VIRUS ZAMAN
Jika kita amati masa kini, maka diajarkan Nabi untuk tidak menyakiti
kejahiliyah manusia boleh dikatakan temannya, hingga pada Batasan
lebih memprihatinkan. Jika dahulu membicarakan aib temannya itu,
bayi dibunuh ketika setelah namun sekarang memakan sesama
lahirdiketahui jenis kelaminnya teman sudah menjadi lumrah,
perempuan, sekarang belum lahir sehingga ayat Allah seakan
dan tanpa membedakan laki – laki ditunjukan dengan adanya kasus
atau perempuan, langsung dibunuh Sumanto yang demikian nikmat
kalau dulu, seseorang makan bangkai tetangga.
Ada tiga idiologi Jahiliyah modern : humanism, Materialisme dan ateisme. Dalam tataran
pragmatis, urgensi ajaran tasawuf adalah jawaban atas kekhawatiran para ulama terhadap
perkembangan jaman yang semakin menunjukuan kejahiliyahanya.
Humanisme adalah faham kesombongan diri manusia. Manusia merasa bahwa ia adalah
the centre of univers. Kekuatan otaknya dipercaya dapat menyelesaikan semua permasalahan.
Ukuran kebenaran adalah otaknya. Kebanggaan dirinya atas ‘ kuasa ‘ otak menutup mata
hatinya untuk menerima kekuatan yang lebih besar dari apa yang ia miliki. Manusia tampil
sebagai sosok super-man yang sanggup menjawab semua problems of life. Namun dalam
kenyataannya ketika diajukan pertanyaan ‘ sederhana’ , pertanyaan yang sesungguhnya sudah
menjadi bagian tak terpisah dari dirinya, seperti hal – hal yang berkaitan dengan rizqi, jodoh, dan
usia, manusia dengan otak yang secerdas apapun sama sekali terbungkam untuk menjawabnya.
Kesesatan pertama:
Manusia merasa bahwa solusi segala
masalah adalah rasionya / otaknya
Otak adalah bola kecil yang dituhankan. Manusia mempercayai bahwa masalah dapat
diselesaikan dengan otak. Namun realita menunjukan bahwa krisis semakin terpuruk ketika
didekati ‘hanya’ dengan analisis rasio. Hal ini terjadi karena rasio memilki keterbatasan. Yang
Maha Tahu seakan merancang bahwa setiap otak memiliki kemampuan menampung berbagai
macam informasi. Tetapi keluasan informasi di alam, justru mengharuskan otak untuk
mengambil spesialisasi. Pada keterbatasan inilah, kebenaran yang diangkat sebagai dalil
penyelesaian masalah menjadi relative, tidak berlaku untuk semua cara pandang. Setiap cara
pandang memiliki alasan sendiri yang kadang berbeda dengan yang lain. Menganalisis sebuah
kecelakaan, maka analisis seorang mekanik akan terfokus pada sepeda motornya, remnya,
bannya. Seorang psikolog akan melihat kondisi mental pengendara, atau orang yang ditabrak.
Seorang tekhnik sipil akan memperhatikan kondisi jalannya, dsb. Masing – masing punya
alasan. Rasio bersifat relatife. Mengapa seorang jaksa penuntut berdebat sedemikian sengit
dengan penasehat hukum pada sebuah kasus yang sama, yang satu menuntut sementara yang
lain membela terdakwa, padahal rujukan mereka sama ( KUHP ).
Pada sisi lain, rasio juga memiliki keterbatasan dalam mengumpulkan factor – factor
pengalaman. Contoh kasus :
Seorang pemuda yang terburu – buru ke rumah sakit menabrak seorang anak yang
menyeberang.
Pertanyaanya:
Siapakah yang salah
Dari sisi pertama : seorang pengendara melarikan motor dengan kencang, karena dikabari
ibunya masuk Rumah Sakit. Ibunya masuk rumah sakit karena sakit magnya kambuh. Waktu itu
si ibu marasa lapa. Si anak menunggu ibunya, sebenarnya sudah menyiapkan makan di almari.
Karena ia melihat keluar ternyata mendung tampak menghitam , si anak memasukan jemuran.
Pada saat bersamaan si ibu yang sudah merasa lapar itu mencari makanan sendiri. Beliau
mengambil makanan terdekat di meja, yang ternyata ada satu porsi kiriman tetangganya. Pada
sate itu begitu banyak irisan cabenya, sehingga selesai makan pun perut si ibu terasa sakit.
Dari sisi kedua, yaitu di lokasi tabrakan : yang menyebabkan anak itu tertabrak karena ia lari
terburu – buru ke belakang. Ia makan rujak terlalu pedas. Si penjual rujak saat ini di antre banyak
orang masing-masing maunya cepet. Sewaktu mengabil rujak pesanannya, si anak salah comot. Yang di
ambil adalah rujak ibu-ibu yang sedang nyidam sambel puedes.
Kesesatan kedua:
Ia merasa pandai karena belajarnya. kaya karena daganganya , jaya karena usahanya.
Dirinya adalah yang mengatur hidup. Tangan Tuhan seakan tiada pernah menyentuhnya, atau
mengatur nasibnya. Namun orang-orang ini tidak pernah mau mengakui kekalahan karena
dirinya. Ia akan senantiasa mencari kambing hitam untuk menutupi kesalahnya. Jika tulisanya
buruk, maka ia akan menyalahkan pena atau kertasnya. Jika terdengar suaranya yang jelek,
maka kambing hitamnya dalah microphone atau amplifiayernya, dsb. Jika ia tidak berhasil
menemukan kambing hitam , maka ia akan bunuh diri karena kesal dengan dirinya sendiri.
Tasawuf mengajarkan pengakuan akan adanya kekuatan di atas dia. Apapun yang ia lakukan
sesungguhnya dalam pengatura Allah. Apa yang terjadi ada dalam kerangka kehendak Allah.
Perhitungan rasio harus sejajar dengan ketundukan pada hukum Allah dan kepasrahan diri
pada kehendak-Nya. Tentang kemampuan dirinya, maka hendaklah seorang menyadari bahwa
dari harta atau ilmu yang ia miliki, ia hanya melakukan pengumpulan. Bukan menemukan. Dan
untuk mengumpulkan sesuatu itupun karena ia diberi ( atau lebih tepatnya di pinjami) alat-alat
lengkap dari Allah. Al-quran mengajarkan bahwa tidak ada manusia yang sukses , yang ada
hanya manusia yang beruntung.
Materialism, faham ini bisa dari humanism dimana dominasi kekuatan hidup diwujudkan dalam
bentuk material, dipandang sebagai sebuah khayalan. Tuhan sebagai zat Supra-material tidak diakui
keberadaanya. Manusia mempercayai bahwa materi adalah satu-satunya realita. Menyelesaikan
masalah pun cukup dengan materi. Manusia dikondisikan untuk memikirkann dan menginginkan materi.
“Kotak ajaib” yang bernama “Televisi” menjadi alat yang membentuk masyarakat yang the economic of
wants bukan the economic of needs. Maksudnya, orang membeli barang bukan karena butuh tetapi
karena ingin. Sering terjadi, seorang ibu pergi kepasar ingin membeli sapu, sampai di rumah
malahmembawa sepatu, karena ia melihat di etalase took dekat penjual sapu, sepasang sepatu yang
merayu untuk di beli.
Kita tidak menyadari bahwa secara bertahap namun pasti, otak kita di bentuk melalui
iklan iklan produk konsumtif, untuk senang tiasa memikirkan bagaiman memperoleh brang
tersebut . bahkan sampai iklan pun di perlombakan, manakah iklan yang lembut- tidak langsung
menawarkan sebuah produk, namun sanggup membentuk opini massa tehadap produk
tersebut. Pada saat pemikiran sudah terpatri pada keinginan untuk memperoleh barang
dimaksut maka target usaha, kerja, dialog, bahkan hidup terfokus pada apa yang di inginkannya
tersebut. Kinerja dan hidup tidak di orientasikan sebagai mengabdi kepada Allah. Disinilah
muncul pengalihan orientasi hidup dari Allah kepada materi.
Dalam menyelesaikan masalah, materi adalah pelicin jalan. Kunci penyelamat manusia,
dsb. Keberadaan tuhan di pertanyakan, karena dari pengalaman, bahwa seorang yang rajin
sujud kepada Tuhan, nasibnya tidak lebih baik dari mereka yang ingkar pada perintah-Nya.
Mereka yang memiliki materi melimpah, dapat “menyelesaikan” masalahnya dengan materi
yang di miliki. Ibadah menjadi sebuah seremoni tanpa makna. Dalam hubungan social yang
sederhana, seorang mertua akan menjadikan gelar formal atau jenuis pekerjaan dari calon
mantu, menjadi syarat utama dari sekian banyak persyartan.
Tasawuf mencoba mendudukan posisi materi sebagai sesuatu yang seharusnya mendukung misi
hidup manusia ( liya’budun), bukan sesuatu yang menjadi target hidup. Bahwa diatas materi ada
sesuatu yang lebih hakiki untuk di capai. Materi justru kadang menjadi penghalang untuk mencapai
sesuatu itu, jika manajemen mater tidak berjalan sebagaimana petunjuk-petunjuk dan Sang Pencipta
materi. Rusaknya alam, peperangan atau bencana lain karena manusia tidak menjaga kesucian materi.
Materi akan memberi manfaat hidup, jika ia tetap terjaga dalam kesuciannya, dan mengelolanya
sesuai hukum aturan sang pemilik Asli materi.
Ateisme, faham tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Dalam masyarakat sekarang, menurut
Saefudin, ateis wujud dalam dua macam , yakni:
Pertama, ateisme konsepsional, yaitu tidak mempercayai Tuhan karena Tuhan tidak
dapat ditangkap indra;
Kedua, ateisme ilmiah, yaitu tidak mempercayai keberadaan Tuhan karena seseorang
tidak merasakan sama sekali peran tuhan dalam hidupnya. Seseorang menjadi kaya,
dirasakan bukan sebagai pemberian Tuhan, tapi karena ia (merasa) telah bekerja keras
kemudian mendapat gaji yang menjadi haknya. Bahkan pada taraf yang lebih parah,
bentuk ibadah/ penyembahan kepada Tuhan dianggap sebagai ‘penghalang’
mencapai kesuksesan hidup.
Cerita:
Seoang pernah bertanya, “ mengapa sholat harus diperintahkan lima kali, mengapa tidak
langsung dikerjakan satu kali waktu saja, misal sholat subuh, duhur, asar dan magrib
dikerjakan pada waktu dan bersamaan sholat isya’. Dari segi waktu jelas lebih efisien dan
secara ekonomis tidak banyak mengganggu waktu kerja siang yang jelas padat. Padahal
semenit bagi kami, maka itu berarti keuntungan yang besar.” inilah ateisme ilmiah.
Dimana kesombongan manusia sudah sampai puncaknya. Kelembutan Allah yang
mengatur jadwal aktivitas yang telah disesuaikan dengan kondisi manusia, tidak
tertangkap manusia.
Manusia dihadapkan pada kaca hakekat diriya agar ia mau introspeksi dan retropeksi siapa
sebenarnya dirinya; dari mana ia berasal;siapakah yang menjadi sebabwujud dirinya; untuk
tujuan apakah ia adaa; kemana ia setelah kehidupan ini dan pertanyaan lain.
Sekitar pengenalan diri yang ujungnya adalah pengenalan pada Rabb-Nya. Sebagaiamana hadist
pegangan tasawuf, “ barang siapa mengenal dirinya ia akan mengenal tuhannya” atau sebaliknya
“ barang siapa mengenal tuhannya ia akan mengenal dirinya.” Rasulullah SAW ketika dilahirkan
dalam lingkungan jahiliahnya dengan berbagai kebejatan ahlaknya maka seruan pertama Allah
adalah untuk mau membaca, membaca dirinya, lingkungannya, masyarakatnya, sehingga ia
sampai pada pengenalan sifat-sifat Allah.
Sumber penyakit:
Contoh kasus riil pada anak-anak sekolah, bahwa jika ia kesulitan mengerjakan
matematika atau bahasa inggris, maka jarang sekali seorang siswa lari minta tolong
pada Allah, misalnya dengan menambah amaliah sholeh, disamping tetap menambah
jam belajar. Mungkin Allah dianggap tidak mampu memberi solusi di bidang
matematika, atau matematika tidak ada hubunganya dengan Allah. Dalam istilah AM
Saefudin, kasus seperti itu disebut Ateis Ilmiah (mengakui keberadaan Allah, tapi
tidak mengakui campur tangan Allah dalam aktivitasnya).
a. Jika berhasil akan sombong karena ia merasa bahwa berkat usahanya sendiri ia
mencapai kesuksesan tersebut.
b. Jika ia mendapat masalah dan telah berusaha diselesaikan, ternyata menjadi lebih
runyam, akibatnya ia akan putus asa. Paling tidak mencari kambing hitam.
Masalah berikutnya yang muncul pada orang yang percaya akan Allah, bahkan ia
telah percaya pada kuasa-Nya adalah ia kurang yakin bahwa Allah CINTA kepada
manusia. Ketika ia meyakini bahwa tidak ada satu pun Kuasa yang dapat mencelakakan
seseorang atau memberikan kebaikan pada seseorang, kecuali yang datang dari Allah,
orang tersebut begitu semangat berusaha mencapai cita-citanya. Namun dalam usahanya
itu ia justru tenggelam dalam Kuasa Allah. Ia justru memakai “Baju” Allah, sehingga ia
berlaku seperti Allah. Ia merasa bahwa pilihannya adalah yang terbaik dan harus
terwujud. Sehingga ketika yang diusahakan itu tidak berhasil, ia merasa Allah tidak
meperhatikan dirinya. Ia merasa Allah tidak memperhatikan doanya. Ia merasa dicuekin
Allah. Orang yang seperti ini juga akan mudah putus asa.
Orang seperti ini salah dalam menempatkan diri. Ia hanya hamba yang sekedar
menjalani sebuah kehendak. Meskinya ia menempatkan kehendaknya di bawah kehendak
Allah. Ia tidak perlu memaksa, karena boleh jadi yang dicita-citakan, tidak tepat dan tidak
baik untuknya. Allah akan mengganti keinginan itu dengan sesuatu yang lebih pas dan
lebih baik, karena Allah CINTA kepadanya. Dalam kesadaran inilah seorang percaya
pada Kuasa Allah akan mengembalikan seluruh hasil kesungguhannya pada Taqdir
Terbaik yang DIPILIHKAN ALLAH.
C. TASAWUF BAGI MAHASISWA
Manusia adalah makhluk unik. Sebagai makhluk yang memiliki potensi mendua,
dapat menjadi baik sekaligus dapat menjadi jahat, membutuhkan tuntunan hidup,
sehingga “kekuatan dahsyat” yang dimiliki memang akan dipergunakan untuk sebuah
tugas suci yang langsung di-SK-kan oleh Sang Pencipta, yaitu sebagai Kholifah/ Wakil
Allah di bumi.jika fasilitas Allah yang diberikan kepada manusia tidak terbimbing oleh
ajaran yang lurus, lahirnya manusia akan seperti yang digambarkan malaikat sebagai
makhluk yang suka berbuat kerusakan dan mengalirka darah. Di sinilah Rahman-Rahiem
menyambangi manusia dengan diturunkannya”Juklak” (Kitab Suci Al Qur’an) menjadi
wakil yang disampaikan para “kurir” Allah, yaitu para Rasul terpuji.
Jaman ini adalah jaman dimana manusia sudah mejadi serigala bagi manusia lain.
Hanya memperebutkan sesuatu yang tidak berharga, manusia tega membuuh saudaranya
sendiri. Manusia yang jasadnya, tampan, cantik, gagah, tinggi, semampai, ternyata berisi
srigala menyeringai yang sanggup melenyapkan siapapun demi memenuhi keinginanya.
Namun kalau kita berfikir husnudhon,maka kondisi yang seperti itu belum begitu parah.
Terbukti, definisi Sumanto, berakhir dengan pertanyaan (adanya kata: To?) symbol ini
seakan memberitahukan kepada umat manusia bahwa kondisi yang demikian baru tingkat
“lampu kuning”. Semua kembali kepada manusia, apakah peringatan ‘lampu kuning’ itu
akan diteruskan menjadi ‘lampu merah’, artinya jaman ini akan menjadi lebih rusak
kondisi kemanusiaannya, ataukah ada usaha sungguh-sungguh sehingga ‘lampu kuning’
justru berubah menjadi ‘lampu hijau’ yang mengembalikan mausia pada fitrah
kemanusiaannya.
Tasawuf adalah ilmu yang mengajarkan kepada manusia untuk mengenalkan dan
mendekatkan diri kepada Allah. Pada bingkai global, urgensi tasawuf yang disajikan bagi
kalangan intelektual muda, seperti para mahasiswa, adalah upaya positif untuk sadar dan
mengenal pada eksistensi dirinya, sehingga ia akan sampai pada eksistensi Tuhannya.
Konsep pendidikan tasawuf yang terkenal adalah: “Barang siapa mengenal dirinya, maka
ia akan mengenal Tuhannya”. Pengenalan diri yang mutlak harus diketahui oleh
mahasiswa yakni bahwa dirinya adalah MANUSIA. Banyak manusia yang perangai ,
akhlak, dan perilakunya bukan manusia.
“MEMANUSIAKAN MANUSIA”
“Memanusiakan civitas
akademika yang selama ini
merasa menajdi manusia”
Dan semua itu hanya berjalan hanya dalam Kuasa dan Kehendak-Nya.
Wallahu A’lam