surya dalam skala besar tidak dapat
memberikan daya untuk sebuah daerah/pemakaian tanpa dibantu
oleh sistem pembagkit listik tenaga lainnya atau sistem
penyimpanan karena sifatnya yang tidak tetap itu.
 Jika tidak didisain secara cermat, dapat terjadi ketidakseimbangan
daya pada saat sebagian dari sel surya tidak mendapat cahaya
matahari
 Untuk mencapai tingkat efektivitas tertinggi dalam menghasilkan
energi listrik, panel sel surya harus ditempatkan pada tempat yang
dapat bergerak mengikuti arah matahari. Jika menggunakan
penempatan yang tetap, maka sistem tidak mencapai efektivitas
maksimum.
 Pembangkit listrik tenaga surya memerlukan tempat yang cukup
luas, sehingga biaya lokasi/tanah dapat menjadi mahal.
 Badai dapat merusak atau menghancurkan sel surya.

2.1.2. Konsep Dasar Pengeringan.


Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan
pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau
pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari
serangan jamur, enzim dan aktifitas serangga (Hederson and Perry, 1976).
Sedangkan menurut Hall (1957) dan Brooker et al., (1974), proses
pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai
batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan
pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau
dimanfaatkan. Pengeringan adalah proses pemindahan panas untuk
menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan oleh media pengeringan yang biasanya berupa panas. Tujuan
pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan 7 terhambat atau terhenti. Dengan demikian

7
bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama
(Anonim, 2012b). Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi
pangan yang dilakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari
pengeringan adalah memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi
awal sebelum pengeringan, sehingga akan menghemat ruang (Rahman dan
Yuyun, 2005). Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan
batas akhir dari proses pengeringan. Kelembapan udara nisbi serta suhu
udara pada bahan kering biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air.
Pada saat kadar air seimbang, penguapan air pada bahan akan terhenti dan
jumlah molekul-molekul air yang akan diuapkan sama dengan jumlah
molekul air yang diserap oleh permukaan bahan. Laju pengeringan amat
bergantung pada perbedaan antara kadar air bahan dengan kadar air
keseimbangan (Siswanto, 2004). Semakin besar perbedaan suhu antara
medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke
bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan.
Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari bahan pangan dapat berupa
uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar
bahan pangan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar
bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga memperlambat
penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat proses pengeringan
(Estiasih, 2009). 2.5 Pengeringan Biji Kopi Kombinasi suhu dan lama
pemanasan selama proses pengeringan pada komoditi biji-bijian dilakukan
untuk menghindari terjadinya kerusakan biji. Suhu udara, kelembaban relatif
udara, aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar akhir bahan merupakan
faktor yang mempengaruhi waktu atau lama pegeringan (Brooker et al.,
1974). Biji kopi yang telah dicuci mengandung air 55%, dengan jalan
pengeringan kandungan air dapat diuapkan, sehingga kadar air pada kopi 8
mencapai 8-10%. Setelah dilakukan pengeringan maka dilanjutkan dengan
perlakuan pemecahan tanduk. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu: 1. Pengeringan dengan sinar matahari, dengan cara semua biji kopi
diletakkan dilantai penjemuran secara merata. 2. Pengeringan dengan

8
menggunakan mesin pengering, dimana pada mesin pengering tersebut
terdiri atas tromol besi dengan dindingnya berlubang – lubang kecil (Aak,
1980). Pengeringan pada kopi biasanya dilakukan dengan tiga cara yaitu
pengeringan secara alami, buatan, dan kombinasi antara alami dan buatan.
1. Pengeringan Alami Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim
kemarau karena pengeringan pada musim hujan tidak akan sempurna.
Pengeringan yang tidak sempurna mengakibatkan kopi berwarna coklat,
berjamur, dan berbau apek. Pengeringan pada musim hujan sebaiknya
dilakukan dengan cara buatan atau kombinasi cara alami dan buatan.
Pengeringan secara alami sebaiknya dilakukan dilantai semen, anyaman
bambu, atau tikar. Kebiasaan menjemur kopi di atas tanah akan
menyebabkan kopi menjadi kotor dan terserang cendawan (Najiyati dan
Danarti, 2004). Cara penjemuran kopi yang baik adalah dihamparkan di atas
lantai dengan ketebalan maksimum 1.5 cm atau sekitar 2 lapisan. Setiap 1–2
jam hamparan kopi di bolak-balik dengan menggunakan alat menyerupai
garuh atau kayu sehingga keringnya merata. Bila matahari terik penjemuran
biasanya berlangsung selama 10–14 hari namun bila mendung biasanya
berlangsung 3 minggu (Najiyati dan Danarti, 2004). 2. Pengeringan Buatan
Pengeringan secara buatan biasanya dilakukan bila keadaan cuaca
cenderung mendung. Pengeringan buatan memerlukan alat pengering yang
hanya memerlukan waktu sekitar 18 jam tergantung jenis alatnya.
Pengeringan ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, pemanasan
pada suhu 65-100 oC untuk menurunkan kadar air dari 54% menjadi 30%. 9
Tahap kedua pemanasan pada suhu 50–60 oC untuk menurunkan kadar air
menjadi 8-10% (Najiyati dan Danarti, 2004).
Dalam penerapan kali ini akan di gunakan metode pengeringan
secara radiasi dimana pemindahan panas dilakukan tampa menggunakan
zat perantara. Untuk sumber panas berasal dari panas matahari dan panas
lampu, dimana dilakukan secara bergantian. Pada pemahaman
sederhananya ialah matahari merupakan pengering utama, sedangkan
lampu ialah sebagai back-up. Tidak ada penggunaan bahan bakar,

9
dikarenakan sumber energi yang di gunakan ialah listrik. Listrik sendiri
didapat dari penggunaan panel surya, dimana sumber nya di dapat dari
matahari.

Gambar 2.1 Skema Sistem Kerja Pengering

2.2. LANDASAN TEORI


2.2.1. Energi Matahari
Energi Matahari memancarkan energi dalam bentuk radiasi
elektromagnetik. Radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi disebut
insolation (incoming solar radiation) yang mengalami penyerapan (absorpsi),
pemantulan, hamburan, dan pemancaran kembali atau reradiasi. Radiasi
tersebut hanya sekitar 50% yang dapat diserap oleh bumi. Matahari
sebenarnya mempunyai posisi yang tetap dalam sistem tata suya, namun
terlihat bergerak melintasi langit ketika diamati dari permukaan bumi.
Pergerakan matahari ini terlihat nyata sebagai pengaruh dari rotasi bumi.
Sebagai konsekuensi pergerakan ini, sudut sinar matahari jatuh secara
langsung ke koordinat pengamat berubah secara kontinu. Posisi matahari
dapat diketahui dengan pengetahuan pengamat mengenai garis lintang
(latitude) dan garis bujur (longitude), disamping waktu dan tanggal
pengamatan. Perbedaan garis lintang dan bujur suatu daerah akan
mempengaruhi potensi energi matahari di daerah tersebut, oleh karena itu

10
untuk mendapatkan energi matahari yang optimal ada dua hal yang harus
dipertimbangkan, yaitu sudut elevasi dan sudut azimuth.

2.2.2. Komponen Panel Surya

2.2.2.1. Sel Surya


Sel surya adalah alat untuk mengkonversi tenaga matahari menjadi
energi listrik. Fotovoltaik adalah teknologi yang berfungsi untuk 16
mengubah atau mengkonversi radiasi matahari menjadi energi listrik
secara langsung. PV biasanya dikemas dalam sebuah unit yang disebut
modul. Dalam sebuah modul surya terdiri dari banyak sel surya yang bisa
disusun secara seri maupun paralel. Sedangkan yang dimaksud dengan
surya adalah sebuah elemen semikonduktor yang dapat mengkonversi
energi surya menjadi energi listrik atas dasar efek fotovoltaik.
Sel surya terdiri dari sambungan bahan semi- konduktor
bertipe p dan n (p-n junction semiconductor) yang jika terkena sinar
matahari maka akan terjadi aliran elektron, aliran elektron inilah yang
disebut sebagai aliran arus listrik. Semi-konduktor jenis n merupakan
semi-konduktor yang memiliki kelebihan elektron sehingga kelebihan
muatan negatif (n= negatif), sedangkan semi-konduktor jenis p memiliki
kelebihan hole sehingga kelebihan muatan positif (p=positif). Sejumlah
modul umumnya terdiri dari beberapa sel disesuaikan dengan daya yang
dikeluarkan oleh modul. Modul-modul ini kemudian dirangkai menjadi
panel surya dan jika panel surya ini dihubungkan secara baris dan kolom
disebut dengan array. Pengoperasian maksimum panel surya sangat
bergantung pada temperatur, insolation, kecepatan angin, keadaan
atmosfer dan peletakan panelsurya. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari
temperatur normal pada PV sel akan melemahkan tegangan open circuit
(Voc). Setiap kenaikan temperatur sel surya 1o C dari 25o C akan
berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga yang dihasilkan. Besarnya daya

11
yang berkurang pada saat temperatur di sekitar panel surya mengalami
kenaikan t oC dari temperatur standarnya.
Sel surya bisa disebut sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan
potensi sangat besar energi cahaya matahari yang sampai kebumi,
walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan listrik, energi dari
matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem solar
thermal.
Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal
atau sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya
berfungsi seperti dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat
menghasilkan tegangan. Ketika disinari, umumnya satu sel surya
komersial menghasilkan tegangan dc sebesar 0,5 sampai 1 volt, dan arus
short-circuit dalam skala milliampere per cm2. Besar tegangan dan arus
ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel
surya disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya
biasanya terdiri dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan dc
sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran standar (Air Mass 1.5).

2.2.2.2. Teknologi Sel Surya


Unjuk kerja sel surya dalam mengkonversikan energi foton dari sinar
matahari menjadi energi listrik tidak terlepas dari teknologi yang
digunakan oleh sel surya itu sendiri. Teknologi yang dimaksudkan seperti
jenis material yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan sel surya,
maupun proses/teknologi pembuatannya. Bahan semikonduktor jenis
silikon merupakan bahan yang paling umum digunakan dalam pembuatan
sel surya, meskipun saat ini digunakan juga jenis bahan seperti cadmium
telluride dan copper indium (gallium) di-selenide. Setiap bahan memiliki
karakteristik yang unik dan memiliki pengaruh kuat terhadap performa sel
surya, metode pabrikasi, dan dari segi biaya. Sesuai dengan
perkembangan sains dan teknologi, jenis-jenis teknologi sel surya pun
berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel surya

12
generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian
penyusun sel yang berbeda pula. Pada teori ini akan dibahas struktur dan
cara kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel
surya berbasis material silikon yang juga secara umum mencakup struktur
dan cara kerja sel surya generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua
(thin film/lapisan tipis).
Sel surya salah satunya terbuat dari teknologi irisan silikon (silikon
wafers), pembuatannya dengan cara memotong/mengiris tipis silikon dari
balok batang silikon. Sel surya juga bisa terbuat dari teknologi film tipis
biasa disebut thin film technologies, dimana lapisan tipis dari bahan
semikonduktor diendapkan pada low-cost substrates. Sel surya
selanjutnya digolongkan sesuai dengan batasan struktur dari bahan
semikonduktornya seperti, mono-crystalline, multi-crystalline (poly-
crystalline) atau amorphous material.

a. Silikon Kristal
Teknologi pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti
adalah teknologi yang menggunakan bahan silikon kristal tunggal.
Teknologi ini mampu menghasilkan sel surya dengan efisiensi yang
sangat tinggi. Teknologi silikon kristal dibagi menjadi dua yaitu
monokristalin dan polikristalin.
1. Monokristalin
Sel monokristalin biasanya terbuat dari batang silikon tunggal berbentuk
silinder, yang kemudian diiris tipis menjadi bentuk wafers dengan
ketebalan sekitar 200-250 μm, dan pada permukaan atasnya dibuat alur-
alur mikro (microgrooves) yang bertujuan untuk meminimalkan rugi-rugi
refleksi atau pantulan.keunggulan utama dari jenis ini yaitu efisiensinya
yang lebih baik (14-17%), serta lebih tahan lama (efektif hingga 20 tahun
lebih penggunaan).

13
Gambar 2.2 Panel Monokristalin Silikon

2. Polikristalin
Polikristalin terbuat dari batang silikon yang dihasilkan dengan cara
dilelehkan dan dicetak oleh pipa paralel, lalu wafers sel surya ini biasanya
berbentuk persegi dengan ketebalan 180-300 μm. Polikristalin dibuat
dengan tujuan untuk menurunkan harga produksi, sehingga memperoleh
sel surya dengan harga yang lebih murah, namun tingkat efisiensi sel
surya ini tidak lebih baik dari monokristalin yaitu sebesar 12-14%.

Gambar 2.3 Panel Polikristalin Silikon

b. Lapisan Tipis (Thin-Film)


Teknologi kedua adalah sel surya yang dibuat dengan teknologi
lapisan tipis (thin film). Teknologi pembuatan sel surya dengan lapisan
tipis ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel

14
mengingat teknologi ini hanya menggunakan kurang dari 1% dari bahan
baku silikon jika dibandingkan dengan bahan baku untuk tipe silikon wafer.
Metode yang paling sering dipakai dalam pembuatan silikon jenis lapian
tipis ini adalah dengan plasma-enhanced chemical vapor deposition
(PEVCD) dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang dibuat dengan
metode ini menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi kristal
atau yang dikenal sebagai amorphous silikon (non kristal).
Selain menggunakan material dari silikon, sel surya lapisan tipis juga
dibuat dari bahan semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel
tinggi seperti Cadmium Telluride (Cd Te) Amorphous Silikon (a-Si),
Cadmium Sulfide (CdS), Gallium Arsenide (GaAs), Copper Indium
Selenide (CIS), dan Copper Indium Gallium Selenide (CIGS). Efisiensi
tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan oleh jenis solar sel lapisan tipis ini
adalah sebesar 19,5% yang berasal dari solar sel CIGS. Keunggulan
lainnya dengan menggunakan tipe lapisan tipis adalah semikonduktor
sebagai lapisan solar sel bisa dideposisi pada substrat yang lentur
sehingga menghasilkan device solar sel yang fleksibel.

Gambar 2.6 (a) Modul surya jenis thin film (b) struktur thin film dengan bahan
CdTe-CdS

15
2.2.2.3. Baterai
Baterai merupakan salah satu komponen yang digunakan pada
sistem PLTS yang dilengkapi dengan penyimpanan cadangan energi listrik.
baterai memiliki fungsi untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh
panel surya dalam bentuk energi arus DC. Energi yang disimpan pada
baterai berfungsi sebagai cadangan (back up), yang biasanya digunakan
pada saat panel surya tidak menghasilkan energi listrik, contohnya pada
saat malam hari atau pada saat cuaca mendung, selain itu tegangan
keluaran ke sistem cenderung lebih stabil. Satuan kapasitas energi yang
dihasilkan pada baterai adalah ampere hour (Ah), yang artinya arus
maksimum yang dapat dikeluarkan oleh baterai selama satu jam. Proses
pengosongan baterai (discharge), baterai tidak boleh dikosongkan hingga
titik maksimum, sebab hal ini mempengaruhi usia pakai (life time) dari
baterai tersebut. Batas pengosongan dari baterai disebut dengan depth of
discharge (DOD) yang dinyatakan dalam satuan persen. Menurut James P
Dunlop suatu baterai memiliki DOD 80%, ini berarti bahwa hanya 80% dari
energi yang tersedia dapat dipergunakan dan 20% tetap berada dalam
cadangan. Semakin dalam DOD yang diberlakukan pada suatu baterai
maka semakin pendek pula siklus dari baterai tersebut.
Baterai dapat diartikan sebagai gabungan dari sel-sel yang terhubung seri.
Secara umum ada dua jenis baterai yang digunakan untuk keperluan solar
electric systems, yaitu lead acid battery (accu) dan nicel cadmium battery.
Kedua jenis baterai tersebut memiliki komponen yang hampir sama, hanya
saja berbeda dalam jenis elektroda yang dipakai dan jenis elektrolit yang
digunakan untuk membangkitkan reaksi elektrokimia. Lead acid battery
menggunakan lempengan yang terbuat dari lead, dan sebagai elektrolitnya
digunakan H2SO4 (asam sulfur) yang sama seperti pada accu serta
memiliki efisiensi 80%. Menurut James P Dunlop sedangkan nickel
cadmium battery menggunakan cadmium sebagai elektroda negatif dan
nikel sebagai elektroda positif sedang elektrolitnya dipakai potassium
hidroksida dan memiliki efisiensi 70%.

16
2.2.2.4 Charge Controller

Charge Controller adalah komponen di dalam sistem PLTS yang


berfungsi sebagai pengatur arus listrik (current regulator) baik terhadap
arus yang masuk dari panel PV maupun arus beban keluar/digunakan.
Berfungsi untuk menjaga baterai dari pengisian yang berlebihan (over
charge), dan mengatur tegangan serta arus dari panel surya ke baterai.
Fungsi dan fitur solar charge controller:
1. Saat tegangan pengisian di baterai telah mencapai keadaan penuh, maka
controller akan menghentikan arus listrik yang masuk ke dalam baterai
untuk mencegah over charge, dengan demikian ketahanan baterai akan
jauh lebih tahan lama. Di dalam kondisi ini, listrik yang tersuplai dari panel
surya akan langsung terdistribusi ke beban / peralatan listrik dalam jumlah
tertentu sesuai dengan konsumsi daya peralatan listrik.
2. Saat tegangan di baterai dalam keadaan hampir kosong, maka controller
berfungsi menghentikan pengambilan arus listrik dari baterai oleh beban /
peralatan listrik. Dalam kondisi tegangan tertentu (umumnya sekitar 10%
sisa tegangan di baterai), maka pemutusan arus beban dilakukan oleh
controller. Hal ini menjaga baterai dan mencegah kerusakan pada sel –
sel baterai. Pada kebanyakan model controller, indikator lampu akan
menyala dengan warna tertentu (umumnya berwarna merah atau kuning)
yang menunjukkan bahwa baterai dalam proses charging. Dalam kondisi
ini, bila sisa arus di baterai kosong (dibawah 10%), maka pengambilan
arus listrik dari baterai akan diputus oleh controller, maka peralatan listrik /
beban tidak dapat beroperasi. Keadaan ini disebut overdischarge akibat
beban yang dipikul cukup besar.
3. Pada controller tipe – tipe tertentu dilengkapi dengan digital meter dengan
indikator yang lebih lengkap, untuk memonitor berbagai macam kondisi
yang terjadi pada sistem PLTS dapat terdeteksi dengan baik.

17
2.2.3. Sistem Pengering
Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air dari suatu
produk hingga titik tertentu, sehingga dapat mencegah pembusukan dan
aman apabila di simpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Kadar air
produk harus dikurangi sampai hanya tersisa sekitar 5 sampai 10% untuk
menonaktifkan mikroorganisme yang ada di dalam produk. (Endri Yani,
2009). Beberapa keuntungan yang didapat dari proses pengeringan
antara lain :

1. Mengurangi kerusakan dan pembusukan produk


2. Mengurangi biaya pengemasan dan kebutuhan akan
pendinginan
3. Biaya transportasi dan penyimpanan lebih murah
4. Menjamin ketersediaan produk yang bersifat musiman

Disamping keuntungan di atas, proses pengeringan juga mempunyai


beberapa kelemahan yaitu:

1. Warna berubah
2. Kandungan vitamin lebih rendah, karena vitamin rentan terhadap
panas
3. Terjadi case hardening, yaitu suatu keadaan dimana permukaan
bahan mengeras (kering) sedangkan bagian dalam masih basah
(belum kering)
4. Mutu lebih rendah daripada bahan pangan segar

Metode pengeringan secara umum terbagi atas dua, yaitu


pengeringan sinar matahari (direct sun drying), dimana produk yang akan
dikeringkan langsung dijemur di bawah sinar matahari . Dan metode
pengeringan surya (solar drying), dimana produk yang akan dikeringkan
diletakkan di dalam suatu alat pengering.
Dalam alat kali ini memadukan antar dua metode tersebut. Namun
pada penerapannya energi matahari lah yang sangat menunjuk dari
kinerja alat pengering ini. Hal ini disebakan disamping untuk

18
mengeringkan objek, energi matahari pula di gunakan sebagai sumber
penghasil listrik untuk mesing pengeringnya sendiri.

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN

Bedasarkan dari landasan teori yang di dapat bahwasanya potensi energi


surya di indoneisia sangat lah besar, contohnya untuk pembangkit sekala kecil,
pembangkit sekala besar, penerangan jalan umum, alat pompa air dll sebagainya.
Tapi akibat keterbatasannya ilmu, pengalama dan biaya yang cukup mahal
mengakibatkan perkembangkan penggunaan panel surya di Indonesia kurang
meningkat padahal di negara lain sudah menggunakan pengunaan panel surya
sebagai pasokan energi utamanya contohnya German yang sudah mematikan
beberapa energi pembakit Nuklirnya dan gantikan dengan energi PLTS.

Hal ini merupakan penunjang besar dalam maju dan berkembangan


industri pangan di Indonesia apabila dapat memanfaatkan dengan maksimal
energi tanpa batas tersebut. Ditambah dengan pengaruh musim yang tak menentu
menyebabkan proses penghasilan biji kopi cukup turun derastis.

Atas dasar hal tersebut maka peneliti mencoba untuk melakukan


rancangan Box Dryer dengan energi matahari. Penulis juga berharap agar
penulisan tentang penelitian ini dapat di manfaatkan pada daerah khususnya
industri ataupun bermanfaat bagi penulis lain.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Analisa Kebutuhan

Analisa kebutuhan diperlukan dalam penelitian ini untuk dapat


memperoleh informasi awal dalam melakukan penelitian. Hal ini perlu
dilakukan agar penelitian yang dikembangkan dapat sesuai dengan
kebutuhan lapangan. Di mana dalam hal ini yang menjadi fokus topik
adalah mengenai ternoelektrik dan garam cair. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap analisa kebutuhan antara lain:

1. Melakukan studi literatur / studi pustaka untuk lebih menguasai dan


memahami dasar-dasar teori dan konsep-konsep yang mendukung
penelitian.

2. Melakukan observasi permasalahan yang terjadi pada objek penelitian


dan dilanjutkan dengan mengidentifikasinya.

3.2. Perancangan Penelitian

Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimental


yang dilakukan dengan beberpa tahapan langkah seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 3.1. Penelitian ini dimulai dengan memilih subjek penelitian
yang akan dilakukan. Setelah menentukan subjek penelitian, tahap
selanjutnya adalah melakukan studi literatur untuk mendapatkan
pengtahuan mengenai subjek penilitian dan perkembangannya. Subjek
penelitian yang dilakukan adalah mengenai termoelektrik dan garam cair.
Dari hasil studi literatur, kemudian diputuskan bahwa peneltian yang
dilakukan adalah membangkitkan listrik dengan panel surya yang
menggunakan potensial cahaya matahari.

20
Pemilihan subjek
penelitian

Studi literatur

Persiapan alat uji

Pengujian

Pengolahan data dan


analisa

Penyajian hasil penelitian


dan kesimpulan

Gambar 3.1 Tahapan Penelitian

Untuk melakukan pengujian, alat uji harus disiapkan terlebih dahulu.


Alat uji yang akan digunakan untuk pengujian merupakan prototype.
Protoype ini, terdiri dari panel surya, panel box dryer yang disusun secara
seri dan sistem pemanas dimana menggunakan lampu dop led. Untuk
ruang pengering dipasang beberapa sensor sebagai penyesuai suhu.

Setelah alat uji siap untuk digunakan, tahap selanjutnya adalah


pengujian dan proses pengambilan data. Pengujian akan dilakukan di
lapangan selama satu hari penuh dan juga akan dilihat total daya yang
hasilkan dari sisa panas yang tersimpan pada garam cair. Selain itu,
pengujian juga akan dilakukan berdasarkan sudut kemiringan yang
berbeda, yaitu 0o dan 22o untuk melihat apakah sudut mempengaruhi hasil
keluaran daya dari prototype ini. Kemudian dari daya batere yang
didapatkan di alirkan ke lampu untuk mengetahui waktu pengeringan biji
kopi.

Setelah pengujian selesai dilakukan, data yang telah dikumpulkan


kemudian diolah. Hasil dari pengolahan data ini kemudian dipresentasikan

21
dalam bentuk grafik-grafik yang kemudian akan dianalisa. Setelah
melakukan berbagai tahapan di atas, langkah terakhir yang dilakukan
adalah penarikan kesimpulan mengenai hal-hal penting dari proses dan
hasil pengujian.

3.3 TEKNIK ANALISIS

Teknis analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan teori-teori yang mendukung


dengan topik yang terkait, hal ini sangat berguna untuk menentukan metode
dalam menganalisa dan mengolah data.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di tempat yang sesuai dengan topik


pembahasan.

3. Pengolahan Data

Data diolah secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif dilakukan


perhitungan secara matematis berdasarkan teori terkait dan dapat menggunakan
software untuk mempermudah perhitungan. Sedangkan kualitatif data diolah
secara penjelasan deskriptif.

4. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik untuk mempermudah


pembacaan.

22
3.4 JADWAL PENELITIAN
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Tahun 2018 Tahun 2020

Jadwal Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Januari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal Skripsi
Ujian Proposal
Skripsi
Pengumpulan
Data
Penyusunan
Skripsi
Sidang Skripsi

23
DAFTAR PUSTAKA

Endri Yani. (2009). Penghitungan Efisiensi Kolektor Surya Pada Pengering


SuryaTipe Aktif Tidak Langsung Pada Laboratorium Surya ITB. Jurnal
TeknikMesin, Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas, No.31 Vol.2.
Estiasih, Teti & Kgs Ahmadi. (2009). Tekologi Pengelolaan Pangan Bumi. Malang:
Aksara.
F. W. Brooker-Arkemaand & C. W. Hall. (1974). Drying Cereal Grains. Wesport:
The AVI publishing Company.
Rahma & Yuyun. (2005). Penaganan Pasca Panen Cabai Merah. Yogyakarta:
Kanisius.
S. M. Hederson and R. L. Perry. (1976). Agricultural Process Engineering.
California: University of Michigan.

viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Personal
Nama : Bhayu Wijaya
NIM : 201311143
Tempat / Tanggal Lahir : Metro, 22 Desember 1995
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Belum Kawin
Program Studi : S1 Teknik Elektro
Alamat Rumah : Jl. Nuban 02, rt/rw 32/07, Ganjar Asri 14/3, Metro
Barat, Lampung
Kode Pos : 34111
Telp / Hp : +6282281672874
Email : bayu.dwijay@gmail.com

Pendidikan
Jenjang Nama Lembaga Jurusan Tahun Lulus
SD SD Al-Qur’an - 2007

SMP SMP Darussalam – Kandanghaur - 2010

SMA SMA Darussalam – Kandanghaur IPA 2013

Demikianlah daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.

Jakarta, 29 November 2017

(Bhayu Wijaya)

ix

Anda mungkin juga menyukai