Bodoh Bukan Karena Kurang Belajar, tapi Karena Terdampak
Kesadaran Lemah Tidak ada anak yang bodoh hanya anak-anak belum sadar kelemahannya apa sehingga selama hidupnya ketika dia tidak berhasil dalam suatu pelajaran dia menganggap dirinya bodoh. Hal yang perlu dilakukan adalah berlatih untuk mengurangi dampak dari kesadaran lemah tersebut. Anak-anak harus paham bahwa mereka tidak harus menguasai semua hal, tidak harus pintar di semua mata pelajaran karena itu tidak mungkin. Anak-anak harus sadar cukup menjadi ahli dalam suatu bidang tertentu. Ketika mereka sadar akan hal itu mereka pasti akan tahu jalan yang harus mereka tempuh dan rencana yang harus mereka buat untuk mencapai keinginan itu. Kata bodoh didefinisikan sebagai seseorang yang tidak memiliki pengetahuan sehingga dia tidak mudah mengerti akan suatu hal. Menurut Albert Einstain, pada dasarnya setiap orang itu jenius namun, jika melihat seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon dia akan percaya bahwa dia bodoh seumur hidupnya. Padahal kita tahu ikan merupakan hewan yang jenius dalam berenang. Di era ini, banyak anak sekolah yang belajar mati-matian untuk mendapatkan nilai sempurna pada semua mata pelajaran. Mereka mengorbankan waktu sosial mereka untuk mendekam di suatu tempat yang disebut sebagai tempat les. Setelah les pun mereka belajar lagi hingga larut malam hanya untuk mendapatkan angka yang tidak menentukan juga kehidupan kesuksesan mereka dimasa depan. Dampak terburuk yang banyak didapatkan yaitu stress karena terlalu banyak belajar. Jika mereka sadar bahwa manusia itu makhluk yang lemah dan penuh kekurangan mereka tidak perlu sampai stress memikirkan masa depan dengan sebuah nilai yang ditulis oleh guru sekolah. Mereka hanya perlu sadar bahwa setiap orang memiliki potensi dalam dirinya yang menunggu untuk dikembangkan. Setiap orang hanya perlu mengenali dirinya untuk memunculkan potensi terbaik dalam dirinya. Nama : Arwinda Aribah Cahyani NRP : 3035221009
Yang ditetapkan Benar belum tentu Kebenaran
Bagaimana orang bisa mendiamkan pikiran? Tidak bisa jawabanya. Pikiran berasal dari energi dari interest. Interest itu dilampauin sehingga pikiran bisa berhenti. Tindakan yang benar atau kebenaran, memang relatif. Artinya, sebuah tindakan yang benar sangat terkait dengan norma-norma, budaya setempat dan agama yang berlaku. Sebagai contoh, berpakaian yang benar bagi wanita menurut Islam tidak sama dengan berpakaian yang benar menurut Kristen atau Hindu atau Buddha. Kebenaran berpakaian bagi wanita menurut Islam adalah berhijab, sedangkan bagi agama lain, budaya lain, berpakaian bagi wanita yang memakai celana pendek adalah kebenaran. Dalam hal membunuh misalnya. Apakah membunuh orang lain hanya karena marah atau dendam merupakan tindakan yang benar? Tentu saja kita akan mengatakan bahwa membunuh merupakan tindakan yang tidak benar. Namun ada beberapa oknum kelompok yang membenarkan pembunuhan atas dasar-dasar yang mereka yakini sendiri. Kebenaran itu terungkap dalam kesadaran masing-masing. Tidak perlu takut dengan melepaskan identifikasi diri dengan pikiran. Misal perasaan kehilangan eksistensi. Kenyataanya kemampuan kita mengimplikasi eksistensi tidak berasal dari pikiran. Mengenal diri melalui pikiran merupakan suatu tahap intelektual bukan spiritual. Semua pemikiran, dari sudut pandang spiritual, hanyalah kesia-siaan, ilusi dan keangkuhan. Semakin sedikit orang berpikir, semakin menyenangkan kehidupan. Keberpikiran akhirnya digantikan oleh pengetahuan. Bahwa seorang itu “diri aktual” tidak membutuhkan pemikiran sama sekali. Oleh karena itu, membuat keputusan untuk menghentikan percakapan mental dan ocehan tak berguna itu sangat membantu. All thingking, from a spiritual viewpoint, is merely vanity, illusion, and pomposity. The less one thinks, the more delightful lide becomes. Tidak perlu label spiritual dan religius namun kita perlu prinsip spiritual atau regilius untuk memudahkan hidup kita yang sakral. Nama : Arwinda Aribah Cahyani NRP : 3035221009
Banyak dan satu adalah Sama
Pikiran yang didisiplinkan dengan baik seharusnya banyak bicara ketika diminta melakukan itu. Tanpa dilatih, pikiran menjadi penampilan serampangan “di panggung” dan pengganggu. Diri harus belajar menghormati diri sejati dan keningan kehadiran setelah diamati, jelaskan sudah bahwa pikiran itu seperti anak kecil cerbohnya dan menganggu yang selalu mencari perhatian. Mencoba menghalangi pikiran atau memaksa benak untuk diam tanpa menghilangkan motivasi dan imbalannya biasanya sia-sia. Akar motivasinya bisa diidentifikasi dan diserahkan. Setelah itu, barulah orang bisa mengambil keputusan. Kemajuan spiritual itu dimungkinkan karena pikiran, melalui pemahaman, mampu merekontruksikan isi ego dan melihat mekanismenya yang sesungguhnya. Begitu ini terjadi, orang tidak lagi dengan kata “berada di bawah belas kasihan” ego. Ketika imbalan ego ditolak dan dipasrahkan, cengkramanya terhadap jiawa berkurang dan berpengalaman spiritual mengalami kemajuan ketika sia-sia keraguan secara progresif dihilangkan. Sebagai konsekuensinya, keyakinan digantikan oleh pengetahuan berdasarkan pengalaman dan kedalaman serta intensitas pengabdian meningkat dan pada akhirnya bisa menggantikan dan menutupi semua aktivitasnya dan minat duniawi lainnya. Seiring dengan semakin menurunnya penghargaan kita terhadap gagasan seperti itu, ia kehilangan kemampuan untuk mendominasi kita. Kita mengalami kebebasan berpikir progresif juga kemerdekaan dari pikiran. Pada gilirannya, ini kemudian matang ke dalam sumber kesenangan baru, kesenangan dari eksistensi itu menjadi sempurna sementara seseorang naik di peta kesadaran. Mentransendensi pikiran adalah melihat bahwa banyak dan satu adalah sama. Tanpa membedakan dengan kontras istilah dualistik mental darii banyak atau satu. Tak satupun bisa dikatakan ada. Sebaliknya, hanya bisa ada realisasi ini: “semuanya ada”. Semua opini itu sia- sia tanpa nilai bawaan dan sebenarnya merupakan hasil dari kenaifan.
Intelijen: Pengantar psikologi kecerdasan: apa itu kecerdasan, bagaimana cara kerjanya, bagaimana kecerdasan berkembang, dan bagaimana kecerdasan dapat memengaruhi kehidupan kita