Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KEGIATAN KINERJA EKSTERNAL PUSKESMAS

Nama kegiatan : Homevisite


Tempat : Desa Kemuning, Kresek
Tanggal : 20 Oktober dan 26 Oktober 2017

Deskripsi Kegiatan :
Pada hari tanggal 20 Oktober 2017 sekitar pukul 07.45 kami telah
berkumpul di Puskesmas Kresek. Kami mengikuti kegiatan pelayanan seperti
biasa. Pada pukul 08.30 WIB kami diberitahukan oleh Pak Sofian selaku petugas
surveilans puskesmas Kresek dan Pak Haji selaku pemegang program imunisasi
puskesmas Kresek bahwa terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di Desa
Kemuning, Kecamatan Kresek. Kami sekelompok berinisiatif untuk ikut
melakukan home visite bersama petugas puskesmas. Dikatakan bahwa pasien An P
saat itu sedang dirawat di ruang isolasi RS Annisa, Tangerang dan belum
ditegakkan diagnosis difteri karena hasil swab tenggorokan belum ada. Laporan
kejadian di KLB didapatkan dari seorang bidan desa yang bernama bidan Romlah
yang memiliki tempat praktek disekitar rumah pasien. Kemudian kami meminta
izin kepada dr. Grace, selaku pembimbing kami di puskesmas dan beliau
memberikan pengarahan singkat mengenai difteri.
Selanjutnya sekitar pukul 09.00 WIB kami sampai di rumah pasien yang
beralamatkan di Kp Tonjong rt 05 rw 02 no 29, Desa Kemuning, Kecamatan
Kresek. Lokasi rumah pasien kurang lebih berjarak 5 km dari puskesmas. Kami
pergi bersama Pak Sofian, Pak Haji dan Bidan Romlah menggunakan mobil
ambulans puskesmas. Kami di sambut oleh Tn P, ayah pasien dan Ny A, kaka ibu
pasien yang tinggal bersebelahan dengan rumah pasien.
Selanjutnya kami melakukan wawancara singkat mengenai riwayat penyakit
An P dan mengenai keadaan rumah dan keluarga pasien. Kami menayakan
mengena keluhan serupa yang mungkin dialami keluarga selain An P. Menurut Ny
A, anak beliau yang bernama An S juga mengalami demam, nyeri tenggorokan
dan batuk pilek. Kemudian kami melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
kepada pasien. Dari hasil anamnesis didapatkan An.S, perempuan, 12 tahun
dengan keluhan utama nyeri tenggorokan sejak 1 minggu sebelum pemeriksaan
nyeri di rasakan terutama saat menelan. Keluhan disertai demam, batuk, lemah dan
nafsu makan menurun. Demam dirasakan sejak satu minggu tidak terlalu, naik
turun, turun dengan pemberian obat panas, suhu saat demam tidak di ukur.
Keluhan batuk disertai dahak warna putih dirasakan terus menerus. Keluhan
disertai lemas seluruh tubuh dan penurunan nafsu makan.
An.S sudah melakukan pengobatan ke klinik dekat rumah diberikan obat
berupa alpara (paracetamol, phenylpropanolamine, CTM, dextromethorphan),
dexamethasone dan amoksisilin. OS mengaku dengan pemberian obat tersebut
demam dirasakan turun namun keluhan badan tetap lemas dan nyeri tenggorokan
masih dirasakan. Riwayat keluhan serupa 3 bulan yang lalu berupa demam, nyeri
tenggorokan, batuk dan pilek namun tidak separah keluhan saat ini.
Menurut Ny A, ibu pasien riwayat imunisasi pasien lengkap namun buku
imunisasi sudah hilang. Keluarga khawatir OS mengalami penyakit yang sama
dengan saudaranya. Tn P dan Ny A mengatakan takut An P dan An S akan
dikucilkan oleh teman-temannya atau dikeluarkan dari sekolah karena mengalami
sakit tersebut dan berharap dapat segera sembuh agar dapat kembali bersekolah.
Pada pemeriksaan fisik generalis ditemukan hidung: sekeret +, edema konka +/+.
Faring: uvula terdorong ke arah kiri, arcus faring hiperemis. Tonsil : ukuran
T3/T2, kripta melebar, terdapat detritus, terdapat pseudomembran berwarna
keputihan Leher:KGB submandibula sinistra membesar. Kami tidak dapat
mengevaluasi apakah pseudomembran mudah berdarah atau tidak karena kami
tidak membawa swab alkohol. Kami juga tidak melakukan swab tenggorok.
Dari anamnsis dan pemeriksaan fisik yang kami lakukan, kami
menyimpulkan bahwa kemungkinan An S juga mengalami difteri dan
memberitahukan keluarga dan petugas puskesmas. Kemudian petugas puskesmas
memberitahukan bahwa An.S harus segera dirawat di rumah sakit, dan sebaiknya
rumah sakit yang dituju memiliki perawatan isolasi karena difteri sangat menular
hingga dapat mengakibatkan kematian.
Selanjutnya kami pun melakukan skrining pemeriksaan fisik tenggorok
kepada seluruh keluarga. Kami tidak melakukan swab tenggorok karena
ketidaktersediaan alat. Setelah itu, kami menanyakan beberapa hal mengenai
keluarga pasien dan lingkungan rumah pasien. Setelah dirasa cukup, kami pamit
kepada keluarga pasien untuk kembali ke Puskesmas Kresek dan petugas
puskesmas akan ke Dinas Kesehatan untuk melaporkan kejadian KB difteri di
wilayath Kresek. Kami juga mengingatkan kembali bahwa An S harus segera
dibawa ke rumah sakit. Malamnya kami diberitahu bahwa An.S telah masuk ke
ruang isolasi RSU Kabupaten Tangerang. Esoknya akan dilakukan swab tenggorok
kepada keluarga pasien, tetangga sekitar lingkungan rumah pasien dan teman-
teman sekolah pasien. Semua keluarga pasien juga diberikan masker dan obat
eritromisin sebagai profilaksis difteri.
Dari homevisit kami dapatkan data bahwa lingkungan rumah pasien
berjauhan. Rumah pasien merupakan rumah permanen yang dibangun sejak 15
tahun yang lalu dan sudah direnovasi 1 kali. Perbandingan luas jendela/ lantai di
ruang tidur pada sebagian kamar < 20% dan jendela sangat jarang dibuka karena
menurut Ny A hewan seperti kucing dan ayam seringkali masuk kedalam rumah
jika jendela dibuka. Pencahayaan di dalam rumah kurang. Rumah berisikan
perabotan keluarga yang ditata tidak teratur. Banyak baju digantung didalam
kamar, gorden dibiarkan menutupi jendela dan menggantung di ruang tamu.
Kamar mandi dan WC terletak bersebelahan dapur dan disekat dengan tembok
hingga atap. Didapur terdapat beberapa perabotan dapur serta jemuran baju.
Halaman depan rumah berukuran 5 x 7 m yang terdapat beberapa pohon. Pada sisi
kanan rumah terdapat tali untuk menjemur pakaian langsung terkena sinar
matahari serta terdapat 2 kandang ayam yang berisi 2 ayam. Dibelakang rumah
terdapat tempat sampah yang langsung dilakukan pembakaran tiap harinya. Kami
juga mengambil dokumentasi keadaan rumah pasien.
Pada tanggal 26 Oktober 2017 kami melakukan homevisite kedua ke rumah
An. S yang bertujuan untuk melengkapi pengisian berkas keluarga dan menilai
permasalahan yang ada dalam keluarga. Pada homevisit kedua kami bertemu
dengan Ny A (ibu pasien), Nn U (kakak pertama pasien) dan Nn A (tante pasien).
Kami mengambil dokumentasi keadaan dalam rumah pasien yang belum kami
ambil dengan sebelumnya meminta izin kepada Ny A. Masalah dalam keluarga
yang kami temukan pada homevisit kedua yaitu: paasien menderita tonsilitis
difteri, penggunaan alat mandi bersama satu keluarga seperti handuk dan sikat
gigi, rumah yang tidak bersih dan rapih, pencahayaan dan ventilasi rumah yang
kurang dan ayah yang tidak bekerja dengan penghasilan lebih kurang Rp.
1.000.000 tiap bulan.
Setelah dirasa cukup, siangnya kami pergi ke RSU Kabupaten Tangerang
untuk menjenguk pasien dan bertemu dengan Tn S sebagai ayah pasien. Dari
rekam medis pasien di rumah sakit kami menemukan bahwa hasil apusan
tenggorok OS memberikan gambaran Corrynebacterium sp dan EKG pasien
menggambarkan VES quadrigemini, T inversi v1-v2, poor R wave progression
dengan susp miokarditis dan pasien direncanakan monitoring jantung dalam 3x24
jam.
Setelah kembali ke puskesmas, kami mendiskusikan hasil homevisit. Dari
masalah-masalah selama homevisit yang telah dipaparakn diatas kami
menyimpulkan rencana pemeliharaan kesehatan kepada keluarga pasien yaitu:
REFLEKSI LAPORAN KEGIATAN KINERJA EKSTERNAL PUSKESMAS
(PUSLING)

Refleksi perbedaan antara teori dan praktek yang dilakukan


Saya baru kali ini melakukan homevisite untuk menggali informasi
mengenai pasien lebih dalam sehingga hal ini merupakan hal baru bagi saya.
Dokter keluarga seharusnya meluhat pasien sebagai individu tersendiri juga
sebagai bagian dari suatu komunitas seperti keluarga atau seorang warga dimana
pasien tinggal. Pada homevisit dapat kita dapatkan bukan hanya mengenai
penegakkan diagnosis pasien namun juga faktor resiko yang dimiliki pasien dan
hal- hal yang mendukung serta memperberat penanganan yang kita berikan kepada
pasien. Selian itu hal yang dapat dievaluasi adalah dampak kesehatan pasien
terhadap keluarganya dan lingkungan sekitarnya terutama penyakit menular seperti
pada homevisit kali ini.
Hal yang menurut saya sudah kami lakukan dengan benar adalah sebelum
melakukan homevisit kami terlebih dahulu mempelajari mengenai difteri,
mengenai penyakit, cara penularan, upaya pencegahan penularan, tanda dan gejala
penyakit serta penanganan dan profilaksis penyakit sehingga kami dapat
melakukan homevisite dengan menyeluruh. Kami juga melakukan skrining
pemeriksaan tenggorok kepada keluarga pasien untuk menggali apakah terdapat
pasien difteri lain. Kami juga melakukan homevisit dan menggali informasi
mengenai keadaan keluarga pasien dan rumah serta lingkungan tempat tinggal
pasien untuk menggali masalah kesehatan keluarga pada pasien. Kami
mengkonsumsi obat profilaksis difteri berupa eritromisin setelah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien. Kami juga melakukan edukasi kepada keluarga
mengenai penyakit An.S dan penanganan selanjutnya untuk dirawat di ruang
isolasi RS serta edukasi kepada keluarga untuk menggunakna masker sebagai
upaya pencegahan penyakit. Kami sudah mengevalusai faktor resiko difteri pada
pasien dengan menanyakan riwayat imunisasi, namun tidak ada bukti yang cukup
kuat yang dapat menunjukan riwayat imunisasi pasien karena hilangnya buku
catatan imunisasi. Kami juga mempersiapkan berkas keluarga yang akan
dilengkapi pada homevisit keduadan menentukan masalah-masalah yang ada pada
keluarga pasien.
Homevisite merupakan interaksi yang dilakukan dirumah untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan indiividu/ keluarga termasuk pada keluarga
dengan penyakit terminal. UU praktik kedokteran no 28 tahun 2004, permenkes
512 tentang pelaksanaan izin praktek dokter, permenkes No 28/ 2011 tentang izin
klinik dan Kepmenkes 128/2004 tentang kebijakan pelayanan kesehatan primer
digunan sebagai dasar hukum kegiatan homevisite. Secara umum tujuan home
visit adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya, tindakan promotif preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif dengan sasaran individu, keluarga dan kelompok masyarakat dengan
priorias sasaran rawan terhadap masalah kesehatan. Homevisit juga berguna untuk
meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien dan keluarga, meningkatkan
hubungan dokter pasien dan keluarga, menjamin terjaminnya kebutuhan dan
tuntuan kesehatan pasien dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pasien atau
meningkatkan kepuasan pasien. 1,2
Dalam kunjungan rumah terdapat 5 fase yakni: preplanning, initiation,
implementation, termination dan post home visit. Dalam preplanning diperlukan
identifikasi sasaran keluarga, tujuan kunjungan yang jelas, klarifikasi sumber
rujukan, sharing informasi tentang tujuan kunjungan, mengetahui kondisi keluarga
yang dikujungi termasuk kasus yang spesifik, menyusun rencana kegiatan dan
waktu pelaksanaan kunjungan, memilki data/ informasi sekunder terkait,
menyiapkan instrumen yang dibutuhkan, menyiapkan format anamnesa sesuai
kebutuhan, menyediakan media terkait kegiatan, memiliki rasa percaya diri yang
tinggi. Tahap insiasi yaitu perkenalan dengan keluarga, informasi tentang asal
institusi, menjelaskan tujuan kunjungan, diskusi tentang kesediaan keluarga,
melakukan review rujukan dan data keluarga. Tahap implementasi yaitu tetap
membina hubungan saling percaya, identifikasi anggota keluarga serumah,
melakukan pengkajian hingga evaluasi, mendiskusikan kemungkinan kolaborasi
atau rujukan ke yankes terdekat, memberikan rasa nyaman bagi keluarga. Tahap
terminasi yaitu merangkum kegiatan kunjungan, mereview kembali hasil
kujungan, mendiskusikan rencana tindak lanjut, tekankan hal penting yang harus
diketahui keluarga, meninggalkan nama dan telfon yang dapat dihubungi sewaktu-
waktu dan menegosiasikan kunjungan ulang. Tahap paska kunjungan dilakukan
pengembalian instrumen, mereview kegiatan, membuat laporan kunjungan dan
koordinasi dengan pihak terkait. Selain itu dilakuakan perumusan evaluasi,
rencana tindak lanjut dan dokumentasi aktivitas kunjungan. 2,3
Terdapat ketidaksesuaian antara teori dan fakta dilapangan antara lain: kami
tidak menyusun rencana kegiatan dan waktu pelaksaan seperti pada tahap
preplanning karena pemberitahuan melakukan home visit yang mendadak.
Setelah melakukan homevisit pertama pihak puskesmas juga tidak menjadwalkan
kapan homevisit kedua. Beberapa tahapan homevisit berdasarkan teori kami
lakukan dalam satu tahap kunjungan.

Nilai agama dan profesionalisme yang terkait dengan kasus


Seorang dokter sebagai care provider harus memiliki kemampuan odalam
membina hubungan dengan pasien dan keluarga pasien sehingga pelayanan
kesehatan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan optimal. Pembinaan
hubungan dengan keluarga pasien harus dimiliki seorang dokter sebagai
communicator. Kegiatan homevisit juga menumbuhkan sikap peduli kepada pasien
secara keseluruhan.
Sebagai seorang muslim sudah menjadi keharusan untuk saling membantu
dalam kebaikan seperti yang dijelaskan dalam Al Quran surat Al Ashr ayat 1-3
yang artinya “1. Demi massa 2. Sesungguhnya manusia itu benar – banar berada
dalam kerugian 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran” (surat Al Ashr ayat 1-3). Rosulullah juga
menjelaskan perihal kewajiban tolong menolong sesama muslim dalam hadits
yang artinya “Barang siapa yang mencukupi kebutuhan saudaraanya, niscaya
Allah akan memenuhi kebutuhannya, dan barang siapa yang melepaskan satu
kesusahan yang dialami oleh seorang muslim, maka allah akan
menghindarkannya dari satu kesusahan di hari kiamat” (HR. Muslim). 4

Hal yang perlu dipelajari lebih lanjut


Saya masih harus belajar bagaimana melakukan homevisite dengan baik
dimulai dari persiapa yang baik diikuti dengan setiap tahapan homevisit sehingga
tujuan homevisit terpenuhi dengan baik. Saya juga harus belajar untuk
berkomunikasi dengan baik demi membina hubungan yang baik dengan petugas
kesehatan yang lain dan keluarga pasien. Saya juga haru belajar untuk menentukan
prioritas masalah keluarga pasien dan pemecahan masalah serta cara
menerapkannya kepada keluarga pasien.

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Allan H., Lawren A. May, Alber G Muller JR. 1995. Primary Care
Medicine. JB. Lipincott Company.
2. Azwar, A. 1999. Pemanfaatan Dokter Keluarga dalam Pelayanan
Kesehatan Indonesia. Disampaikan pada Semiloka Standarisasi Pelayanan dan
Pelatihan Dokter Keluarga. Jakarta : PB IDI.
3. Murti B, Hadianto SB, Herlambang G. Keterampialn Kedokteran
Keluarga : Kunjungan Pasien di Rumah (Home Visit). Modul Field Lab. FK UNS.
2011
4. Al Quran dan terjemahnya
Feedback dari Pembimbing KPKM:

Feedback dari Pembimbing Kampus :

Nama ................................................ TTD .............


Mahasiswa ............
TTD .............
Nama ................................................ ............
Pembimbing
................................................ TTD .............
............
LAMPIRAN
KOPI REKAM MEDIS
 Nama :An. S
 Usia : 12 tahun
 Alamat : Kp. Kresek RT 2 no 5
ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien pada tanggal 20 Oktober 2017
Keluhan utama
Nyeri tenggorokan sejak 1 minggu sebelum pemeriksaan
Keluhan Tambahan
Demam, batuk, lemah
Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 minggu sebelum pemeriksaa pasien mengeluh nyeri tenggorokan terutama saat
menelan. Keluhan disertai demam tidak terlalu tinggi, naik turun, turun dengan obat turun
panas, suhu saat demam tidak di ukur. Keluhan batuk disertai dahak warna putih terus
menerus. Keluhan suara serak atau pilek disangkal. Pasien mengeluh lemas seluruh badan
dan nafsu makan menurun. Keluhan sesak napas disangkal. Pasien sudah berobat ke klinik
diberi alpara, dexamethasone dan antibiotik dan mengaku setelah pemberian obat keluhan
sedikit membaik demam turun, namun keluhan lemas dan tenggorokan nyeri masih ada.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien sering mengalami batuk dan pilek serta demam seperti ini, 3 bulan yang lalu pasien
juga mengeluh penyakit yang sama namun tidak separah sekarang. Riwayat perawatan di
rumah sakit sebelumnya di sangkal, riwayat berpergian dalam 2 minggu terakhir di sangkal,
tidak ada obat-obatan yang rutin diminum oleh pasien, riwayat operasi sebelumnya
disangkal. Riwayat alergi dan asma disangkal
Riwayat imunisasi: menurut keluarga imunisasi pasien lengkap

Riwayat keluarga:
Saudara pasien yang tinggal disebelah rumah pasien mengalami keluhan yang sama. Saat ini
saudara pasien sedang dirawat di RS Annisa, dikatakan mengalami difteri. Tante pasien yang
menunggui saudara pasien di rumah sakit mengaku tidak enak badan, dan mengalami
keluhan serupa dengan pasien sejak satu hari yang lalu.

9
Keluarga khawatir pasien mengalami penyakit yang sama dengan saudaranya, keluarga takut
pasien akan dikeluarkan dari sekolah dan dikucilkan oleh teman-temannya. keluarga
berharap pasien dapat sembuh dan segera dapat kembali sekolah.
Data rumah:
 Kepemilikan rumah : milik sendiri
 Kondisi rumah : kotor, ventilasi kurang, pencahayaan kurang, air bersih
 Lingkungan : padat penduduk
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda vital :
 Nadi : 96 x/ menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 37,1 C
Antropometri :
 BB : 39 kg
 TB : 152 cm
Status Nutrisi :
 BB/U : 44/ 42,5 X 100 = 103 %
 TB/U : 152/ 152 X 100 = 100 %
 BB/TB : 44/ 42,5 X 100 = 103 %
Pemeriksaan sistem
Kepala:
 Ukuran : normosefali
 Rambut dan kulit kepala: hitam, distribusi normal. tidak mudah dicabut
 Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
 Telinga : normotia, sekret -/-, semen -/-, hiperemis -/-
 Hidung : deviasi -, pernapasan cuping hidung -, sekeret +, edema konka +/+
 Bibir : kering
 Gigi : karies dentis –
 Mulut : mukosa lembab, stomatis -, sianosis -, koplik spot –
 Lidah : mukosa lembab, bersih, tremor –

10
 Faring : uvula terdorong ke arah kiri, arcus faring hiperemis, detritus –
 Tonsil : ukuran T3/T3, kripta melebar, detritus +, selaput putih (+).
Leher : KGB submandibula sinistra membesar, bull neck (-), penggunaan m.
sternocleidomastoideus (-)
Thorax :
 Dinding dada : Retraksi intekostae –
 Paru :
o Inspeksi : retraksi epigastrium -, simetris statis dan dinamis
o Palpasi : vokal fremitus +/+
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Jantung :
 Inspeksi : ictus cordis tidak dapat dinilai
 Palpation : ictus cordis ICS V MCS
 Percussion :
o Batas jantung kanan : ICS IV PSD
o Batas jantung kri : ICS V MCS
o Pinggang jantung : ICS III PSS
 Auscultasi : S1S2 regular, murmur -, gallop –
Abdomen:
 Inspeksi : supel
 Auscultasi : bising usus + normal
 Palpation : nyeri tekan -, hepar dan lien tidak dapat dinilai
 Percussion : timpani
 Lainnya : balotemen -./-, CVA -/-
Genitalia : tidak dinilai
Ekstremitas : hangat , oedema -/-/-/-, CRT < 2s, normal ROM
Vertebrae : deformity -, kyphosis -, scoliosis -, lordosis -, gibbus –
Kulit : cyanosis -, icteric -, petechi –
Pemeriksaan neurologis :
 Refleks Fisiologis :
o Brachioradialis : +2/+2

11
o Biceps : +2/+2
o Triceps : +2/+2
o Patella : +2/+2
o Achilles : +2/+2
 Refleks Patologis :-

 Motorik :5555 5555


5555 5555
 Tanda rangsang meningeal : -

DIAGNOSIS HOLISTIK

 Aspek Personal: nyeri tenggorokan, demam, batuk, dan lemah. Keluarga khawatir
pasien mengalami penyakit yang sama dengan saudaranya, takut pasien akan
dikeluarkan dari sekolah dan dikucilkan oleh teman-temannya. keluarga berharap
pasien dapat sembuh dan segera dapat kembali sekolah.
 Diagnosis klinis: susp. tonsilitis difteri /dd tonsilitis membranosa
 Aspek internal: perempuan, 12 tahun, riwayat imunisasi tidak diketahui, riwayat
infeksi tenggorok berulang
 Aspek eksternal : Saudara pasien difteri. Tante paseien mengalami keluhan serupa.
Pasien keluarga tidak mampu, tingkat pendidikan orang tua rendah, Kondisi rumah
kotor, ventilasi kurang, pencahayaan kurang baik, lingkungan padat penduduk
 Skala fungsional: Skala 4

PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa
Pasien dirujuk ke rumah sakit dengan ruang perawatan isolasi
Rujuk dokter anak dan dokter jantung
Anjuran biakan hapusan tenggorok pada media loeffer dan uji schick
Pelaporan ke dinas kabupaten tangerang

Pengobatan kontak dan karier


Orang yang kontak dengan pasien:

12
 Satu rumah dengan pasien, teman sekolah, dan teman saudara pasien: uji biakan
hapusan tenggorok dan uji schick
DOKUMENTASI

13

Anda mungkin juga menyukai