Anda di halaman 1dari 16

PERAN DAN MANFAAT VIRUS

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu Nilai Tugas Kelompok Mata Kuliah
Mikrobiologi Terapan
Dosen Pengampu: Dr. Dewi Mustikaningtyas, S.Si., M.Si. Med.

Disusun Oleh :

Kelompok 1
Gina Amalia ( 0402522001)

Siti Listiyowati (0402522022)

Lilik Fajriyah (0402522027)

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
a. Definisi Virus

Virus merupakan parasit obligat intraseluler yang reproduksinya sangat


bergantung pada sel inang (Katzung, 1998). Menurut Campbell dan Ricee (2010), virus
tidak dapat melakukan aktivitas metabolisme di luar sel inang. Gelderblom (2015),
menyebutkan bahwa partikel virus secara utuh disebut virion yang terdiri dari kapsid yang
dibungkus oleh sebuah glikoprotein atau membran lipid. Fungsi utama virion adalah
sebagai pengantar genom DNA atau RNA ke dalam sel inang sehingga genom tersebut
dapat ditranskripsi.

Virus tidak digolongkan ke dalam makhluk hidup karena virus tidak bisa
melakukan aktivitas metabolisme sendiri. Virus menunjukkan gejala kehidupan saat
memasuki sel dan bergabung dengan materi genetik inang untuk melakukan proses
replikasi (Dupre dan Malley, 2009). Setiap siklus replikasi menghasilkan asam nukleat
dan mantel protein virus dalam jumlah yang banyak. Mantel protein virus bergabung
bersama-sama membentuk kapsid yang berfungsi membungkus dan menjaga stabilitas
asam nukleat virus terhadap lingkungan ekstraseluler. Fungsi lain yaitu untuk
mempermudah penempelan serta penetrasi virus terhadap sel baru yang dapat
dimasukinya. Infeksi virus terhadap sel inang yang dimasukinya dapat berefek ringan atau
bahkan tidak berefek sama sekali namun mungkin juga bisa membuat sel inang rusak atau
bahkan mati (Katzung, 1998).

b. Ukuran Virus

Virus memiliki ukuran yang sangat kecil, yaitu antara 25-300 nm (1 nm = 10-9
m). Virus yang berukuran paling kecil adalah virus polio (Poliovirus), yaitu hanya 25 nm.
Sedangkan virus yang berukuran paling besar adalah virus yang menyerang bakteri, yaitu
100 nm dan virus mozaik tembakau (TMV), yaitu 300 nm. Karena ukurannya yang sangat
kecil, virus hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron (Aryulina et al.,
2010).
c. Bentuk-bentuk Virus

Virus memiliki berbagai macam bentuk, yaitu bentuk bulat, oval, batang dan
huruf T. Contoh virus dengan bentuk bulat adalah virus Influenza dan virus penyebab
AIDS (Human immunodeficiency virus/HIV). Virus yang berbentuk oval misalnya virus
rabies. Virus yang berbentuk batang misalnya virus mosaik tembakau (Tobacco mozaic
virus/TMV). Virus yang berbentuk polihedral misalnya Adenovirus (penyebab penyakit
demam). Virus yang berbentuk T misalnya virus yang menyerang bakteri (Bakteriofag
atau disingkat fag) (Aryulina et al., 2010).

d. Struktur Virus

Virus tersusun dari asam nukleat dan selubung protein yang disebut kapsid. Virus
kompleks memiliki bagian yang disebut kepala dan ekor. Kepala virus kompleks
memiliki bentuk polihedral, sedangkan bagian ekor terdiri dari tiga struktur yaitu
selubung ekor, lempengan dasar, dan serabut ekor. Lempengan dasar dan serabut ekor
berfungsi untuk melekat pada sel yang diinfeksi. Contoh virus kompleks adalah virus
penyerang bakteri yang berbentuk huruf T (bakteriofag). Gabungan asam nukleat dan
kapsid disebut nukleokapsid. Pada beberapa virus, nukleokapsid diselubungi oleh
membran yang disebut sampul virus. Sampul virus tersusun dari lipid dan protein,
berfungsi membantu virus memasuki sel. Contoh virus yang memiliki sampul virus
adalah virus influenza. Virus yang tidak memiliki sampul virus disebut sebagai virus
telanjang (Aryulina et al., 2010). Sedangkan menurut Gelderblom et al., (2015) struktur
virus terdiri dari:

1. Kepala
Kepala virus berisi DNA, RNA dan diselubungi oleh kapsid. Kapsid tersusun
oleh satu unit protein yang disebut kapsomer.
2. Kapsid
Kapsid adalah lapisan pembungkus tubuh virus yang tersusun atas protein.
Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikar satu sama lain. Di dalam kapsid
berisi materi genetik/ molekul pembawa sifat keturunan yaitu DNA atau RNA. Virus
hanya memiliki satu asam nukleat saja yaitu hanya DNA atau RNA saja
3. Ekor
Serabut ekor adalah bagian yang berupa jarum dan berfungsi untuk
menempelkan tubuh virus pada sel inang. Struktur virus ada 2 macam yaitu virus
telanjang dan virus terselubung (bila terdapat selubung luar (envelope) yang terdiri
dari protein dan lipid). Ekor virus terdiri atas tabung bersumbat yang dilengkapi
benang atau serabut. Khusus untuk virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak
memiliki ekor.

e. Reproduksi Virus

Menurut Aryulina et al., (2010), virus menunjukan satu ciri kehidupan, yaitu
reproduksi. Namun, reproduksi virus hanya terjadi jika berada dalam sel organisme lain.
Dengan demikian, virus hanya dapat hidup secara parasit. Pada dasarnya reproduksi
virus terjadi melalui lima tahap, yaitu tahap pelekatan, penetrasi, replikasi, sintesis,
pematangan dan pelepasan .
1. Tahap pelekatan
Tahap pelekatan adalah saat partikel virus (virion) melekat pada sel yang
diinfeksi. Tempat pelekatan virus pada sel inang terjadi pada reseptor (protein khusus
pada membran plasma sel inang yang mengenali virus).
2. Tahap penetrasi
Tahap penetrasi adalah tahap virus atau materi genetik virus masuk ke dalam
sitoplasma sel inang.
3. Tahap replikasi dan sintesis
Tahap replikasi dan sintesis adalah tahap terjadinya perbanyakan partikel virus
di dalam sel inang. Sel inang akan dikendalikan oleh materi genetik dari virus
sehingga sel dapat membuat komponen virus, yaitu asam nukleat dan protein untuk
kapsid.
4. Tahap pematangan
Tahap pematangan adalah tahap penyusunan asam nukleat dan protein virus
menjadi partikel virus utuh.
5. Tahap pelepasan
Tahap pelepasan adalah tahap partikel virus keluar dari sel inang dengan
memecahkan sel tersebut.
f. Klasifikasi Virus

Menurut Aryulina et al., (2010) Berdasarkan jenis sel inangnya, virus


diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu virus bakteri, virus mikroorganisme
eukariot, virus tumbuhan, dan virus hewan termasuk manusia.
a. Virus yang menyerang bakteri (Bakteriofag)

Virus bakteri adalah virus yang sel inangnya adalah sel bakteri, virus bakteri
disebut juga dengan bakteriofage atau fage (latin, phage = memakan). Virus bakteri
mengandung bakteri genetic berupa DNA. Contoh virus bakteri adalah bakteriofage
T4 virus yang menyerang bakteri Escherichia coli. E. coli merupakan bakteri yang
hidup pada saluran pencernaan manusia.

b. Virus yang menyerang manusia

Ada berbagai jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, baik
itu penyakit yang tidak berbahaya sampai penyakit yang bisa mengakibatkan
kematian. Beberapa contoh virus yang menyebabkan penyakit bagi manusia adalah
adalah Influenza Virus, Human immunodeficiency virus, Hepatitis Delta Virus, Ebola
Virus, Measles Virus, Polio Virus, Mumps VirusHerpes Simplex Virus, Human
Papilloma virus.

c. Virus yang menyerang hewan

Selain menyerang manusia, virus juga dapat menyebabkan penyakit pada hewan.
Bahaya dan gejala virus memiliki tingkatan dan ciri masing-masing. Virus ini dapat
menyerang hewan ternak maupun hewan peliharaan. Beberapa contoh virus pada
hewan adalah Rous Sarkoma Virus (RSV), Bovine Papillo Mavirus, Virus Penyakit
Sapi, Newcastle Disease, virus Rabies.

d. Virus yang menyerang tumbuhan

Selain menyerang manusia dan hewan, virus juga dapat menyebabkan penyakit
pada tumbuhan. Ada lebih dari 2000 tipe penyakit virus pada tumbuhan (Campbell,
Reece, 2010). Virus pada tumbuhan ini biasanya menyebakan kerusakan pada
tumbuhan tersebut. Beberapa contoh virus pada tumbuhan adalah Tobacco Mozaic
Virus (TMV), Ciptrus Leprosis Virus (CiLV), Virus Tungro, Virus Tanaman Hias.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan:


1. Apa peran dan manfaat virus dalam bidang kesehatan?
2. Apa peran dan manfaat virus dalam bidang pertanian?
3. Apa peran dan manfaat virus dalam bidang industri?
4. Apa peran dan manfaat virus dalam bidang pendidikan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui peran dan manfaat virus dalam bidang kesehatan
2. Mengetahui dan manfaat virus dalam bidang pertanian
3. Mengetahui peran dan manfaat virus dalam bidang industri
4. Mengetahui dan manfaat virus dalam bidang pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
Kata virus di ambil dari latin virulae yang artinya menular atau virion yang
berarti racun. Kedua kata ini sama-sama merujuk pada sifat dasar virus yang mudah
menular dari satu sel ke sel yang lain serta bersifat racun karena dapat menghancurkan
sel inangnya. Karena hal tersebut, virus selalu dikaitkan dengan konotasi negatif yang
merugikan.Walaupun demikian, berkat kemajuan bioteknologi dan rekayasa genetika
virus dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang.

2.1 Manfaat Virus Dalam Bidang Kesehatan


Dalam bidang kesehatan, virus sering dimanfaatkan untuk berbagai alternatif
pengobatan.
a. Terapi Gen
Melalui biologi molekuler, virus dapat dimanfaatkan untuk terapi gen. Terapi
gen digunakan untuk memperbaiki gen-gen abnormal yang bertanggungjawab dalam
membawa suatu penyakit. Adeno virus adalah virus pertama yang dipelajari untuk
tujuan terapi gen. Virus tersebut diusulkan untuk digunakan sebagai vektor
pengiriman gen sekitar 20 tahun lalu. Adeno virus memiliki ukuran 35 kb dan
merupakan virus dengan DNA untai ganda (Butt dan Zaman et al., 2022). Wahyuni
dan Wirawan (2017) menyebutkan bahwa genom dari adeno virus dapat disatukan
dengan kromosom sel inangnya, misalnya sel kanker. Virus tersebut mampu
mengenali sel kanker dan dapat menyerang sel tersebut dengan cara menembakkan
gen baru yang telah dibawanya.
Terapi gen pertama kali dilakukan pada 14 September 1990 di USA yang
didesain untuk mengobati defisiensi adenosine deaminase (ADA). Transfer ex vivo
gen ADA ke dalam limfosit pembuluh darah tepi dan sel-sel progenitor sumsum tu-
lang belakang dari penderita severe combined immunodeficiency yang berkaitan
dengan defisi-ensi adenosine deaminase (ADA -SCID) menghasilkan perbaikan
imunitas selular dan humoral pada pasien yang ditangani (Ming, Y. 1996). Sejak saat
itu, telah dilakukan lebih dari 600 uji klinis dilakukan di seluruh dunia, dan lebih dari
4.000 pasien telah menerima terapi gen (Yoshida et al., 2004).
Para peneliti melihat potensi terapi gen untuk penanganan kanker, suatu
penyakit akibat abnormalitas regulasi dan ekspresi gen. Walaupun kemoterapi dan
radioterapi memperpanjang kemampuan bertahan hidup dan dapat mengobati kanker
pada beberapa kasus, namun kekurangan-kekurangannya pun banyak. Sel–sel target
kemoterapi adalah sel-sel yang berproliferasi, bukan sel-sel kanker secara spesifik.
Kemoterapi juga mempunyai efek samping sehingga dosis yang diperbolehkan
terbatas, dan pada sebagian besar tumor-tumor solid terjadi kekambuhan yang cepat
setelah terapi. Berbeda dari terapi konvensional, terapi gen untuk kanker menjanjikan
pengobatan yang spesifik terhadap kanker, efek toksik yang lebih sedikit dan potensi
yang lebih besar untuk sembuh. (Ming, Y. 1996).
Sejumlah gen yang juga digunakan untuk terapi gen kanker adalah gen-gen
yang berperan untuk menekan pertumbuhan tumor. Gen-gen penekan tumor berfungsi
mendesak sel untuk “bunuh diri” bila sel-sel telah berubah sifat menjadi kanker. Gen-
gen ini mengalami kerusakan pada berbagai tipe kanker sehingga para ilmuwan
berupaya mengganti gen-gen yang rusak tersebut dengan gen-gen yang sehat. Gen
yang pertama diidentifikasi mempunyai fungsi penekan tumor yaitu Rb yang
mengkode fosfoprotein p105Rb. P105Rb berperan penting dalam diferensiasi dan
replikasi sel-sel yang tidak berdiferensiasi. Mutasi pada gen Rb menyebabkan
retinoblastoma dan osteosarcoma. Hilangnya fungsi Rb berkaitan dengan karsinoma
paru, kandung kemih, prostat dan sejumlah kanker payudara. Introduksi alel normal
dari gen Rb pada sel-sel retinoblastoma dan osteosarcoma menghasilkan perubahan
pertumbuhan sel dan morfologi sel menjadi normal serta menekan tumorigenitas dari
sel-sel tersebut pada tikus (Ming, 1996)

b. Virus-directed enzyme prodrug therapy (VDEPT)


Virus-directed enzyme prodrug therapy (VDEPT) merupakan salah satu terapi
menggunakan virus untuk melawan kanker yaitu dengan cara transfeksi sel dengan
menggunakan enzim tertentu sebagai bioaktivator dalam pengobatan. Enzim yang
ditransfusikan dapat memetabolisme prodrug menjadi metabolit sitotoksik yang
menyebabkan kematian sel (Tychopoulos, Corcos et al., 2005).
VDEPT menggunakan strategi bunuh diri dalam melawan sel kanker, yaitu
pendekatan terapi dengan menyisipkan suatu gen yang membuat sel-sel kanker sangat
sensitif terhadap obat. Pada saat pasien diberi obat, obat tersebut hanya membunuh
sel-sel yang mengandung gen tersebut. Hal itu juga disebut kemosensitisasi. Strategi
bunuh diri melibatkan introduksi dari suatu gen yang mengkode enzim non mamalia
ke dalam sel-sel tumor, diikuti oleh pemberian dosis tinggi prodrug non toksik
sistemik. Enzim yang dipilih untuk tujuan ini mengkatalisis reaksi yang tidak terjadi
dalam sel-sel mamalia sehingga pro-drug non toksik dimetabolisme menjadi bentuk
toksik di dalam tubuh pasien. Ekspresi enzim itu dibatasi sehingga konversi prodrug
menjadi bentuk toksik hanya terjadi pada daerah tumor. Melalui cara ini, konsentrasi
tinggi dari obat kemoterapi hanya terbatas pada daerah tumor sehingga hanya
membunuh sel-sel tumor secara selektif tanpa residu toksisitas sistemik (Ming, 1996).

c. Pembuatan vaksin
Menurut Fuenmayor & Gradia, et al (2017), sebagian vaksin dapat berasal dari
virus yang dilemahkan atau dimatikan sehingga sifat patogenitasnya hilang yang
kemudian diberikan kepada individu untuk merangsang antibodi. Namun dalam
pembuatannya tetap beresiko karena sifat virus yang patogen. beberapa vaksin yang
dihasilkan oleh virus, yaitu:
1. Novavax nuxacovid dari Baculovirus untuk covid (Public Health Agency of
Canada, 2022)
2. OPV (Oral Polio Vaccine) untuk mencegah penyakit polio (Jehan dan Nisar et al.,
2013).
3. HBV (Hepatitis B Vaccine) untuk mencegah penyakit kuning (Cutts, Franceschi
et al., 2014)
4. MMR (Measles, Mumps, Rubella) untuk mencegah penyakit cacar air, gondong
dan campak jerman (Fedrizzia , Girondi et al., 2022).

d. Produksi interferon
Interferon merupakan jenis sitokin yang merupakan senyawa yang dapat
memberikan efek pleotropik (antivirus, antitumor dan immuno modulator) dan dapat
disintesis serta disekresikan oleh sebagian besar sel. Interferon dianggap sebagai
pertahanan pertama pada sistem imun dalam upaya menghilangkan patogen karena
sifatnya yang mengganggu proses replika virus (Razzuoli dan Armando et al., 2022).
Interferon merupakan antiviral antibiotik dengan spektrum lebar (Mims dan
White, 1984). Sifat antiviral dari IFN tidak virus spesifik. Interferon yang diinduksi
oleh paramyxovirus efektif terhadap togavirus.
2.1 Manfaat Virus Dalam Bidang Pertanian
Manfaat virus dalam bidang pertanian adalah sebagai biokontrol
(biopestisida). Agen biokontrol adalah cara efektif yang digunakan untuk mengurangi
hama dengan menggunakan musuh alami (Sanda dan Sanusi, 2014). Baculovirus
merupakan virus dsDNA yang dapat menghinfeksi serangga dan sejak tahun 1980
telah digunakan sebagai agen biokontrol. Selain karena aman, Baculovirus merupakan
patogen dari berbagai spesies seperti patogen yang sangat efektif dari beberapa hama
tanaman terpenting di dunia, seperti berbagai spesies Heliothis / Helicoverpa,
Spodoptera spp. dan Plutella xylostella (Wilson et al., 2020).
Baculovirus adalah entomopatogen yang berpotensi sebagai agen pengendali
hayati. Hal ini karena secara alami Baculovirus sering mengakibatkan epizootic dalam
populasi Lepidoptera, mempunyai virulensi yang tinggi, dan menginduksi infeksi
yang mematikan. Entomopatogen tersebut dipandang sebagai bioinsektisida yang
aman dan selektif di antara virus serangga lainnya karena terbatas untuk vertebrata.
Baculovirus digunakan di berbagai tempat untuk mengendalikan serangga hama,
terutama Lepidoptera. Aplikasinya adalah sebagai mikroba (Uhan, 2007).
Di Malaysia, dilaporkan ada beberapa Baculovirus yang sangat patogenik
terhadap P. xylostella (L.) dan C. pavonana. Uhan (1993) menemukan Baculovirus
yang dapat membunuh larva C. pavonana dari lapangan (pertanaman kubis di
Lembang). Hasil pengujian diawali dengan cara Postulat Koch yang menunjukkan
bahwa larva dan C. pavonana terserang virus. Baculovirus C. pavonana (BVCp)
tersebut mempunyai tingkat patogenisitas cukup tinggi di mana aplikasi pada hari
ketiga dapat menyebabkan mortalitas larva BVCp sebesar 50% dengan konsentrasi 20
larva terinfeksi BVCp per liter air.
Dalam penelitian Uhan (2007), terjadi kematian pada C. pavonana yang
diberi perlakuan BVCp. Hal tersebut dimungkinkan karena aktivitas virus telah
mempengaruhi sistem metabolisme tubuh larva C. pavonana dengan cara melepaskan
selubung protein dan virion yang selanjutnya menginfeksi sel-sel epitel usus tengah.
Virion-virion tersebut mengambil tempat dan proses ini terus berlanjut sehingga
terjadi cellysis (Maddox 1975). Hal ini terlihat pada larva C. pavonana yang mati
akibat terinfeksi oleh BVCp di mana larva menjadi sangat rapuh sehingga larva akan
mudah pecah dan mengeluarkan cairan kental berwarna keruh kecoklatan serta pada
akhirnya akan mengering dan berwarna kehitam-hitaman.
2.2 Manfaat Virus Dalam Bidang Industri
a. Antibakterial
Salah satu sifat virus adalah antibakterial. Selain dimanfaatkan dalam industri
vaksin, sifat antibakterial dari bakteri juga sering dimanfaatkan dalam industri
makanan. Menurut Sillankorva dan Oliveira et al., (2012), minat penggunakaan
senyawa antibakteri alami telah meningkat dibandingkan penggunaan senyawa
kimiawi dalam pengolahan industri pangan.
Bakteriofag merupakan virus yang menyerang bakteri. Target dari bakteriofag
sangat spesifik sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi patogen yang
menyebabkan penyakit (Hagens and Loessner, 2007). Menurut Thung, & Lee et al.,
(2018) bakteriofag lebih efektif menginfeksi bakteri dibandingkan dengan antibiotik.
Selain itu, mereka tidak beracun dan tidak mempengaruhi tumbuhan lain disekitarnya.
Perlakuan dengan fag spesifik dapat mencegah pembusukan produk dan penyebaran
penyakit yang disebabkan bakteri sehingga makanan lebih tahan lama dan akhirnya
menciptakan lingkungan yang aman dalam produksi, pemrosesan dan penanganan
dalam pengolahan produk pangan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan.
1. Pemanfaatan bakteriofag dalam pengendalian bakteri Salmonella sp.

Dalam artikel Fakultas Teknik Pertanian Universitas Brawijaya, dijelaskan


bahwa salah satu mikroba patogen yang menyebabkan keracunan makanan adalah
Salmonella sp. yang umum dijumpai dalam produk olahan ayam, daging ayam
mentah, telur ayam, kulit dan usus ayam. Penyakit yang ditimbulkan bakteri ini
disebut Salmonellosis.  Gejala yang ditumbulkan adalah mual, muntah, demam,
keram perut dan diare yang berlangsung selama 3-7 hari setelah terinfeksi. Diare
akut yang disebabkan oleh salmonellosis dapat menyebabkan dehidrasi hingga
mengharuskan penderita dibawa ke rumah sakit. Pada kasus parah, infeksi
salmonella dapat menyebar ke usus, aliran darah, serta bagian tubuh lainnya hingga
dapat menyebabkankan kematian jika penanganan tidak dilakukan secara cepat dan
tepat.

Terjadinya kontaminani Salmonella sp. pada ayam disebabkan oleh


kurangnya sanitasi saat penyembelihan dan tidak higenisnya penanganan ayam
pasca penyembelihan. Permintaan daging ayam sendiri terus meningkat terutama di
Indonesia. Tercatat permintaan per kapita daging ayam ras dan buras di tahun 2012
sebesar 4,015 kg/kapita/tahun hingga menjadi 4,914 kg/kapita/tahun di tahun 2015.
Namun, pengoalahan ayam pasca panen masih kurang memadai terutama di
industri kecil dan menengah. Hal ini dapat meningkatkan kasus foodborne disease.

Selama ini pencegahan foodborne disease dilakukan dengan pemberian


antibiotik dan bahan pengawet buatan. Pemberian antibiotik secara terus menerus
dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen sehingga harus dilakukan
peningkatan dosis antibiotik. Konsumsi antibiotik yang dilakukan terus menerus
dalam dosis tinggi dapat menimbulkan gangguan kesehatan dalam jangka panjang
seperti kerusakan hati dan ginjal. Sehingga dalam kasus seperti ini perlu adanya
alternatif lain untuk pencegahan foodborne diseases.

Bakteriofag dapat dijadikan salah satu alternatif pencegahan foodborne


diseases yang efektif dan tanpa efek samping berbahaya. Bakteriofag merupakan
salah satu jenis virus yang dapat membunuh bakteri. Virus ini mengandung DNA
atau RNA dan protein reseptor spesifik yang cocok pada target bakteri inang
sihingga kerja bakteriofag sangatlah spesifik. . Penggunaan bakteriofag yang dapat
melisikan bakteri patogen saja akan menguntungkan karena tidak terganggunya
bakteri baik dalam makanan.

Penggunaan bakteriofag merupakan salah satu alternatif dalam


pengendalian Salmonella Typhi. Pengobatan infeksi Salmonella Typhi biasanya
menggunakan beberapa antibiotik seperti ampicillin, chloramphenicol dan
trimethoprim– sulfamethoxazole. Namun, Salmonella Typhi menjadi resisten pada
salah satu atau lebih dari satu antibiotik tersebut (Eng et al, 2015). Selain itu,
penggunaan antibiotika dapat meninggalkan residu dalam bahan pangan yang
sering ditemukan pada produk hasil peternakan (Sonderholm, 2008).

Hasil penelitian Jatmiko et al., (2018) mengenai pemberian isolat


bakteriofage B2-St, SL3-St, S2-St kepada Salmonella Typhi. Pemberian
bakteriofage menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel Salmonella Typhi
akibat lisis oleh aktivitas litik bakteriofage dalam waktu tertentu. Bakteriofage B2-
St merupakan fage terbaik karena dapat menurunkan jumlah sel Salmonella Typhi
terendah dengan rata-rata 9,5 x 106 sel/mL (Gambar 2). Penurunan jumlah sel
Salmonella Typhi menunjukkan nilai yang signifikan pada jam ke-2 dengan
perlakuan bakteriofage B2-St (9,3 x 106 sel/mL), sedangkan perlakuan
bakteriofage SL3-St dan S2-St dapat menurunkan jumlah sel Salmonella Typhi
signifikan hanya pada jam ke-0 setelah pemberian bakteriofage.

2. Pemanfaatan bakteriofag dalam pengendalian E.coli penyebab biofilm


Dalam perindustrian pangan, biofilm menjadi suatu masalah yang utama,
beberapa jenis bakteri patogen datau pembusuk mampu menempel dan membentuk
biofilm di peralatan industri maupun bahan baku. Hal tersebut menjadikan
kontaminasi sehingga produk yang dihasilkan diragukan keamanannya, contohnya
dalam industry pangan susu, brewing, produk segar, dan industri daging.
Pada awalnya dunia industri pangan menggunakan bahan kimia sanitizer,
namun hal ini berpotensi masuknya residu sanitizer ke dalam produk. Maka dari
masalah tersebut perlunya mencari alternative yang lebih aman dalam mengontrol
biofilm. Salah satu alternatif adalah menggunakan bakteriofag yang mampu
melisiskan bakteri berbentuk biofilm. Contoh dari penggunaan bakteriofag bisa
dilihat pada penelitian “Isolasi bakteriofag Escherichia coli dari system distribusi
air minum isi ulang sebagai antibiofilm”.
Dalam penelitian saefunida, at al (2016) bakteriofag E. coli diisolasi dari
system distribusi air minum isi ulang dan menguji aktifitas antibiofilm. Isolasi
E.coli dilakukan dengan dua metode yaitu spread plate dan filtreasi. Hasil dari
penelitian menyebutkan bahwa penggunaan bakteriofag coli-proteus dan T4 secara
efektif mampu menghambat dan melisiskan biofilm E. coli. Hal ini menunjukkan
bahwa bakteriofag E.coli dapat dijadikan sebagai alternative antibiofilm.

2.3 Manfaat Virus Dalam Bidang Pendidikan


Dalam bidang pendidikan dipelajari mengenai berbagai macam yang
berhubungan dengan virus, misalnya klasifikasi virus, mekanisme reproduksi virus dan
jenis-jenis virus yang merugikan maupun yang menguntungkan. Virus kemudian dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian yang dapat memberi salah satu manfaat teoritis, yaitu
menambah wawasan dan memberikan informasi mengenai berbagai jenis virus yang
kemudian dapat dijadikan sumber informasi bagi masyarakat maupun tenaga kesehatan
yang berguna untuk menekan penyebaran virus.
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Peran dan manfaat virus dalam bidang kesehatan yaitu untuk terapi gen, Virus-
directed enzyme prodrug therapy (VDEPT), pembuatan vaksin, pembuatan interferon
dan bakteriofag.

2. Peran dan manfaat virus dalam bidang pertanian yaitu untuk agen biokontrol atau
biopestisida.

3. Peran dan manfaat virus dalam bidang industri yaitu sebagai antibakterial.

4. Peran dan manfaat virus dalam bidang pendidikan yaitu untuk bahan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, Diah. Muslim, Choirul. Manaf, Syalfinaf, 2010. Biology 1B. Erlangga, Jakarta.
Butt, M.H., Zaman M, et al., 2022. Appraisal for the Potential of Viral and Nonviral Vectors
in Gene Therapy: A Review. Genes 2022 13 (1370): 1-27.
Campbell, N.A. & J. B. Reece, 2010. Biologi, Edisi Kedelapan Jilid 3 Terjemahan: Damaring
Tyas Wulandari. Erlangga, Jakarta.
Cutts, F.T.,Goldie S.F, 2007. Human papillomavirus and HPV vaccines: a review. Bulletin of
the World Health Organization 85 (9): 719-725.
Dupre, J., Malley, M.A.O, 2009. Varieties of Living Things : Life at the Intersection of
Lineageand Metabolism. May, 1–25.
Eng, S. K., Pusparajah, P., Ab Mutalib, N. S., Ser, H. L., Chan, K. G. & Lee, L.H. (2015).
Salmonella: A Review on Pathogenesis, Epidemiology and Antibiotic Resistance.
Frontiers in Life Science, 8(3), 284-293
Fedrizzi,E.N., Girondi J.B.R et al., 2021. Efficacy Of The Measles-Mumps-Rubella (MMR)
Vaccine In The Reducing The Severity Of Covid-19: An Interim Analysis Of A
Randomised Controlled Clinical Trial: 1-36
Fuenmayor, J., Godia et al., 2017. Production of virus-like particles for vaccines. New
Biotechnology 39:174–180.
Gelderblom, Hans R, 2015. Structure and Classification of Viruses.
https://www.researchgate.net/publication/50410801 (diunduh 26 Agustus 2022).
Jehan F, Nisar M.I et al., 2017. Oral polio vaccine plus inactivated polio vaccine versus oral
polio vaccine alone for reducing polio in children under two years of age (Protocol).
Wiley: 1-11.
Hagens, S, Loessner M.J, 2007. Applicationof bacteriophages for detection and control of
foodborne pathogens. Appl.Microbiol. Biotechnol. 76(3):513-522.
Katzung, G. Bertram, 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi keenam. EGC, Jakarta.
Jatmiko, T.Y.D, Purwanto A.P, Ardyati T, 2018. Uji Aktivitas Bakteriofage Litik Dari
Limbah Rumah Tangga Terhadap Salmonella. Jurnal Biodjati, 3 (2) 2018
Http://Journal.Uinsgd.Ac.Id/Index.Php/Biodjati.
Ming, Y, 1996. Advances in Cancer Gene Therapy.
Public Health Agency of Canada. 2022. An Advisory Committee Statement (ACS) National
Advisory Committee on Immunization (NACI); 1-23.
Razzuoli, E., Armando F, 2022. The Swine IFN System in Viral Infections: Major Advances
and Translational Prospects. Pathogens 11 (175): 1-33.
Saefunida, D.S., et al., 2016. Isolasi bakteriofag Escherichia coli dari system distribusi air
minum isi ulang sebagai antibiofilm. Jurnal biologi 5(2): 68-75
Sanda. N.B, Sanusi M, 2014. Fundamentals Of Biological Control Of Pests. Ijcbs Review
Paper 1 (6): 1-11
Sonderholm, J, 2008. Use of Antibiotic in Food Animals. http://www. Keepan
tibioticsworking.com/new/indepth_keyevid.cfm.
Sillankorva, S.M., Oliveira H, Azeredo J, 2012. Bacteriophages and Their Role in Food
Safety. International Journal of Microbiology 2012: 1-13
Thung, T.Y.,Lee E, et al., 2018. Bacteriophages and their applications. Food Research 2 (5) :
404 – 414.
Tychopoulos, M., Corcos et al., 2005. A virus-directed enzyme prodrug therapy (VDEPT)
strategy for lung cancer using a CYP2B6/NADPH-cytochrome P450 reductase fusion
protein. Cancer Gene Therapy 12: 497–508.
Uhan, T. S. 1993. Kehilangan Hasil Panen Kubis Karena Ulat Krop Kubis Crocidolomia
binotalis Zell.) dan Cara Pengendaliannya. J-Hort, 3:22-26.
Uhan, T.S, 2007. Efikasi Ekstrak Kasar Baculovirus Crocidolomia pavonana terhadap Ulat
Krops Kubis di Rumah Kaca. J. Hort, 17(3):253-260, 2007
Wahyuni, Wirawan H.P, 2017. Mikrobiologi Molekuler Pemanfaatan dan Peningkatan Kualitas
Hidup Manusia. Diagnosa Veteriner 16 (2): 1-24.
Wilson, K.,Grzywacz D, 2020. A novel formulation technology for baculoviruses protects
biopesticide from degradationby ultraviolet radiation. Scientific Reports: 1-10.
Yoshida, J., Mizuno, M. & Wakabayshi. 2004. Interferon-β Gene Therapy for Cancer: Basic
Research to Clinical Application.
https://tp.ub.ac.id/pemanfaatan-bakteriofag-sebagai-pencegah-keracunan-makanan/

Anda mungkin juga menyukai