TUGAS SIKAP
MERANGKUM VIDEO PETA KASADARAN
Dosen Pengajar
Prof. Ridho Bayuaji, S.T., M.T., PhD.
Tidak ada anak yang bodoh hanya anak-anak belum sadar kelemahannya apa
sehingga selama hidupnya ketika dia tidak berhasil dalam suatu pelajaran dia
menganggap dirinya bodoh. Hal yang perlu dilakukan adalah berlatih untuk
mengurangi dampak dari kesadaran lemah tersebut. Anak-anak harus paham
bahwa mereka tidak harus menguasai semua hal, tidak harus pintar di semua mata
pelajaran karena itu tidak mungkin. Anak-anak harus sadar cukup menjadi ahli
dalam suatu bidang tertentu. Ketika mereka sadar akan hal itu mereka pasti akan
tahu jalan yang harus mereka tempuh dan rencana yang harus mereka buat untuk
mencapai keinginan itu. Kata bodoh didefinisikan sebagai seseorang yang tidak
memiliki pengetahuan sehingga dia tidak mudah mengerti akan suatu hal.
Menurut Albert Einstain, pada dasarnya setiap orang itu jenius namun, jika
melihat seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon dia akan percaya bahwa
dia bodoh seumur hidupnya. Padahal kita tahu ikan merupakan hewan yang jenius
dalam berenang. Di era ini, banyak anak sekolah yang belajar mati-matian untuk
mendapatkan nilai sempurna pada semua mata pelajaran. Mereka mengorbankan
waktu sosial mereka untuk mendekam di suatu tempat yang disebut sebagai
tempat les. Setelah les pun mereka belajar lagi hingga larut malam hanya untuk
mendapatkan angka yang tidak menentukan juga kehidupan kesuksesan mereka
dimasa depan. Dampak terburuk yang banyak didapatkan yaitu stress karena
terlalu banyak belajar. Jika mereka sadar bahwa manusia itu makhluk yang lemah
dan penuh kekurangan mereka tidak perlu sampai stress memikirkan masa depan
dengan sebuah nilai yang ditulis oleh guru sekolah. Mereka hanya perlu sadar
bahwa setiap orang memiliki potensi dalam dirinya yang menunggu untuk
dikembangkan. Setiap orang hanya perlu mengenali dirinya untuk memunculkan
potensi terbaik dalam dirinya.
Source: Bodoh bukan karena kurang belajar, tapi karena terdampak kesadaran
lemah #Tbp - YouTube
Nama : Arwinda Aribah Cahyani
NRP : 3035221009
Pikiran yang didisiplinkan dengan baik seharusnya banyak bicara ketika diminta
melakukan itu. Tanpa dilatih, pikiran menjadi penampilan serampangan “di
panggung” dan pengganggu. Diri harus belajar menghormati diri sejati dan
keningan kehadiran setelah diamati, jelaskan sudah bahwa pikiran itu seperti anak
kecil cerbohnya dan menganggu yang selalu mencari perhatian. Mencoba
menghalangi pikiran atau memaksa benak untuk diam tanpa menghilangkan
motivasi dan imbalannya biasanya sia-sia. Akar motivasinya bisa diidentifikasi
dan diserahkan. Setelah itu, barulah orang bisa mengambil keputusan. Kemajuan
spiritual itu dimungkinkan karena pikiran, melalui pemahaman, mampu
merekontruksikan isi ego dan melihat mekanismenya yang sesungguhnya. Begitu
ini terjadi, orang tidak lagi dengan kata “berada di bawah belas kasihan” ego.
Ketika imbalan ego ditolak dan dipasrahkan, cengkramanya terhadap jiawa
berkurang dan berpengalaman spiritual mengalami kemajuan ketika sia-sia
keraguan secara progresif dihilangkan. Sebagai konsekuensinya, keyakinan
digantikan oleh pengetahuan berdasarkan pengalaman dan kedalaman serta
intensitas pengabdian meningkat dan pada akhirnya bisa menggantikan dan
menutupi semua aktivitasnya dan minat duniawi lainnya. Seiring dengan semakin
menurunnya penghargaan kita terhadap gagasan seperti itu, ia kehilangan
kemampuan untuk mendominasi kita. Kita mengalami kebebasan berpikir
progresif juga kemerdekaan dari pikiran. Pada gilirannya, ini kemudian matang ke
dalam sumber kesenangan baru, kesenangan dari eksistensi itu menjadi sempurna
sementara seseorang naik di peta kesadaran. Mentransendensi pikiran adalah
melihat bahwa banyak dan satu adalah sama. Tanpa membedakan dengan kontras
istilah dualistik mental darii banyak atau satu. Tak satupun bisa dikatakan ada.
Sebaliknya, hanya bisa ada realisasi ini: “semuanya ada”. Semua opini itu sia- sia
tanpa nilai bawaan dan sebenarnya merupakan hasil dari kenaifan.
Kemampuan Berpikir
Melalui pengamatan dapat dilihat bahwa dibalik kata-kata ada energi yang
mendorong keinginan untuk berpikir tetap aktif secara mental, tetap sibuk dengan
masukan yang dapat ditemukan oleh benak untuk mengisi kesenjangan. Orang
dapat mendeteksi sebuah dorongan untuk “keberpikiran”, yang bersifat
impersonal. Manfaat berpikir adalah jalan untuk mengidentifikasi rasa ada dan
metode untuk mempresentasikan model dunia tertentu. Cara manusia melakukan
sesuatu adalah dengan mengikuti model dunia. Namun, untuk manusia pada saat
ini berpikir tidak untuk mempresentasikan model dunia, tetapi hanya meniru apa
yang dikatakan orang lain. Dalam berpikir harus memiliki konteks untuk
memberikan sebuah makna dalam proses berpikir. Manusia sering kali kehilangan
konsteks untuk memahami pengalaman hidup sehingga kemampuan berpikir tidak
berjalan. Realitas spiritual merupakan sumber kesenangan dan kepuasan yang
lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh dunia. Sumber itu tidak ada
habisnya dan selalu tersedia pada masa sekarang dan bukan masa depan.
Sumber: Kemampuan Berfikir #Tbp - YouTube
Krisis Persepsi
Informasi cenderung menjadi terkotak-kotak, terutama dalam sains akademik
versus sains dan praktik klinis. Namun, manuasia sudah terjebak dalam satu kotak
ilmu sehingga tidak mempelajari ilmu yang lain dan terfokus pada ilmu tersebut.
Itulah yang menyebabkan prinsip persepsi. Area- area ini pada gilirannya menjadi
terpisah dari prinsip dan realitas spiritual yang kemudian juga terisolasi dari
psikologi dalam (depth psychology), psikoanalisis, dan dinamika-dinamika
kelompok. Penelitian psikofarmakologi berlanjut dalam perkembangannya
sendiri, terlepas dari semua hal di atas, seperti halnya fisika teoretis tingkat lanjut
dan kemunculan dinamika nonlinier dan teori kekacauan (chaos theory). Setiap
disiplin berkembang dalam keterbatasan parameternya sendiri karena tidak adanya
konteks dimensi yang mencukupi untuk mencakup semuanya hingga muncul
pengembangan sains klinis tentang riset kesadaran.
Hidup menjadi susah karena kita mengalami krisis persepsi pada diri sendiri.
Pada hal ini, agama memiliki peran yang penting dalam menjelaskan diri secara
komprehensif. Maka, yang diperlukan adalah belajar mengenali diri sendiri.
Sumber: Krisis Presepsi #Tbp - YouTube
Nama : Kharisma Keysia Paramitha
NRP : 3035221010
Problematik terbesar umat manusia saat ini adalah budaya Pendidikan dan
pengajaran yang orientasinya satu disiplin saja, padahal manusia itu bersifat
multidimensi.
Yang mengalami bukan “siapa” melainkan “itu”. Itu adalah sebuah fungsi
otonom. Ia dapat dibandingkan dengan kecakapan alat pemrosesan yang
multifungsi. Ego/ diri tumbuh dengan kualitas “yang mengalami” itu dan
sebenarnya ketergantungan terhadapnya.
Dengan perhatian dan kemauan, daya Tarik memukau si yang mengalami bisa
ditolak. Bertekuk lutut ke daya pikatnya hanyalah kebiasaan. Itu bukan “kamu”,
melainkan hanya sebuah aktivitas yang diidentifikasi sebagai diri.
Pikiran menganggap dirinya akan “kosong” dan mejadi hampa tanpa masukan
informasi linier yang konstan dan berfokus pada “apa yang sedang terjadi”.
Namun, pada malam hari, tidur merupakan rehat yang disambut dengan baik dari
ocehan tiada hentinya si yang mengalami. Maka, pikiran menganggap hanya ada
tiga kemungkinan:
(1) Mengalami;
(2) Tidur (seperti lupa) atau mungkin
(3) Tidur sambal bermimpi
Akan tetapi, relative tidak diketahui oleh pikiran biasa, ada keadaan keempat
yakni salah satu kemawasan itu sendiri, dan independent dari isi atau pengalaman-
atau bahkan partisipasi, analisis, atau rekaman.
Kualitas yang mendasarinya mudah, damai, dan sesuai dengan gaya hidup
kontemplatif. Keadaan ini menyebabkan kondisi yang secara klasik diberi istilah
samadhi.
Seperti obyek, begitu dilucuti personalisasinya pemikiran menjadi tidak berharga
dan kehilangan daya tariknya. Pemikiran-pemikiran dan perasaan timbul dari
Hasrat, dan pikiran menginginkan apa yang ia hargai.
Untuk menjernihkan pikiran, sadari saja bahwa tidak ada yang memiliki “nilai”
atau “kualitas” istimewa atau unik jika tidak ditanamkan, ditumpangkan, dan
diproyeksikan oleh keyakinan. Oleh karena itu, hilangkan nilai, kualitas,
kepentingan, dan minat.
Arogansi Intelektual
Sumber : Arogansi Intelektual #Tbp - YouTube
Menolak memori, yang merupakan rumah luas tempat penyimpanan ilusi,
membawa ke pendekatan jernih terhadap intropeksi. Dengan demikian, diketahui
bahwa sebenarnya tidak ada “siapa” actual; hanya ada kesadaran. Anda bukan
seorang “siapa” melainkan suatu “apa”.
Bagi orang yang sangat sadar, Sebagian besar orang tampak berjalan kian kemari
seakan-akan mereka sedang bermimpi, tidak terjaga dan tidak menyadari diri
sendiri.
Pengamatan diri menyebabkan kebangkitan, yang kemudian memotivasi
keinginan untuk belajar, menjadi dewasa, dan berevolusi. Intropeksi menyebabkan
penemuan dan pengungkapan lapisan-lapisan yang menutupi diri.
Dengan introspeksi, orang memeriksa dasar iman dan keyakinan-dan dengan
memulai Teknik serta kiteria spiritual, orang berlanjut menemukan pengesahan
batin kebenaran spiritual untuk diri sendiri.
Oleh karena itu, bidang pertanyaan adalah fungsi kesadaran/kemawasan dan
caranya memberikan konteks ke pengalaman batin diri, orang lain, dan keilahian.
Evolusi spiritual itu evolusi membangkitkan kesadaran diri yang meliputi rasa
akan ke”diri”an, rasa akan ke”aku”an yang kemudian melahirkan transformasi
social. Masyarakat baru, masyarakat 6.0, masyarakat yang “iso rumongso”. Jadi
evolusi teknologi itu tidak bisa mengevolusikan rasa kesadaran diri. Masyarakat
5.0 itu masyarakat yang dibantu oleh teknologi saja, contoh seperti kemudahan
transfer uang, transaksi secara online. Sedangkan masyarakat 6.0 harus lebih dari
itu, bergerak ke arah yang lebih tinggi dimensinya. Bedanya masyarakat 5.0 itu
doing atau ingin melakukan saja. Sedangkan masyarakat 6.0 being atau cara
menjadi. Ceramah itu hanya memotivasi saja, namun ceramah itu tidak bisa
mentransformasi rasa kesadaran diri. Ibarat ceramah itu hanya pemanasan saja.
Masyarakat industrial atau masyarakat 3.0 itu melahirkan masyarakat having.
Menjadi banyak barang-barang baru dan masyarakt jadi ingin memiliki. Akhirnya
terbentuklah jiwa konsumerisme. Masyarakat 4.0 orang lebih senang ke jejaring
sosial. 3.0 ke 4.0 hanya ganti model peralatan, dari yang analog menjadi digital.
Proses batin utamanya adalah menghilangkan energi ilusi dan bukannya proses
untuk mendapatkan indormasi baru.