Anda di halaman 1dari 2

BERKAH BERBAGI

Oleh:
Pana Pramulia

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika
kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari
kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan (QS. Al Baqarah:271).

Di jalanan trotoar yang ramai, saya pernah berjalan sendiri. Kurang lebih dua ratus meter
berjalan, saya mengalami kejadian tak terduga, yaitu terpeleset kulit pisang yang tentunya
dibuang sembarangan oleh seseorang. Ternyata, bahaya terbesar bukanlah terkilir atau gegar
otak, tetapi perasaan malu. Apalagi, pada saat itu posisi terjatuh tepat di depan sebuah
warung kopi yang ramai pembeli. Bisa dibayangkan, betapa malunya saya pada saat itu.
Sudah malu tidak ada teman pula. Seandainya saya berjalan dengan teman (cukup satu
teman) rasa malu itu bisa saya salurkan. Setidaknya melalui gurauan. Apapun jika dibagi,
hasilnya akan menguatkan. Bahkan perilaku yang negatif saja jika mengajak teman, paling
tidak ia tidak dihukum sendirian. Hasil korupsi saja jika dibagi-bagi, bisa merepotkan
pengadilan. Minimal, nanti di tahanan, seorang koruptor berpeluang memiliki banyak teman.
Tentu perilaku tersebut tidak untuk ditiru, karena pasti merugikan banyak pihak. Intinya, jika
aib saja butuh dibagi, pasti begitu pula dengan marah, benci, dan lebih-lebih rezeki.
Apapun yang dilakukan manusia di dunia ini membutuhkan sirkulasi. Segala sesuatu
harus diedarkan. Informasi yang tidak disebarkan akan menimbulkan kemandekan. Ide yang
tidak bersirkulasi akan menimbulkan kebingungan. Komunikasi yang tidak beredar akan
menyulut pertengkaran. Kekuasaan yang gagal membuat peredaran cuma merangsang
pelengseran. Pada mulanya, tugas peredaran itu memang hanya menyangkut soal-soal yang
dianggap mendesak saja. Misalnya kemakmuran. Anehnya, semakin maju sebuah peradaban,
semakin membuat apapun menjadi penting dan apa saja menjadi mendesak. Makmur saja
tidak cukup, karena sebuah masyarakat bukan peternakan. Makanan hanyalah hiburan bagi
perut lapar. Tetapi membuat masyarakat kenyang perut saja tidak cukup kalau lapar otak.
Kelaparan perut memang berbahaya, tetapi kelaparan otak jauh lebih berbahaya. Otak
membutuhkan pengetahuan, dan tentu pengetahuan yang dampaknya bermanfaat bagi semua
pihak. Pengetahuan juga butuh dibagi agar kehidupan berjalan sebagaimana mestinya, agar
masyarakat, khususnya generasi tahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan.
Di sebuah ruang tertutup, kebutuhan utama manusia ternyata bukan makanan, tetapi
pemandangan. Jika tidak ada pintu, manusia akan mencari jendela. Tidak ada jendela,
manusia akan berusaha mengintip dari lubang kunci. Jika lubang kunci pun tidak ada, liang
semut pun boleh jadi. Jika semut tidak mempunyai liang, manusia akan menempuh cara apa
saja agar bisa mengintip udara di luaran sana. Memang di hari ini komunikasi yang dilakukan
masyarakat dapat dikatakan lepas dari substansi lalu akibatnya mandek walaupun
kecanggihan teknologi sudah mengatasi persoalan ini. Itu semua karena ide dan informasi
yang tidak diedarkan secara benar atau bahkan sebalikanya, ide dan informasi telah diterima
namun kita tidak mau menerimanya sebab kita keras kepala. Bukankah orang-orang yang
celaka itu sebenarnya karena perbuatannya sendiri, yang tidak bersedia menerima nasihat,
yang tidak peduli dengan anjuran-anjuran kebaikan. Untuk bisa terbuka, manusia
membutuhkan tiga hal, yaitu kepuasan perut, kepuasan otak, dan kepuasan rohani. Jika perut
telah dipenuhi, tetapi otak belum, ia akan meminta haknya. Jika otak penuh, tetapi rohani
kosong, dua kenyang yang ada di depan tadi tak akan banyak arti. Artinya pemenuhan
kebutuhan rohani sangat diperlukan semua manusia, agar perilakunya dapat sesuai perintah
agama.
Memenuhi perut itu mudah, tetapi memenuhi otak sulit. Memenuhi otak sulit, tetapi
memenuhi kebutuhan rohani akan jauh lebih sulit. Memenuhi perut itu mudah, karena ia
cukup dikenyangkan. Memenuhi otak itu sulit karena daftar kebutuhan otak begitu Panjang,
tetapi memenuhi kebutuhan rohani pasti yang tersulit karena kebutuhannya nyaris tak
terhingga. Jika perut cuma butuh makanan, otak butuh pengetahuan, rohani manusia
membutuhkan ajaran agama. Seharunya kita harus bergerak maju dalam hal pemenuhan otak
dan rohani, walaupun harus menikmati segenap ujian dan konsekuensi. Ujian itu pasti karena
orang yang belajar akan dilanda kebodohan dan kebosanan, baik belajar tentang ilmu
pengetahuan maupun agama. Orang yang berusaha dan belajar pasti akan menemui kesulitan,
karena itu sudah konsekuensi. Dari kesulitan itulah manusia akan mendapatkan pengalaman.
Jangan pernah putus asa jika menemu kesulitan, karena cukup edarkan kembali agar
mendapat bantuan, dan seterusnya. Maka, segala sesuatu yang diedarkan akan membuat
hidup itu seimbang. Di dalam sesuatu yang seimbang, kenyataan memang tidak selalu
menyenangkan, tetapi cuma dengan cara itulah kehidupan akan memanjang. Wa Allah A’lam.

Anda mungkin juga menyukai