Anda di halaman 1dari 3

Nama : Arwinda Aribah Cahyani

NRP : 3035221009

Bodoh Bukan Karena Kurang Belajar, tapi Karena Terdampak


Kesadaran Lemah
Tidak ada anak yang bodoh hanya anak-anak belum sadar kelemahannya apa
sehingga selama hidupnya ketika dia tidak berhasil dalam suatu pelajaran dia
menganggap dirinya bodoh. Hal yang perlu dilakukan adalah berlatih untuk
mengurangi dampak dari kesadaran lemah tersebut. Anak-anak harus paham
bahwa mereka tidak harus menguasai semua hal, tidak harus pintar di semua mata
pelajaran karena itu tidak mungkin. Anak-anak harus sadar cukup menjadi ahli
dalam suatu bidang tertentu. Ketika mereka sadar akan hal itu mereka pasti akan
tahu jalan yang harus mereka tempuh dan rencana yang harus mereka buat untuk
mencapai keinginan itu. Kata bodoh didefinisikan sebagai seseorang yang tidak
memiliki pengetahuan sehingga dia tidak mudah mengerti akan suatu hal.
Menurut Albert Einstain, pada dasarnya setiap orang itu jenius namun, jika
melihat seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon dia akan percaya bahwa
dia bodoh seumur hidupnya. Padahal kita tahu ikan merupakan hewan yang jenius
dalam berenang. Di era ini, banyak anak sekolah yang belajar mati-matian untuk
mendapatkan nilai sempurna pada semua mata pelajaran. Mereka mengorbankan
waktu sosial mereka untuk mendekam di suatu tempat yang disebut sebagai
tempat les. Setelah les pun mereka belajar lagi hingga larut malam hanya untuk
mendapatkan angka yang tidak menentukan juga kehidupan kesuksesan mereka
dimasa depan. Dampak terburuk yang banyak didapatkan yaitu stress karena
terlalu banyak belajar. Jika mereka sadar bahwa manusia itu makhluk yang lemah
dan penuh kekurangan mereka tidak perlu sampai stress memikirkan masa depan
dengan sebuah nilai yang ditulis oleh guru sekolah. Mereka hanya perlu sadar
bahwa setiap orang memiliki potensi dalam dirinya yang menunggu untuk
dikembangkan. Setiap orang hanya perlu mengenali dirinya untuk memunculkan
potensi terbaik dalam dirinya.
Nama : Arwinda Aribah Cahyani
NRP : 3035221009

Yang ditetapkan Benar belum tentu Kebenaran


Bagaimana orang bisa mendiamkan pikiran? Tidak bisa jawabanya. Pikiran
berasal dari energi dari interest. Interest itu dilampauin sehingga pikiran bisa
berhenti. Tindakan yang benar atau kebenaran, memang relatif. Artinya, sebuah
tindakan yang benar sangat terkait dengan norma-norma, budaya setempat dan
agama yang berlaku. Sebagai contoh, berpakaian yang benar bagi wanita menurut
Islam tidak sama dengan berpakaian yang benar menurut Kristen atau Hindu atau
Buddha. Kebenaran berpakaian bagi wanita menurut Islam adalah berhijab,
sedangkan bagi agama lain, budaya lain, berpakaian bagi wanita yang memakai
celana pendek adalah kebenaran. Dalam hal membunuh misalnya. Apakah
membunuh orang lain hanya karena marah atau dendam merupakan tindakan yang
benar? Tentu saja kita akan mengatakan bahwa membunuh merupakan tindakan
yang tidak benar. Namun ada beberapa oknum kelompok yang membenarkan
pembunuhan atas dasar-dasar yang mereka yakini sendiri. Kebenaran itu
terungkap dalam kesadaran masing-masing. Tidak perlu takut dengan melepaskan
identifikasi diri dengan pikiran. Misal perasaan kehilangan eksistensi.
Kenyataanya kemampuan kita mengimplikasi eksistensi tidak berasal dari pikiran.
Mengenal diri melalui pikiran merupakan suatu tahap intelektual bukan spiritual.
Semua pemikiran, dari sudut pandang spiritual, hanyalah kesia-siaan, ilusi dan
keangkuhan. Semakin sedikit orang berpikir, semakin menyenangkan kehidupan.
Keberpikiran akhirnya digantikan oleh pengetahuan. Bahwa seorang itu “diri
aktual” tidak membutuhkan pemikiran sama sekali. Oleh karena itu, membuat
keputusan untuk menghentikan percakapan mental dan ocehan tak berguna itu
sangat membantu. All thingking, from a spiritual viewpoint, is merely vanity,
illusion, and pomposity. The less one thinks, the more delightful lide becomes.
Tidak perlu label spiritual dan religius namun kita perlu prinsip spiritual atau
regilius untuk memudahkan hidup kita yang sakral.
Nama : Arwinda Aribah Cahyani
NRP : 3035221009

Banyak dan satu adalah Sama


Pikiran yang didisiplinkan dengan baik seharusnya banyak bicara ketika diminta
melakukan itu. Tanpa dilatih, pikiran menjadi penampilan serampangan “di
panggung” dan pengganggu. Diri harus belajar menghormati diri sejati dan
keningan kehadiran setelah diamati, jelaskan sudah bahwa pikiran itu seperti anak
kecil cerbohnya dan menganggu yang selalu mencari perhatian. Mencoba
menghalangi pikiran atau memaksa benak untuk diam tanpa menghilangkan
motivasi dan imbalannya biasanya sia-sia. Akar motivasinya bisa diidentifikasi
dan diserahkan. Setelah itu, barulah orang bisa mengambil keputusan. Kemajuan
spiritual itu dimungkinkan karena pikiran, melalui pemahaman, mampu
merekontruksikan isi ego dan melihat mekanismenya yang sesungguhnya. Begitu
ini terjadi, orang tidak lagi dengan kata “berada di bawah belas kasihan” ego.
Ketika imbalan ego ditolak dan dipasrahkan, cengkramanya terhadap jiawa
berkurang dan berpengalaman spiritual mengalami kemajuan ketika sia-sia
keraguan secara progresif dihilangkan. Sebagai konsekuensinya, keyakinan
digantikan oleh pengetahuan berdasarkan pengalaman dan kedalaman serta
intensitas pengabdian meningkat dan pada akhirnya bisa menggantikan dan
menutupi semua aktivitasnya dan minat duniawi lainnya. Seiring dengan semakin
menurunnya penghargaan kita terhadap gagasan seperti itu, ia kehilangan
kemampuan untuk mendominasi kita. Kita mengalami kebebasan berpikir
progresif juga kemerdekaan dari pikiran. Pada gilirannya, ini kemudian matang ke
dalam sumber kesenangan baru, kesenangan dari eksistensi itu menjadi sempurna
sementara seseorang naik di peta kesadaran. Mentransendensi pikiran adalah
melihat bahwa banyak dan satu adalah sama. Tanpa membedakan dengan kontras
istilah dualistik mental darii banyak atau satu. Tak satupun bisa dikatakan ada.
Sebaliknya, hanya bisa ada realisasi ini: “semuanya ada”. Semua opini itu sia- sia
tanpa nilai bawaan dan sebenarnya merupakan hasil dari kenaifan.

Anda mungkin juga menyukai