TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Filsafat Islam
Oleh :
ISMAIL SONNY
NIM : 10.2.00.0.091.02.0134
Pembimbing:
Prof. Dr. Yunasril Ali, MA.
Tim Penguji:
Tanda
No. Nama Tanggal
Tangan
NIM : 10.2.00.091.02.0134
Ismail Sonny
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, Rab alam semesta, atas rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul HIDUP
SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah satu
syarat untuk meraih gelar magister Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.
Tesis ini mengangkat permasalahan yang menjadi salah satu sebab
pengkafiran filosof (Ibn Si>na>) oleh teolog (al-Ghaza>li>), yaitu pengingkaran
terhadap surga dan neraka beserta perjalanan akhirat material lainnya. Ibn
Si>na> membenturkan akal dengan naqal dengan cara menutup segala skenario
kebangkitan raga, sehingga surga dan neraka merupakan perumpamaan dan
percontohan (al-Tashbi>h wa al-Tamthil) bagi orang awam yang
berpemahaman dangkal. Sementara teolog berusaha menciptakan skenario
kebangkitan raga yang rasional, sehingga pentakwilan ayat-ayat al-Quran
tidak perlu terjadi.
Teolog dalam kajiannya lebih banyak menonjolkan ayat-ayat al-
Quran tentang kebangkitan, namun minim argumentasi rasional. Sementara
filosof lebih mengedepankan alasan argumentatif (Burha>ni>) tidak rasionalnya
kebangkitan raga. Sekalipun lemah dari sisi argumentasinya, namun teolog
berpegang pada teks yang sudah pasti kebenarannya. sekalipun argumentasi
yang dikemukakan filosof banyak dan kuat, namun kebenarannya masih
diragukan.
Prinsip keadilan Tuhan menuntut manusia yang dibalasi
perbuatannya di akhirat adalah manusia si pelaku perbuatan itu sendiri.
Teolog mempertahankan raga dunia dibangkitkan di akhirat minimal bagian
asalnya, yaitu tulang tungging. Tulang tersebut ibaratkan biji tanaman yang
akan tumbuh menjadi raga manusia. Ibn Si>na> berhasil mematahkan teori
teolog dengan isu terkuat yaitu manusia memakan manusia (kanibal). Hal ini
didukung kemajuan ilmu kedokteran modern tentang sel, DNA dan
pencangkokan organ dalam manusia. Tesis ini keluar dengan
mengembangkan teori kebangkitan yang tidak memandang material raga, dan
menjadikan jiwa spiritual sebagai penentu identitas seorang manusia.
Tesis ini berhasil penulis rampungkan dengan kerja keras dan
bantuan berbagai pihak. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak kekurangan diberbagai sisi. Namun usaha
untuk mencapai kesempurnaan itu, telah maksimal penulis lakukan. Sebagai
wujud rasa syukur kehadirat Allah swt atas ‘inayah dan kemudahan yang
diberikan, penulis menyucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah berkontribusi dan membantu terwujudnya tesis ini:
1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Jakarta beserta jajaran deputi direktur, yang
telah memberikan kesempatan dan pelayanan yang terbaik buat para
mahasiswa dalam segala aktivitas perkuliahan.
2. Prof. Dr. Yunasril Ali, MA yang telah banyak menghabiskan waktu
untuk mengoreksi penulisan ini, dan tidak bosannya memberikan
arahan-arahan dalam mengembangkan ide penulis. Berkat bimbingan
beliau, penulis dapat merampungkan tesis ini.
3. Tim penguji ujian proposal tesis, ujian work in progress Tesis dan ujian
pendahuluan Tesis : Prof. Dr. Suwito MA, Dr. Fuad Jabali MA, Dr.
Yusuf MA, Dr. Euis Nurlailawati MA, M. Zuhdi M.Ed, Ph.D, Prof.
M.H.Yunan Yusuf MA, Suparto M.Ed, Ph.d, Prof. Dr. H. Fathurrahman
Djamil MA, Prof. Dr. Murodi MA, Prof. Dr. Abdul Mujib, MSi, Dr.
Asep Saepudin Jahar, MA dan Prof. Dr. Zainun Kamal, MA atas
koreksian dan arahan yang diberikan untuk perbaikan tesis ini.
4. Para dosen Sekolah Pascasarjana UIN yang telah mencurahkan ilmu
yang begitu berharga kepada penulis, yang secara langsung maupun
tidak langsung mendukung penulisan tesis ini. Begitu juga dengan
rekan-rekan seperjuangan, baik yang telah selesai maupun masih dalam
tahap penyelesaian, sharing ide dan masukannya telah banyak
membantu penulis.
5. Prof. Dr. ‘Abd al-Mu’t}i> Bayu>mi> (Alm), yang telah memberi penulis
sebuah karya Ibn Si>na> yang divonis menyesatkan dan terlarang ‚Risa>lah
Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d‛ yang menjadi sumber primer penulisan
tesis ini. Sungguh penulis tidak akan mendapatkan teks suntingan
Sulaiman Dunya tersebut, kecuali dari perpustakaan pribadinya.
Sekalipun penulis tidak dapat menyelesaikan Dirasat ‘Ulya di al-Azhar,
namun ide tesis ini muncul dari perkulihan yang beliau berikan.
6. Ayahanda dan Ibunda berserta adik-adik tercinta yang telah memberikan
dukungan moril maupun materil demi selesainya cita-cita penulis. Juga
keluarga besar di Bukittinggi yang telah mengasuh dan mendidik penulis
selama mendalami ilmu agama di Madrasah Sumatera Thawalib
Parabek.
Semoga Allah membalasi kebaikan-kebaikan yang telah diberikan
dengan kebaikan yang berlipat-lipat di akhirat kelak. Semoga usaha dan kerja
keras penulis ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya, turut memperkaya
khazanah keilmuan Islam, dan menjadi pemberat timbangan amalan baik di
akhirat. Amin Ya> Rab al-‘A<lami>n.
Jakarta, 10 Juni 2014
Penulis
Ismail Sonny
ABSTRAK
iii
ملخص البحث
هذه الطرٌحة دلت على أن البعثة التى التلتفت إلى مادة الجسم هى أقوى
نظرٌة فى بناء عقٌدة الحٌاة بعد الموت ،وٌتم تحدٌد هوٌة اإلنسان من خالل
نفسه ولٌس من خالل جسمه ،ألن الجسم هً مجردة أداة التى تمكن أن تتغٌر،
التغٌر والتبدل فى مواد الجسمٌة ال ٌغٌر وال ٌبدل هوٌة اإلنسان ،ولٌس من
ضرورة فى المعاد أن ٌتعلق النفس بالجسم التً كانت فى الدنٌا ،وٌمكن للنفس
أن ٌتعلق بالجسم من أي مادة كانت ،سواء جسم التً كانت فى الدنٌا أو جسم
خلقت جدٌدا.
هذه الطرٌحة تدعم فكرة )7002( Linne Rudder Bakerالتى قالت أن
اإلنسان ٌتم تشكٌله –ولكن الٌدل على هوٌته -بأعضاء الجسم ،وكذالك
)2005( Wahiduddin Khanالذى قال أن اإلنسان ٌغٌر جسمه فى كل عشر
سنٌن ،ولكن اإلنسان فى الداخل ال ٌتغٌر ،ورأي مماثل قاله آٌة هللا جعفر
السبحانى) ، (1990إنما ٌعتبر فى أمر اإلعادة هو الصورة.
هذه الطرٌحة تجادل فكرة البعث التى ٌحفظ جسم دنٌاوي ٌرحل إلى
اآلخرة ،كمثل )8991( Aly Arslan Aydinالذى قال أن إعادة المعدوم اقرب
إلى احتٌاط ،وجمع األجزاء األصلٌة أسلم فى المناقشة والحوار والمجادلة،
وفسر محمد رباح بخٌت ( )8911األجزاء األصلٌة بعجب الزنب وهى عظم
عصعص.
ومصدر رئٌسى لهذه الطرٌحة هو "رسالة أضحوٌة فى أمر المعاد"
إلبن سٌنا ( 871-020هـ) وتتم قراءتها باللغة العربٌة ،وهذه الدراسة مكتبٌة
بالكامل ،وتخرج منها بٌانات وصفٌة التى قدمت فى صورة نوعٌة ،وفً جمع
البٌانات تستخدم منهج جمع البٌانات التوثٌقٌة ،وفى تحلٌل البٌانات تستخدم
المنطق األرسطٌة أوالمنطق القدٌمة أي المنهج قٌاس الخاصة إلى العامة،
وباإلضافة إلى ذلك تستخدم منهج تحلٌل البٌانات الوصفٌة والمقارنة ،وفً
مقارنة البٌانات تستخدم مقاربة النظرٌة.
iv
ABSTRACT
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Diphthong: ay = ; ي ا aw = و ا
vi
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Permasalahan ................................................................................. 19
1. Identifikasi Masalah ............................................................... 19
2. Batasan Masalah .................................................................... 20
3. Rumusan Masalah .................................................................. 21
C. Tinjauan Kepustakaan ................................................................... 22
1. Kerangka Teori....................................................................... 22
2. Kajian Terdahulu yang Relevan ............................................. 23
D. Tujuan Penelitian .......................................................................... 25
E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 26
F. Metodologi Penelitian ................................................................... 26
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 28
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 227
B. Saran ......................................................................................... 229
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 231
GLOSSARY ......................................................................................... 247
INDEKS ............................................................................................... 251
BIODATA PENULIS........................................................................... 260
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Bisa dikatakan peradaban Persia adalah penerus peradaban Babilonia. Lihat ‘Ali
Z{arif al-A’z}ami, Al-Duwal al-Fa>risiyah fi al-‘Irak (Bagdad: Mat{ba’ah al-Furra>t,
1928)
5
Peradaban yang bermula dari pulau Kreta pada 3.000 SM, dikenal juga
dengan al-Igri>q (Greek) dan peradaban Helenisme, istilah yang dipakaikan pada
rentang tahun 750 SM sampai 146 SM. Yunani berhasil mempersatukan dunia
(Mesir, Persia, India, Syam) dibawah kekuasaan Alexander Agung. Lihat Mamduh}
Darwish Mus}tafa> dan Ibrahim Sa>yih, Muqaddimah fi al-H{ad}arah al-Ruma>niyah wa
al-Yuna>niyah (Alexandria: al-Maktabah al-Ja>mi’i> al-Hadisth, 1998).
6
Sejarah Romawi dimulai dari tahun 753 SM. Romulus mendirikan kota
Roma di Tel al-Bala>ti>n di Italia kuno. Pada waktu itu, italia dihuni oleh berbagai
bangsa dari asal yang berbeda-beda. Lihat Mah}mud Ibrahim al-Sa’da>ni>, H{ad}arah al-
Ru>ma>n: Mundhu Nash’ah Ru>ma> h}atta Niha>yah al-Qurn al-Awwal al-Mila>di> (Mesir:
‘Ain li al-Dirasa>t wa al-buhuth al-Insaniyah, 1998), Cet. I.
7
Jaroslv Cherny, Al-Diya>nah al-Masriyah al-Qadi>mah,Trans. Ah}mad Qadri>
(Cairo: Dar al-Shuru>q, 1996), Cet I, 106.
8
William James Durant (1885-1981 M.) adalah seorang sejarawan dan
filosof Amerika produktif. Ia terkenal karena bukunya yang populer ‚The Story of
Civilization‛. Sebelumnya dia juga terkenal dengan bukunya ‚The Story of
Philosophy‛ sebuah karya inovatif yang mempopulerkan filsafat. Lihat Profilnya di:
http://jimsafley.com/writings_archive/durant.html (diakses tanggal 22 April
2014)
9
Ah}mad S}alih, Al-Tah}ni>t}: Falsafah al-Khulu>d fi al-Mas}r al-Qadi>mah (Cairo:
Jama>‘ah H{iwa>r al-Thaqa>fiyah, 2000), 18.
3
10
Cyril Oldirih, Al-Had}ar> ah al-Mas}riyah, 59.
11
Ah}mad S}alih, Al-Tah}nit}: Falsafah al-Khulu>d fi Mis}r al-Qadi>mah, 141.
12
Kitab suci peninggalan Mesir era baru yang berisikan keutamaan budi
pekerti, adab dan kisah-kisah perjalanan hidup setelah mati. Lihat Breet Im Hero,
Kita>b al-Mauta> al-Fir‘auni>, Trans. Fi>li>p ‘At}iyah (Cairo: Maktabah al-Madbu>li,
1988), Cet. I.
13
Qamar al-Daulah, Dirasa>t fi al-Milal wa al-Nih}al (Zagazig-Mesir: Dar al-
Bansiyah, tt),81.
14
Bagian penghakiman dalam Kitab Kematian, lihat Breet Im Hero, Kita>b
al-Mauta> al-Fir’auni>, 12-17.
15
Reinkarnasi menurut yang meyakininya adalah kembalinya jiwa setelah
mati ke alam duniawi memakai raga yang baru. Para peneliti mendefenisikan
reinkarnasi dengan: perjalanan keliling jiwa. Disebut juga dengan terlahir kembali.
Dalam ajaran Brahmana, jiwa merupakan makhluk yang bersumber dari eksistensi
Allah dengan zatnya, berkeliling dan berturut-turut berpindah dari satu ke tempat
lain dan menitis ke raga yang satu ke yang lain. Lihat T>a{ riq Sarri, Tana>sukh al-
Arwa>h} (Giza, Mesir: Dar Masha>riq li al-Nash wa al-Tauzi’, 2009) , Cet. I, 11.
16
Abu al-Fath} Muh}ammad ibn ‘Abd al-Kari>m Ah}mad al-Shahrasata>ni>, Al-
Milal wa al-Nih}al, Ed. Ami>n ‘Ali Mihna> dan ‘Ali Hasan Fa>r’ur (Beirut: Dar al-
Ma’rifah,1993), Cet. III, 606.
4
17
Kitab suci Weda atau Veda (al-Fi>diyah) bukanlah hasil pemikiran India,
akan tetapi Weda adalah ajaran yang dibawa oleh bangsa Arya ketika menaklukkan
India 1.500 SM dan mewajibkan ajaran itu kepada penduduk setempat untuk
menjaga stabilitas kekuasaannya. Lihat Muh}ammad Ghallab, Al-Falsafah al-
Sharqiyah (Cairo, Mat}ba’ah al-Bait al-Akhd}ar, 1938), 93.
18
Brahmana adalah nama yang dipakaikan untuk tokoh agama yang diyakini
mempunyai unsur ketuhanan. Mereka adalah pendeta. Sesemblihan tidak sah
dilaksanakan kecuali bila dilakukan dihadapan Brahmana dan disemblih dengan
tangan Brahmana. Brahmana diambil dari kata Bara>hima> yaitu kata yang digunakan
menunjukkan menyendiri beribadah, syiar agama, doa dan nyanyian. Lihat Ali ‘Abd
al-Fatta>h} al-Maghribi>, Al-Fikr al-Di>ni> al-Sharqi> al-Qadi>m wa Mauqif al-
Mutakallimi>n (Cairo: Maktabah Wahbah, 1996), Cet. I, 32.
19
Karma adalah Balasan pahala bagi jiwa yang berbuat baik, dan hukuman
bagi jiwa yang berbuat dosa. Lihat T{ariq Sarri, Tana>sukh al-Arwa>h}, 16.
20
Abbas Mahmu>d ‘Aqqa>d, Allah (Cairo: Dar Nahd}ah Masri li al-T{iba’ah wa
al-Tauzi’, 1998), 47.
21
‘Isa Abduh, Haqi>qah al-Insan, Vol II, 25.
5
22
Agama Langit dalam bahasa Arabnya agama sama>wi, atau disebut juga
dengan agama ilahi>. Agama wahyu yang diturunkan dari sisi Allah ta’ala kepada
Nabi dan Rasulnya as. Lihat Qamar al-Daulah Na>sif dan Tharwat H{asan ‘Abd al-
Mihna>, Dirasa>t fi al-Milal wa al-Nih}al, 31.
23
Yahudi berasal dari kalimat ‚Ha>da‛ yang artinya kembali. Penganut
agama ini mengklaim bahwa mereka pengikut Musa as. sementara mereka bukanlah
Bani Israel (anak-anak Ya’kub). Dalam perjanjian lama, Yahudi berasal dari
‚Yahudha‛ sebuah kerajaan di selatan palestina dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.
Kitab sucinya Taurat, yaitu bagian dari perjanjian lama, namun mereka lebih
mengikuti Talmud karena lebih rinci. Lihat ‘Abd al-Qa>dir S{alih, Al-‘Aqa>id wa al-
Adya>n (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2006), 285-286.
24
Agama yang diturunkan Allah kepada nabi Isa as. dan kitabnya bernama
Injil. Agama ini dalam al-Quran disebut Nasrani, yang dinisbatkan kepada sebuah
negeri di Palestina ‚Na>shirah‛ (Nazareth), atau karena pengikutnya penolong Isa as.
(Ans}arullah). Penganut agama ini lebih suka dengan nama Masi>hi> (Messias) atau
Kristen dari pada Nasrani, berlepas tangan dari celaan al-Quran. Umat Kristiani
meyakini akidah trinitas, kesucian para paus dan pendeta yang menghalal dan
mengharamkan atas nama Allah. Umat Kristiani meyakini akidah penyaliban dan
penebusan dosa, oleh karena itu mereka menyucikan salib. Lihat Abu ‘Abdillah
‘A<mir Adbillah Fa>lih}, Mu’jam Alfa>z} al-‘Aqi>dah (Riyad}: Maktabah al-‘Abi>kah,
1997), 408-409
25
Islam dalam bahasa Arab artinya tunduk dan patuh. Islam adalah amalan-
amalan zahir yang pondasinya melafalkan dua kalimat syahadat, mengesakan Tuhan,
menetapkan kerasulan Muh}ammad saw., konsisten dengan hukum-hukum syariat
yang diwajibkan kepada hambanya dan larangan-larangan terhadap amalan-amalan
tertentu. Dengan adanya perintah dan larangan terwujudlah maslahat hamba. Lihat
‘Abd al-Qadir S{alih, Al-‘Aqa>id wa al-Adya>n, 28-29.
26
Agama Bumi dalam bahasa Arabnya disebut Ard}i>, atau disebut juga
dengan agama Wad}’i>, yaitu agama buatan manusia, hasil kreasi manusia yang tidak
berlandaskan kepada wahyu dari langit. Lihat Qamar al-Daulah, Dira>sa>t fi al-Milal
wa al-Nihal, 32.
27
Keyakinan Persia kuno tentang adanya dualisme, dua asal yang abadi yang
mengatur dunia, yaitu tuhan baik dan buruk, bermanfaat dan berbahaya, kebaikan
dan kerusakan. Tuhan yang pertama adalah Tuhan cahaya ( Yazda>n) darinyalah
sumber kebaikan. Tuhan kedua adalah Tuhan kegelapan ( Ahrama>n) darinyalah
sumber kejahatan. Lihat Qamar al-Daulah Na>s}if, Dira>sa>t fi al-Milal wa al-Nihal,87.
28
Hindu merupakan bahasa sansakerta yang artinya kebenaran abadi.
Agama paganisme yang berasal dari anak benua India yang merupakan kelanjutan
agama Weda atau Brahmanisme (al-Bara>himah). Agama ini diperkirakan muncul
3.000 SM. Lihat Will Durant, Qis}s}ah al-H{ad}a>rah: al-Hind wa Jira>nuha>, Trans. Zaki
Najib Mahmu>d (Beirut: Dar al-Jail, 1988).
29
Agama Budha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal
sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai
dari abad ke-6 SM, dari lahirnya Siddharta Gautama. Agama Budha berkembang
6
36
T{a>riq Sarri, Tana>sukh al-Arwa>h}, 80. Diantara teks itu adalah sebagai
berikut:
1. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat
Allah ( Ayub 19: 26)
2. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan
membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya.‛(Hosea 6:2)
3. Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan
bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami
kehinaan dan kengerian yang kekal.‛ (Daniel 12: 2)
37
Al-Qur’an dalam bahasa arab artinya bacaan. Sarjana muslim
mendefinisikannya dengan : Kalam Allah swt. yang diturunkan kepada Muh}ammad
saw., dan beribadah membacanya. Lihat Manna’ al-Qat}t}a>n, Mabah}ith fi ‘Ulum al-
Quran (Cairo: Maktabah Wahbah, tt.), 16.
38
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan
berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-
8
sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu,
mereka mengatakan : ‚Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.‛ Mereka
diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang
suci dan mereka kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah [2]: 25).
39
‚Sungguh hak-hak akan ditunaikan kepada ahlinya, sampai kambing yang
tidak bertanduk membalasi kambing yang bertanduk‛. H{adi>th S{ah}ih} dari Abu
Hurairah diriwayatkan oleh Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-Birr wa al-S{illah wa al-
Adab, Ba>b: Tah}ri>m al-Z}ulm (no. 2582). Lihat Abu al-H{usain Muslim ibn al-H{ujja>j
al-Qushairi> al-Naisabu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Ed. Abu> Qut}aibah (Riyad}: Da>r al-T{iayyibah,
2006), Vol. II, 1200.
40
Dia adalah Abu al-Wali>d Muhamamd ibn Ah}mad Ibn Muhamamd Ibn
Rushd. Lahir di Cordova Andalusia tahun 520 H./1.126 M. dan meninggal di
Marakesh 595 H./ 1198 M. Dibesarkan dalam keluarga keturunan fuqaha dan hakim.
Ayahnya hakim Cordova dan kakeknya kepala hakim Andalusia. Dia belajar akidah
aliran Ash’ariyah, fiqih mazhab imam Malik, belajar filsafat dari Ibn Bashkawal dan
beberapa ulama di masanya. Dia belajar ilmu kedokteran dari Abu Ja’far Ha>run.
Lihat Yusuf Farha>t, Falsafah al-Isla>miyah wa A’lamuha> (Cairo: Tradiksim, 1986),
Cet. I, 171.
41
Abu Al-Walid Muh}ammad Ibn Ah}mad Ibn Muh}ammad Ibn Rushd,
Taha>fut al-Tahafut, Ed. S{alah}uddin al-H{awwari (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah,
2008), 372.
9
42
Dia adalah Idris ibn Qaina>n ibn A<nu>s ibn Shi>th ibn Adam as. Idris adalah
penamaan dalam al-Quran, dilahirkan di ‚Adfo‛ kemudian pindah ke Mesir.
dinamakan juga ‚Gori>s‛, dalam bahasa Ibrani disebut ‚Akhnu>kh‛ dalam bahasa
Hiroglif disebut ‚Khuris‛ atau ‚Horis‛, dikenal juga dengan nama ‚Hermisa‛. Orang
pertama yang mengenal ilmu alam, geologi, matematika dan banyak bahasa
penduduk bumi. Lihat Qamar al-Daulah, Dira>sa>t fi al-Milal wa al-Nih}al, 69.
43
‘Ima>d al-Di>n Abi al-Fida’ Ismail ibn ‘Umar ibn Kathir, Al-Bidayah wa al-
Niha>yah (Giza: Dar Hijr li al-T{iba’ah wa Tauzi’, 1997), 234.
44
Qamar al-Daulah Na>sif , Dira>sa>t fi al-Milal wa al-Nih}al, 70.
45
Muh}ammad Qamar al-Daulah Na>s}if, Dirasa>t fi al-Yahu>diyah (Mansora: al-
Da>r al-Isla>m, 2003), 67.
46
Muh}ammad ‘Ima>rah, Maqam al-‘Aql fi al-Isla>m (Cairo: Nahd}ah Masr,
2008), Cet I, 26.
10
47
Lihat Imam Muh}ammad ‘Abduh, Al-A’ma>l al-Ka>milah, Ed. Muh}ammad
‘Ima>rah (Beirut: Dar al-Shuru>q, 1993), Vol. III, 471-479.
48
Mu’tazilah adalah aliran teologis rasionalis yang muncul pada pawal abad
II Hijriyah (dipenghujung era Bani Umayyah) dan berkembang luas dimasa
Abbasiyah. Didirikan oleh Was}il ibn ‘At}a’ (80-131 H). Nama Mu’tazilah artinya
(mengasingkan diri), hal ini disebut pertama kali oleh gurunya Abu H{asan al-Bas}ri>
(21-110 H.), karena Was}il mengasingkan diri dan berbeda pendapat dengannya
tentang pelaku dosa besar. Aliran ini mempunyai lima pokok ajaran: al-Tauhi>d, al-
‘Adl, Manzilah baina Manzilatain, al-Wa’d wa al-Wa‘i>d, al-Amr bi al-Ma’ru>f wa al-
Nahy ‘an al-Munkar. Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, Tayya>ra>t al-Fikr al-Isla>mi (Cairo:
Dar al-Shuru>q, 1997) Cet. II, 44-47.
49
Abu ‘Ali al-Jabba>’i nama aslinya Muh}ammad ibn ‘Abd al-Wahha>b ibn al-
Sala>m. Dia adalah seorang syaikh Mu’tazilah pendiri kelompok Jabba>i>yah.
Dilahirkan di Jabbi> daerah Khuzistan tahun 235 H/ 849 M dan meninggal di Bas}rah
303 H/ 916 M. Lihat ‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu ‘Ali wa Abu Ha>shim
(Libya: Mat}ba’ah Turablus, 1967), 61.
50
‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu Ali wa Abu Ha>shim, 333.
51
Dia adalah ‘Abd al-Salam Muh}ammad ibn ‘Abd al-Wahha>b ibn al-Sala>m,
anak syaikh al-Mu’tazilah ‚Abu ‘Ali al-Jaba>i. Lahir pada 275 H/ 888 M dan wafat
tahun 321 H/ 933 M, dia belajar dari ayahnya dan ulama zamannya, sampai namanya
terkenal diantara ulama. Dia menguasai Ilmu Kalam, Dialog (debat), namun dia
tidak mempunyai periwayatan hadis. Pengikutnya disebut dengan al-Ha>shimiyah.
Lihat ‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu Ali wa Abu Ha>shim, 206.
52
‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu Ali wa Abu Ha>shim, 333.
53
Dia adalah ‘Abd al-Jabba>r ibn Ah}mad ibn Khalil, seorang teolog dan
tokoh Mu’tazilah. Dikenal juga dengan Abu al-H{asan al-Hamda>ni> yang mempunyai
kitab Musnad (hadis) dan seorang fuqaha Syafi‘i>. Lahir pada tahun 359 H/ 969 M
dan meningal pada 415 H/ 1025 M. Lihat Imam Shams al-Di>n Muh}ammad ibn
Ah}mad ibn ‘Uthma>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m wa al-Nubala’ (Beirut: Muassasah
al-Risa>lah, 1983), Vol. XVII, 244.
54
Ijmak adalah kesepakatan mujtahid umat Islam yang baik ( ‘A<dil ) pada
suatu masa terhadap suatu hukum syariah. Lihat Sa‘i>d ibn Na>s}ir al-Shathari>, Qawa>id
al-Istidla>l bi al-Ijma’ (Riya>d}: Kunu>z Ishbi>liya>, 2009), 40.
11
55
Abi Qas>sim al-Balkhi Al-Qa>d}i ‘Abd al-Jabbar al-Hamda>ni> dan Al-Ha>kim
al-Jushammi>, Fad}l al-I’tiza>l wa al-T{abiqa>t al-Mu’tazilah, Ed. Fuad Sayyid (Cairo:
Dar al-Tunisia li al-Nashr, tt), 127.
56
Lihat Abu ‘Ali al-Husain ibn ‘Abdillah ibn ‘Ali Ibn Sina, Risa>lah
Ad}h}awiyah fi Amri al-Ma‘a>d, Ed. Sulaiman Dunya> (Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi,
1949), Cet. I, 55.
57
Hujjah al-Islam Abu H{a>mid al-Gaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, Ed.
S{ala>h}uddin al-Hawwa>ri> (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah, 2004), 216.
58
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amri al-Ma’a>d, 55.
59
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>saifah, 218
12
60
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 56.
61
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 56. Lihat juga Abu H{amid
al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>saifah, 218.
62
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 58.
63
Dia adalah Abu ‘Ali al-Husain ibn ‘Abdillah ibn al-H{asan ibn ‘Ali Ibn
Si>na> (980-1037 M.) digelari dengan Shaikh al-Rai>s dan guru kedua (setelah
Aristoteles). Seorang tokoh kedokteran dan filosof terkenal. Barat menyebutnya
dengan Avicenna dan mengelarinya dengan bapak kedokteran modern. Karyanya
lebih dari 200 buku, yang paling terkenal adalah ‚al-Shifa‛ dan ‚Qanun fi al-T{ib‛.
Lihat Muh}ammad Lut}fi> Jum‘ah, Ta>ri>kh Fala>sifat al-Isla>m (Cairo: Maktabat al-Usrat,
2008), 52-56.
64
Prinsip universal adalah kaedah yang dibangun teolog ketika terjadi
tertentangan antara akal dan naqal. Lihat Ibn Taimiyah, Dar‘u Ta‘a>rud} al-‘Aql wa al-
Naql, Vol. I, 4.
65
Al-Ima>m Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Asa>s al-Taqdi>s, Ed. Ah}mad Hijazi al-Saqa>
(Beirut: Dar al-Jail, 1993), Cet. I, 91.
66
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Al-Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d, Ed. Husain A<tai (Ankara:
Nur Matbaasi,1962), 1.
13
67
Yaitu ayat-ayat yang mengambarkan Allah dengan sifat-sifat material,
seperti punya tangan, bersemayam, naik, turun, diatas dan lainnya. Lihat Fakhr al-
Di>n al-Ra>zi, Asa>s al-Taqdi>s.
68
Ibn Sina, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Mi’a>d, 44.
69
Ibn Sina, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Mi’a>d, 51.
70
Dia adalah Abu H{a>mid Muh}ammad ibn Muh}ammad ibn Muh}ammad Ibn
Ah}mad al-Ghaza>li>. Lahir pada (450 H/ 1058 M) di kota ‚Thus‛, kota kedua di
Khurasan setelah Naisabur. Seorang faqih, sufi, syafi’i>, dan ash‘ari>. Dia digelari
Hujjah al-Isla>m dan Zain al-Di>n. Dia merupakan salah seorang tokoh pembaharu
abad kelima Hijriyah, dan tokoh sunni terkenal dalam sejarah Islam. Ia wafat di kota
kelahirannya pada (505 H/ 1111 M). Lihat ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi, Muallafa>t al-
Ghaza>li> (Kuwait: Waka>lah al-Mat}bu‘a>t, 1977), Cet. II, 21-25.
71
Ahl al-Sunnah dan Jamaah adalah sekte Islam terbesar, dikenal juga
dengan istilah Sunni. Sumber syariatnya al-Quran dan Sunnah yang dipresentasikan
dalam hadis-hadis nabawi, mengikuti fiqih imam mazhab yang empat (Malik, Abu
Hanifah, Shafi‘i>, Ah}mbad ibn H{anbal), menetapkan keabsahan Khulafa al-Rashidin
yang empat (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Uthma>n, ‘Ali>) dan meyakini ‘udul-nya semua
sahabat. Lihat kelompok yang selamat dari api neraka dalam Abi Mans}u>r ‘Abd al-
Qa>hir ibn T{ahir Muh}ammad al-Bagda>di>, Al-Farqu baina al-Firaq, Ed. Muh}ammad
‘Uthma>n al-Khushin (Cairo: Maktabah Ibnu Sina, tt.).
14
72
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Iqtis}ad fi ali’tiqa>d, Ed. Ibrahim Agah Cobukcu dan
Husein Atay (Ankara: Nu>r Mat}ba>si>, 1962), 1.
73
Dia adalah Abu ‘Abba>s, Taqi> al-Di>n Ah}mad ibn ‘Abd al-H{ali>m ibn ‘Abd
al-Sala>m Ibn ‘Abd Allah ibn Abi al-Qa>sim al-Khid}r, al-Nami>ri al-H{arra>ni (661-728
H, 1263-1328 M). Filosof salafi yang membawa salafi dari era yang hannya terhenti
pada teks –kadang-kadang hannya zahir teks- ke era filsafat teks dan rasionalitas
teks. Dia adalah salah seorang tokoh pembaharu di zamannya, pengkritik pemikiran
Barat Yunani (Logika dan Filsafat) dan pemikiran Timur Gnosisme Batini. Lihat
Muh}ammad ‘Ima>rah, Raf’ al-Mala>m ‘an al-Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah
(Isma>‘iliyah-Mesir: Maktabah al-Ima>m al-Bukha>ri, 2007), 9.
74
Abu al-‘Abba>s Taqi> al-Di>n Ah}mad ibn ‘Abd al-H{ali>m ibn Taimiyah,
Dar’u Ta‘a>rud} al-‘Aql wa al-Naql, Ed. Muh}ammad Rasha>d Sa>lim (Saudi Arabia:
Ida>rah Thaqa>fah wa al-Nashr bi al-Jami’ah al-Isla>miyah, 1991), Cet. II, Vol. I, 4-8.
75
H{adi>th al-Maud}u’ secara bahasa berarti hadis palsu. Sementara dalam
terminologi Ahl al-H{adi>th, Maud}u’ berarti kebohongan yang dibuat-buat dan
disandarkan kepada Rasul saw. Lihat Mah}mu>d T{ah}a>n, Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>th
(Alexandria: Maktabah al-Huda> li al-Dira>sa>t, 1415), 69-70.
76
Abu al-Wali>d ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l fi>ma> baina al-H{ikmah wa al-
Shari>’ah min al-Ittis}al, Ed. Muh}ammad ‘Imarah (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1999), Cet.
III, 32-33.
15
77
Abu H{a>mid al-GhaZa>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 219-220.
78
Muh}ammad Qamar al-Daulah Na>sif, Nus}us al-Falsafiyah bi al-Sharh} wa
al-Ta’li>q (Mesir: Dar al-Isla>miyah, 2004), 157.
79
Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas
mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (QS. Al-Nu>r [24]: 24)
80
Ash‘a>riyah adalah penisbatan kepada pendiri alirannya, Abu al-H{asan al-
Ash‘ari> (260-324 H). Imam al-Ash‘ari lahir dan tumbuh di Bas}rah kemudian pindah
ke Bagdad dan tinggal disana sampai akhir hayatnya. Dia dibesarkan dalam
lingkungan Mu’tazilah. Alirannya merupakan revolusi terhadap Mu’tazilah yang
terlalu berlebihan menggunakan akal dan terkadang menyepelekan teks. Aliran ini
16
menghimbau untuk menyeimbangkan antara akal dan naqal, yaitu antara tektualis
(Ahl al-H{adi>th) dan rasionalis (Mu’tazilah). Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, Tayya>ra>t al-
Fikr al-Isla>mi, 163.
81
Syiah secara bahasa artinya pengikut, pendukung, dan loyalis. Kemudian
dipakaikan kepada pengikut ‘Ali ibn Abi> T{alib (-23-40 H), Imam-Imam
keturunannya dan keluarga Rasul secara umum. Kemudian Istilah ini mengkristal
untuk yang meyakini bahwa Rasul saw. mewasiatkan kepemimpinan (Imam) kepada
‘Ali ibn Abi> T{a>lib ra. Keyakinan terhadap teks dan wasiat inilah yang menjadi
pembeda antara Syiah dan aliran lainnya. Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, Tayya>ra>t al-
Fikr al-Isla>mi, 199.
82
Al-Qa>d}i> Abi al-H}asan ‘Abd al-Jabba>r al-Asad al-Aba>di>, Al-Mughni fi
Abwa>b al-Tauhi>d wa al-‘Adl: al-Takli>f, Ed. Ibrahim Madku>r (tt: Abu Muslim al-
Mu’tazili>, 1958) Vol. XI, 475.
83
Dia adalah al-Qa>d}i> ‘Abd al-Rahma>n ibn Ah}mad ibn ‘Abd al-Gaffa>r
dikenal Abu al-Fad}l ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji> (708-756 H)\. Kata al-I<iji> penisbatan pada
negeri I<j, sebuah kota yang secara pemerintahan mengikut pada Shira>z. Dia adalah
seorang Imam al-Ma’qul (akal) dan al-Manqu>l (teks) di zamannya. Dia seorang
Muhaqqiqin, ahli teologi, fiqih dan logika. Taftaza>ni sangat terpengaruh olehnya, hal
ini Nampak dari penyusunan bukunya ‚al-Maqa>s}id‛ meniru susunan ‚al-Mawa>qif‛.
Lihat Muh}ammad Qamar al-Daulah Na>sif dan Mahmu>d ‘Abd al-Hakim ‘Utma>n,
Ma‘a al-Mawa>qif li ‘Id}d} al-Di>n al-I<ji> (Mansora-Mesir: al-Dar al-Islamiyah, 2006), 7.
84
Dia adalah Sa’d al-Di>n, Mas‘u>d ibn ‘Umar ibn ‘Abd Allah al-Tafta>za>ni>,
lahir di Tafta>za>n (722-792 H), Taftaza>n sebuah negeri dekat Khurasa>n. Dia seorang
Imam di bidang nahwu, s}araf, ma‘a>ni>, baya>n, ushul al-din, ushul fiqih, logika dain
ilmu lainnya. Lihat Abu al-Fala>h ‘Abd al-H{ai ibn al-Ima>d al-Hanbali>, Shadhara>t al-
Zahab fi Akhba>r man Dhahab (Beiru>t: Dar al-Masi>rah, 1979), Vol. VI, 319-322.
85
‘Ali> ibn al-Sayyid Muh}ammad ibn ‘Ali al-Jarja>ni>, Abu al-H{asan, dikenal
dengan al-Sayyid al-Shari>f, ulama Muhaqqiqin, mazhab Hanafi, dilahirkan di Jarja>n
740 H. dan meninggal di Shira>z 816 H. Bukunya ‚ Sharh al-Mawa>qif‛ merupakan
syarah yang paling populer dari yang lainnya. Dia banyak menulis buku dalam
berbagai disiplin ilmu, dimulai dengan ilmu teologi, ilmu-ilmu kearaban, filsafat,
logika, astronomi, matematika, sejarah aliran, fiqih, h}adi>th, tafsir, tasawuf, oleh
karena itu ia digelari al-‘Alla>mah. Lihat Ismail Ba>sha al-Bagda>di, Hadiyah al-
‘A<rifi>n: Asma>’ al-Muallifi>n wa Atha>r al-Mus}annifi>n (Beirut: Dar Ih}ya’ al-Turath al-
‘Arabi>, tt.), Vol. I, 728-729.
17
86
Ad}d} al-Din al-Qa>d}i ‘Abd al-Rahma>n ibn Ah}mad al-I<ji, Al-Mawa>qif,
(Beirut: A<lam al-Kutub, tt.), 373.
87
Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Ed. ‘Abd al-Rahma>n al-
Ami>rah (Beirut: ‘A<lah al-Kutub, 1998), Vol. V, Cet II, 95.
88
Al-Sayyid al-Shari>f ‘Ali ibn Muh}ammad al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif li
‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1998), Vol. IIIX, 323.
89
Dia adalah Abu Ja’far Muh}ammad ibn Muh}ammad ibn al-H{asan al-T{usi.
Dilahirkan di kota T{us dekat Khurasan pada (597 H./ 1201M.) dan meninggal di
Bagdad pada (672 H./ 1274 M.). Seorang ulama yang menekuni ilmu teologi, filsafat
Islam, astrologi, matematika, kimia, kedokteran dan fisika. Karangannya yang paling
populer adalah ‚Tajri>d al-‘Aqa>id‛ yang merupakan salah satu sumber akidah utama
aliran Shi‘ah. Awalnya T{usi menganut Shi‘ah Isma>‘iliyah kemudian pindah ke
Shi‘ah Ithna> ‘Ashriyah. Lihat Sayyid ‘Ali al-Mila>ni>, Shaikh Nas}ir al-Di>n al-T{u>si wa
Suqu>t al-Bagda>d (Qom: Markaz al-Abh}a>s al-‘Aqa>idiyah, 1421 H.).
90
Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>, Tajri>d al-‘Aqa>’id, Ed. ‘Ayya>s Muh}ammad H{asan
Sulaima>n (Alexandria: Da>r al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1996), 153.
91
Dia adalah al-H{asan ibn Yusuf ibn al-Mut}ahhir al-Hilli dikenal dengan al-
‘Alla>mah al-Hilli>, lahir pada 648 H. di kota al-H{illah dan meninggal pada 726 H. Dia
banyak menulis buku tentang fiqih, usul fiqih, teologi, logika, filsafat, tokoh, dan
lainnya yang mencapai 100 buku. Dia belajar fiqih dari pamannya, belajar filsafat
dan logika dari Nas}iruddin T{usi, dan belajar fiqih sunni dari beberapa ulama sunni.
Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m: Qa>mu>s Tara>jim li Ashha>r al-Rija>l wa al-
Nisa>’ min al-Arab wa al-Musta’ribi>n wa al-Mustashriqi>n (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-
Mala>yi>n, 1980),Vol. II, 227.
18
yang tidak bisa menjadi bagian asal manusia lainnya. Tapi akan
menjadi bagian tambahan jika ia memakannya.92
Dapat disimpulkan, bahwa teori pengumpulan bagian asal raga
yang terurai merupakan teori yang baku dan terkuat di abad
pertengahan. Awalnya dikemukakan oleh Mu’tazilah kemudian diikuti
oleh Ahl al-Sunnah dan Syiah. Teori mayoritas teolog ini bertahan
selama berabad-abad hingga sekarang. Namun, masihkah teori ini
merupakan teori terkuat untuk zaman sekarang? Kemajuan ilmu
kedokteran abad ke-20 secara tidak langsung telah meruntuhkan teori
ini. Ilmu kedokteran menjelaskan bahwa bagian asal raga yang tetap
sepanjang umur itu ternyata tidaklah ada. Manusia secara terus-
menerus mengganti raganya dengan siklus makanan. Hal ini di
terangkan oleh Wahiduddin Khan 93 yang menyatakan bahwa raga
manusia merubah dirinya sendiri secara terus-menerus, sampai datang
waktu tidak satupun sel-sel lama yang tertinggal karena digantikan
oleh sel-sel yang baru. Proses pergantian sel ini terus berulang di
waktu kanak-kanak dan remaja dengan cepat, kemudian melambat di
usia tua. Bila diperkirakan proses pembaharuan raga ini, dapat
diprediksikan raga manusia terlahir kembali setiap sepuluh tahun.94
Teori kebangkitan mayoritas teolog abad pertengahan adalah
teori yang rapuh. Oleh karena itu, perlu sebuah teori alternatif dan
kuat dalam membangun akidah hidup setelah mati. Sehingga tidak
terjadi pertentangan antara naqal yang mengambarkan akhirat material
dan menjadikan raga sebagai objeknya, dengan akal yang
memustahilkan kebangkitan raga, yang berujung pada pentakwilan 95
zahir teks al-Quran tentang akhirat material.
92
Jama>l al-Di>n al-H{asan ibn Yu>suf ibn ‘Ali ibn al-Mut}ahhir al-H{illi>, Kasf
al-Mura>d fi Sharh} Tajri>d al-‘Aqa>id (Beirut: Muassasah al-A’la>mi, tt.), 256.
93
Ulama kontemporer India kelahiran Uttar Pradesh, India pada 1 Januari
1925 M. Keistimewaan pemikirannya adalah usaha untuk memadukan manhaj salafi,
ilmi dan falsafi. Dengan pemaduan ini, dia berdialog dengan orang ateis dalam bayak
karangannya. Karya-karyanya memadukan antara kesederhanaan dan mendalam,
yang sesuai dengan beragam level pembacanya. Karya-karyanya banyak ditulis
dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Dia merupakan
pendiri Centre for Peace and Spirituality International. Lihat profilnya di:
http://www.cpsglobal.org/mwk (diakses tanggal 22 April 2014)
94
Wahiduddin Kha>n, Al-Isla>m Yatah}adda>: Madkhal al-‘Ilmi> ila> al-Ima>n,
Trans. Z{afar al-Isla>m Kha>n (Cairo:Maktabah al-Risa>lah, 2000), 104-105.
95
Takwil menurut ulama Mutaakhirin adalah mengalihkan perkataan dari
arti yang lebih diutamakan kepada arti yang kurang diutamakan mengingat adanya
bukti/ alasan yang menghendakinya. Maksudnya mengalihkan kalam Allah dan
19
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Mengingat pembahasan tentang hidup setelah mati ini
memiliki cakupan pembahasan yang sangat luas, perlu dilakukan
identifikasi masalah demi tercapainya pembahasan yang sistematis.
Ada beberapa masalah yang terindentifikasi sebagai berikut:
a. Bagaimanakah keyakinan pembalasan amal perbuatan menjadi
fitrah pemikiran semenjak adanya sejarah manusia?
b. Bagaimanakah pengaruh ajaran nabi dan rasul terhadap filsafat
hidup setelah mati dalam sejarah peradaban manusia?
c. Apakah jiwa itu dan bagaimana hubungannya dengan raga?
d. Apakah kehidupan akhirat manifestasi kehidupan dunia yang
material?
e. Bagaimanakah kehidupan akhirat spiritual yang diyakini
filosof?
Rasulnya kepada artinya yang tersembunyi, dengan klaim kiasan atau perumpamaan.
Lihat Manna’ Qat}t}a>n, Mabah}is fi ‘Ulum al-Quran, 318.
20
2. Batasan Masalah
Pada dasarnya kajian ini adalah kajian filosofis bukan teologis.
Baik filosof maupun teolog berpijak dari landasan teologis yang sama,
yaitu:
a. Keyakinan terhadap adanya dunia dibalik dunia material, yaitu
dunia metafisika.
b. Keyakinan terhadap adanya kekuatan supra natural (Tuhan)
yang maha kuasa atas segala sesuatu.
c. Keyakinan terhadap adanya jiwa yang terpancar (bersumber)
dari Tuhan yang sifatnya hampir sama dengan zat Tuhan.
d. Keyakinan terhadap adanya pembalasan amal perbuatan.
Masalah yang diperdebatkan dalam kajian ini, bukanlah aspek
teologisnya (Ushul al-Di>n), tapi lebih pada aspek filosofisnya, yaitu
bagaimana bentuk, sifat, dan proses terjadinya pembalasan amal
perbuatan tersebut di akhirat. Semua konsep-konsep dibangun dari
teori-teori filsafat yang kemudian dicarikan legitimasinya dalam al-
Quran.
Yang dimaksud dengan HIDUP SETELAH MATI dalam
kajian ini adalah kehidupan setelah:
a. Berpisahnya jiwa dengan raga, bagi yang memahami jiwa
sebagai sebuah esensi material.
b. Putusnya ketergantungan jiwa dengan raga, sehingga jiwa tidak
lagi mengatur raga, bagi yang memahami jiwa sebagai sebuah
esensi spiritual.
c. Hilangnya kehidupan pada raga, bagi yang memahami al-Ru>h}
sebagai aksiden.
Kehidupan yang dimaksud dalam kajian ini bukan saja dimulai dari
hari dimana seluruh raga umat manusia dibangkitkan kembali di hari
21
kiamat, tapi juga termasuk kehidupan pada masa tunggu dari kematian
hingga hari kebangkitan, yang disebut dengan alam Barzakh.
Perkara akhirat (eskatologi) tidak bisa terlepas dari perkara
awal (penciptaan). Tentunya ada saling keterkaitan antara awal dan
akhir (al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d). Kajian ini akan membahas tentang
perkara awal (al-Mabda’). Tapi tidak akan membahas tentang teori
penciptaan yang rumit dalam filsafat. Cukup hanya sebagai landasan
untuk memahami jiwa sebelum bergantung kepada raga. Selanjutnya
kajian tentang akhirat dibatasi hanya untuk mencari bentuk, karakter
dan sifat akhirat itu sendiri, dan mencari teori kebangkitan raga yang
rasional. Pembatasan masalah bisa disimpulkan dalam poin-poin
berikut:
a. Memahami, mengenal dan mengetahui karakter jiwa baik
sebelum, ketika dan setelah terputus hubungannya dengan raga.
b. Membahas sifat dan bentuk akhirat dari aspek material (surga
dan neraka) dan spiritual (immaterial).
c. Membahas teori kebangkitan raga.
Dialektika berarti dialog, percakapan dua arah. Dialektika
adalah berbahasa dan bernalar dengan berdialog sebagai cara untuk
menyelidiki suatu permasalahan. 96 Teolog dan filosof begitu banyak
jumlahnya, sehingga perlu pembatasan yang jelas. Dalam kajian ini,
filosof dipresentasikan oleh Ibn Si>na> (370-428 H) yang kajiannya
tentang jiwa paling komprehensif dari filosof muslim lainnya. Begitu
juga dengan pandangan akhirat spiritual Ibn Si>na> yang sangat jelas.
Sementara teolog dipresentasikan oleh Abu H{amid al-Ghaza>li> (450-
505 H) yang dikenal sebagai H{ujjah al-Isla>m, pelindung agama dari
serangan-serangan filsafat dan akidah yang merusak.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, dapat dirumuskan bahwa kajian
ini adalah kajian mencari hakikat manusia, serta mencari bentuk dan
sifat akhirat yang sesuai untuk pembalasan amal perbuatan manusia.
Akhirat adalah tempat pembalasan amal perbuatan. Prinsip keadilan
Tuhan menuntut manusia yang dibalasi amal perbuatannya adalah
manusia pelaku amal perbuatan yang dahulu hidup di dunia. Dalam
artian yang menerima pembalasan benar-benar sampai kepada si
pelaku perbuatan.
96
http://artikata.com/arti-325163-dialektika.html (diakses tanggal 6 Juni
2014)
22
C. Tinjaun Kepustakaan
1. Kerangka Teori
Ada lima teori tentang akhirat berdasarkan pandangan terhadap
hakikat manusia:
a. Pengembalian Raga yang telah Tiada (I‘a>dah al-Ma’du>m ):
Manusia adalah raga material. Akhirat bersifat material.
Kematian adalah keluarnya al-Ru>h} (kehidupan) dari raga. Kebangkitan
adalah kembalinya raga manusia yang telah tiada. Teori ini
dikemukakan oleh generasi awal Ahl al-Sunnah dan Masha>yikh al-
Mu’tazilah.
b. Pengumpulan Raga yang Terurai (Jam’ ba’d al-Tafarruq):
Manusia adalah jiwa dan atau raga material. Akhirat bersifat
material. Kematian adalah keluarnya al-Ru>h} (kehidupan) dari raga.
Kebangkitan adalah berkumpulnya kembali raga yang terurai, baik
seluruh maupun sebagian. Teori ini dikemukakan oleh Mu’tazilah dan
Ahl al-Sunnah Muta‘akhirin.
c. Jiwa Spiritual tanpa Raga
Manusia adalah jiwa immaterial. Akhirat bersifat spiritual.
Kematian adalah putusnya ketergantungan jiwa dari raga. Kebangkitan
raga mustahil adanya. Akhirat material (surga dan neraka) hanyalah
contoh dan perumpamaan untuk orang awam. Teori ini dikemukakan
oleh Ibn Si>na> (370-428 H) mewakili mayoritas filosof.
d. Kebangkitan Raga dari Material Apapun –revisi teori c-:
Manusia adalah jiwa immaterial, sementara raga material
hanyalah alatnya. Akhirat bersifat spiritual dan juga material.
Kematian adalah putusnya ketergantungan jiwa dari raga. Kebangkitan
adalah kembalinya jiwa bergantung pada raga dari material apapun.
Teori ini dikemukakan oleh Abu H{a>mid al-Ghaza>li> (450-505 H).
23
97
Risalah ilmiah untuk meraih gelar Professor dibidang Akidah dan Filsafat
Islam pada Universitas al-Azhar, Mesir tahun 1961.
24
98
Tesis untuk meraih gelar Magister dibidang Aqidah dan Agama di
Universitas Islam Ummu Darman, Sudan tahun 1988.
25
D. Tujuan Penelitian
Kajian filosofis tentang Manusia dan Akhirat ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui gambaran akhirat di mata filosof.
26
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan konsep identitas seorang manusia
2. Memberikan teori kebangkitan yang kuat, tidak banyak
menimbulkan permasalahan, sederhana, mudah dipahami dan
gampang dicerna akal.
3. Menambah keimanan terhadap akhirat, kebangkitan raga dan
hari pembalasan yang dijanjikan oleh sang pencipta.
4. Memperkuat keyakinan bahwa Islam adalah agama rasionalis,
dalam Islam tidak ada perkara mustahil yang tidak dapat dicerna
oleh akal manusia.
5. Mengingatkan manusia untuk banyak berbuat baik, dan menjauhi
perbuatan buruk, karena semua ada pembalasannya.
6. Menambah khazanah keilmuan Islam, terutama tentang
eskatologi.
F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini sepenuhnya bersifat kepustakaan dan tergolong
pada penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian ini
menggunakan sumber-sumber kepustakaan untuk membahas
problematika yang telah dirumuskan. Kajian ini dikenal juga dengan
27
99
Shaikh al-Rai>s Abu al-Wali>d Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-
Ma‘a>d‛, Ed. Sulaima>n Dunya> (Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1949).
28
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan karya ilmiah memerlukan suatu bentuk penulisan
yang sistematis sehingga tampak adanya gambaran yang jelas, terarah,
serta logis dan saling berhubungan antara bab satu dengan bab
berikutnya. Penelitian dalam tesis ini dibagi menjadi beberapa bab
sebagai berikut :
Bab I berisikan landasan umum berupa pendahuluan yang
mengemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan
masalah, tinjauan kepustakaan, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang jiwa sebagai identitas dan hakikat
manusia yang akan dibalasi amal perbuatannya. Dimulai dengan istilah
operasional yang dipakai dalam permasalahan agar tidak terjadi
overlapping karena kesalahan memahami istilah. Pembahasan ini
dimulai dengan konsep munculnya jiwa, kondisi jiwa sebelum dan
sesudah bergantung kepada raga, karakter jiwa yang abadi dan
immaterial yang pada awalnya diungkapkan oleh filosof Yunani
kemudian diadopsi oleh filosof dan teolog muslim. Bab ini lebih pada
mengkaji permulan (al-Mabda’) sebelum berbicara tentang akhirat (al-
Ma‘a>d). Karena keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.
Pada Bab III dibahas performa akhirat. Pada bab ini
dikomparasikan pandangan-pandangan yang mengkaji bentuk dan
gambaran akhirat. Pandangan tersebut dibangun atas pandangan
mereka terhadap hakikat manusia. Bagi yang memandang manusia
adalah material raga, manusia setelah meninggal berada di dalam
kuburnya (selama di alam Barzakh) sampai hari kiamat. Bagi yang
memandang manusia adalah jiwa material, perlu diidentifikasi dari
jenis material apakah jiwa tersebut?, dalam pandangan ini, manusia
setelah meninggal berada di tempat kemana perginya jiwa. Baik yang
menyatakan manusia adalah raga material atau jiwa material,
keduanya berpandangan bahwa akhirat bersifat material, di mulai dari
kebangkitan raga, pengumpulan (al-H{ashr), penghitungan (al-Hisa>b),
penimbangan (al-Mi>za>n), jembatan (al-S{ira>t}), dan berakhir pada surga
29
A. Istilah Operasional
Pembahasan jiwa mempunyai beberapa kata kunci yang
digunakan oleh sarjana muslim dalam kajiannya, yaitu: al-Ru>h, al-
Nafs, al-Qalb, al-‘Aql. Supaya tidak terjadi tumpang tindih dalam
memahami istilah, perlu sebuah kesamaan perspektif dalam
memahami istilah yang dipakai sehingga menjadi kata operasional
yang dipakaikan dalam kajian ini. Karena tentunya, masing-masing
kata yang dipakai memiliki bias dan konsekuensi masing-masing.
Ditambah lagi dengan perbedaan dalam memahami makna kata yang
dimaksud, akan memperluas pemaknaan dan membuatnya semakin
runyam. Oleh karena itu, perlu pemilahan pemaknaan yang dipakai dan
kesamaan perspektif dalam memahami istilah sehingga menjadi kata
ilmiah yang digunakan dalam kajian.
1. Al-Ru>h}
Terdapat 21 kata al-Ru>h} di dalam al-Quran. Semua kata
tersebut berpulang pada 6 pemaknaan.1 Dari 6 pemaknaan hannya satu
pemaknaan yang dimaksud dalam kajian. (a) Al-Ru>h} dipakaikan untuk
malaikat Jibril as.2 (b) Al-Ru>h} dipakaikan untuk Al-Quran,3 (c) Al-Ru>h}
dipakaikan untuk wahyu yang diturunkan Allah swt.4 (d) Al-Ru>h}
1
Muh}ammad Sayyid al-Musayyar, Al-Ru>h} fi Dirasa>t al-Mutakallimi>n wa
al-Fala>sifah (Cairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 2002), 26.
2
Katakanlah: Ru>h} (Jibril as.) yang disucikan menurunkan al-Quran itu dari
Tuhanmu dengan benar‛ (QS. Al-Nah}l [16]: 102). Lihat tafsirnya dalam Abu ‘Abd
Allah Muh}ammad ibn Ahmad ibn Abi Bakr al-Qurt}u>bi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Quran:
Wa al-Mubayyin lima> Tad}ammanahu min al-Sunnah wa A<i al-Furqa>n, Ed. ‘Abd
Allah ibn ‘Abd al-H{asan al-Turki> (Beirut: Maktabah al-Risa>lah, 2006), Cet. I, Vol.
XII, 427.
3
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Ru>h} (Al-Quran) dengan
perintah Kami (Al-Shura>: 52). Lihat tafsirnya dalam Ima>d al-Di>n Abu al-Fida’ Ismail
Ibn Kathir, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m (Giza: Maktabah Aula>d Shaikh li al-Tura>th,
2000), Cet. I, Vol. XII, 295.
4
Yang menyampaikan al-Ru>h} (wahyu) dengan perintah-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan
(manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat). (QS. Ga>fir [40]: 15). Lihat tafsirnya
31
32
dalam Ibn Qayyim al-Jauzi>, D{au al-Muni>r ‘ala> al-Tafsi>r, Ed. ‘Ali> al-Muh}ammad al-
Muh}ammad al-S{a>lih}i> (Riyad}: Maktabah Dar al-Sla>m, tt.), Vol. V, 244.
5
Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati
mereka dan menguatkan mereka dengan Ru>h} (pertolongan)5 yang datang daripada-
Nya (QS. Al-Muja>dilah [58]: 22). Lihat tafsirnya dalam Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-
A<lu>si>, Ruh al-Ma‘a>ni fi Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m wa al-Sab’ al-Matha>ni> (Beirut: Dar
Ih}ya’ al-Turasth al-‘Arabi>, tt.),Vol. XXVIII, 36.
6
Sesungguhnya al-Masih}, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan
kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, dan Ru>h} (Isa as. sebagai rahmat)
dari-Nya‛ (QS> Al-Nisa’ [4]: 171). Setiap manusia adalah Ru>h} yang ditiupkan Allah
(QS. Al-Hijr [15]: 29), penyebutan Ru>h} disini sebagai kemulian khusus yang
ditujukan kepada Isa as. karena lahir tanpa ayah. Lihat Abu Ja’far Muh}ammad ibn
Jari>r al-T{abari>, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l Ayyi al-Quran (Cairo: Maktabah Ibn
Taymiyah, tt.), Vol. V, 421.
7
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah aku
tiupkan kedalamnya Ru>h}-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud
(QS>. Al-Hijr [15]: 29).
8
Abu al-Qa>sim Mah}mu>d ibn Umar al-Zamkhashari>, Al-Kashsha>f ‘an
Haqa>iq Gawa>mid} al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wujuh al-Ta’wi>l (Riyad}:
Maktabah Abika>n, 1998), Cet. I, Vol. III, 405.
9
Hai al-Nafs yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya (QS. Al-Fajr [89]: 27-28)
10
Dia adalah Muh}ammad ibn Abi Bakr ibn Ayyub ibn Da’d al-Zar‘i> al-
Dimashqi>, Abu ‘Abd Allah Shams al-Di>n yang dikenal sengan sebutan Ibn Qayyim
al-Jauzi>, Qayyim al-Jauzi> adalah ayahnya, yang berarti seorang Kurator di al-
Jauziyah, anak cucunya dikenal dengan istilah tersebut. Dia salah satu murid Ibn
33
Taymiyah, seorang ulama besar yang di lahirkan di Damaskus (691H./1292 M.) dan
meninggal di tempat yang sama pada (751 H./ 1350 M.). Pernah dipenjarakan di
benteng Damaskus bersama Ibn Taymiyah. Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m,
Vol. VI, 56.
11
Shams al-Di>n Abu ‘Abd Allah Ibn al-Qayyim al-Jauzi>. Al-Ru>h}, Ed.
Muh}ammad Ta>mir (Cairo: Dar al-Taqwa, 2003), 234.
12
Aku bersumpah demi hari kiamat. Dan aku bersumpah demi al-Nafs yang
labil (QS. Al-Qiya>mah [75]: 1-2).
13
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h, 23.
14
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 239-240.
34
15
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya al-Nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali al-Nafs
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun lagi
maha penyanyang (QS. Yusuf [12]: 53)
16
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 240.
17
Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan al-Qalb yang selamat (QS. Al-Shu‘ara’ [26]: 88-89).
18
Dia adalah Muh}ammad ibn Ah}mad ibn Abi Bakr ibn Farh}, Abu ‘Abd
Allah al-Ans}a>ri> al-Khazra>ji, al-Qurtubi>, al-Andalu>si>, al-Ma>liki>. Seorang Imam yang
berwawasan luas, mempunyai banyak karangan yang menunjukkan bahwa ia seorang
yang rajin membaca dan tentunya itu menunjukkan keutamaannya. Buku tafsirnya
dibawa oleh dua kendaraan (unta/keledai). Karyanya merupakan tafsir terbesar
bercorak fiqih. Dia meninggal tahun 671 H di Mesir. Lihat S{ala>h} al-Di>n Khali>l ibn
Aibek al-Safadi>, Wafya>t al-A’ya>n (Beirut: Da>r Ih}ya’ Turath al-‘Arabi>, 2000), Cet. I,
87.
19
Imam al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Quran, Vol. XVI, 44.
20
Imam al-Qurt}u>bi>, Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Quran, Vol. I, 287.
21
Ibn Hazm al-Andalu>si> Al-Z{a>hiri>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Ahwa>’ wa al-
Nih}al (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. II, Vol. III, 252.
35
oleh filosof muslim. Istilah ini muncul dari teori mereka (al-Fara>bi> dan
Ibn Si>na>) tentang penciptaan alam semesta (kosmologi). Menurut
filosof, penciptaan terjadi dengan emanasi, yaitu segala yang ada,
terpancar dari Allah Yang Maha Kuasa melalui tahapan-tahapan.
Penciptaan terjadi dengan proses berkreasi (Ta‘aqqul), yaitu
Allah (al-‘Aql absolut) sebagai wujud yang pertama (Wajib al-Wuju>d
bi Dha>tih) berkreasi tentang dirinya. Dari kreasi itu terpancar wujud
kedua (al-‘Aql-1). Al-‘Aql (1) berkreasi tentang Tuhan sehingga
terpancar wujud ketiga (al-‘Aql-2). Al-‘Aql (1) juga berkreasi tentang
dirinya sendiri sehingga terpancarlah langit. Akal-2 berpikir tentang
Tuhan, terpancar al-Aql (3). Al-‘Aql (2) berkreasi tentang dirinya,
maka terpancarlah bintang-bintang. Begitu seterusnya hingga sampai
pada al-‘Aql (10). Oleh karena itu, Allah adalah al-‘Aql, yang
berkreasi (al-‘A<qil), dan yang dikreasikan (al-Ma’qu>l) bersamaan.22
Terdapat kerancuan dalam karya Ibn Si>na> (370-428 H), ketika
menjadikan al-‘Aql merupakan salah satu daya al-Nafs, dan ketika
menyatakan teori emanasi: al-‘Aql terpancar dari Tuhan kemudian
terpancar dari al-‘Aql itu al-Nafs. 23 Namun yang lebih tepat dalam
pandangan Ibn Si>na> adalah al-‘Aql merupakan salah satu daya al-Nafs.
Jiwa ketika telah berpisah dengan raganya terkadang disebut al-Nafs,
akan tetapi lebih tepat untuk disebut al-‘Aql.
Ibn Si>na> membagi al-‘Aql menjadi dua bagian24: (a) al-‘Aql al-
‘Amali> (intelek praktis) yang menjadi sumber gerak raga manusia
setelah melalui proses berfikir, berbeda dengan akal binatang yang
menggerakkan raganya tanpa proses berfikir, tapi berasal dari
dorongan dan emosi. (b) al-‘Aql al-‘Ilmi (intelek saintis) yang
merupakan daya yang mampu memperoleh pemaknaan-pemaknaan
umum yang transenden. Al-‘Aql al-‘Ilmi menguasai badan dan
mempengaruhinya hingga terbentuklah budi pekerti (akhlak).
Sebagian filosof memandang bahwa al-‘Aql adalah wujud
(eksistensi) yang paling mulia. Esensi al-‘Aql al-Mut}laq (absolut)
adalah Allah, intelek manusia (al-‘Aql al-Munfa‘i>l - Poietikos)
terpancar dari al-‘Aql (10)25 (al-‘Aql al-Fa’‘a>l - pothetikos) yang suci
22
Abu ‘Ali al-H{usain ‘abd Allah Ibn Si>na>. Al-Naja>h} fi al-Mant}iq wa al-
Ila>hiya>t (tt: www.al-Mostafa.com , tth), Vol. II, 140. Teks aslinya adalah:
ٔاجب انٕجٕد بزاحّ عقم ٔعاقم ٔيعقٕل
23
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 29.
24
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 32.
25
‚Aku tiupkan kedalamnya Ru>h}-Ku‛ (QS. Al-Hijr [15]: 29)
36
26
Abbas Mahmu>d ‘Aqqa>d, Insa>n fi al-Quran (Cairo: Nahd}ah Mis}r, tt.), 27.
27
Abu Ha>mid al-Gaza>li>, Ihya’ ‘Ulu>m al-Di>n (Semarang: Karya Toha Putra,
tt.), Vol III, 3.
28
Shaikh al-Islam Ibn Taymiyah, Majmu‘ah al-Risa>lah al-Muniriyah:
Risa>lah fi al-Aql wa al-Ru>h}, Ed. Muh}ammad Muni>r ‘Abduh (Damaskus: T{iba>‘ah al-
Muniriyah, 1343 H.),Vol. II, 36.
29
Ibn Taymiyah, Risa>lah fi al-Aql wa al-Ru>h}, Vol. II, 22.
30
Dia adalah al-Ima>m Abi> Muh}ammad ‘Ali> ibn Ahmad yang dikenal dengan
Ibn Hazm al-Andalu>si> al-Z{a>hiri> al-Qurtubi>, Lahir di Cordova (384 H/ 994 M). Ulama
besar islam yang banyak menulis buku setelah Ibn Jarir al-T{abari. Dia seorang Imam
yang Hafiz}, faqih tekstualis, pembaharu tekstualis, dan penghidup kembali aliran
tekstualis yang telah padam di Timur. Dia juga seorang teolog, sastrawan,
pengkritik, penganalisa bahkan orang menyebutnya sebagai seorang filosof, Menteri
37
urusan politik Bani Umayyah, Ulama besar Andalusia. Ulama Maliki menantangnya
dan mengusirnya dari tanah airnya. Dia meninggal di negeri orang tuanya ‚ Mint
Lishm‛ pada (456 H/ 1064 M). Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-
Nubala’, Vol. XVIII, 184.
31
Ibn Hazm al-Andalu>si, Al-Fis}al fi al-Milal, 254.
32
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 232.
33
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 231.
34
Mahmu>d ‘Abba>s ‘Aqqad, Al-Falsafah al-Quraniyah (Beiru>t:Dar al-Kita>b
al-Lubna>ni>, 1986), 117.
35
Dan mereka bertanya kepadamu tentang al-Ru>h}. Katakanlah: al-Ru>h} itu
merupakan urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan
sedikit (QS. Al-Isra’ [17]: 85)
36
Abu ‘Abd Allah ibn Sulaima>n al-Saffa>raini>, Al-Buh}u>r al-Za>khirah fi
‘Ulu>m al-A<khirah, Ed. Muh}ammad Ibrahi>m Shalabi> (Kuwait: Garra>s, 2007), Cet. I,
Vol I, 111.
38
a. Salaf 37
Salaf memandang bahwa al-Ru>h} yang dipertanyakan disini
adalah al-Ru>h} yang diberitakan berdiri bersama malaikat di hari
kiamat, yaitu malaikat yang agung.38 Oleh karena itu al-Ru>h}
(malaikat) tersebut tidak dapat dikenal kecuali adanya pemberitaan
wahyu. 39
b. Khalaf
Khalaf memandang bahwa al-Ru>h} yang dipertanyakan adalah
al-Ru>h}-nya manusia. Al-Ru>h} manusia bukanlah hal yang tidak dapat
dikenal (gaib), telah banyak manusia dari berbagai aliran dan agama
yang membahasnya. Sehingga, jawaban tentang al-Ru>h} manusia
sangat tidak pantas menjadi tanda kenabian.40Al-Quran dan hadis telah
banyak berbicara tentang jiwa, ketergantungan jiwa dengan raga, dan
setelah berpisah dengan raga. Lalu pantaskah mengatakan Rasul saw.
sama sekali tidak tau tentang al-Ru>h}?
Ibn Qayyim (691-751 H) mengklaim bahwa mayoritas salaf
bahkan semuanya menyatakan bahwa al-Ru>h} yang dimaksud adalah
malaikat.41 Ayat ini bukanlah menjadi penghalang untuk mengkaji al-
Ru>h} manusia. ‘Alla>mah al-A<lu>si>42 (1217-1270 H) dalam tafsirnya,
37
Salaf merupakan masa keemasan yang dicerminkan dalam kemurnian
pemahaman dan penerapan rujukan agama dan pemikiran, sebelum munculnya
perselisihan dan aliran yang timbul setelah masa penaklukan Islam. Salaf Generasi
awal Islam yang menjadi teladan umat Islam dan telah dicap kebaikannya oleh Rasul
saw.: ‚Sebaik-baik generasi adalah generasiku (Sahabat) kemudian generasi
berikutnya (Ta}}>bi’in) kemudian generasi berikutnya (Ta>bi’ Ta>bi’in)‛ (HR>. Bukhari
Muslim). Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, al-Salaf wa al-Salafiyah (Cairo: Kementrian
Perwaqafan Republik Arab Mesir: 2008), 9.
38
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 165.
39
Lihat H{adi>th S{ahi>h dari ‘Abd Allah ibn Mas‘u>d, diriwayatkan oleh Imam
al-Bukha>ri> dalam kitab: al-‘Ilm, Ba>b: Qauluhu ‚Wama> u>ti>tum min ‘ilm illa> qali>la>‛
(no. 125). Lihat Ima>m Abu ‘Abd Allah ibn Isma>’il al-Bukha>ri, Shahi>h al-Bukha>ri>
(Riyad}: Bait al-Afka>r al-Dauliyah, 1998), 50.
40
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 165-166.
41
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 165.
42
Dia adalah al-‘Alla>mah Abu al-Fad}l Shiha>b al-Di>n, al-Sayyid mahmu>d al-
A<lu>si> al-Bagda>di>. Lahir pada tahun 1217 H/ 1802 M di dekat kota al-Karakh,
Bagdad. A<lu>s adalah sebuah pulau ditengah sungai Eufrat, Kakeknya melarikan diri
kesana menghindari pembantaian Hulagu Khan (Mongol). Dia seorang ulama Irak
dan mufti Bagdad dan merupakan penutup Muh}aqqiqi>n. Dia ahli dalam perbedaan
mazhab, mengenal agama dan berbagai aliran, berkeyakinan salafi, bermazhab
Sya>fi’i. Hanya saja dia dalam banyak permasalahan mengikut pada Imam Abu
Hanifah, namun diakhir hayatnya lebih cendrung untuk berijtihad. Al-A<lu>si> wafat
39
pada tahun 1270 H/ 1854 M. Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi, Tafsi>r wa al-
Mufassiru>n (Cairo: Maktabah Wahbah, 2000), Vol I, 250-251.
43
Dia adalah ‘Abd Allah ibn ‘Abba>s, digelari Habr al-Ummah, faqih
zamannya, tokoh mufassir, anak paman Nabi saw: Abu ‘Abba>s ibn ‘Abd al-Mut}allib
ibn Ha>shim. Ia lahir dipemukiman Bani Ha>shim 3 SH. Sewaktu kecil, Nabi
merangkulnya ke ketiaknya dan berdoa ‚Ya Allah faqih-kan (pahamkanlah) ia agama
dan ajarkanlah ia ilmu takwil (tafsir). Nabi saw. meninngal ia masih berumur 13
tahun. Ibn ‘Abba>s meriwayatkan 1660 hadis. Dia digelari dengan al-Bah}r (lautan
ilmu), karena ia tak pernah diam bila ditanya tentang perkara agama. Ibn ‘Abba>s
wafat pada 68 H. di T{a>if. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi. Siyar A’la>m al-Nubala’.
Vol. III, 331-359.
44
Dia adalah Abu Sa‘i>d, al-H{asan ibn Abi al-H{asan Yassa>r al-Bas}ri>. Lahir
dua tahun penghujung kekhilafahan Umar ibn Khattab di Madinah tahun 21 H.
Ibunya pembantu Ummu Salamah. Dia menangis di waktu kecil, dan Ummu Salamah
menyusuinya, dan tumbuh di keluarga Nabi. Pada tahun 37 H dia pindah ke Bas}rah,
disanalah ia menyenyam ilmu dari para sahabat disana, dan menjadi seorang ulama
paling tersohor di seantaro Bas>rah dan menjadi mufti hingga wafatnya. Ia wafat di
umur 88 tahun di Basrah pada 110 H. Lihat Muh}ammad H{usain al-Dhahabi>. Al-
Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Vol. I, 93.
45
Dia adalah Abu al-Khita>b, Qatadah Ibn Di‘a>mah al-Sasu>si>. Seorang
keturunan Arab asli tinggal di Bas}rah. Dia menimba ilmu dari Anas, Abu T{ufail, Ibn
Siri>n, ‘Ikrimah, ‘Ata’ ibn rabah dan lainnya. Dia seorang ahli Arab: bahasanya, hari-
harinya dan nasabnya. Dari sinilah timbul kepopulerannya dalam tafsir. Ia dikenal
sebagai seorang yang kuat hafalannya, apa yang di dengarkan kepadanya dapat cepat
masuk ke otaknya, ia mampu mengulanginya. Ia wafat pada 117 H pada umur 56
tahun. Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi>. Al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Vol. I, 93-
94.
46
Dia adalah Abu al-H{asan ‘Ali ibn Abi T{a>lib ibn Ha>shim, anak paman
Nabi saw. dan suami anaknya Fa>t}imah, Khalifah al-Ra>shidi>n yang ke-4 dan Ima>m
yang pertama menurut Shi‘ah. Sebagian sumber sejarah menyebut ia dilahirkan di
dalam Ka’bah pada 13 Rajab 23 SH/ 17 Maret 599 M. Dia merupakan orang ke-3
masuk Islam dan anak kecil pertama masuk Islam. Ia turut serta dalam seluruh
perang yang dipimpin Rasulullah selain perang Tabuk. Dia dikenal gagah perkasa di
medan perang, orang kepercayaan Rasulullah Saw. duta dan menterinya, dan salah
seorang penulis wahyu. Kedudukan ‘Ali menjadi konflik yang berkepanjangan dalam
40
sejarah dan keyakinan antara berbagai aliran Islam. Dia di Bai‘at menjadi khalifah di
Madinah pada 35 H. dan berkuasa selama lima tahun. Masanya di kenal sebagai masa
instabilitas politik. Mala petaka dan peperangan terjadi dimasanya merupakan
perpanjangan kasus pembunuhan ‘Uthma>n ibn ‘Affa>n. Ia meninggal di tangan ‘Abd
al-Rah}ma>n ibn Muljam pada Ramad}a>n 40 H./ 661 M. Lihat Shams al-Di>n al-
Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’: Si>rah al-Khulafa’ al-Ra>shidi>n, 225-251.
47
Dia adalah Abu al-H{ujja>j Muja>hid ibn Jabar al-Makki> al-Makhzu>mi>. Dia
populer disebut singkat dengan ‚Muja>hid‛ dalam kitab tura>th. Dia seorang imam,
faqi>h, ‘A<lim, terpecaya (Thiqqah) dan banyak hadis. Dia seorang ahli tafsir, Qurra’
al-Quran dan hadis. Muja>hid banyak meriwayatkan dari ibn ‘Abbas. Ibn ‘Abbas
pernah menerangkan al-Quran kepadanya sebanyak tiga kali, ayat-ayatnya satu
persatu. Mujahid mengambil periwayatan hadis dari ‘A<ishah, Abu Hurairah, Sa’d ibn
Abi Waqqa>s, Jabir, Ibn ‘Umar dan Abu Sa‘i>d al-Khudri. Lihat Shams al-Di>n al-
Dhahabi, Siyar A’la>m al-Nubala’, Vol. VI, 449.
48
Dia adalah Sa‘i>d ibn Jubair ibn Hisha>m al-Asadi>, Imam, al-H{a>fiz al-
Muqri’ al-Mufassir tekenal. Seorang tabi‘i>n keturunan Ethiopia. Dia seorang yang
taat beragama, seorang alim, dia belajar dari ‘Abd Allah ibn ‘Abba>s, ‘Abd Allah ibn
‘Umar dan ‘Aishah di Madinah. Dia menetap di Kufah dan menyebarkan ilmunya
disana. Jadilah dia seorang imam dan guru bagi penduduk Kufah. Dia dibunuh oleh
al-H{ujja>j ibn Yu>suf al-Thaqafi, karena ia bergabung dengan ‘Abd al-Rah}ma>n ibn al-
Ash‘at dalam pemberontakan kepada Bani Umayyah. Lihat Shams al-Di>n al-
Dhahabi>, Siyar A’la>m al-Nubala’, Vol. VI, 321-342.
49
Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh al-Ma‘a>ni, Vol. 15, 152.
50
Salafi adalah aliran tekstualis yang di gagas Imam Ah}mad ibn H{anbal
tentang Asma’ wa Sifa>t yang dahulunya dikenal dengan istilah Ahl al-H{adi>th.
Aliran ini kembali berkembang di abad ke 7 H ditangan Ibn Taymiyah dan muridnya
Ibn Qayyim al-Jauzi>. Dalam perkembangannya, gelar dan istilah Salafi ini lebih
popular digunakan untuk kelompok tertentu yang mencerminkan pemahaman
sebagian sahabat bukan seluruh sahabat. Muh}ammad ‘Ima>rah, al-Salaf wa al-
Salafiyah, 9-11.
41
56
Dia adalah Abu al-Qa>sim al-Junaid Muh}ammad al-Khazza>z al-Qawa>ri>ri>,
digelari dengan imam dua kelompok yaitu sufi dan fuqaha. Seorang ulama Ahl al-
Sunah, tokoh sufi Sunni di abad ketiga Hijriyah. Dia berasal dari Na>hawand di
H{amda>n, lahir dan tumbuh di Bagdad. Abu ‘Abd al-Rah}ma>n al-Salami menyatakan;
‚Dia adalah seorang pemuka bangsa dan tuannya, diterima oleh berbagai kalangan‛.
Dia dekat dengan sekelompok syaikh, yang paling dikenal adalah pamannya syaikh
Sarri al-Saqti> dan al-H{a>rith al-Muhasibi>. Dia belajar fiqih dengan Abu Thaur, dia
telah menjadi mufti dikelompoknya pada umur 20 tahun. Ima>m Junaid wafat pada
297 H. Lihat Abu ‘Abba>s ibn Khilka>n, Wafya>t al-A’ya>n wa Anba’ Abna’ al-Zama>n
(Beirut: Dar al-S}a>dir, tt.), Vol I, 373-375.
57
Muh}ammad al-Ami>r, H{ashiyah ‘ala> Sharh} al-Shaikh ‘Abd al-Sala>m ‘ala>
al-Jauharah fi Ilm al-Kala>m (Cairo: al-Mat}ba‘ah al-Azhariyah, 1342 H), 134.
58
Dia adalah Shiha>b al-Di>n abu H{afs} Umar al-Suhrawardi al-Baghda>di>,
Seorang ulama Ahl al-Sunnah dan tokoh tasawuf Sunni di abad VII hijriyah, pendiri
tarekat sufi Suhrawardiyah, pengarang kitab ‘Awa>rif al-Ma‘a>rif. Ulama besar teladan
para zuhud dan penuntut ilmu, muh}addi>th, Syaikh al-Isla>m penyatu sufi. Lahir 539
H, berasal dari Suhrawanrd. Dia menemani dan mengikuti pamannya Abu al-Naji>b,
darinya Suhrawardi belajar fiqih, khitabah, dan tasawuf. Dia juga berteman dengan
‘Abd Qadir al-Jailani dan Abu Muh}ammad ibn ‘Abd di Basrah. Dia meninggal di
Bagdad, 632 H dan diatas kuburnya dibangun menara. Lihat Al-Ima>m Shams al-Di>n
ibn ‘Uthma>n al-Dhahabi>, Siyar A’la>m Al-Nubala’, Vol. XXII, 373.
43
59
Shiha>b al-Di>n al-Umar al-Suhrawardi, ‘Awa>rif al-Ma‘a>rif dalam catatan
kaki Ih}ya’ Ulum al-Di>n al-Gaza>li> (Cairo: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, tt),
199.
60
Dia adalah Shihab al-Di>n Ahmad ibn ‘Ali ibn Muh}ammad ibn ‘Ali ibn
Mahmu>d ibn Ahmad ibn H{ajar al-Sha>fi‘i> al-‘Asqala>ni> al-Kinna>ni>, dikenal dengan
sebutan Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni. Lahir dan wafat di Cairo 773-852 H. dari keluarga
Palestina dari suku Kina>nah yang menghuni daerah ‘Asqala>n dan pidah ke Mesir
sebelum ia dilahirkan. Dia hafal al-Quran di umur 9 tahun, kemudian hafal alfiyah
(1000) h}adith Zainuddin al-Ira>qi, Mukhtas}ar Ibn al-H{ajib tentang Ushul. Dia
menekuni ‘Ilm al-h}adith, menguasai ‘Ilm al-Sanad, al-Matan , al-‘ilal dan al-
Mus}t}alah. Dia pernah mengembara ke Syam, Hijaz, dan Yaman, ulama zamannya
mengakui keilmuannya dan menggelarinya dengan al-H{afi>z. Lihat Ibn H}ajar
al’Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri, Vol. I, 19-20.
61
Ibn H}ajar al’Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri, Ed. Abd al-Qa>dir Shaibah al-H{amd
(Riya>d}: Maktabah al-Malik al-Fahd}, 2001), Cet. I, Vol. VIII, 263.
62
Lihat Muh}ammad al-Ami>r, H{ashiyah ‘ala> Sharh} al-Shaikh ‘Abd al-Sala>m
‘ala> al-Jauharah fi ‘Ilm al-Kala>m. (tt: Manuskrip Library of Princeton Aniversary,tt)
63
Ma>liki> penisbatan kepada imam Malik ibn Anas (93-179 H) salah satu
mazhab fiqih sunni yang empat, muncul pada abad kedua hijriyah. Perhatian khusus
terhadap amalan penduduk madinah merupakan ciri khas mazhab ini. Maliki tersebar
secara umum di timur bawah dan afrika, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, Saudi
Arabia, Oman dan Negara lainya di Timur tengah. Eropa dan wilayah Maghrib juga
mayoritas mazhab ini. Lihat Muh}ammad al-Mukhta>r Muh}ammad al-Masa>mi>, Al-
Madhhab al-Ma>liki>: Mada>risuhu wa Muallifatuhu – Khas}aisuhu wa Sama>matuhu
(Uni Emirat Arab: Zayed Center for Heritage and History, 2002), 7.
44
64
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 20.
65
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 39.
66
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 38.
67
Dia adalah Abu al-Farj Muh}ammad Jamal al-Di>n ibn Muh}ammad Sa‘i>d
ibn Qa>sim ibn S{alih} ibn Isma‘i>l ibn Abi Bakr, dikenal dengan al-Qa>simi>, penisbatan
kepada nama kakeknya. Ulama Syam kelahiran Damaskus 1283 H/ 1866 M. Al-
Qa>simi> menyerukan ilmu pengetahuan, membuang jauh-jaun fanatik dan taklid buta,
memurnikan akidah dari infiltrasi pemikiran-pemikiran filsafat dan akidah yang
sesat. Al-Qa>simi menyerukan untuk membuka pintu ijtihad bagi yang sudah
memenuhi syarat untut itu. Karyanya lebih dari seratus buku. Ia wafat pada 1332 H/
1914 M. Lihat profilnya di al-Mishka>h.net:
http://www.almeshkat.net/vb/showthread.php?t=29180, (diakses pada 2 Mei 2012)
45
karena itu, cukup dijawab secara global saja. Demi kebaikan umum
agar tidak turut berbicara tentang al-Ru>h}, karena pembicaraan tentang
al-Ru>h} susah dipahami, terutama bila mengikuti metodologi filosof.‛68
Menurut Syaikh al-Qa>simi> (1283-1332 H) tidak ada bukti kuat
pelarangan mengkaji al-Ru>h}. Sebaliknya, justru banyak ayat-ayat al-
Quran yang menganjurkan untuk mengkaji al-Ru>h.} Bahkan al-Quran
menjadikan kajian tentang jiwa (al-Ru>h}) sebagai sarana mendekatkan
diri kepada Allah Ta‘a>la>>. 69
68
Jamal al-Di>n al-Qa>simi>, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Ed. Muh}ammad ‘Abd al-Ba>qi>
(tt: tp, 1957), Vol. 10, 3983.
69
Jamal al-Di>n al-Qa>simi, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Vol. 10, 3983-3984.
70
Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh} al-Ma‘a>ni, Vol. 15, 154.
71
Jamal al-Di>n al-Qa>simi, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Vol. 10, 3981.
46
dan bumi yang dapat digapai oleh indra manusia. Namun, ‘Alla>mah
al-A<lu>si> (1217-1270 H) memberi catatan72 bahwa: Pemakaian istilah
ini tidak dikenal oleh bangsa Arab. Walaupun begitu, pemakaian
istilah ini ditopang oleh ayat: ‚Ingatlah! Kepunyaan-Nya alam al-
Khalq dan alam al-Amr‛ (QS. al-A’ra>f [7]: 54).
Jawaban global yang diberikan Nabi saw. atas pertanyaan
Yahudi tentang hakikat al-Ru>h}, merupakan jawaban dengan gaya
bahasa yang bijaksana.73 Hakikat al-Ru>h} merupakan a>lam al-Amr
(immaterial) yang tak dapat digapai akal manusia. Jawaban ini sama
dengan jawaban bijak Musa as. dalam menjawab pertanyaan Fir‘aun:
Siapakah itu Tuhan alam semesta? Musa as. Menjawab: Tuhan
pencipta langit dan bumi (QS. Al-Shu‘ara’[26]: 23-24), sebagai
jawaban yang bijaksana, karena Fir‘aun tak akan bisa mengetahui zat
Tuhan.
Pada dasarnya, kajian tentang al-Ru>h} hampir sama dengan
kajian tentang Allah Ta‘a>la>>. Al-Ru>h} merupakan tiupan langsung Allah
dari zat-Nya, yang membuat manusia menjadi mulia dan mendapat
penghormatan. Mengenal hakikat al-Ru>h} merupakan sebuah
kemustahilan, sama halnya dengan mengenal zat atau hakikat Tuhan.
Namun, manusia dapat mengenal Tuhan dari gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh zat Tuhan.
Gejala-gejala itu, diperoleh manusia dari anugrah indra dan
proses pemikiran akal, seperti: Allah maha kuasa, maha penyayang,
maha pencipta dan sebagainya yang diperoleh indra. Gejala-gejala
yang ditimbulkan oleh zat Tuhan, dikenal dengan sifat-sifat Allah dan
nama-nama-Nya (Asma’ al-H{usna>). Disamping memperoleh gejala zat
Tuhan dari indra, manusia juga mendapatkan gejala zat Tuhan dari
pemberitaan wahyu ilahi tentang zat-Nya. Gejala tersebut dikenal juga
dengan perumpamaan (Tashbi>h) dan penyerupaan (Tamthi>l), yaitu
perumpamaan dan penyerupaan perbuatan dan kondisi Allah yang
immaterial dengan sifat-sifat material, seperti naik, turun,
bersemayam, marah, punya tangan, wajah, dan lainnya, maha suci
Allah dari apa yang mereka sifati.
Sama halnya dengan mengkaji Allah Ta‘a>la>>, manusia tak akan
mampu mengetahui hakikat manusia (al-Ru>h}), tapi manusia dapat
mengenal al-Ru>h} dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh al-Ru>h}
tersebut. Telah banyak pemikir yang mengkaji tentang sifat dan
72
Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh al-Ma’a>ni, Vol. 15, 154.
73
Jama>l al-Di>n al-Qa>simi, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Vol. 10, 3982.
47
74
Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh} al-Ma’a>ni, Vol. 15, 154.
75
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Ihya’ Ulu>m al-Di>n, Vol. III, 4.
76
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 47.
77
Tharwat H{asan ‘Abd al-Rahma>n al-Mihna>, Fi al-Falsafah al-Isla>miyah
(Zagazig: Dar al-Isla>miyah, 2005), 157.
78
Komisi Dosen Fakultas Akidah Filsafat Universitas al-Azhar, Qad}aya>
Falsafiyah fi H{ad}a>rah al-Maghrib al-Isla>miyah (Zagazig: Dar al-Islamiyah, 2007),
127.
79
Tharwat H{asan, Fi al-Falsafah al-Isla>miyah. 157.
48
80
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi> al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, Vol. II, 130
81
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Taha>fut, 53, 67.
82
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Taha>fut, 71. Lihat juga Ibn Rushd, Fas}l
al-Maqa>l, 40.
83
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Taha>fut, 54.
84
Komisi Dosen al-Azhar, Qad}aya> Falsafiyah, 156.
49
berasal dari bahan, hasil perbuatan pelaku dan tidak didahului oleh
waktu, yaitu alam semesta yang diciptakan Allah dari ketiadaan,
geraknyalah yang menjadi ukuran waktu. Wujud ini merupakan wujud
perantara antara kedua sisi wujud diatas.85
Ash‘ariyah memandang wujud perantara tersebut lebih
cenderung pada sisi pertama. Oleh karena itu, mereka menyebutnya
h}a>dith. Sebaliknya, filosof memandang wujud perantara tersebut lebih
cenderung pada sisi kedua. Oleh karena itu, mereka menyebutnya
qadi>m. Wujud ketiga ini bukan h}a>dith sebenarnya (hakiki) dan juga
bukan qadi>m sebenarnya (hakiki). Karena h}a>dith hakiki berasal dari
bahan dan qadi>m hakiki tidak disebabkan oleh sesuatupun.86
Bagi Ibn Rushd (520-595 H), pendekatan antara teolog dan
filosof ini, tak ubahnya menyelaraskan antara pendapat Plato87 (427-
347 SM) yang menyatakan h}ad> ith-nya alam dan pendapat Aristoteles88
85
Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 40, 41.
86
Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 42.
87
Plato (Πλάτων) adalah seorang tokoh besar filsafat Yunani kuno,
kelahiran Aigena dekat Athena pada Mei 427 SM. Aigena merupakan tempat tinggal
sementara ayahnya Ariston. Plato hidup 80 tahun dan meninggal pada 347 SM.
Kedua orang tuanya berasal dari keturunan terhormat. Ayahnya keturunan Codrus,
Kaisar terakhir dinasti Athena terdahulu. Ibunya Perictione berasal dari keluarga
pemerintah Athena. Pada awalnya, Plato menggemari sastra, namun ketika ia belajar
dengan Socrates (470-399 SM), Socrates banyak mencela sastra (syair), akhirnya ia
mempelajari ajaran Phitagoras (582-496 SM) tentang dunia akal ( al-Ma’qu>la>t). Plato
mendirikan Akademia, sekolah tinggi pertama yang pernah ada. Plato meletakkan
dasar-dasar filsafat Barat dan sains. Plato sangat terpengaruh dengan ajaran gurunya,
Socrates. Apalagi hukuman mati yang zalim kepada gurunya meninggalkan pengaruh
tersendiri baginya. Lihat Jamal al-Di>n abi al-H{asan ‘Ali ibn Yu>suf al-Qift}i, Ikhba>r al-
‘Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’ (Mesir: al-Sa‘a>dah, tt.), 13-20. Lihat juga Ah}mad
Fua>d al-Ahwa>ni, Afla>t}u>n (Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1991), Cet. IV, 9-21.
88
Aristoteles (Ἀπιστοτέληρ) adalah anak Nicomachus dokter kaisar
Macedonia Amyntas III, seorang tokoh besar filsafat Yunani. Lahir di Stagira,
wilayah Chalcidice pada 384 SM. Aristoteles hidup 62 tahun, meninggal di Kha>liqi>s
pada 322 SM. Di usia 17 tahun, ia menjadi murid Plato, kemudian menigkat menjadi
guru di Akademia Plato sampai umur 37 tahun. Disinilah Aristoteles mempelajari
fisika (Tabi>‘ah) dan Metafisika. Aristoteles meninggalkan Akademia setelah Plato
meninggal, dan menjadi guru dan pembimbing Alexander atas permintaan ayahnya,
kaisar Macedonia Philips. Inilah sebabnya ia berbicara tentang ilmu politik, dan
kebaikan umum. Peninggalan pemikiran Aristoteles yang sangat berarti adalah
tentang logika (al-Manti>q), dialah peletak dasar-dasarnya dengan sempurna.
Pemikirannya banyak di adopsi oleh Ibn Si>na> dan ibn Rushd di dunia muslim. Ia
dijuluki sebagai guru pertama. Lihat Jamal al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi
Akhba>r al-Hukama’, 21-39. Lihat juga Alfred Edward Taylor, Aristotle, Trans. Izzat
50
Qarni> (Beirut: Da>r al-T{ali‘ah, 1992), Cet. I, 9-20. Lihat juga Ma>jid Fakhri>, Arist}u>
T{a>lis Mu‘allim al-Awwal (Beiru>t: Maktabah al-Kathu>likiyah, 1958 M), 10-14. Lihat
juga ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi>, Ari>st}u> ‘inda al-‘Arab: Dira>sah wa Nus}us} gair al-
manshurah (Kuwait: al-Waka>lah al-Mat}bu‘a>t, 1978).
89
Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 42. Al-Fara>bi> juga pernah berusaha
menyelaraskan permasalahan Plato ketuhanan dan Aristoteles naturalis dengan
karyanya, lihat Abu Nas}r al-Fara>bi>, Jam’ baina Ra’y al-H{akimain, Ed. Albi>r Nas}ri>
Na>dir (Beiru>t: Da>r al-Mashriq, 1986)
90
Al-Nafs membingungkan dalam kajian emanasi Ibn Si>na>. Terkadang dia
menyamakan antara al-Nafs dengan al-‘Aql dan terkadang Ibn Si>na> menjadikan al-
‘Aql sebagai salah satu daya al-‘Aql. Lihat Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h} fi
Dirasa>t Mutakallimi>n wa al-Fala>sifah, 29
91
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} Fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t,Vol II, 145. Teksnya
sebagai berikut:
ٕجذ عُّ ٔاحذ فبانحش٘ أٌ حكٌٕ األجساو عٍ انًبذعاثٚ ث ٔاحذ إًَاٛانٕاحذ يٍ ح
ف كاَجٛٓا ظشٔسة أٔ كثشة كٛجب أٌ حكٌٕ فٚ تُُٛٛاألٔنٗ أث
92
Pythagoras (Πςθαγόπαρ) berasal dari pulau Samos selatan Italia, dahulu
disebut dengan Yunani Besar, ayahnya bernama Mnesarchus. Dia diberi nama
Pythagoras, karena mampu meramal berita dan benar-benar terjadi. Hidup sekitar 80
sampai 90 tahun. Dikenal sebagai bapak bilangan. Dia pergi menuntut ilmu ke
Timur, mulai dari bangsa Kildan untuk mempelajari ilmu Majusi dan beberapa negeri
timur lainnya seperti Mesir. Kehidupan dan ajarannya tidak begitu jelas akibat
banyaknya legenda dan kisah-kisah buatan mengenai dirinya. Salah satu
peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan
bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah
kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya) dia memberikan sumbangan yang
51
penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Alirannya
dikenal dengan Pythagorism. Lihat T{a>les Miletus, Tari>kh al-Fala>sifah, Trans. Al-
Sayyid ‘Abd Allah H{asan (Cairo: Maktabah al-Thaqa>fah al-Diniyah, 2007), 69. Lihat
juga Yu>suf Kira>m, Ta>ri<kh al-Falsafah al-Yuna>niyah (Cairo: Mat}ba‘ah al-Jannah,
1936), 23-31.
93
Pemecahan berbeda dikemukakan Parmenides (540-470) menurutnya,
alam semesta haruslah satu yang tak terbagi, sangat tidak logis berasal dari banyak.
Lihat Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah: min T{ali>s, Aflut}i>n, Buqli>s
(Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayi>n, 1991), 39-40.
94
Ahmad Fuad Ahwa>ni>, Fajr Falsafah al-Yuna>niah Qabla Suqra>t} (Cairo: Dar
Ih}ya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1954), Cet. I, 83-84.
95
Ajaran yang didirikan oleh Pythagoras (w.496 SM) di Croton, selatan
Italia. Ajaran ini penuh dengan spirit ketimuran, yang didapat Pythagoras dari
pengembalaannya mencari ilmu ke negeri timur. Ajaran Timur yang paling
berpengaruh adalah reinkarnasi dan hidup zuhud. Lihat Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>,
Mada>ris al-Falsafiyah (Cairo: al-Da>r al-Mas}riyah, 1965), 14-26.
96
Asal mula alam semesta pertama kali bahas oleh T{a>les (624-546 SM)
aliran Miletus. Menurutnya, alam berasal dari air. Masih banyak lagi pendapat
tentang asal-usul alam yang diutarakan oleh filosof, namun semuanya berpulang
kepada salah satu material. Pythagoras bisa dibilang pelopor pertama yang
mengungkapkan alam berasal dari wujud im-material yaitu bilangan. Lihat Walter
Terence Stace, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Trans. Muja>hid ‘Abd al-Mun‘im
Muja>hid (Cairo: Da>r al-Thaqa>fah, 1984).
97
Dalam terjemahan bahasa Barat dipakaikan 3 kata, yaitu ‚ Idea‛ yang
merupakan istilah Yunani itu sendiri, namun kata Idea di Barat sekarang ini
dipahami dengan pemikiran atau sangkaan. Prancis menggunakan kata ‚ Form‛ yang
merupakan salah satu pemaknaan Yunani. Terakhir Amerika mengunakan kata
‚Type‛, sementara Arab menerjemahkannya dengan ‚al-Muthul‛. Lihat Ah}mad Fua>d
al-Ahwa>ni, Afla>t}u>n, 108.
98
Salah seorang tokoh Neo Platonism, hidup 66 tahun sekitar 205-270 M.
Plotinus belajar filsafat dari Ammonius Saccas selama 11 tahun, terutama tentang
52
tarekat Persia, India dan sistemnya. Plotinus mulai menulis bukunya ketika mengajar
filsafat aliran Ammonius di Roma. Sumbangan besar pemikiran Plotinus diantaranya
adalah: Satu yang esa, Terpancar dari yang esa, Manusia sejati dan bahagia, dan ilmu
Astronomi. Teori metafisikanya sangat berpengaruh kepada Islam, Kristen, agama
pagan dan mistik lainnya. Lihat Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah: min
T{ali>s, Aflut}i>n, Buqli>s, 190-200 .
99
Muh}ammad ‘Ali Abu Rayy>an, Ta>ri>kh Fikr al-Falsafi>: Arist}u wa Mada>ris
al-Mutaakhirah (Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>miah, 1972), Cet. III, Vol. II, 328.
100
Must}fa Ga>lib, Aflu>ti>n (Beiru>t: Maktabah al-Hila>l, 1987), 10-11.
101
Walter Terence Stace, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, 242.
102
Dia adalah Abu Nas}r Muh}ammad ibn Muh}ammad ibn Auzelang ibn
T}arkha>n al-Fa>ra>bi>. Lahir 260 ./ 874 M di Fa>ra>b, sebuah kota dibelakang sungai al-
Furra>t, sekarang Turkymenistan. Ia wafat tahun 339 H/ 950 M, ayahnya seorang
panglima perang, awalnya tinggal di Bagdad, disinilah ia menghadiri pertemuan
ilmiah. Dia belajar logika dari Abi Bashar Mati> ibn Yu>nus, kemudian pindah ke
H{arra>n. Disana dia belajar dengan Yoh}ana ibn H{aila>n, kemudian kembali ke Bagdad.
Dia menekuni filsafat dan memahaminya, dia mampu mengajarkan, menjelaskan dan
mengomentari buku-buku Aristoteles yang diketahuinya. Kebanyakan bukunya di
tulis di Bagdad. Kemudian pindah ke Suriah, dan berpindah-pindah dari satu kota ke
kota lainnnya, kemudian kembali ke Damakus dan menetap sampai akhir hayatnya di
umur 80 tahun. Dia digelari ‚Guru Kedua‛ setelah Aristoles, dialah yang pertama
53
kali menjelaskan logika Aristoteles kepada Arab. Lihat Yu>suf Farhat\, Falsafah al-
Isla>miyah wa A’lamuha>, 77. Lihat juga Muh}ammad Lut}fi Jum‘ah, Tari>kh Fala>sifah
al-Isla>m (Cairo: Maktabah al-Usrah, 2007),13.
103
H{asan Ka>mil Ibrahim, Mafhu>m al-Faid} inda Aflu>t}i>n wa Mauqif Fala>sifah
al-Muslimi>n wa Mufakkiri>him minhu (Cairo: Universitas ‘Ain al-Shams,tt), 6.
104
Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 159. Teksnya sebagai
berikut:
ط عُّ كمٛفٚ ٘ بًعُٗ أَّ انًٕجٕد انز،قصذ انٕاحذ – فاعم انكمٚ – ْٕٔ….
ٌم انهضٔو إر صح أٛ ٔألٌ كٌٕ يا حكٌٕ عٍ األٔل إًَا ْٕ عهٗ سب،ّعا حايا نزاحٛٔجٕد ف
كٌٕ أٔلٚ ٌجٕص أٚ اٌ ْزا انعشض قبم فالٛع جٓاحّ ٔفشغُا يٍ بًٛانٕاجب انٕجٕد يٍ ج
ٌٕكٚ َّ أل، ٔال باالَقساو إنٗ يادة ٔصٕسة،شة ال بانعذدٛ ْٔٗ انًبذعاث كث،ُّانًٕجٕداث ع
…ء آخشٙهضو عُّ ْٕ نزاحّ ال نشٚ نضٔو يا
105
Lihat Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 160:
ٌجب أٚ بم،سج إراً يٕجٕدة يعاً عٍ األٔلٛ فه،شة انعذدٛ…انعقٕل انًفاسقت كث..
ّ ٔألٌ ححج كم عقم فهكا ً يادح،خهِٕ عقم عقمٚ ثى،ُّكٌٕ أعالْا ْٕ انًٕجٕد األٔل عٚ
ٌجب أٛ ف،اء فٗ انٕجٕدٛ فخحج كم عقم ثالثت أش،َّٔ ٔعقال د، انُفسْٙ ٙٔصٕسحّ انخ
،ّٛث انًزكٕس فٛ اإلبذاع ألجم انخثهٙكٌٕ إيكاٌ ٔجٕدِ ْزِ انثالثت عٍ رنك انعقم األٔل فٚ
عقم األٔلٚ هضو عُّ بًاٚ كٌٕ إرا انعقم األٔلٛ ف،شةٛخبع األفعم يٍ جٓاث كثٚ ٔاألفعم
عتٛ ٔبطب، ْٔٗ انُفس،عقم راحّ ٔجٕد صٕسة انفهك األقصٗ ٔكًانٓاٚ ٔبًا،ّٔجٕد عقم ححخ
ٗت نفهك األقصٗ انًخذسجت فٛإيكا ٌ انٕجٕد انحاصهت انًخذسجت فٗ حعقهّ نزاحّ ٔجٕد جشي
،هضو عُّ عقمٚ عقم األٔلٚ ًاٛ ْٕٔ األيش انًشابك نهقٕة ف،ّجًهت راث انفهك األقصٗ بُٕع
أعُٗ انًادة ٔانصٕسة ٔانًادة بخٕسط،ٓاّٚ انكثشة األٔنٗ بجضأٛخص نزاحّ عهٗ جٓخٚ ٔبًا
54
حارٖ صٕسةٚ ٘خشج إنٗ انعقم انفعال انزٚ كًا إيكاٌ انٕجٕد، أٔ بًشاسكخٓا،انصٕسة
….انفهك
106
Dia adalah Claudius Ptolemaeus (Κλαύδιος Πτολεμαῖος), seorang ahli
geografi, astronom, dan astrolog yang hidup pada zaman Helenistik di Mesir, salah
satu provinsi Romawi. Ptolemaeus adalah pengarang beberapa risalah ilmiah, tiga di
antaranya kemudian memainkan peranan penting dalam keilmuwan Islam dan Eropa.
Pertama, risalah astronomi yang dikenal sebagai Almagest (dalam bahasa Yunani (
μεγάλη Σύνταξιρ , ‚Risalah Besar‛. Diterjemahkan ke dunia Islam oleh H{unain ibn
Ish}a>q dan direvisi kembali oleh Ibn Si>na>. Kedua, Geographia yang merupakan
diskusi teliti mengenai pengetahuan geografi Helenistik. Ketiga, risalah astrologi
dikenal sebagai Tetrabiblos (Empat buku) dimana dia berusaha mengadaptasi
astrologi horoskop ke filosofi alam Aristotelian. Ia juga melestarikan daftar raja-raja
kuno, disebut ‚Kanon Ptolemaeus‛, yang penting bagi penelitian sejarah Timur
Tengah. Lihat Jamal al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-H{ukama’, 67-
69.
107
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 65.
108
Filosof mengklaim penafsiran ayat: ‚Dan malaikat-malaikat berada di
penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arash
Tuhanmu di atas (kepala) mereka‛ (QS. Al-H{a>qqah [69]: 17) menunjukkan al-‘Aql
yang delapan, dua al-‘Aql sisanya adalah ‘Arsh dan al-Kursi. Lihat Muh}ammad Bahi>,
Ja>nib al-Falsafi> fi Fikr al-Isla>mi> (Cairo: Maktabah Wahbah, 1982), Vol II, 141.
55
56
109
Komentar S}alahuddin al-Hawwa>ri> dalam catatan kaki Abu H{a>mid al-
Ghaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 96.
110
Dia adalah Abu ‘Uthma>n ibn Bah}r Mah}bu>b al-Kanna>ni> al-Laithi> al-Bas}ri>,
seorang tokoh sastra Mu’tazilah era Abbasiyah. Lahir di Bas}rah 195 H, hidup 90
tahun dan meninggal pada 255 H. Dia belajar al-Quran dan qawaid bahasa Arab dari
syaikh kampungnya. Dia tumbuh dari keluarga miskin, buruk rupa, matanya melotot
(Ja>h}iz), namun semua itu tidak membuatnya putus asa menuntut ilmu. Oleh karena
itu, dia menjual ikan dan roti di siang hari} dan menyewa toko-toko buku di malam
hari dan membacanya. Dia memperoleh wawasan asing (non Arab) seperti Persia,
Yunani, India dari bacaan terjemahan atau diskusi penerjemah seperti H{unain ibn
Ish}a>q. Kemudian ia pergi ke Bagdad, disinilah nampak kecerdasannya hingga
dipercaya mengajar dan menjadi wali kantor admisnistrasi khalifah al-Ma’mu>n.
Bayak buku yang telah dikarangnya, yang popular adalah: Al-Baya>n wa al-Tabyi>n,
al-H{ayawa>n dan al-Bukhala’. Lihat Shams al-Di>n al-Zahabi, Siyar A’la>m al-Nubala’,
Vol XI, 226-230, Lihat juga Mahfu>z} ‘Azza>m, Fi Falsafah al-Tabi>‘iyah inda al-Ja>h}iz
(al-Minya>: Da>r al-Hida>yah, 1995).
111
Muh}ammad ‘Ali> Abu Rayya>n, Tari>kh Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m
(Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1992), 327.
112
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h, 65.
113
Lihat Abu al-Baraka>t al-Bagda>di, Al-Mu’tabar fi al-H}ikmah (tt.:
Jam‘iyah al-Ma‘a>rif al-Uthma>niyah, 1357 H), Vol. III, 157.
114
Muh}ammad ‘Ali> Abu Rayya>n, Tari>kh Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, 250.
57
115
Lihat Abu al-Baraka>t al-Baghda>di>, Al-Mu’tabar fi al-H}ikmah, Lihat juga
Abu H{a>mid al-Gaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 94.
116
Abu H{a>mid al-Gaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 96
117
Aliran filsafat yang di ajarkan Aristoteles di sekolah tinggi Lyceum.
Disebut al-Mashsha>iyi>n yang berarti orang-orang yang berjalan, karena sang guru
mengajarkan muridnya sambil berjalan. Lihat Jamal al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-
‘Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’, 14.
118
Ibn Rushd, Taha>fut al-Taha>fut. 145.
119
Muh}ammad ‘Ali Abu Rayya>n, Tari>kh Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, 250.
120
Ibn Rushd, Taha>fut al-Taha>fut, 125.
121
Ibn Rushd, Taha>fut al-Taha>fut, 143.
58
122
‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, Al-Mawa>qif fi ‘Ilm al-Kala>m, 260.
123
Dia adalah Sa‘i>d ibn al-Musi>b digelari Abu Muh}ammad (637-715 M),
(14-94 H). Lahir tahun ke-2 kekhilafahan Umar ibn Khatta>b. Seorang Tabi‘i>n
terkemuka, pakar hadis, fiqih, ahli tafsir. Dia merupakan pemuka fuqaha’ Madinah
dan pemuka Tabi‘i>n. Dia meriwayatkan h}adi>th dari sejumlah sahabat dan istri-istri
Nabi saw. Dia merupakan orang yang lebih banyak tau tentang keputusan dan
ketetapan Rasul saw. begitu juga dengan ketetapan Abu Bakar dan Umar ibn
Khatta>b. Ia digelari juga dengan ‚Sayyid al-Ta>bi‘i>n‛ dan ‚Faqi>h} al-Fuqah}a’‛. Lihat
Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. IV, 217.
124
Dia adalah Ibn Hisha>m, al-Ima>m al-Ha>fiz} al-Muqri’ al-Mufassir al-
Shahi>d, Abu Muh}ammad, Seorang tabi‘in yang berasal dari Habsyah. Ia belajar dari
Ibn ‘Abbas, ‘Abd Allah ibn ‘Umar dan ‘Aishah di Madinah. Ia tinggal di Kufah dan
menyebarkan ilmunya disana. Jadilah ia Imamnya orang Kufah. Ia dibunuh oleh al-
Hajjaj ibn al-Yu>suf al-Thaqfi> karena ikut serta bersama ‘Abd Allah ibn al-Ash‘ab
dalam pemberontakannya melawan bani Umayyah pada 95 H. Lihat Shams al-Di>n al-
Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. VII, 321-342.
125
Dia adalah Abu ‘Abd Allah al-Qurshi>, popular dikenal ‘Ikrimah (w.105
H/ 723 M), berkebangsaan Barbar, diperbudak oleh orang Madinah. Dikatakan juga,
dia merupakan budak H{us}ain ibn Abi al-H{urri al-‘Anbari>, kemudian ia
59
(w. 105 H), al-D{ah}h}ak126 (w. 100 H), al-Kalbi>127 (w. 146 H).128 Ibn
H{azm (384-456 H) menuliskan pendapat ini sebagai ijmak salaf dan
khalaf.129 Kelompok ini menguatkan pendapatnya dengan dalil-dalil
berikut:
1) Ayat tentang kesaksian manusia bertauhid.130 Ayat ini
menunjukkan bahwa jiwa diciptakan secara keseluruhan.131 Kemudian
seluruh jiwa digiring untuk berjanji mentauhidkan Allah. Sesama jiwa
menjadi saksi atas janji yang mereka sepakati. Perjanjian ini tentunya
terjadi sebelum terciptanya raga, karena tidak ada raga pada waktu
itu,132 yang ada hanyalah jiwa masing-masing manusia. Perjanjian
terjadi di alam spiritual (al-‘A<lam al-Dhar).
2) Hadis penciptaan atau pengeluaran keturunan Adam as
dengan cara mengusap punggungnya.133
penghuni surgalah mereka berbuat. Hadis S{ahi>h li Gairih diriwayatkan oleh Abu
Daud dalam kitab al-Sunnah: Bab al-Taqdi>r, (no.4703), Lihat Ima>m al-H{a>fiz} Abi
Daud al-Sajista>ni>, Al-Sunan Abi Daud (Damaskus: Dar al-Risa>lah al-‘A<lamiyah,
2009), Cet I, Vol VII, 90. Diriwayatkan pula oleh Imam al-Tirmidhi dalam kitab
tafsir al-Quran: Bab surat al-A’ra>f (no. 3075), Lihat Al-Ima>m al-Ha{fiz} Muh}ammad
ibn ‘Isa> ibn Saurah al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmidhi>, Ed. Na>sir al-Di>n al-Alba>ni>
(Riyad}: Maktabah al-Ma‘a>rif, 1413 H.), Cet I, 688-699.
134
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XIV, 32-33.
135
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 377.
136
Hadis diriwayatkan al-Nasa>i> dari H{usain ibn Muh}ammad al-Mirwadhi
dalam sunannya: Kitab al-Tafsi>r (no. 11126). Lihat Al-Ima>m Abi ‘Abd al-Rah}ma>n
Ahmad ibn Shu‘aib al-Nasa>i>, Kita>b al-Sunan al-Kubra>, Ed. H{asan ‘Abd al-Mun‘im
al-Shalabi (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 2001), Cet I, Vol. X, 101-102.
61
137
Menurut Ibn Qayyim hadis ini sanadnya D{a‘i>f, karena ada ‘Uqbah ibn al-
Sakn, menurut Da>r al-Qut}ni hadisnya Matru>k karena ada Art}aah ibn al-Munzir. Lihat
Ibn Qayyim al-Jauziyah, Al-Ru>h, 175.
138
Hadis S}ahi>h dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Ima>m Muslim dalam
kitab: al-Birr wa al-S{illah, Bab: al-Arwa>h Junu>d al-Mujannadah (no. 2638). Lihat
Muslim ibn al-Hujjaj > al-Naisa>bu>ri>, S{ahi>h al-Muslim, Cet. I, Vol. II, 1218.
139
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XV, 53.
140
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 377.
141
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XV, 50.
62
142
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXVI, 228.
143
al-Qa>sim al-Zamkhashari>, Al-Kashsha>f , Vol. VI, 221.
144
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XX, 91.
63
145
Hadis S{ah}i>h} dari Ibn Mas‘u>d, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri> dalam
Kitab: al-Qadr, Bab: al-Qadr (no. 6594). Lihat Ima>m al-Ha>fiz} Abi ‘Abd Allah
Muh}ammad ibn Isma‘i>l al-Bukha>ri>, S{ahi>h al-Bukha>ri>, (Riyad}: Bait al-Afka>r al-
Dauliyah, 1998), 1261.
146
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XV, 50-53.
147
Dia adalah Abu al-Qa>sim: Mahmu>d ibn ‘Umar ibn Muh}ammad ibn
‘Umar al-Khawarizmi> al-Zamkhashari>. Seorang tokoh besar Mu’tazilah bermazhab
fiqih Hanafi>. Lahir di Zamkhashar sebuah negeri Khawarizmiah pada bulan Rajab
467 H. Kemudian ia datang ke Bagdad, bertemu dengan ulama-ulama besar dan
belajar darinya. Al-Zamkhashari> tokoh besar ilmu tafsir, hadis, nahwu, bahasa dan
sastra. Beliau meninggal pada malam Arafah 538 H di Jarja>niyah, negeri
Khawa>rizmiah, sepulangnya dari Makkah. Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi>,
Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Vol. I, 304-305.
64
148
Abu al-Qa>sim al-Zamkhashari>, Al-Kashsha>f , Vol. II, 529-520.
149
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 186.
150
Dia adalah al-Ima>m al-H{a>fiz}, ‘Ima>d al-Di>n, Abu al-Fida’: Ismail ibn
‘Umar ibn Kathi>r ibn D{au’ ibn Kathir ibn Zar’ al-Bas}ri> al-Dimashqi>. Seorang tokoh
fikih mazhab Syafi‘i. Dia datang ke Damaskus di umur 7 tahun bersama saudaranya
setelah ayahnya meninggal. Dia belajar dari ibn al-Shajnah, al-A<midi>, ibn ‘Asa>kir
dan ulama besar lainnya. Dia mempunyai hubungan khusus dengan Ibn Taymiyah,
baik dari perbesanan maupun pandangan. Ibn Kathir lahir pada 700 H dan meninggal
pada bulan Sha’ba>n 774 H, dimakamkan di kuburan kaum sufi disisi Ibn Taymiyah.
Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi>, Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Vol. I, 173-174.
151
Ibn Kathir, Tafsi>r al-Qura>n al-‘Az}i>m, Vol. VI, 447.
152
‚Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah
yang menjadikan ia beragama Kristen, Yahudi atau Majusi. Sama seperti binatang
yang melahirkan binatang. Apakah kalian melihat ada anggota tubuhnya yang
kurang.‛ Hadis S{ah}i>h} dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukhari> dalam
Kita>b: al-Jana>iz, Bab: Ma> Qi>la fi al-At}fa>l al-Mushriki>n (no. 1385), Lihat Ima>m al-
Bukha>ri>, S{ahi>h al-Bukha>ri>, 268. Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dalam Kitab
al-Qadr, Bab Ma’na Kullu Maulu>d Yulad ‘ala Fit}rah (no. 2658). Lihat Imam Muslim
ibn al-Hajjaj, Shahi>h al-Muslim, 1226.
65
153
Dia adalah Abu al-Mawa>hib ‘Abd al-Wahha>b ibn Ahmad ibn ‘Ali> al-
Ans}a>ri>, yang populer disebut al-Sha’ra>ni>. Seorang ahli fiqih, ahli hadis,
berkebangsaan Mesir, bermazhab Syafi‘i, seorang sufi aliran Shaziliah, dan dikenal
juga dengan ‚al-Qut}b al-Rabba>ni>‛. Lahir di Qalqeshindah, Mesir 27 Ramad{an 898 H,
kemudian pindah ke Saqiyah Abi Sha’rah, salah satu negeri Munufiyah, disinilah
diambil penisbatan Sha’rani<>. Dia telah menjadi yatim piatu semenjak kecil, namun
begitu dia sangatlah cerdas. Dalam T{abiqa>t al-Kubra al-Sha’rani menyebutkan 50
orang gurunya. Awalnya dia menghafal beberapa buku dari gurunya, seperti matan
Abu Shuja’ (fiqih Shafi‘i>), al-Ajru>miyah (nahwu) dan lainnya. Al-Sha’ra>ni wafat di
Cairo di bulan Jumadil Awal 973 H. Lihat Al-Ima>m ‘Abd al-Rau>f al-Mana>wi>,
Kawa>kib al-Durriyah fi Tara>jum al-Sa>dah al-Su>fiyah, Ed. ‘Abd al-S{a>lih} Himda>ni>,
(Cairo: Maktabah al-Azhariyah li al-Turath, tt), Vol. IV, 69-75.
154
Dua belas pertanyaan tersebut adalah: 1) Dimanakah tempat
pengambilan janji tersebut? 2) Bagaimanakah caranya Allah mengeluarkan anak
cucu Adam as. dari punggungnya? 3) Bagaimana caranya al-Ru>h} menjawabnya
dengan ‚ya, benar‛? 4) Jika Allah menerima kesaksian sebagian, lalu kenapa Allah
menolak kesaksian yang lainnya sehingga menjadi penghuni neraka? 5) Kalaulah
dahulu kita telah berjanji, lalu kenapa kita sama sekali tidak mengingatnya sekarang?
6) Apakah sel-sel (al-Dhurrah) yang diambil dari punggung Adam itu berbentuk
manusia atau bukan? 7) Kapan masing-masing al-Ru>h} bergantung pada sel-sel
tersebut? Apakah sebelum keluar dari punggung Adam atau sesudahnya? 8) Apakah
hikmahnya pengambilan janji tersebut? 9) Apakah sel-sel manusia itu dikembalikan
ke punggung Adam dalam keadaan hidup ataukah al-Ru>h}-nya ditarik kembali dan
dikembalikan ke dalam punggung Adam sebagai tanah mati? 10) Kemana perginya
al-Ru>h} setelah kembalinya sel-sel (al-Dhurrah) ke dalam punggung Adam? 11)
Apakah benar, anak cucu Adam diambil dari punggungnya? 12) Dimanakah
diletakkan kitab (catatan) perjanjian antara Allah dan manusia? Lihat ‘Abd al-
Wahha>b al-Sha’ra>ni>, Al-Qawa>id al-Kashfiyah al-Muwad}d}ih}ah li al-Ma‘a>ni al-S{ifa>t
al-Ila>hiyah, Ed. Mahdi> As‘ad ‘Arra>r (Beiru>t: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006), Cet. I.
155
Muh}ammad al-Musayyar. Al-Ru>h , 72.
66
156
Ad}d} al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawa>qif, 260.
157
Hadis ditinjau dari sampainya kepada kita dibagi menjadi dua:
Mutawatir dan Ahad. Hadis Ah}a>d adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua
orang perawi yang jumlahnya tidak mencapai syarat hadis Mutawa>tir. Lihat
Mahmu>d T{ah}h}a>n, Taisi>r Must}alah} al-H{adi>th, 22.
158
Muh}ammad al-Musaayar. Al-Ru>h}, 78.
159
Teori ini diutarakan oleh al-Farabi dan Ibn Rushd dalam menyelesaikan
masalah qadi>m atau h}}a>dith-nya jiwa manusia. Lihat Muh}ammad Qamar al-Daulah,
Nus}us} al-Falsafiyah bi Sharh} wa Ta’li>q, 161.
67
160
‘I<sa> ‘Abduh, H{aqi>qah al-Insa>n, Vol. II, 25.
161
Mahmu>d Muh}ammad ‘Ali> Muh}ammad, Al-Us}u>l al-Sharqiyah li al-Ilm al-
Yuna>ni> (Mesir: ‘Ain li al-Dira>sa>t wa al-Buhu>th al-Insa>niyah wa al-Ijtima‘iyah,
1998). Lihat juga Mus}t}afa> al-Nashsha>r, Mas}a>dir al-Sharqiyah li al-Falsafah al-
Yuna>niyah (Cairo: Da>r Quba’, 1998).
162
Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql li Falasifah al-Igri>k wa al-Isla>m,
(Cairo: Maktabah al-Anglo al-Masriah, tt),71-72.
68
163
Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql, 66.
164
H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Mala>mih} al-Fikr al-Falsafi> inda Yu>na>n (Alexandria:
Dar al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1992), 43-44.
165
Pemikiran ini sangat jelas pengaruhnya kepada Socrates yang datang
setelahnya. Socrates meminum racun dihadapan para muridnya atas hukuman
pemerintahan demokratis zalim yang memutuskan hukuman mati kepadanya. Lihat
Plato, Muha>kamah Suqra>t}: Muha>warah ‚Euthyphro‛, ‚Apology’‛, ‚Krito‛. Ed. Izzat
Qarni> (Cairo: Dar Quba’, 2001).
166
H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Mala>mih} al-Fikr al-Falsafi> inda Yu>na>n, 44. Lihat
juga Ahmad Ami>n dan Zaki> Najib Mah}mu>d, Qis}s}ah al-Falsafah al-Yuna>niyah (Cairo:
Dar al-Kutub al-Mas}riyah, 1935),48.
69
dan penyucianya. Hal baru yang dibawa Pytagoras adalah, dia berhasil
mengangkatkan penyucian jiwa dari hanya sebatas amalan menjadi
sebuah teori ilmiah, dari yang sebelummnya hanya sekedar praktisi
menjadi peneliti.167
Pandangan Pythagoras (570-495 SM) tentang jiwa dirasa cukup
mewakili pandangan tukang sihir penjaga kuil (tokoh agama) yang
berkembang ketika itu. Ajaran Pythagoras bukan hannya ajaran
filsafat, tapi juga mencakup ajaran mistik.168 Reinkarnasi merupakan
ajaran popular di India, Mesir, Romawi, Yunani (Orphism), Yahudi,
Budha dan bangsa kuno lainnya. Begitu juga dengan metode penyucian
jiwa. Musik atau nyanyian merupakan sarana untuk memuja dewa
pada hari-hari besar yang dipimpin oleh tukang sihir penjaga kuil.
Musik atau nyanyian keagamaan merupakan ajaran kuno yang masih
dianut oleh berbagai agama sampai sekarang sebagai sarana penyucian
jiwa. Sedangkan penyucian jiwa melalui pemaksimalan fungsi akal
untuk belajar dan berfikir, sudah mewakili pandangan filosof sebelum
dan sesudahnya.
Dialog ‚Phaedo‛169 yang ditulis Plato (427-347 SM.) sekitar
tahun 360 SM mengandung pandangan-pandangan Socrates170 (470-
167
H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Al-Falsafah al-Qadi>mah: min al-Fikr al-Sharqi> ila
al-Falsafah al-Yuna>niyah (Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>miah, 1999), 103.
168
H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Al-Falsafah al-Qadi>mah, 93.
169
Dialog terkahir Socrates bersama murid-muridnya di dalam penjara
sebelum dieksekusi mati dengan meminum racun. Plato tidak hadir ketika itu karena
sakit. Dialog diriwayatkan oleh Phaedo dihadiri oleh murid lainnya yaitu
Apollodorus, Simmias, Cebe. Lihat dialognya dalam Plato, Phaedo: Fi Khulu>d al-
Nafs, Ed. ‘Izzat Qarni> (Cairo: Da>r Quba’, 2001).
170
Socrates lahir di Athena tahun 470 SM. Ibunya ‚Phainarete‛ seorang
bidan, sedangkan ayahnya ‚Sophronisque‛ seorang pemahat. Riwayat-riwayat Plato
banyak menerangkan bahwa gurunya ini buruk rupa, bentuknya aneh, seperti Satyre
atau Silenus (hewan dongeng Yunani), hidungnya pesek, bibirnya lebar, matanya
cekung. Socrates beristrikan ‚Xantippe‛ dan dikaruniai tiga orang anak. Pemikiran
Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357) SM,
dan murid-murid lainnya. Sehingga sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates
yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut
Sorates. Socrates dikenal sebagai seorang yang berpakaian sederhana, tanpa alas kaki
dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Socrates
pada wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana
keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung
hukuman mati dan 220 menolaknya. Lihat Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-Ulama’ bi
70
399 SM) tentang jiwa: esensi jiwa, keabadian jiwa, dan hubungannya
dengan ide (al-Muthul) yang azali. Teori kejiwaan berkarakter
ketuhanan yang sangat jelas terpengaruh oleh ajaran Pythagorism dan
Orphism.171 Sangat tepat berpegang pada dialog ‚Phaedo‛ dalam
kajian jiwa menurut Socrates.172 Dialog ‚Phaedo‛ pada awalnya,
percakapan berkisar seputar kehidupan dan kematian, dan pada
akhirnya menegaskan bahwa filsafat hanyalah seni mempraktekkan
kematian, atau membebaskan jiwa dari belenggu raga. Manusia
dikatakan hidup ketika ia berjiwa, ketika jiwa menempati raga.
Namun, ketika jiwa menempati raga, jiwa langsung bertempur
melawan nafsu dan emosi. Yang membedakan filosof dengan yang
lainnya adalah perhatian khusus yang diberikannya terhadap jiwa.173
Dalam pembuktian konsep kehidupan diatas, Socrates (470-
399 SM) berpegang pada legenda kuno yang menyatakan bahwa: Jiwa
berada di alam lain sebelum terjatuh ke dunia ini. Jiwa dalam alam lain
itu bersifat transenden (immaterial) dan berilmu. Objek pengetahuan
jiwa adalah ide-ide (al-Muthul) keindahan, persamaan, kebaikan dan
keadilan yang absolut. Ketika jiwa menempati raga sebagaimana
takdirnya, jiwa menderita penyakit lupa, hingga lupa segala-galanya.
Dalam lingkaran reinkarnasi yang berkelanjutan, terutama ketika
bertempat di raga manusia, jiwa mulai ingat apa yang ia ketahui. Oleh
karena itu, pengetahuan (ma’rifah) menurut Socrates adalah
kembalinya jiwa mengingat ide-ide yang telah terlupakan. 174
Akhba>r al-Hukama’, 135-140. Lihat juga Ahmad Ami>n dan Zaki Naji>b, Qis}s}ah al-
Falsafah al-Yuna>niyah (Cairo: Dar al-Kutub al-Mas}riyah, 1935), 105-129. Lihat I. F.
Stone, Muh}akamah Suqra>t}, Trans. Nasi>m Majli> (Cairo: Majlis al-A’la> li al-Thaqa>fah,
2002).
171
Orphism adalah ajaran Orpheus yang dibawa dari Thracians. Sebelumnya
ia mengembara ke Timur, disanalah ia terpengaruh oleh ajaran mistik timur dan
hidup zuhudnya. Orpheus membawa ajaran yang asing ini ke Yunani. Ajaran ini
adalah ajaran rahasia, sehingga sulit untuk diketahui secara pasti. Pythagoras adalah
salah satu pemimpin dan pengikut ajaran ini. Lihat H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Al-Falsafah
al-Qadi>mah, 62-64.
172
Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah , 74.
173
Pengantar Zaki> Najib Mahmu>d dalam dialog ‚Phaedo‛. Lihat Zaki Najib
Mahmu>d, Muh}awara>t Afla>t}un (Cairo: Maktabah al-Usrah, 2005). 141-154.
174
Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, 75.
71
175
Seorang tentara, murid dan pengagum berat Socrates. Ia terkenal atas
karyanya mengenai sejarah zamannya (abad ke-4 SM) dan kehidupan Yunani Kuno.
Lihat Ma>jid Fakhri>, Tarikh al-Falsafah al-Yu>na>niyah, 67.
176
Dipahami dari riwayat Xenophone, lihat H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Mala>mih}
al-Fikr al-Falsafi> inda Yuna>n, 210.
177
Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql, 28.
178
Zaki Najib Mahmu>d, Muh}awara>t Afla>t}un.
179
Ma>jid Fakhri>, Tarikh al-Falsafah al-Yu>na>niyah, 75-76.
180
Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql, 23.
181
Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n Marh}aba>, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah
min Bida>yatiha> h}atta> al-Marh}alah al-Helensiyah (Beiru>t:’Izz al-Di>n, 1992), 215-216.
72
182
Muh}ammad Marhaba>, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, 225
183
‘Izzat Qarni>, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah h}atta Afla>tu>n (Kuwait: Zat al-
Sala>sil, 1993), 221.
184
Plato, Muha>warah ‚Phaedrus‛, Ed. Ami>rah H{ilmi> Mat}ar (Cairo: Da>r
Gari>b, 2000), 61-66.
185
Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah min Manz}u>r
Sharqi>: Sufistaiyu>n, Suqra>t}, Afla>tu>n (Mesir: Dar Quba’, 2000), Vol II, 235-236.
186
Plato, Muh}a>warah ‚Georgias‛ li Afla>tu>n, Trans. Muh}ammad H{asan Z{az}a
dan ‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r (Cairo: Maktabah al-Usrah, 1970).
73
192
Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Vol II, 233.
193
Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Vol II,
233. Lihat juga R. Waltzer, Aflat}u>n: Tas}awwuruhu li Ila>h Wa>h}id wa Naz}rah al-
Muslimi>n fi Falsafatih, Trans. Ibrahi>m Khurshi>d dkk. (Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-
Lubna>ni>, 1982).
194
Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Vol II, 240.
75
195
Will Durant\, Qis}s}ah al-Falsafah: min Afla>tu>n ila Johnny Dio, Trans. Fath
Allah Muh}ammad al-Musha’sha’ (Beiru>t: Maktabah al-Ma‘a>rif, 1988), 73.
196
Ami>rah H{ilmi, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah: Tarikh wa Mushkilatuha>
(Cairo: Da>r Quba’, 1998), 305.
197
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, Trans. Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni> (Cairo, Da>r
ih}ya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1949).
198
Abu al-Wali>d Ibn Rushd, Talkhi>s Kita>b al-Nafs, Ed. Ibrahi>m Madku>r
(Cairo, Majlis al-A’la> lial-Thaqa>fah, 1994).
199
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 4-5.
200
Abu al-Wali>d Ibn Rushd, Talkhis Kitab al-Nafs, 8.
201
Filosof tersebut adalah aliran Pytagorism spiritualis dan filosof natural
materialis, seperti: Democritos, Anaxagoras (499-428 SM), Empedocles (490-430
76
SM), T{ales (624-546 SM), Heraclitus (535-475 SM) dan lainnya. Lihat Aristoteles,
Kita>b al-Nafs, 9-38.
202
Dia adalah Democritus murid Leukippos pendiri aliran Atomisme. Lahir
di Abdeba Yunani utara. Hidup sekitar 470-370 SM. Ia berasal dari keluarga kaya
raya. Di usia mudanya, ia menggunakan harta warisannya untuk pergi ke Mesir dan
Asia. Ia juga berguru kepada Anaxagoras dan Philolaos. Hannya sedikit informasi
tentang riwayat hidupnya. Meski sezaman dengan Socrates, dia digolongkan sebagai
filosof pra-Socratik, karena masih mengembangkan ajaran Atomisme. Democritus
banyak berbicara tentang ilmu alam, astronomi, matematika, sastra, epistimologi dan
etika. Ada sekitar 300 kutipan tentang pemikiran Domocritos dalam sumber-sumber
kuno. Sayangnya karya Domocritus tidak ada yang tersimpan. Lihat Ali Sa>mi> al-
Nashsha>r, Muh}ammad ‘Abbu>di> Ibra>hi>m dan ‘Ali ‘Abd al-Mu’t}i>, Di>mu>qrit}is: Failasu>f
al-Dhurrah wa Atharuhu fi fikr al-Falsafi> h}atta> ‘Us}u>r al-Hadi>thah (Alexandria: al-
Haiah al-Mas}riyah al-‘A<mah, 1972), 5-13.
203
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 20.
204
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 49.
205
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 42-43. Teks aslinya adalah:
اة بقٕةٛنٗ رٖ حٜعٗ اٛكًال أٔل نجسى انطب
77
wujud menjadi tiga: (a) Wujud potensial (bi al-Quwwah), (b) Wujud
aktual pertama (bi al-Fi’l al-Awwal), (c) Wujud aktual kedua (bi al-
Fi’l al-Tha>ni>), yang merupakan wujud aktual yang tertingi. ‚Material
alami‛ lawannya material buatan. Material alami bergerak spontanitas
(al-Dha>tiah) sedangkan material buatan gerakannya dipaksakan (al-
Qasariah). ‚Material mekanik‛ maksudnya dari sisi anatomi, alat dan
anggotanya memenuhi syarat, sehingga mampu melaksanakan fungsi
jiwa. ‚Mempunyai potensi kehidupan‛ maksudnya dari sisi fisiologi,
material alami tersebut memenuhi syarat untuk melakukan aktivitas
kehidupan.206
Aristoteles (384-322 SM) membagi daya jiwa menjadi tiga
tingkatan. Tingkatan yang tertinggi mencakup tingkatan yang ada
dibawahnya, yaitu:
a. Jiwa nutritif (al-Gha>dhiah) atau vegetatif (al-Naba>tiyah)207
berfungsi untuk memperoleh makan, tumbuh dan berkembang
biak. Jiwa nutritif merupakan tingkatan terendah dan paling
sederhana. Jiwa ini dimiliki oleh makhluk hidup setingkat
tumbuhan.
b. Jiwa sensitif (al-Hassa>sah)208 berfungsi untuk memperoleh
pengetahuan. Jiwa sensitif dimiliki oleh makhluk hidup setingkat
hewan. Jiwa sensitif diawali dengan yang paling sederhana, yaitu
indra peraba yang hampir dimiliki semua hewan, dilanjutkan
dengan indra perasa, lalu penciuman, lalu pendengaran dan
terakhir penglihatan. Fungsi jiwa sensitif juga berfungsi untuk
mengenal rasa sakit dan senang yang akan diiringi oleh dorongan
dan keinginan. Jiwa sensitif juga berfungsi untuk mengamati dan
menyimpan pengalaman bagi hewan tingkat tinggi.
c. Jiwa intelek (al-‘A<qilah) yang berfungsi untuk memperoleh
pemaknaan-pemaknaan universal. Jiwa intelek dimiliki oleh
hewan setingkat manusia. Aristoteles mengkhususkan bagian
ketiga bukunya untuk membahas panjang lebar tentang jiwa ini.209
Aristoteles membagi daya jiwa intelek menjadi dua macam: (a)
Intelek aktif atau ‚Poeticos‛ (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) dan (b) Intelek pasif
206
Ami>rah H{ilmi>, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah: Tari>kh wa Mushkilatuha>, 308
207
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 53.
208
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 59.
209
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 91
78
210
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 112.
211
Dia adalah Alexander (150-211M), penduduk asli Aphrodisias, Caria asia
kecil. Dia belajar filsafat dari guru-guru Peripatetic. Dipenghujung abad kedua dia
datang ke Atena dan karirnya menanjak dengan menjadi kepala sekolah Peripatetic.
Dia memimpin Lyceum dari 195-211 M. Dia merupakan komentator besar
Aristoteles, dan popular selama berabad-abad hingga digelari Aristoteles kedua.
Lihat Muh}ammad Fath}i> ‘Abd Allah, Mutarjimu> wa Sharra>h} Arist}u ‘Ibra al-‘Us}u>r
(Alexandria: Dar al-Delta>, 1994), 47-48.
212
Aristoteles, Ma> Ba’da al-T{abi>‘ah, Ed. ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi (Cairo:
Maktabah al-Usrah, 1995).
213
Dia adalah Thamsitieus guru kaisar Romawi Julian the Apostate. Tokoh
filosof berwawasan Konstantinopel, dengan ilmunya dan kota-kotanya. Dia terkenal
di seantaro Romawi dan mendapat perhatian besar dati Patriach Kristen terutama
Gereja Konstantinopel, sehingga dia diberi kepercayaan untuk memegang jabatan
peranan politik. Ketika Julian menjadi Kaisar, dia merupakan pihak yang mendukung
Julian membangkitkan kembali ajaran Paganisme. Lihat Muh}ammad Fathi> ‘Abd
Allah, Mutarjimu> wa Sharra>h} Arist}u ‘Ibra al-‘Us}u>r, 56.
79
214
Ami>rah H{ilmi> Mat}ar, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah, 315-316. Lihat juga
Muh}ammad Jala>l Sharf, Allah wa al-‘A<lam wa al-Insa>n Fi Fikr al-Isla>mi> (Beiru>t: Da>r
al-Nahd}ah al-Isla>miyah, tt.).
215
Muh}ammad Mahmu>d Abu Qah}f, Madrasah al-Iskandariah al-Falsafiyah:
Ta>ri>kh al-H{ad}ari> wa al-H{iwa>r al-Thaqafi baina al-Falsafah wa al-Di>n (Alexandria:
Da>r al-Wafa’ li Dunya>, 2004), Cet, I, 104.
216
Mus}tafa> al-Nashsha>r, Madrasah al-Iskandariah al-Falsafiyah baina al-
Turath al-Sharqi> wa al-Falsafah al-Yu>na>niyah (Cairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1995), 53, 79.
217
Plotinus, Ta>su>‘a>t Aflu>t}i>n, Trans. Fari>d Jabar, Ji>ra>r Jaha>mi> dan Sami>h }
Dagi>m (Beirut: Maktabah LubNa>n, 1997).
218
Plotinus, Al-Tisa> ‘iyah al-Ra>bi ‘ah li Aflu>ti>n fi al-Nafs, Trans. dan Ed.
Fua>d Zakaria dan Muh}ammad Sali>m Sa>lim (Cairo: al-Haiah al-Mas}riyah al-‘A<mah,
1970).
80
223
Dia adalah Abu Yusuf Ya’qu>b ibn Ishaq al-Kindi>. Penisbatan kepada
qabilah ‚al-Kindah‛ sebuah negeri Yaman. Kakek-kakeknya dahulunya penguasa
Kindah. Ayahnya ‚Ishaq‛ menjabat Amir Kufah di masa al-Mahdi dan al-Rashid. Al-
Kindi lahir di Kufah sekitar 185 H/ 801 M. dan menghabiskan masa kecilnya disana.
Kemudian dia pergi ke Bagdad belajar sastra dan ilmi-ilmu filsafat. Al-Kindi> sangat
senang dan gemar meraih seluruh jenis ilmu yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab. Al-Kindi menguasai ilmu astronomi, filsafat, kimia, fisika, kedokteran,
matematika, musik, psikologi, logika dan ilmu kalam. Dia memang salah seorang
tokoh yang pro dengan gerakan penerjemahan ilmu asing (Yunani). Bisa dikatakan
al-Kindi> merupakan orang Arab pertama berfilsafat dan mendalami ilmunya. Oleh
karena itu dia digelari ‚Filosof Arab‛. Al-Kindi> dekat dengan Mu’tazilah, dan
mempunyai hubungan baik dengan istana, dia bekerja sebagai Dokter dan Ahli
Astrologi pada masa al-Makmun, al-Mu’tas}im dan al-Wa>thiq yang pro kepada aliran
Mu’tazilah. Namun ketika al-Mutawakkil berkuasa, dan mennjadikan Ahl al-Sunnah
menjadi mazhab negara, ia kehilangan posisinya di Bait al-Hikmah. Al-Kindi>
meninggal 252 H./ 866 M. Lihat Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni, Al-Kindi> al-Failasu>f al-
‘A<rab (Cairo: Muassasah al-Mas}riyah al-‘A<mah, 1964.). Lihat juga Antuwa>n Saif,
Al-Kindi> wa Maka>natuhu ‘inda Muarrikh al-Falsafah al-‘Arabiyah (Beiru>t: Da>r al-
Jail, 1985).
224
Abu Yu>suf Ya’qu>b ibn Ish}aq al-Kindi>, Al-Rasa>il al-Kindi al-Falsafiyah:
Risa>lah fi H{udu>d al-Ashya’ wa Rusu>miha, Ed. Muh}ammad ‘Abd al-Ha>di> Abu Ri>dah (
Cairo: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1978), Cet. II, Vol. I, 113. Teks aslinya sebagai berikut:
هى استكمال أول لجسم: ويقال،النفس هى تمامة جرم طبيعى ذى آلة قابل للحياة
طبيعى ذى حياة بالقوة
82
225
Abu Yu>suf Ya’qu>b ibn Ish}aq al-Kindi>, Al-Rasa>il al-Kindi al-Falsafiyah:
Risa>lah fi al-Qaul fi al-Nafs, al-Mukhtas}ar min Kita>b Arist}u> wa Afla>tu>n wa Sa>ir al-
Falasifah, Ed. ‘Abd al-Ha>di> Abu Ri>dah (Cairo: Mat}ba‘ah al-H{assa>n,1978), Vol II.
Lihat juga Muh}ammad ‘Abd al-Rahma>n, Al-Kindi: Falsafatuha> al-Muntakhaba>t:
Risa>lah fi al-Qaul fi al-Nafs (Beiru>t: ‘Uwaida>t, 1985(, Cet. I, 182. Teks aslinya
sebagai berikut:
جوهرها من جوهر البارى، عظيمة الشأن،إن النفس بسيطة ذات شرف و كمال
وهذه النفس التى هى من نور البارى عز.... كقياس ضياء الشمس من الشمس،عزوجل
.... ولم يخفى عنها خافية، علمت كل ما فى العالم، إذا هى فارقت البدن،وجل
226
Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’
al-Muslimi>n (Cairo: Da>r al-Shuru>q, 1993), Cet. I, 26.
227
Ali Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d baina al-Mutakallimi>n wa
Falasifah. 158. Dikutip dari Risa>lah al-Kindi: Fi al-Qaul fi al-Nafs.
228
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Kindi: al-Failasu>f al-‘Arab, 239.
83
229
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Kindi: al-Failasu>f al-‘Arab, 238.
230
Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’
al-Muslimi>n, 56. Dikutip dari ‚Risa>lah fi Rasa>il Mutafarriqah‛ dan ‚’Uyu>n al-
Masa>il‛ karya al-Fara>bi.
231
Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’
al-Muslimi>n, 55. Dikutip dari Al-Fara>bi>, Fus}u>s al-Hikam. Ed. Muh}ammad A<li> Ya>si>n.
(Bagda>d: al-Ma‘a>rif, 1976), 71-72. Lihat juga Mahmu>d Qa>sim. Fi al-Nafs wa al-‘Aql
li Falasifah al-Igri>k wa al-Isla>m. 74. Teks aslinya sebagai berikut:
انت مركب من جوهرين أحدهما مشكل مصور مكيف متحرك وساكن متجسد
، يناله العقل، والثانى مباين لألول فى هذه الصفات غير مشارك له فى حقيقة الذات،منقسم
، ألن روحك من أمر ربك، فقد جمعت من عالم الخلق ومن عالم األمر.ويعرض عنه الوهم
.وبدنك من خلق ربك
232
Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql, 75-76.
84
233
Abu Nas}r Al-Fara>bi, Majmu’ al-Rasa>il: ‘Uyu>n al-Masa>il (Cairo:
Maktabah al-Usrah, 2007), 141.
234
Dia adalah Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Ya’qu>b, digelari Maskawaih,
dipanggil juga dengan Abu ‘A<li al-Kha>zin karena menjabat sebagai bendaharawan
pada dynasty Buwaihi. Maskawaih lahir di ‚Rai‛, berumur panjang dan meninggal di
Isfaha>n pada 420 H./ 1030 M. Karya Maskawaih mencakup ilmu kedokteran, sejarah,
akhlak, psikologi (ilmu jiwa), ilmu bahasa, sastra dan ilmu kuno (Yunani).
Maskawaih terkenal dengan aliran filsafat akhlaknya. Pemikirannya merupakan
campuran dari pemikiran Plato, Aristoteles, Claudius Galenus, dan hukum-hukum
syariah Islam. Hannya saja pengaruh Aristoteles sangat menonjol padanya. Lihat
Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’ al-Muslimi>n,
73-74. Lihat juga Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama>’ bi Akhba>r al-Hukama>’,
217-218.
235
Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 75.
236
Abu ‘A<li> Maskawaih, Tahzi>b al-Akhla>q wa Tat}hi>r al-A’ra>q, Ed. Ibn al-
Khati>b (Cairo: Mat|baah al-Mas}riah, 1924), 13-15.
237
Abu ‘A<li> Maskawaih, Tahzi>b al-Akhla>q wa Tat}hi>r al-A’ra>q, 24.
85
238
Ikhwa>n al-S{afa> wa Khulla>n al-Wafa> adalah organisasi rahasia didirikan
di Irak, sepertinya awalnya muncul dari Basrah, kemudian mempunyai cabang di
Irak, setelah itu cabangnya tersebar di seantero negeri muslim. Tidak diketahui
dengan pasti kapan organisasi ini muncul, namun Ikwa>n al-S}afa> mulai dikenal pada
abad ke-4 H. Sejarawan hanya mengenal 5 orang namanya, yaitu; Zaid ibn Rifa>’ah,
Abu Sulaima>n al-Maqdasi>, Abu Hasan ‘Ali> al-Zanja>ni>, Abu Ahmad al-Mihraja>ni>, dan
Abu H{asan al-Aufi>. Mereka berusaha untuk menyelaraskan filsafat Yunani dengan
syariat Islam. Menurut mereka, syariah telah dikotori oleh kebodohan, telah banyak
bercampur dengan kesesatan, satu-satunya cara untuk membersihkan dan
mensucikannya hanyalah dengan filsafat. Filsafat mengandung hikmah keyakinan
dan maslahat ijtihadiyah. Kesempurnaan akan terwujud bila filsafat dan syariah
bersatu. Akidah Ikhwa>n al-S{afa> diragukan, karena mereka banyak mengunakan
symbol-simbol. Dikatakan juga mereka kelompok Syiah Isma’iliyah. Lihat Fua>d
Ma’s}u>m, Ikhwa>n al-S{afa>: Falsafatuhum wa Ga>yatuhum (Suriah: Dar al-Madi>, 2002).
Lihat juga Jama>l al-Di>n al-Qift}i>. Ikhba>r al-‘Ulama>’ bi Akhba>r al-Hukama>’. 58-63.
239
Ikhwa>n al-S{afa>, Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khulla>n al-wafa>’ (Beiru>t: Da>r
al-S{a>dir, tt.), Vol. III, teks aslinya sebagai berikut:
قابلة، فعالة بالطبع، عالمة بالقوة، حية بذاتها،جوهرة روحانية سماوية نورانية
. دراكة صور األشياء، مستعملة لها، فعالة فى األجسام،للتعاليم
240
Ikhwa>n al-S{afa, Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khulla>n al-wafa>’, Vol. III,
86
dikatakan, Ibn Si>na> filosof terdepan dalam mengkaji jiwa dari ulama
muslimin sebelum dan sesudahnya.241 Begitu banyak karyanya tentang
jiwa. Bagian ‚al-Shifa’‛242 tentang jiwa yang ditulis Ibn Si>na>
merupakan kajian jiwa terlengkap dalam filsafat Islam. Ibn Si>na>
banyak terpengaruh oleh al-Fa>ra>bi (260-339 H) dalam kajiannya. Ibn
Si>na mendefenisikan jiwa mengikut kepada Aristoteles (384-322
SM):243 ‚Penyempurna pertama bagi material alami mekanik yang
mempunyai potensi kehidupan‛. Penyempurna pertama maksudnya
yang menjadikan al-Nau’ (Species) benar-benar menjadi al-Nau’,
seperti bentuk bagi pedang. Sedangkan penyempurna kedua
merupakan fungsi dan tugas, seperti memotong bagi pedang, dan
mengindra bagi manusia. Bisa disimpulkan, yang dimaksud
penyempurna pertama adalah jiwa, dan penyempurna kedua adalah
kehidupan.244
Namun arti ‚penyempurna‛ (Kama>l) bagi Ibn Si>na (370-428 H)
lebih umum dari Aristoteles. Tidaklah setiap jiwa merupakan forma
(al-S{ur> ah) bagi material. Jiwa intelek terpisah (al-Mufa>riq) dari raga.
Jiwa bukanlah tercetak pada raga. 245 Jiwa merupakan esensi spiritual
karena dapat mengenal alam immaterial (al-Ma’qu>la>t) dan dapat
mengenal zatnya sendiri tanpa bantuan alat. Berbeda dengan indra luar
(panca indra) dan indra dalam yang mengenal dengan bantuan alat, dan
kedua jenis indra tersebut tak dapat mengenal zatnya sendiri. 246
Jadi, sekalipun jiwa merupakan forma bagi raga, namun jiwa
terpisah (al-Mufa>riq) dengan raga. pada akhirnya, dalam ‚al-Ishara>t wa
241
Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql, 77.
242
Ibn Si>na>, Kitab al-Nafs: Fan al-Sa>dis min al-T{abi’iya>t (Beiru>t: M.A.I.D,
1988).
243
Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 117.
244
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na wa Mazhabuhu fi al-Nafs (Beiru>t: Da>r al-
Ahad, 1974), 64.
245
Muh}ammad Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 118.
246
Abu ‘Ali Ibn Si>na\, Al-Shifa>: al-T{abi’iya>t. (Beiru>t: M.A.I.D, 1988), 106.
Tek aslinya sebagai berikut:
والربان كمال، فان الملك كمال المدينة،كل صورة كمال فليس كل كمال صورة
و ليسا بصورتين للمدينة والسفينة فما كان من الكمال مفارق الذات لم يكن بالحقيقة،السفينة
والصورة التى هى فى المادة وهى الصورة المنطبعة فيها القائمة،صورة للمادة وفى المادة
بها
87
al-Tanbiha>t‛247 yang ditulis pada masa akhir hayatnya, Ibn Si>na> (370-
428 H) menegaskan bahwa jiwa adalah esensi spiritual, tanpa
menyebutkan jiwa adalah forma. Berbeda dengan karya sebelumnya,
‚al-Shifa‛ dan ‚al-Naja>h‛ yang terkadang menyebut forma dan
terkadang menyebut esensi.248 Sepertinya Ibn Si>na> dalam hubungan
jiwa dengan raga lebih memilih teori Plato (427-347 SM) yang lebih
dekat dengan ajaran Islam dengan beberapa koreksian,249 yaitu jiwa
hanyalah satu, tidak berbilang dan jiwa ha>dith, tercipta ketika raga
telah mempunyai potensi kehidupan, yang diberikan oleh intelek aktif
(al-‘Aql al-Fa’‘a>l) sang pemberi forma.
Hujjah al-Isla>m, pembela agama Islam dari serangan-serangan
pemikiran musuh yang merusak pada Islam dan umatnya ‚Abu H{amid
al-Ghaza>li>‛ (450-505 H) banyak terpengaruh dan bahkan turut
mengadopsi konsep kejiwaan aliran ‚Peripatetic‛ Yunani maupun
filosof muslim. Kajian al-Ghaza>li> tentang jiwa dapat dibagi ke dalam
dua kelompok. Pertama, kajian jiwa yang berkaitan dengan daya jiwa,
al-Ghaza>li> hanyalah meniru filosof muslim sebelumnya. Terutama Ibn
Si>na (370-428 H), bahkan bisa dikatakan hanya sebatas pengutip saja.
Hal ini dapat disimpulkan bila membandingkan ‚Ma‘a>rij al-Quds fi
Mada>rij Ma’rifah al-Nafs‛250 dengan ‚al-Naja>h‛ karya Ibn Si>na>. Oleh
karena itu, jiwa bagi Abu H{amid al-Ghaza>li> adalah penyempurna
material mekanik, meniru Aristoteles (384-322 SM). Kedua, kajian
jiwa yang berkaitan dengan pendidikan akhlak, al-Ghaza>li> berkreasi
dan berinovasi dalam bidang ini.251 Al-Ghaza>li> memberikan perhatian
besar untuk memkaji jiwa. Baginya, kajian jiwa merupakan sarana
mengenal Allah, mengenal jiwa merupakan kunci mengenal Allah.252
247
Abu ‘Ali Ibn Si>na, Al-Isha>ra>t wa al-Tanbi>ha>t, Ed. Sulaiman Dunya>
(Cairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1985), Cet. III.
248
‘Ali Arslan Aydi>n, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 253.
249
Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql , 153.
250
Abu Ha>mid al-Ghaza>li>, Ma ‘a>rij al-Quds fi Mada>rij Ma’rifah al-Nafs,
(Beiru>t: Da>ral-Kutub al-Ilmiyah, 1988).
251
Muh}ammad \Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 166.
252
Abu Ha>mid al-Ghaza>li>, Kimiya>’ al-Sa‘a>dah, Ed. Muh}ammad ‘Abd al-
‘Ali>m (Cairo: Maktabah al-Qur’a>n, 1987), 23-25. Lihat juga Abu Ha>mid al-Ghaza>li>,
Ma‘a>rij al-Quds fi> Mada>rij Ma’rifah al-Nafs, 32.
88
253
Dia adalah Abu Bakr Muh}ammad ibn Yah}ya ibn S{aig al-Tajibi>, dikenal
dengan gelar Ibn Ba>jjah, yang berarti perak dalam bahasa Eropa barat. Sarjana Barat
mengenalnya dengan Avempace. Dia lahir di Saragoza (Saraqustah), negeri Andalus
(Spanyol) sekitar 475 H./ 1082 M. Dia dipercaya Abu Bakr ibn Ibrahi>m manjadi wali
Granada (Garna>t}ah), kemudian Saragoza. Sebelum invasi Alfonso I raja Aragon dia
pindah ke Fa>s, negeri daulah Mura>bit}in, dan meninggal disana pada 533 H./ 1138 M.
Ibn Ba>jjah merupakan tokoh filsafat, kedokteran, matematika, sastra, dan musik.
Lihat Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r ‘Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’, 265.
254
Abu Bakr Muh}ammad Ibn Ba>jjah al-Andalu>si>, Kita>b al-Nafs, Ed.
Muh}ammad S{agi>r H{asan al-Ma’s}u>mi> (Beiru>t: Da>r S{a>dir, 1991), 29.
255
Muh}ammad ‘Uthma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 207.
256
Muh}ammad ‘Uthma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 234.
257
Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql, 150.
89
(al-Su>rah) sama dan menyatu. Oleh karena itu, dalam membaca karya
Ibn Rushd tentang jiwa, bila ia berbicara kekekalan jiwa berarti yang
dimaksud adalah jiwa alam semesta (jiwa universal), bila ia berbicara
jiwa binasa berarti yang dimaksud adalah jiwa manusia.258
258
Muh}ammad Qamar al-Daulah, Nus}us} al-Falsafiyah, 126.
90
BAB III
1
‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m (Cairo: Da>r al-
Sala>m, 2008), Vol. I, 37.
2
Khilafah Bani Abbasiyah adalah kekhilafahan ke-3 dalam sejarah Islam,
setelah al-Ra>shi>di>n dan Bani Umayyah. Didirikan oleh Abu ‘Abba>s al-Safah pada
132 H./ 750 M. dengan Irak sebagai ibukotanya. Al-Mu’tas}im bi Allah khalifah
terakhirnya, hancur oleh serangan bangsa Mongol (Tata>r) dibawah pinpinan Jengis
Khan pada 656 H/ 1258 M Lihat Jala>l al-Di>n al-Sayu>t}i>, Tari>kh al-Khulafa’ (Beiru>t:
Da>r Ibn H{azm, 2003), 204.
91
92
Pada awal tahun 40-an abad ini, seorang guru besar filsafat
Islam pertama: Mus}t}afa> ‘Abd al-Ra>ziq3 (1885-1947 M) datang
membawa gagasan baru. Menurut Grand Shaikh al-Azhar yang pernah
menjadi tenaga pengajar di Sorbone University Prancis ini menyatakan
bahwa filsafat Islam adalah ilmu kalam, filsafatnya al-Fa>ra>bi> (260-339
H) dan Ibn Si>na> (370-428 H), bukanlah filsafat Islam yang sebenarnya,
tapi filsafat Yunani yang diislamkan. Filsafat Islam bukan hanya
filsafat Peripatetic Yunani saja, tapi juga mencakup ilmu al-Kalam,
Tasawwuf, dan bahkan Usul al-Fiqh. 4
Pemikiran Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq ini cukup besar pengaruhnya
terhadap penulis-penulis filsafat Islam sesudahnya. Banyak karya-
karya dengan label filsafat Islam yang justru isinya Ilmu al-Kalam.
Pendukung utama pemikiran Mustafa> ‘Abd al-Ra>ziq adalah muridnya
sendiri, ‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r5 (1917-1980 M) dalam bukunya
‚Nash’ah al-Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m‛. Bahkan ia memasukkan ilmu
3
Dia adalah Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq pembaharu filsafat Islam di era modern,
penulis pertama sejarah filsafat Islam dengan bahasa Arab di era modern, penggagas
ajaran filsafat Arab yang didirikan diatas agama Islam. Ia lahir di al-Minya>, Mesir
pada 24 Rabiul Awal 1304 H/ 1985 M dari keluarga kaya. Ayahnya pendiri Koran
‚al-Jari>dah‛ dan pendiri partai ‚Hizb al-Ummah‛. Dia hafal al-Quran semenjak kecil
dan mengecap pendidikan di al-Azhar, disanalah ia bertemu dengan Imam
Muhammad ‘Abduh. Dia pernah menjadi tenaga pengajar ‚ Us}u>l Shari‘ah al-
Isla>miyah, di Sorbone University dan Lion university di Prancis. Dia pernah
menjabat menteri perwaqafan sebanyak 8 kali, Guru besar Filsafat Islam Universitas
Cairo, dan terakhir Grand Syaikh al-Azhar. Mustafa ‘Abd al-Razza>q wafat pada 15
Februari 1947. Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m, Vol. VII, 231.
4
Must}afa> ‘Abd al-Ra>ziq, Tamhi>d li Ta>ri>kh al-Falsafah al-Isla>miyah (Cairo:
Maktabah al-Usrah, 2007), 31.
5
Dia adalah ‘Ali Sa>mi al-Nashsha>r, Lahir di Cairo pada 19 Januari 1917,
kemudian keluarganya pindah ke kampungnya di Dimyat}. Dia menempuh pendidikan
di Fakultas Adab Universitas Cairo. Disanalah ia belajar filsafat dari guru-guru
filsafat dan guru orientalis seperti Andre Lalande. Tesisnya dengan judul ‚ Mana>hij
al-Bah}th ‘inda Mufakkiri al-Isla>m wa Naqd al-Muslimi>n li al-Mantiq Arist}u>t}a>lis‛
dibawah bimbingan Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq. Gelar doktoral diperolehnya di
Cambridge University dibawah bimbingan Arthur John Arberry. Lihat profilnya
dalam ‘Ali Sa>mi al-Nashsha>r, Mana>hij al-Bah}th inda al-Mufakkiri> al-Isla>m (Cairo:
Da>r al-Sala>m, 2007), 316-317.
93
6
‘Ali Sa>mi al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, 47-48.
7
Dia adalah al-Qa>d}i Abu Bakr Muhammad ibn al-T{ayyib ibn Muh}ammad
ibn Ja’far ibn Qa>sim, al-Bas}ri, al-Bagda>di>, Ibn al-Ba>qila>ni (328-402 H), (950-1013
M). Dia digelari juga dengan ‚Saif al-Sunnah‛ dan ‚Lisa>n al-Ummah‛. Teolog
dengan lidah Ahl al-Hadis dan aliran Abu al-H{asan al-‘Ash‘ari>. Tidak ada riwayat
pasti kelahirannya, namun ia dinisbatkan ke Basrah kemudian pindah ke Bagda>d,
disanalah ia menuntut ilmu. Dia belajar ilmu dialektika ( al-Naz}r) dari ‘Abd Allah ibn
Muja>hid al-T{a>i> sahabat al-Ash‘ari>. Dia seorang tokoh besar teolog As‘ari>, banyak
karyanya yang ditulisnya untuk melawan aliran melenceng dari ajaran Islam, seperti
al-Ra>fida}ah, al-Mu’tazilah, al-Jahmiyah, al-Khawa>rij dan lainnya. Lihat profilnya
dalam: Abu Bakr al-Ba>qila>ni>, Tamhi>d al-Awa>il wa Talkhi>s al-Dala>il, Ed. ‘Ima>d al-
Di>n Ahmad H{aidar (Beiru>t: Muassasah al-Kutub al-Thaqa>fiyah, 1987), 9-21.
8
Dia adalah ‘Abd al-Malik ibn ‘Abd Allah ibn Yu>suf ibn ibn Muhammad
ibn Juwaih, al-Juwaini>, al-Sinbasi>, al-T{a>i>, al-Naisa>bu>ri>, al-Sha>fi‘i>. Digelari dengan
abu al-Ma‘a>li, digelari juga dengan Imam al-H{aramain, D{iya’ al-Di>n dan Fakhr al-
Isla>m. Lahir di Naisabu>r 419 H. Tumbuh dalam keluarga yang taat dan saleh,
ayahnya imam tafsir, fiqih, adab, dan mengajar fiqih disebuah sekolah di Naisabu>r.
Awalnya ia Berjaya di Naisabu>r dan sekitarnya, kemudian gaungnya sampai ke Irak,
Sha>m, Hija>z dan Mesir. Namun dia mendapat beberapa masalah (konflik), hingga
harus meninggalkan Naisabur, dan pindah ke Bagdad, kemudian Hija>z, dan Makkah.
Setelah perjalanan panjang menuntut dan menebar ilmu, dia tertimpa sakit dan pergi
ke Bushtiqa>n untuk berobat, dan bertambah parah hingga meninggal di sana pada
478 H. Lihat profilnya Ibrahi>m al-Fazza>wi> ibn al-Firka>h} al-Shafi‘i>, Sharh} al-Waraqa>t
li Ima>m al-H{aramain al-Juwaini, Ed. Sa>rah Sha>fi> al-Ha>jiri> (Kuwait: Da>r al-Bashsha>ir
al-Isla>miyah, 1997 H). Lihat Ashraf H{arfu>sh, Falsafah al-Kala>m ‘inda Ima>m al-
H{aramain al-Juwaini (Damaskus: al-H{ismah, 1994), 7-24.
94
9
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 225.
10
‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 40.
11
‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 40.
95
12
‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 43-44.
13
‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 40.
14
Hermensianism merupakan pengikut Hermes. Dalam literatur Islam
Hermes disebut sebagai nabi Idris as. Mungkin karena banyak peninggalannya yang
sangat dekat dengan kisah nabi Idris berikut ajarannya. Sedangkan dalam literatur
Yunani, Hermes dikenal sebagai salah satu dewa. Herodotus menuliskan bahwa
nama-nama dewa Yunani datang dari Mesir. Sepertinya ajaran Hermes disampaikan
secara lisan pada penyikutnya, namun tulisan tentang ajaran ini baru di mulai di
Alexandria pada abad I atau II Masehi. Manuskrip yang diperoleh telah tercampur
dengan pengaruh filsafat Yunani di Alexandria ketika itu. Lihat Mustafa> al-
Nashsha>r, Madrasah al-Iskandariyah al-Falsafiyah baina Tura>th al-Sharqi> wa
Falsafah al-Yuna>niyah, 111-118.
15
Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 45.
96
16
Dia adalah Abu ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Idri>s al-Shafi‘i>, tokoh Ahl
al-Sunnah wa al-Jama>‘ah terkemuka, Imam Mazhab fiqih, pencetus ilmu Us}u>l al-
Fiqh. Dia lahir di Gaza, Palestina pada 150 H/ 766 M. Ayahnya meninggal diwaktu
kecil, dan ia dibawa ibunya ke Makkah, tumbuh dan belajar disana. Ia hafal al-
Muwat}t}a’ di umur sepuluh tahun. Dia belajar kepada Ima>m al-Malik di Madinah
sampai wafatnya, kemudian pindah ke Yaman, ke Irak belajar fiqih Hanafi, dan
terakhir ke Mesir. Di Iraklah dia mulai menulis buku dengan ‚ Qaul al-Qadi>m‛
sehingga digelari Na>s{ir al-Sunnah dan diperbaharuinya di Mesir ‚Qaul al-jadi>d‛.
Shafi‘i> meninggal di Mesir pada Rajab 204 H. Lihat ‘Abd al-H{ali>m al-Jundi>, Ima>m
al-Sha>fi‘i>: Na>s}ir al-Sunnah, Wa>d}i’ al-Us}u>l (Cairo:Da>r al-Ma‘a>rif, 1994), Cet. IV.
17
Mustafa> ‘Abd al-Ra>ziq, Tamhi>d li Ta>rikh al-Falsafah al-Islamiyah, 80,
236-252.
18
Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 46.
19
Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 47.
20
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah (Cairo: al-Hai’ah al-
Masriyah al-‘A<mah li al-Kutub, 1985), 18.
97
21
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 19.
22
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 19.
98
23
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 20.
24
Dia adalah Jama>l al-Di>n Abu al-H{usain ‘Ali ibn Yu>suf ibn Ibra>hi>m al-
Shaiba>ni> al-Qift}i> al-Misri>, seorang sejarawan dan dokter Arab (568-646 H), (1172-
1248 M). Lahir di Qift} (S{a‘i>d, Mesir) dan tinggal di H{alab. Dia diangkat menjadi
Qa>d}i> oleh al-Z{a>hir, dan diangkat menjadi menteri oleh al-‘Azi>z, dan digelari ‚Wazi>r
al-Akram‛ (Menteri yang mulia). Ia lapang dada dan rendah hati, suka mengoleksi
buku, perpustakaannya senilai 50.000 Dinar, tidak ada yang ia cintai di dunia ini
selain buku-bukunya itu. Dia tidak punya rumah dan tidak beristri dan meninggal di
H{alab. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. 23, 227.
25
Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-H{ukama’, 22.
26
Hana>bilah adalah pengikut Imam Ahmad ibn Hanbal, imam mazhab Ahl
al-H{adi>th. Pada awalnya hanyalah mazhab fiqih berpegang pada Imam Ahmad ibn
H{anbal, namun kemudian hari berkembang menjadi aliran teologis tentang Asma>’
dan S{ifa>t terutama masalah makhluknya al-Quran. Aliran ini merupakan genre aliran
salafi yang berpegang kuat pada teks dan menolak penguasaan akal dalam urusan
agama. Lihat Muhammad ‘Ima>rah, Tayyara> al-Fikr al-Isla>mi>, 130-132.
27
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 20-21.
99
28
Dia adalah seorang faqih, ilmuan, sejarawan, dan juga hakim. Nama
lengkapnya Abu al-Qa>sim S{a>id ibn Ahmad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muhammad ibn
S{a’id al-Tagli>bi>. Berasal dari kabilah Tagallub yang datang pada penaklukan Islam
ke Andalus. Lahir di Mariah 420 H/ 1029 M. T{abiqa>t al-Umam merupakan buku ke
empat, tiga buku pertama ‚H{araka>>t al-Nuju>m wa al-Kawa>kib‛, ‚Diyana>t wa al-
Mu’taqida>t wa al-Firaq al-Islamiyah wa gair al-Isla>miyah‛, ‚Jawa>mi’ al-Akhba>r al-
Arab wa al-‘Ajam‛ tak ditemukan lagi. S{a‘id meninggal pada 460 H/1070 M. Lihat
H{ayah ‘I<d bu ‘Ilwa>n, Tabiqa>t al-Umam: Dira>sah wa Tahqi>q (Beiru>t: American
University, 1983), 40-45.
29
Abu al-Qa>sim S{a>‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, Ed. Saint Louis
Jesuit Shaikha (Beiru>t: Maktabah al-Kathu>likiyah li Aba>’ al-Yasu>‘i>yi>n, 1912), 52.
30
Abu al-Qa>sim S{a> ‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, 42.
31
Abu al-Qa>sim S{a> ‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, 47.
32
Khilafah Bani Ummayyah adalah kekhilafahan kedua setelah al-Rashi>di>n.
Bermula dari akad perdamaian yang disepakati antara H{asan Ibn ‘Ali dengan
Mu‘awiyah pada tahun 41 H/662 M yang dikenal dengan tahun al-Jama>‘ah.
Damaskus dipilih sebagai Ibu kota, Bani Umayyah berakhir dengan pembersihan
yang dilakukan Abu Abbas al-Saffa>h{ pada 132 H/ 750 M. Lihat Jala>l al-Di>n al-
Sayu>ti>, Tari>kh al-Kulafa’, 155.
100
33
Abu al-Qa>sim S{a> ‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, 47.
34
Dia adalah Muhammad ibn ‘Abd al-Kari>m ibn Ahmad, digelari abu al-
Fath}, dan popular dikenal dengan ‚al-Shahrasata>ni>‛, tempat kelahirannya di daerah
Khurasan pada 479 H/ 1086 M. Tokoh besar As‘ariyah di zamannya, bermazhab
fiqih al-Shafi‘i>. Karyanya yang paling populer adalah ‚ al-Milal wa al-Nih}al‛ dan
‚Niha>yah al-Iqda>m‛. Ia wafat pada 548 H/ 1153 M Lihat profilnya dalam Abu al-
Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. I, 11-15.
35
Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol I, 372-373.
36
Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 305.
37
Dia adalah Abu Zaid ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muhammad ibn Khildu>n al-
H{adrami>. Lahir pada 1 Ramad}a>n 732 H/ 27 Mei 1332 M di Tunisia tepatnya di Da>r
al-Ka>inah dan meninggal pada 28 Ramad}a>n 808 H/ 19 Maret 1406 M di Cairo.
Khildu>n merupakan satu kabilah Arab yang turut dalam ekspansi Islam ke Andalusia,
dan menetap di Sevilla (Ashbelia), kemudian pindah ke Tunisia akibat pembersihan
yang dilakukan pasukan salib. Ibn Khaldu>n seorang ahli astronomi, ekonomi,
sejarawan, faqih, ha>fiz}, matematikawan, ahli strategi militer, filosof, pejabat negara,
dan peletak ilmu sosial. Lihat profilnya dalam T{ah}a> Husain, Falsafah ibn Khaldu>n al-
Ijtima>‘iyah: Tahli>l wa Naqd (Cairo: Maktabah al-I’tima>d, 1925), 9-22.
101
manusia, dari sisi manusia itu berfikir, tidaklah dimonopoli oleh satu
golongan (al-Milah).‛38
Mendefenisikan filsafat sebagai sebuah ilmu, sulit dan bahkan
mustahil. Karena objek kajian filsafat berbeda dari masa ke masa. Pada
satu waktu, filsafat mempunyai objek kajian yang sesuai dengan spirit
zamannya. Bahkan di waktu yang sama, objek kajian filsafat dapat
beragam, sesuai dengan kecendrungan pemikiran dan berbagai faktor
yang mempengaruhi seorang filosof untuk membahas objek tertentu.39
Era pra Socrates (470-399 SM) berbeda dengan masa setelahnya.
Begitu juga filsafat era Helenisme, dan era abad pertengahan.
Alasan Ah}mad Fua>d al-Ahwani> (1908-1970 M) yang
membedakan teolog dan filosof melihat dari objek kajiannya tidaklah
tepat. Baik filosof maupun teolog telah disatukan oleh satu objek yang
sama, yaitu ketuhanan, akhirat, metafisika pembalasan amal
perbuatan. Baik teolog maupun filosof sama-sama berfilsafat
mempertahankan argument masing-masing. Ditambah lagi, istilah
filosof telah dipakai secara luas, cukup misalnya penyebutan Ibn
Taymiyah (661-728 H) yang anti filsafat dengan sebutan ‚Filosof
salafi‛ yang mengeluarkan salafi dari kungkungan teks kepada filsafat
teks.40
Tidak diragukan, filsafat datang dari wawasan keyunanian, dan
‘Ilm al-Kala>m datang dari wawasan al-Quran dan al-Sunnah. Bila
dilihat dari sejarah filsafat dan ‘Ilm al-Kalam di dunia Islam, dapat
dibagi menjadi dua fase:
1. Fase Disintegrasi
Fase ini bermula dipenghujung abad ke-2 Hijriyah dan awal
abad ke-3. Pada masa ini, filosof dan teolog sangatlah berbeda,
bahkan bisa dikatakan musuh bebuyutan. Teolog memandang filosof
sebagai pembid’ah sesat. Sebaliknya, filosof memandang teolog
sebagai orang yang bodoh dan lemah akalnya. Begitu seterusnya pada
abad ke-4, ke-5 dan ke-6 Hijriyah.41 Puncaknya adalah pengkafiran
filosof oleh al-Ghaza>li> (455-505 H) sebagai tokoh teolog Ash‘ariyah
38
‘Abd al-Rah}ma>n Ibn al-Khildu>n, Muqaddimah al-Tari>kh, Ed. Khali>l
Shah}a>dah (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 2001), 629.
39
Muhammad Qamar al-Daulah Nas}if, Dirasa>t fi Falsafah al-‘A<mah wa al-
Akhla>q (Mansora:al-Da>r al-Isla>miyah, 2007), 31-32.
40
Muhammad ‘Ima>rah, Raf’ al-Mala>m ‘an Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah.
(Isma‘iliyah: Maktabah al-Ima>m al-Bukhari>, 2007), 9.
41
Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Falsafah al-Islamiyah. 22
102
2. Fase Integrasi
Fase ini dimulai setelah perang setengah hati yang dilakukan
al-Ghazali (455-505 H) terhadap filosof.48 Al-Ghaza>li> membagi filsafat
menjadi dua: bagian yang bertentangan dengan dasar agama (Us}ul> al-
Di>n) dan bagian yang tidak bertentangan dengan dasar agama.49
Sekalipun al-Ghaza>li> hanya mengharamkan bagian pertama, bagian
kedua juga turut terseret dianggap haram. Pada dasarnya, teolog banyak
sekali mengadopsi teori-teori filsafat, dan memanfaatkannya. Akhirnya,
kajian filsafat bersembunyi di balik ‘Ilm al-Kala>m. Seperti ‚al-
Mawa>qif‛ yang menjadi buku ajar selama berabad-abad di Al-Azhar
sebagai lembaga ‘Ash‘ariyah terbesar di dunia Islam, memulai
pembahasannya dengan pengantar logika Aristoteles (384-322 SM).
Bagian ketuhanan (al-Ila>hiya>t) hanyalah bagian terakhir dari buku
tersebut.
Fase integrasi bukan saja antara ‘Ilm al-Kala>m dan filsafat, tapi
juga dengan integrasi ilmu-ilmu Islam lainnya, yang sebelumnya saling
bermusuhan, seperti ilmu tasawuf dengan perdebatan antara shari’ah
dan h{aqi>qah.50 Fase ini dikenal juga dengan era ‚Muhaqqiqi>n‛, hampir
seluruh permasalahan yang ada telah terselesaikan. Telah dipilah mana
yang murni ajaran Islam, mana yang ajaran luar yang sesuai dan tidak
bertentangan sama sekali dengan dasar agama Islam, dan mana yang
sama sekali tidak sesuai dan bertentangan dengan dasar agama Islam.
Karya-karya setelah al-Ghaza>li> (455-505 H) seperti al-Shahrasata>ni>
(479-548 H) dan Ibn Khaldu>n (732-808 H) dengan jelas menunjukkan
integritas keilmuan Islam. Al-Ghaza>li> disebut sebagai seorang teolog,
filosof, s}ufi>, faqih,51 empat disiplin ilmu yang dahulu saling
Bani al-Jarra>h yang terkenal menguasai ilmu logika dan ilmu Yunani, Persia, dan
India. Bukunya yang paling terkenal adalah al-Fihrisa>t yang memuat seluruh buku
Arab dan non Arab yang dikenal dimasanya. Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m:
Qa>mu>s al-Tara>jum li Ashhar al-Rija>l wa al-Nisa>’ min al-‘Arab wa al-Musta’ribi>n wa
al-Mustashriqi>n, Vol. 6, 29.
47
Abu al-Farj Muh}mmad ibn Ish}a>q ibn al-Nadi>m, Kita>b al-Fihrisat, Ed.
Rid}a-Tajaddud. (tt. www.waqfeya.com, 2008)
48
Sulaima>n Dunya>, H{aqi>qah fi Naz}r al-Ghaza>li> (Cairo: Da>r al-Ma’rifah,
1965).
49
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 46-47.
50
Ibrahi>m Madku>r, Fi> al-Falsafah al-Isla>miyah, Vol II, 135.
51
S{alih} Ah}mad Sha>mi>, Ima>m al-Ghaza>li>: Hujjah al-Isla>m wa Mujaddid al-
Miah al-Kha>misah (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1993).
104
tiga teori sisanya: akhirat bersifat spiritual saja, akhirat tidaklah ada,
dan sikap abstain merupakan pendapat filosof. Untuk lebih jelasnya
sebagai berikut:
1. Akhirat bersifat material saja
Akhirat bersifat material saja merupakan aliran mayoritas
teolog yang menafikan adanya jiwa intelek yang transenden. Pendapat
ini dibangun dari pandangan mereka terhadap jiwa. Bagi mereka, jiwa
adalah material halus cahayawi yang mengalir di dalam raga, seperti
mengalirnya api di dalam bara dan air di dalam daun.57 Oleh karena
itu, jiwa bukanlah esensi transenden (immaterial). Akhirat hanyalah
tempat pembalasan amal berbuatan manusia yang bersifat material,
karena manusia hanyalah material.
2. Akhirat bersifat spiritual saja.
Pendapat ini diutarakan oleh filosof ketuhanan berdasarkan
pada pandangan mereka terhadap hakikat manusia. Manusia adalah
jiwa, jiwa merupakan esensi transenden (immaterial), kekal, abadi dan
tak dapat hancur binasa. Raga merupakan penjara bagi jiwa. Kematian
adalah kemerdekaan jiwa. Akhirat adalah kembalinya jiwa ke alam
spiritual tanpa raga. Pembalasan amal perbuatan, senang dan sengsara
dirasakan langsung oleh jiwa tanpa memerlukan raga. Karena raga
telah hancur dan takkan dapat kembali.58
3. Akhirat bersifat Material dan Spiritual.
Pendapat ini diutarakan oleh Muh}aqqiqi>n, yaitu para teolog
yang mengadopsi konsep jiwa filosof. Bagi filosof, jiwa merupakan
esensi transenden, bukan material.59 Manusia pada hakikatnya adalah
jiwa, sementara raga hanyalah alatnya. Akhirat bersifat spiritual dan
material. Karena ‚jiwa‛ transenden spiritual dan alatnya ‚raga‛
material.
4. Akhirat tidaklah ada, tidak bersifat material dan tidak spiritual.
Pendapat ini diutarakan oleh filosof naturalis yang memandang
manusia pada hakikatnya adalah postur raga, jiwa tak lain hanyalah
postur raga. Kematian akan menghancurkan postur raga manusia, yang
tinggal hanyalah unsur dasar material: tanah, air dan udara. Raga
57
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. II, 456.
58
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol VII, 325.
59
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Nafs wa al-Ru>h} wa Sharh} Quwa>huma>, Ed.
Muhammad Ma’s}u>m H{asan al-Ma’s}u>mi> (Islamabad: Islamic Research Institute, tt.),
27.
106
hancur, dan yang telah tiada tak pernah dapat kembali. Singkatnya,
mereka merupakan filosof yang mengingkari adanya kehidupan
akhirat. Aliran ini disebut oleh Ibn H{azm (384-456 H) dengan istilah
‚al-Dahriyu>n‛60 yang memandang waktu (al-Dahr) sebagai penghancur
manusia. Aliran filosof ini lebih tepatnya disebut ateis, yang
memandang alam semesta bergerak spontanitas tanpa ada yang
mengatur, tanpa ada Tuhan yang membalasi amal perbuatan. Manusia,
hewan dan tumbuhan tak ada bedanya. Bila kematian datang,
hilanglah segalanya. Kebahagian dan kesengsaraan, kenikmatan dan
kesengsaraan hanya diperoleh dalam kehidupan ini. Alamlah yang
memberi kehidupan, dan waktulah yang membinasakan.61
5. Sikap Abstein (tawaqquf)
Pendapat ini diriwayatkan dari Claudius Galenus62 (129-200
M), seorang dokter dan filosof Yunani era Helenisme yang besar
pengaruhnya terhadap dunia muslim. Ia belum dapat membuktikan
apakah jiwa adalah postur raga ataukah esensi yang kekal dan berdiri
sendiri. Jika jiwa postur raga, tentunya yang hancur tak dapat kembali,
60
Ibn H{azm, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol I, 19-20.
61
Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni.Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 582.
62
Dia adalah Caludius Galenus, dilahirkan di Pergamum (kini: Bergama,
Turki), putra dari Nicon, seorang arsitek kaya. Ia memiliki ketertarikan pada bidang
pertanian, arsitektur, astronomi, astrologi, filsafat, hingga akhirnya ia memilih untuk
berkonsentrasi pada kedokteran. Pada usia 20 tahun ia telah menjadi seorang tabib
pada kuil Asclepius selama 4 tahun. Setelah kematian ayahnya pada 148 M atau 149
M, ia merantau untuk belajar di Smyrna, Korintus, dan Alexandria selama 12 tahun.
Ketika ia kembali ke Pergamum pada 157 M, ia bekerja sebagai seorang dokter di
sekolah gladiator sleama 3 sampai 4 tahun. Selama masa itu, ia banyak belajar
mengenai perawatan dan penyembuhan trauma dan luka. Kemudian ia
mengistilahkan luka sebagai ‚jendela untuk masuk ke tubuh‛. Pada 162 M, ia pindah
ke Roma di mana ia banyak menyebarkan ilmu anatomi. Reputasinya kian naik dan
dikenal sebagai ahli kedokteran yang berpengalaman dan memiliki klien yang
tersebar luas. Salah satunya adalah konsul Flavius Boethius yang akhirnya
memperkenalkan ia menjadi dokter kerajaan. Ia turut merawat Lucius Verus,
Commodus dan Spetimius Severus. Ia sempat kembali ke tanah airnya, Pergamum
selama 166 M hingga 169 M. Karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
oleh Hunain Ibn Ish}a>q pada era penerjemahan Abbasiyah. Lihat Jama>l al-Di>n al-
Qift}i>, Ikhba>r al-Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’, 85-92. Lihat juga Ahmad ‘Abd al-
H{ali>m ‘At}iyah, Ja>li>nu>s fi Fikr al-Qadi>m wa al-Ma‘a>s}ir (Cairo: Da>r al-Quba’, 1999).
Lihat juga Ibn Juljul al-Andalu>si>. T{abiqa>t al-At}ibba’ wa al-Hukama’, 41.
107
tapi bilamana jiwa esensi yang kekal pengembalian raga bisa saja
terjadi. 63
Pembagian aliran filosof tentang akhirat menjadi lima aliran
ini, dirasa masih cukup relevan. Masing-masing aliran dan penyikutnya
masih dapat ditemui sekarang. Namun, dalam kajian ini, hannya 3
aliran pertama yang dibahas. Sedangkan dua terakhir, yaitu aliran ateis
dan aliran abstain yang tidak tahu-menahu tentang akhirat tidak turut
dibahas, sekalipun jumlah mereka banyak ditemui sepanjang masa.
Karena Kajian ini telah dilandasi dengan keyakinan pada adanya
Tuhan yang maha kuasa, alam metafisika dan pembalasan amal
perbuatan.
C. Akhirat Material
Akhirat merupakan tempat pembalasan amal perbuatan
manusia. Akhirat tentunya haruslah disesuaikan dengan manusia
sebagai penggunanya. Manusia adalah material, akhirat juga material:
yaitu surga dan neraka, tempat material raga mendapatkan balasan
amal perbuatannya. Oleh karena itu, Akhirat tergantung pada siapakah
itu manusia yang sebenarnya? Pada dasarnya, teori akhirat bersifat
material dibangun atas teori yang memandang manusia sebagai
material.
Filosof semenjak dahulunya berbeda pendapat tentang hakikat
manusia yang ditunjukkan oleh kata ‚saya‛: saya duduk, saya tahu,
saya sakit dan sebagainya. Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (543-606 H)
menuturkan: ‚Yang kita maksud dengan kata ‚al-Nafs‛, adalah sesuatu
yang ditunjukkan oleh setiap manusia dengan ungkapan ‚saya‛.64
Menurutnya, ada beberapa pendapat tentang hakikat al-Nafs: (a) jiwa
adalah raga dan material, (b) jiwa bukanlah raga dan material, (c) jiwa
adalah susunan dari dualisme (jiwa dan raga) atau trialisme (jiwa, ruh,
raga)‛65Abu al-H{asan al-Ash‘ari>66 (260-324 H) mengungkapkan
63
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}ul al-Di>n, Vol. II, 55.
64
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 18. Teori ini
diadopsi Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> dari Ibn Si>na>. Lihat Ibn Si>na>, Risa>lah al-Adh}awiyah fi
Amr al-Ma‘a>d, 94.
65
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 18.
66
Dia adalah Abu al-H{asan ‘Ali ibn Isma‘i>l ibn Abi Bashar al-Ash‘ari>, lahir
di Basrah 260 H. Dia merupakan keturunan Abu Musa al-Ash‘ari sahabat Rasul dan
salah satu Hakim pada masa tahkim antara ‘Ali dan Mu‘awiyah. Dia tumbuh dan
besar dalam keilmuan Mu’tazilah dari Abu ‘Ali al-Jabba>i> di Basrah. Pada Umur 40
108
tahun dia mengumumkan bertaubat dari mazhab Mu’tazilah, dan kembali kepada al-
Quran dan al-Sunnah. Manhaj aliran barunya merupakan tengah-tengah antara Ahl
al-H{adi>th yang tekstualis dan Mu’tazilah yang rasionalis. Dikenal juga sebagai aliran
yang mengedepankan naqal ketika berbenturan dengan akal. Lihat profilnya dalam
H{amu>dah al-Gara>bah, Abu al-H{asan al-Ash‘ari> (Cairo: Mat}a>bi’ al-Ami>riah, 1973).
67
Lihat Abu H{asan al-Ash‘ari>, Maqa>la>t al-Islamiyi>n wa Ikhtila>f al-Mus}alli>n,
Ed. Muhammad Muh}y al-Di>n ‘Abd al-H{ami>d (Cairo: Maktabah al-Nahd}ah al-
Masriyah, 1950), Vol. II, 24-27.
68
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 18. . Lihat juga
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 38-39.
69
Lihat fase penafian jiwa oleh ulama Muslimin, filosof naturalis Yunani
kuno, dan Filosof materialisme modern Barat seperti Darwinisme, Marxisme, dan
lainnya. Lihat Muhammad Sayyid al-Musayyar, Al-Ru>h fi Dirasa>t al-Mutakallimi>n
wa al-Fala>sifah, 39-41.
109
70
Diriwayatkan dari ‘Abd Allah ibn Buraidah, hadis dikeluarkan oleh ibn
Abi H{atim Abu Shaikh. Lihat Jala>l al-Di>n al-Sayu>t}i>, Al-Du>r al-Manthu>r fi Tafsi>r bi
al-Ma’thu>r (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1993), Vol. IV, 200.
71
Al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni, Vol. XI, 311.
72
Al-Hudhailiyah adalah pengikut Abu al-Hudhail Hamda>n ibn Hudhail al-
‘Alla>f, syeikh Mu’tazilah, pemuka dan pengokoh aliran Mu’tazilah. Dia belajar dari
‘Ustma>n ibn Khalid al-T{awi>l, sahabat Wa>s}il ibn ‘At}a’ pendiri Mu’tazilah. Perbedaan
antara al-Hudhailiyah dengan kelompok Mu’tazilah lainnya hannya dalam 10 prinsip.
Salah satunya adalah menyatakan sifat merupakan zatNya. Lihat Abu al-Fath} al-
Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. I, 64.
73
Al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni, Vol. XI, 310.
74
Al-Niz}a>miyah adalah pengikut Ibrahi>m ibn Yasa>r ibn Hani’ al-Niz}z}a>m.
Dia banyak membaca dan mempelajari buku-buku filsafat, dan menggabungkan
pendapat filosof dengan pendapat Mu’tazilah. Kelompok ini berbeda dengan
kelompok Mu’tazilah lainnya dalam beberapa prinsip. Salah satunya, bahwa Allah
tidak disifati dengan maha kuasa melakukan kejahatan dan maksiat, berbeda dengan
pendapat aliran lainnya yang menyatakan Allah maha kuasa melakukan kejahatan
dan maksiat tapi tidak melakukannya. Lihat Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal
wa al-Nih}al, Vol. I, 67.
75
Al-Mu‘ammariyah adalah pengikut ibn ‘Iba>d al-Salami>, yang merupakan
tokoh Qadariyah tulen yang menyatakan tidak adanya Sifat ( Naf al-S{ifa>t) Allah
ta‘ala. Menurutnya tidak ada takdir baik dan buruk yang ditetapkan Allah ta‘ala, dan
memvonis kafir dan sesat bagi orang yang menyakini adanya takdir. Salah satu
110
81
Muhammad Qamar al-Daulah, Ma’a al-Mawa>qif, 49-50.
82
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 246
83
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 249.
84
Muhammad Qamar al-Daulah, Ma’a al-Mawa>qif, 53.
85
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 246.
112
86
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 249.
87
Bagi As‘ariyah sifat Allah merupakan tambahan atas zat Allah, Allah
mengetahui dengan ilmu, Allah maha kuasa dengan kekuasaanya, dst. Lihat Al-
Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawaqif , Vol. VII, 52.
88
Dia adalah Abu al-Hudhail Muhammad ibn al-Hudhail al-‘Abi>di>, Menurut
Abu Salamah ia digelari dengan al-‘Alla>f karena tempat tinggalnya berada di tempat
penggemukan (makan) ternak. Yah}ya ibn Bashar menceritakan bahwa ia mempunyai
60 buku menkontra orang-orang yang tidak sepemahaman dengannya tentang ‘Ilm
al-Kala>m. Dia belajar dari ‘Uthma>n al-T{awi>l, sedangkan Ibrahi>m al-Niz}z{a>m
merupakan muridnya. Banyak diskusi dan debatnya baik sesama Mu’tazilah maupun
musuh Mu’tazilah. Pendapatnya berbeda dengan mayoritas Mu’tazilah dalam 10
perkara tentang ketuhanan, akhlaq, kesanggupan, sifat Allah. Lihat Ah}mad ibn
Yah}ya ibn al-Murtad}a, T{abiqa>t al-Mu’tazilah, 44-49. Lihat juga Rashi>d al-Khayyu>n,
Mu’tazilah Bas}rah wa Bagda>d (London: Da>r al-Hikmah, 1997), Cet. I.
89
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 192.
90
Dia adalah al-Qad}i> Abu Bakr Muh}ammad ibn al-T{ayyib ibn Muh}ammad
ibn Ja’far ibn Qa>sim, (328-402 H), (950-1013 M) orang Basrah yang pindah ke
Bagdad dan menetap disana. Al-Qad}i> ‘Iya>d} menyebutkan bahwa ia digelari dengan
Saif al-Sunnah dan Lisa>n al-Ummah seorang teolog berlidah Ahl al-H{adi>th beraliran
Abu H{asan al-Ash‘ari>, kepadanyalah berakhirnya kepemimpinan mazhab Maliki> di
masanya. Banyak orang yang menghadiri kajiannya di Mesjid Basrah. Dia belajar
hadis di Bagda>d dari Abu Bakr ibn Ma>lik al-Qat}i>‘i>, Abu Muh}ammad Ibn Ma>si>, dan
Abu Ah}mad al-H{usain ibn ‘Ali> al-Naisabu>ri>. Dia belajar ‘Ilm al-Kala>m dari Abu
113
‘Abd Allah Muja>hid al-T{a>i, salah seorang murid al-Ash‘ari>. Lihat Jala>l Muhammad
‘Abd al-H{ami>d Mu>sa>, Nash’ah al-Ash‘ariyah wa Tat}awwuruha>, 317.
91
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 253-254.
92
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 254.
93
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 18.
114
94
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 41.
95
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 42.
96
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 43.
97
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 42.
98
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 43.
99
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II. 26.
115
100
Merupakan teori yang di pilih Niz}z}a>miyah aliran syaikh Mu’tazilah.
Lihat Abu H{asan al-Ash‘ari>, Maqala>t al-Isla>miyi>n, 26. Lihat Ibn H{azm al-Andalu>si>\,
Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 255.
101
Istilah dan kajian menggunakan al-Nafs merupakan hal yang baru dalam
terminologi salaf, kajian ini biasa dipakaikan filosof selanjutnya menyebar dalam
ranah pemikiran Islam. Lihat Al-Qa>d}i ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> fi Abwa>b al-Tauhi>d,
Vol. XI, 312.
102
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 254.
103
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 193
104
Al-Shahrasata>ni membagi aliran-aliran Kristen pada abad ke-6 H
menjadi tiga aliran: Melkitism, Nestorianism dan Yakobism. Dasar perbedaan aliran
tersebut dilihat dari perbedaan pendapat seputar karakteristik Jesus, yaitu bagaimana
bertempatnya Tuhan di raga manusia. Lihat Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal
wa al-Nih}al, Vol. I, 265.
105
Abu Hasan al-Ash‘ari>, Maqa>la>t al-Islamiyi>n, Vol. II, 23-24.
106
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 258.
116
107
Ibn Qayyim al-Jauzi>>, Al-Ru>h}, 230. Lihat juga Al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r,
Al-Mugni, Vol. XI, 310.
108
Ibn Qayyim al-Jauzi>>, Al-Ru>h}, 214.
109
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 258.
110
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 230, 194.
111
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 44.
117
112
‚Mereka mempunyai al-Qalb, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah)‛ (QS. Al-A’ra>f [7]: 179)
113
Lihat ‚Sejarah aliran-aliran kejiwaan‛, Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 9.
114
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 24-27.
115
Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> fi Abwa>b al-Tauh}i>d wa al-‘Adl, Vol. XI,
310.
116
Al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih{al, Vol. II, 374.
117
Liucippus adalah pendiri aliran atomisme. Tidak diketahui biografinya,
kehidupannya, lahir dan wafatnya. Riwayatnya hanya diketahui dari beberapa
penuturan muridnya terutama Democritus. Sepertinya ia lahir di Miletus. Dia banyak
118
menyatakan bahwa jiwa adalah material terkecil yang tak dapat dibagi
lagi (atom). Material yang tak terbagi tersebut adalah api, yang dapat
menjalar diseluruh tubuh. Ada dua karakteristik utama api: Pertama
panas bersinar atau menghasilkan cahaya, dan kedua bergerak. Oleh
karena itu, jiwa juga mempunyai dua karakter: mengetahui dan
menggerakkan. ‚Mengetahui‛ merupakan salah satu jenis cahaya.
Sedmentara raga digerakkan oleh panas insting menurut dokter
(Yunani).118
2) Teori Diogenes of Apollonia119 (h. 425 SM) dan
Anaximenes120 (585-528 SM) yang menyatakan jiwa berasal dari
udara. Menurutnya, udara merupakan material paling halus. Udaralah
yang terus bergerak dan menggerakkan raga. Oleh karena itu, selagi
udara keluar masuk raga, manusia akan tetap hidup. Namun, bila udara
tidak bergerak keluar masuk raga, manusia akan menemui ajalnya.
Bisa dikatakan hidup adalah bernafas, berhenti bernafas adalah
kematian. 121
126
Aristoteles. Kita>b al-Nafs, 12. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi
Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 25. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 191. Lihat juga
Abu H{asan al-Ash‘ari, Maqa>la>t al-Isla>miyi>n, Vol. II, 27. Lihat juga ‘Ad}d} al-Di>n al-
Eiji>, Al-Mawaqif, 259.
127
Critias (460-403 SM) adalah seorang penulis dan politikus Athena. Dia
adalah anak dari Callaeschrus dan merupakan Paman Plato. Dia seorang rekan
Socrates. Setelah jatuhnya Athena ke tangan Spartan, dia menjadi buronan. Critias
tewas dalam pertempuran dekat Piraeus. Critias merupakan figur dalam dialog-
dialog Plato. Bahkan salah satu dialog terakhirnya berjudul ‚Critias‛ .
128
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 15. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi
Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 26. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 191. Lihat juga
‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawaqif, 260. Lihat juga pendapat Ibn al-Rawandi dalam
Abu H{asan al-Ash‘ari>, Maqa>la>t al-Isla>miyi>n, Vol. II, 26.
129
Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 15.
121
material: (a) material dasar yaitu tanah, air, api dan udara, (b) material
campuran dari satu atau lebih dari empat material dasar. Menurutnya,
jiwa tercipta dari jenis material kedua, yaitu pencampuran material
dasar.130
Material yang terlahir dari keempat unsur tersebut, seringkali
ada satu unsur yang dominan. Material yang didominasi tanah dan air
cenderung tebal. Sebaliknya material yang didominasi oleh api dan
udara cenderung tipis dan halus. Raga merupakan material tebal,
karena didominasi unsur air dan tanah. Sementara jiwa merupakan
material halus, karena didominasi oleh unsur udara dan api.
Karakteristik material air dan tanah adalah tebal, berwarna dan
berpermukaan. Oleh karena itu, air dan tanah dapat di gapai oleh indra.
Sebaliknya, karakteristik material udara dan api adalah halus, tak
bewarna, tak berpermukaan, sehingga sulit diperoleh oleh indra.
Material halus (api dan udara) identik dengan material langit
(samawi), material tebal (air dan tahah) identik dengan material
bumi.131
Lebih lanjut Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) menjelaskan
bahwa al-Ru>h} didominasi oleh material udara dan api. Akan tetapi ada
dua pendapat tentang material tersebut: (a) Material unsur udara yang
bercampur dengan panas keinginan (insting) yang timbul bisa jadi di
jantung atau di otak. Ada yang mengatakan itulah dia al-Ru>h}, itulah
dia manusia. Ada juga yang mengatakan bahwa manusia adalah al-Ru>h}
yang berada di jantung. Ada juga yang mengatakan manusia adalah
bagian yang tak terbagi di otak. Ada juga yang mengatakan al-Ru>h}
merupakan partikular-partikular api yang bercampur dengan udara
yang ada di jantung dan otak. Partikular-partikular api itulah yang
dinamakan panas dorongan atau keinginan (insting), itulah manusia. 132
(b) Al-Ru>h} merupakan material cahayawi kelangitan lagi
halus, sebuah esensi yang berkarakter seperti cahaya matahari, yang
tak dapat terurai, berubah, terbagi dan terpecah-pecah. Apabila raga
telah terbentuk, dan telah benar-benar siap, sebagaimana firman Allah
‚Apabilah telah Aku sempurnakan penciptaannya‛ dirembeskanlah
material mulia kelangitan ketuhanan itu ke dalam anggota badan
130
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 44.
131
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 44.
132
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 45.
122
133
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 45.
134
‚Malaikat diciptakan dari cahaya, dan jin diciptakan dari nyala api‛.
Hadis S{ah}ih} dan Marfu’ dari ‘Aishah riwayat Imam Muslim, dalam Kita>b: al-Raqa>iq
wa al-Zuhd Bab: Ah{a>di>th Mutafarriqah, (no. 2996), Lihat Ima>m al-Muslim, Shahi>h
al-Muslim, Vol. II, 1364.
135
Muh}ammad Jala>l Sharf, Allah wa al-A<lam wa al-Insa>n, 223-224.
136
‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, Al-Mawa>qif, 260.
123
143
‚Al-Ru>h} para shuhada’ berada di dalam perut burung berbulu hijau,
burung itu mempunyai sarang-sarang yang tergantung di ‘Arsy, burung-burung
itupun dapat berkeliaran dengan bebas di surga.‛ Hadis S{ah}ih} dari Ibn Mas‘u>d secara
Mauqu>f, dalam Kita>b: al-Ima>rah, Bab: Baya>n Arwa>h} al-Shuhada’ fi al-Jannah, (no.
1887). Lihat Imam Muslim, S{ah}i>h} al-Muslim, Vol. II, 912.
144
Lihat hadis riwayat Ima>m al-Nasa>’i> dari Abu Hurairah, dalam Kita>b al-
Mala>ikah, (no. 11925). Lihat Imam> al-Nasa>’i>, Sunan al-Kubra>>,Vol.X, 423-424.
145
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 207.
146
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 210.
147
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 210.
125
Raga ini haruslah menjadi tempat yang membawa seluruh sifat dan
pengetahuan, tempat itu adalah raga dan apa yang ada di dalamnya.148
4) Raga adalah kendaraan dan tempat aktivitas jiwa. Masuk,
keluar, dan pindahnya jiwa seperti masuknya kapten ke dalam
kapalnya, dan penunggang ke atas kudanya. Kalaulah jiwa tidak dapat
masuk, keluar, pindah, bergerak, diam, itu sama saja dengan masuknya
kuda ke suatu kampung tanpa manusia itu di atasnya. Ini jelas-jelas
salah, karena yang masuk bukanlah manusianya, tapi yang masuk
adalah kuda, alias kendaraanya.149
5) Kalaulah jiwa manusia adalah esensi yang transenden, tidak di
dalam alam semesta, tidak diluar, tidak tersambung, tidak terputus,
tidak dihadapan dan tidak berdampingan dengan alam semesta,
tentunya manusia tahu tentang itu semua. Manusia lebih tau tentang
dirinya sendiri dari yang lainnya. Pengetahuan manusia tentang yang
lainnya dibangun atas pengetahuannya terhadap dirinya. Mayoritas
manusia penduduk bumi pastilah sepakat bahwa wujud jiwa yang
transenden adalah sebuah kemustahilan dan tak dapat dicerna akal
yang sehat.150
a. Barzakh
Ketika ajal menjemput, kematian datang, jiwa manusia keluar
dari raganya. Kematian membuat jiwa manusia pindah dari yang
disebut alam dunia ke alam Barzakh. Kata ‚Barzakh‛ dalam bahasa
148
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 209.
149
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 208.
150
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 209.
126
151
Muhammad Muz}ahari>, Al-Insa>n wa al-‘A<lam al-Barzakh (Beiru>t: Da>r al-
Muh}ajjaj al-Baid}a’, 1996), Cet. I, 19.
152
Muhammad Muz}ahari>, Al-Insa>n wa al-‘A<lam al-Barzakh, 20.
153
Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 110.
154
‚Apabila salah seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan
kepadanya setiap pagi dan petang tempat tinggalnya (kelak di akhirat).‛ H{adi>th
S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari dari Ibn ‘Umar dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-
Mayyit Yu’rad}u ‘alaihi Maq‘adah, (no. 1379). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-
Bukha>ri>, 268.
155
Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. XII, 194-195.
156
Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. XIV, 144.
127
157
‚Seorang hamba bila diletakkan di dalam kuburnya dan para
pengantarnya telah kembali pulang, sunggguh dia akan mendengarkan gesekan
sandal-sandal mereka. Lalu datanglah kepadanya dua malaikat, maka keduanya
mendudukkannya dan bertanya kepadanya.‛ Hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari,
dari ‘Abd Allah Ibn ‘Umar, dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-Mayyit Yasma’ Khafq al-
Ni‘a>l, (no. 1338). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 260.
158
Dia adalah ‘Abd al-Rah}ma>n ibn S{akhr ibn Tha’labah ibn Fahm ibn
Ganim ibn Du>s al-Yama>ni> (19 SH-57 H), (599-676 M). Dahulu namanya ‘Abd al-
Shams, kemudian Rasulullah menggantinya dengan ‘Abd Allah. Digelari Abu
Hurairah karena dia mengembalakan ternak keluarganya bersama kucing kecil, pada
malam hari kucing itu diletakkan di atas pohon, di siang hari ikut bersamanya. Oleh
karena itu Rasul menggelarinya ‚Bapak kucing‛. Abu Hurairah adalah sahabat
Rasulullah dan salah seorang pembesar sahabat. Ahl al-H{adi>th sepakat bahwa Abu
Hurairah merupakan sahabat yang paling banyak periwayatan dan menghafal hadis
Nabi saw. Dia masuk Islam di tangan al-T{ufail ibn ‘Umar al-Du>si> dan hijrah ke
Madinah pada waktu perang Khaibar di tahun 7 H. Lihat Muhammad ‘Ijja>j al-
Khati>b, Abu Hurairah: Ra>wiyah al-Isla>m (Cairo: Maktabah Wahbah, 1982), Cet. III.
159
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 103.
128
160
Ibn al-Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. XIII, 396.
161
Hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Nasa>’i>, dari Ka‘ab Ibn Ma>lik, dalam Kitab
al-Jana>iz, Ba>b Arwa>h al-Mukmini>n, (no. 2211). Lihat Ima>m al-Nasa>’i>, al-Sunan al-
Kubra, Vol. II, 481.
162
Lihat hadis S{ah}ih} riwayat Abu Daud dari Ibn ‘Abba>s, dalam kitab: al-
Jiha>d, Bab: al-Fad}l al-Shaha>dah, (no. 2520). Lihat Imam Abu Daud, Sunan Abi Daud
(Beiru>t: Da>r al-Risa>lah al-‘A<lamiyah, 2009), Vol IV, 173.
163
Dia adalah Abu ‘Umar Yu>suf ‘Abd Allah ibn Muh}ammad ibn ‘Abd al-
Bar ibn ‘A<s}im al-Namari> al-Andalu>si>, al-Qurtubi>, al-Ma>liki>, lebih popular disebut
Ibn ‘Abd al-Bar (368-463 H.). Dia seorang faqi>h, Mujtahid, al-H{afiz} dan muh}addith
di masanya. Dia seorang Qad}i> dan juga sejarawan. Ibn H{azm adalah sahabatnya yang
paling terkenal. Dalam masalah Aqidah, dia bermazhab Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah.
Pada awalnya dia seorang tekstualis, kemudian pindah ke Maliki> dengan
kecendrungan yang jelas kepada fiqih Shafi‘i> dalam banyak permasalahan. Ibn ‘Abd
al-Bar dilahirkan di Cordova, kemudian pindah ke Bat}lius di saat runtuhnya Bani
Umayyah II. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol XVIII,
153-162.
129
164
Dia adalah Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qushairi>,
al-Naisabu>ri>, imam Ahl al-Hadi>th. Lahir 206 H/ 821 M di kota yang terkenal sebagai
gudang ‘Ilm al-H{adi>th dan riwa>yah. Nasab keluarganya merujuk kepada suku Arab
asli, kabilah Qushair. Awalnya ia belajar dibawah didikan ayahnya, kemudian belajar
kepada banyak ulama, al-H{afi>z} dan imam-imam terkemuka di masanya. Namun
gurunya yang paling menonjol adalah Imam al-Bukha>ri>. Karyanya yang paling
menakjubkan adalah kitab al-S{ah}ih}, banyak bukunya yang telah hilang. Dia
meninggal pada 261 H/ 875 M di Naisa>bu>r . Lihat Abu Zakariya al-Nawawi>, Sharh}
S}ah}ih} Muslim (Cairo: al-Mat}ba‘ah al-Masriah bi al-Azhar, 1929), Cet. I, Vol. I, b-d.
165
Dia adalah Muh}ammad ibn ‘I<sa> ibn Saurah ibn Mu>sa> ibn al-D{ah}h}a>k, al-
Salami> al-Tirmi>dhi>, Abu ‘I<sa>. Lahir (209 H/ 824 M) di Tirmi>dh, sebuah kota selatan
Uzbekistan. Dia banyak mendengar (belajar) hadis dari ulama-ulama Khurasa>n, Irak,
H{ija>z dan lainnya. Karya terbaiknya adalah kitab ‚al-Ja>mi’ al-Kabi>r‛ atau ‚al-Ja>mi’
li al-Sunan‛, yang mengantarkannya mendapat gelar Ima>m. Tirmidhi menjadi buta di
akhir hayatnya, ia wafat di kampungnya ‚Bu>g‛ pada (279 H/ 892 M). Lihat
Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n ‘Abd al-Rah}i>m al-Muba>rkafu>ri>, Tuh}fah al-Ah}wa>dhi>:
Sharh} Ja>mi’ al-Tirmidhi>, Ed. ‘Abd al-Rah}ma>n Muh}ammad ‘Usthma>n (Damaskus:
Da>r al-Fikr, tt.), Vol. I, 327.
166
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 109.
167
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 110-111.
168
‚Wahai Ummu H{arithah, Terdapat banyak surga, anakmu berada di surga
Firdaus yang tirtinggi‛. Lihat hadis S{ah}ih} dari Anas ibn Ma>lik, riwayat Imam al-
Bukhari>, dalam Kita>b: al-Jiha>d, Ba>b: man Ata>hu Sahm Garb fa Qatalah , (no. 2809).
Lihat Imam al-Bukha>ri, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 546.
130
169
Rasul berdoa sebelum meninggal: ‚Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah
aku, dan pertemukanlah aku dengan sahabat-sahabatku (di surga yang tertinggi)‛.
Lihat hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari, dari ‘Aishah ra, dalam Kita>b: al-
Maga>zi>, Ba>b: Marad} al-Nabi> wa Wafa>tuh, (no. 4440). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S}ahi>h
al-Bukha>ri>, 840.
170
Dia adalah Abu al-Hajja>j Muja>hid ibn Jabar al-Makki al-Makhzu>mi> (21-
104 H/ 642-722 M). Namanya sering disingkat ‚Mujahid‛ dalam buku-buku klasik.
Dia seorang imam, faqi>h, muh}addith, tersohor di bidang tafsir dan qiraah al-Quran
dan hadis. Muja>hid banyak meriwayatkan dari Ibn ‘Abba>s, yang telah
mengemukakan kepadanya al-Quran sebanyak tiga kali. Ia berhenti disetiap ayat,
bertanya bagaimana ayat ini dan tentang apa diturunkan. Mujahid belajar dari Ibn
‘Abba>s tafsir al-Quran dan qiraahnya. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>,Siyar al-A’la>m
wa al-Nubala’, Vol. IV, 449-457.
171
Hadis S{ah}ih} al-Isna>d riwayat Imam Ah}mad Ibn H{anbal, dalam musnad
Abd Allah ibn ‘Abba>s (no. 2390). Lihat Ima>m Ahmad ibn H{anbal, Al-Musnad. Ed.
Syaikh Shu ‘aib Arnaut} (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1995), Vol. IV, 220.
172
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 112.
173
‚Seorang mayat (salih) bila jiwanya telah keluar, akan naik ke langit
sampai berakhir pada langit tempat dimana Allah berada.‛ Hadis S{ah}i>h riwayat
131
Imam Ah}mad dalam Musnad-nya Vol. II, 364 (no. 8754). Lihat takhrijnya dalam Ibn
Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 117.
174
Terdiri dari 26 volume, lihat Abu ‘Umar Ibn ‘Abd al-Bar al-Qurt}ubi>,
Tajri>d al-Tamhi>d Li Ma> fi al-Muwat}ta’ min al-Ma‘a>ni> wa al-Masa>ni>d, Ed. Mus}tafa>
ibn Ah}mad al-‘Alawi dan Muh}ammad ‘Abd al-kabi>r al-Bakri> (al-Riba>t}: Waza>rah
Shuu>n al-Isla>miyah bi al-Magrib, 1963), Vol. XIV, 103.
175
‚Tidaklah seorang muslim melewati kuburan saudaranya yang
dikenalnya ketika hidup di dunia, kemudian dia memberi salam kepadanya, niscaya
Allah mengembalikan kepadanya al-Ru>h}-nya untuk menjawab salam.‛ Hadis D{a‘i>f
Mu‘allaq riwayat Ibn ‘Abd al-Bar tanpa sanad, dan diriwayatkan oleh Ibn Qayyim
al-Jauzi> dalam ‚al-‘Ilal al-Mutana>hiyah fi Ah}a>di>th al-Wa>hiyah‛, dengan sanad
lengkap dari Ibn ‘Asa>kir yang tersambung kepada Abu Hurairah. Lihat Ibn Qayyim
al-Jauzi>, Al- ‘Ilal al-Mutana>hiyah fi Ah{adi>th al-Wa>hiyah, Ed. Shaikh Khali>l al-Ma>is
(Beiru>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1983), Vol. II, 911.
176
Imam Muslim menambahkan: ‚Qata>dah berkata: Disebutkan kepada
kami, mukmin yang dapat menjawab akan dilapangkan kuburnya 70 hasta, dan
dipenuhi oleh tumbuhan hijau sampai hari dibangkitkan‛Penambahan ini hanya di
dapatkan pada Imam Muslim, sedangkan sumber Qatadah ‚disebutkan kepada kami‛
tidaklah tersambung (Mauqu>f) kepada Rasulullah saw. Hadis dalam Kita>b: al-Jannah
wa S{ifah Na‘i>miha>, Ba>b: ‘Ard} maq al-Mayyit min al-Jannah wa al-Na>r, (no. 2870).
Lihat Ima>m al-Muslim, S{ah}ih} al-Muslim, Vol. II, 1313.
132
177
‚Himpitlah dia, bumi pun menghimpitnya hingga tulang-tulang rusuknya
bertautan. Dia terus diazab sampai Allah membangkitkannya dari tidur panjang.‛
Hadi>th H{asan Gari>b riwayat Ima>m al-Tirmidhi> dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: Ma> Ja>’a
fi> ‘Adha>b al-Qabr, (no. 1071). Lihat Ima>m al-Tirmidhi>, Sunan al-Tirmidhi, 253-254.
178
‚Kuburan merupakan salah satu taman surga atau salah satu jurang
neraka‛. Hadis D{a‘i>f Riwayat Imam Tirmidhi dari Sa‘i>d al-Khudri, dalam Kita>b:
S{ifah al-Qiya>mah, (no. 2460). Lihat Ima>m al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmi>dhi>, 555.
179
Lihat hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari, dari ‘Abd Allah Ibn ‘Umar,
dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-Mayyit Yasma’ Khafq al-Ni‘a>l, (no. 1338). Lihat
Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 260.
180
Abu ‘Abd Allah al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah bi Ahwa>l al-Mauta> wa Umu>r
al-A<khirah, Ed. Ahmad ‘Abd al-Razza>q al-Bakri>dan Muhammad ‘A<dil Muhammad.
(Cairo: Da>r al-Sala>m, 2008), Cet. II, 139.
181
Hadis S}ah}ih} riwayat Imam al-Bukha>ri> dari Ibn ‘Abba>s dalam Kita>b: al-
Jana>iz, Ba>b: ‘Aza>b al-Qubr min al-Gi>bah wa al-Baul, (no. 1378). Lihat Imam al-
Bukhari, S{ahi>h al-Bukha>ri>. 267.
133
yang tak terbantahkan. Al-Quran dan hadis yang benar telah jelas
menunjukkan bahwa al-Ru>h} para shuhada’ dan para Nabi berada di
surga yang tertinggi yang disebut dengan ‚al-Rafi>q al-A’la‛ ataupun
‚al-A’la> ‘Illi>yi>n‛.182 Beragamnya posisi mukmin di surga sesuai
dengan martabat amalan mereka masing-masing. Surga tertinggi
ditempati oleh para nabi, para shuhada’, dan s}iddi>qi>n (QS. Al-Nisa>’
[4]: 69).
Ada pula al-Ru>h} yang tertahan di pintu surga, ada pula yang
terbang berkeliaran di pepohonan surga, semua sesuai dengan
tingkatan dan amal perbuatan mereka. Bahkan ada pula al-Ru>h} yang
terkatung-katung antara langit dan bumi, karena hutang yang masih
membelitnya, sehingga tidak dibukakan pintu langit untuknya. 183
Menurut Ibn Qayyim (691-751 H), al-Ru>h} memang
dikembalikan ke dalam kubur, baik yang memang di dalam tanah
maupun yang kuburnya di perut hewan, di tiang salib, dan
sebagainya.184 Al-Ru>h} dikembalikan untuk menjawab pertanyaan
Munkar dan Naki>r. Setelah itu, al-Ru>h} naik ke atas, ke langit, dan
terus ke surga. Ada yang terhenti di pintu langit karena hutang, ada
yang di pintu surga, ada yang di dalam surga, ada yang di surga
tertinggi sesuai amalannya masing-masing. Sementara al-Ru>h} munafik
dan kafir, tidak dapat naik ke langit, karena tidak dibukakan pintu
langit untuknya (QS. Al-A’ra>f [7]: 40), dan al-Ru>h}-nya terombang-
ambing jatuh ke bumi (QS. Al-Haj [22]: 31).185
Menurut Ibn Qayyim, al-Ru>h} masih memiliki hubungan dengan
raganya, baik yang masih ada maupun raga yang telah binasa.
Sekalipun al-Ru>h} berada pada posisi tertinggi di surga, Allah
mengembalikan al-Ru>h} ke dalam raga untuk menjawab salam
penziarahnya. Dalam peristiwa Mi’ra>j, nabi melihat Musa as shalat
berdiri di atas kuburnya, Nabi juga melihatnya di langit ke-6 dan ke-7.
Bisa jadi al-Ru>h} itu sangat cepat bergerak dan pindahnya, seperti
182
Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 115.
183
‚Jiwa seorang mukmin terkatung-katung karena hutangnya sampai
hutang tersebut dilunasi‛. Hadis S{ah}i>h} riwayat Imam al-Tirmi>dhi> dari Abu
Hurairah, dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: Ma> Ja>a fi Raf’ al-Yadain ‘Ala al-Jana>zah,
(no. 1078-1079). Lihat Ima>m al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmi>dhi>, 255.
184
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 80.
185
Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah,117.
134
186
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}\, 113-114.
187
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 45.
188
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-‘Ilal al-Mutana>hiyah, Vol. II, 911.
189
Apabila tidak ada satu teks pun dalam suatu permasalahan, tidak ada
pendapat sahabat, atau salah seorang sahabat, tidak juga ada h}adi>th mursal bahkan
d{a‘i>f, barulah digunakan Qiya>s. Lihat Ibnu Qayyim Al-Jauzi>, I’la>m Muqa’i>n ‘an
Rabbi al-‘Alami>n (Saudi Arabia: al-Da>r Ibnu al-Jauzi>, 1423 H) Vol. I, 29-33.
190
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 120.
135
pengganti bumi dunia ini (QS. Ibra>hi>m [14]: 48).191 Kedua, bumi yang
dimaksud adalah bumi ini, Allah mewariskan bumi ini bagi hambanya
yang beriman. ‚mewariskan‛ disini maksudnya berkuasa atas umat
lainnya (QS. Al-Nu>r [24]: 55).192
Ada pula yang berpendapat bahwa al-Ru>h} mukmin berada di al-
‘Illi>yi>n di langit ke-7, dan al-Ru>h} kafir berada di al-Sijji>n di bumi ke
tujuh berpegang pada hadis yang menyatakan malaikat mencabut al-
Ru>h} mukmin membawa kain sutera dan wewangian. Kemudian
dicabutlah al-Ru>h} dari raga seperti menarik rambut dari dalam tepung.
Kemudian al-Ru>h dibungkus dengan kain dan wewangian tersebut
hingga dibawa ke ‘Illiyi>n. Sebaliknya malaikat membawa kain kasar
berkerikil untuk membungkus al-Ru>h} seorang kafir untuk selanjutnya
dibawa ke al-Sijji>n. 193
Ada juga yang berpendapat bahwa al-Ru>h} mukmin berkumpul
di sumur zamzam. Berkumpulnya al-Ru>h} mukmin di sumur zamzam
merupakan pendapat yang tak berdalil dan merusak.194 Ada juga
sekelompok orang yang menafsirkan bumi tersebut dengan Bait al-
Maqdis (Palestina).195 Ada yang berpendapat bahwa al-Ru>h} mukmin di
‚al-Ja>biah‛ dan al-Ru>h} kafir berada di ‚Barhu>t‛ di Had}arat al-Maut.
Menurut Ibn H{azm196 (384-456 H), pendapat ini diutarakan oleh
Syi‘ah al-Ra>fid}ah.197 Namun menurut Ibn Qayim (691-751 H),
191
‚(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan
(demikian pula) langit.‛ (QS. Ibra>hi>m [15]: 48). Lihat Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran
al-‘Az}i>m, Vol. IX, 457.
192
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 120.
193
Hadis dikutip oleh Imam al-Qurtubi> dalam kitab al-Tadhkirah, pentakhrij
hadis memberi nilai S{ah}i>h} Isna>d, diriwayatkan oleh Imam al-Nasa>i> (no. 1959),
namun tak ditemukan hadis tersebut pada nomor itu. Lihat Imam al-Qurt}ubi>. Al-
Tadhkirah bi Ah}wa>l al-Mauta> wa Umu>r al-A<khirah, 56.
194
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 121.
195
Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. IX, 457.
196
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al,Vol II, 375.
197
Al-Ra>fid}ah merupakan istilah yang dipakaikan muslimin untuk
menyebut sekte syi‘ah yang menolak kepemimpinan Zaid ibn ‘Ali ibn H{usain ibn
‘Ali ibn Abi T{a>lib, namun ketika ditanya Abu Bakr dan Umar, mereka
mendoakannya. Pada waktu itu, Syi‘ah terbagi menjadi dua, al-Ra>fid}ah bagi yang
menolak, dan al-Zaidiayah bagi pendukung Imam Zaid ibn ‘Ali. Ahl al-Sunnah,
Syi‘ah al-Zaidiyah dan Iba>d}iyah menggunakan sebutan ini untuk Syi‘ah Isma>‘i>liyah
dan Ithna> al-‘Ashriyah. Lihat Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah, Minha>j al-Sunnah al-
136
201
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif li Ad}d} al-Di>n al-Eiji>,
Vol. VIII, 345. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 59.
202
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 59.
203
Hadis dari Barra’ ibn ‘A<zib diriwayatkan oleh Abu ‘Awwa>nah al-
Asfiraini, dikutip oleh Ibn Qayyim al-Jauzi> dalam kitabnya al-Ru>h}, pentakhrij hadis
buku tersebut ‚Dr. Muhammad Muhammad Ta>mir‛ mengaku tidak mampu atau
tidak menemukan hadis tersebut. Lihat Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 48-49.
204
Dia adalah Abu> Daud Sulaima>n ibn al-Ash‘at ibn Ish}a>q ibn Bashi>r al-
Azdi> al-Sajista>ni> yang populer dikenal sebagai Abu Daud pengarang kitab ‚ Sunan
Abi Daud‛. Lahir di Sajista>n, Iran pada 202 H/ 817 M. Dia me-nuqil-kan hadis dari
ulama Irak, Khurasa>n, Sha>m, dan Mesir. Dia menghimpun dalam kitab Sunan 4.800
hadis yang tidak saja s}ah{ih} tapi juga mencakup yang H{asan dan D}a‘i>f dan yang
belum terkumpulkan. Jumlah itu didapat setelah memilah 500.000 hadis yang
menjadi dalil dan rujukan fuqaha dalam berfatwa. Dia wafat pada 275 H/ 888 M.
LihatMah}mu>d Muh}ammad Khita>b al-Subki>, Al-Manhal al-‘Adhb al-Mauru>d (Beiru>t:
Muassasah al-Ta>ri>kh al-‘Arabi>, tt),Vol. I, 15.
138
205
‚Kami pergi dengan Rasulullah mengurus jenazah seorang Ans}a>r. Kami
sampai di kuburannya, dan jenazah belum dimasukkan ke dalam lahatnya. Kemudian
Rasul saw. duduk menghadap kiblat dan kami duduk bersamanya.‛ Hadis S{ah}i>h}
Isna>d riwayat Imam Abu Daud dari Barra’ ibn ‘A<zib, dalam Kitab: al-Jana>iz, Ba>b:
Julu>s ‘Inda al-Qubr, (no. 3212). Lihat Imam Abu Daud,Sunan Abi Daud, Vol. V, 122.
206
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nihal, Vol. II, 373-374.
207
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 53.
208
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 112-113. Lihat juga
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 348.
139
209
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 70.
210
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 116. Lihat juga Al-
Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 348.
211
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h},71-12.
212
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 74.
140
213
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 80.
214
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 50.
215
Bagian itu disebut bagian asal manusia, yang tetap dan tak berubah
sepanjang umur. Lihat Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 117.
141
216
Al-Sayyid al-Shari>f al-jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 348.
217
Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 112-113, dikutip dari kitab al-Irsha>d,
karya Ima>m al-H{aramain al-Juwaini.
218
Teolog menjaga prinsip keadilan Tuhan, sehingga raga manusia yang
dibalasi amal perbuatannya haruslah raga dunia sebagai sang pelaku. ‚Pada hari
(ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang
dahulu mereka kerjakan‛ (QS. Al-Nu>r [24]: 24)
142
219
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al. Vol. II, 372.
220
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al. Vol. II, 373.
221
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al. Vol. II, 373.
222
Perang Badar disebut juga ‚Badar Kubra‛, yaitu perang yang terjadi pada
17 Ramad}an 2 H./ 3 Maret 624 M. antara Muslimin yang dipimpin Muhammad saw.
dengan kabilah Quraish dibawah pimpinan ‘Umar ibn Hisha>m al-Makhzu>mi>. Badar
merupakan perang pertama Muslimin. Dinamakan Badar, karena terjadi di dekat
sumur Badar yang terletak antara makkah dan Madinah. Lihat Shams al-Di>n al-
Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’: al-Si>rah al-Nabawiyah 1, 301-313.
143
223
Hadis S{ah}i>h} dari Anas Ibn Malik, riwayat Imam Ahmad dan Bukhari
dalam Kita>b: al-Maga>zi>, Ba>b: Qatl Abu Jahl, no. 3976, dan teks hadis merupakan
teks Imam Ah}mad, Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukhari>, 755.
224
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 112.
225
Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 115.
226
Dia adalah S{alih Ibn ‘Umar dan sahabat-sahabatnya: Muh}ammad ibn
Shabi>b, Abu Shukr, Gaila>n ibn Muslim al-Dimashqi>. Aliran ini mengkombinasikan
Qadariyah dan Murjiah. S{alih menulis banyak buku, diantaranya ‘Aza>b al-Qabr,
Tauh}i>d namun semua karyanya telah hilang. Tidak diketahui riwayat hidupnya
dengan jelas. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. XI,
523-524. Lihat Ah}mad ibn Yah}ya al-Murtad}a, T{abiqa>t al-Mu’tazilah, 25. Lihat juga
Abu al-Fath} Shahrasata>ni>,Al-Milal wa al-Nih}al.Vol. I, 167
227
Dia adalah Muh}ammad ibn Jari>r ibn Yazi>d ibn Kathi>r ibn Ga>lib, lebih
dikenal dengan Imam Abu Ja’far al-T{abari. Lahir di A<mul, ibukota Tabarista>n 224
H/ 838 M. Dia merupakan sejarawan, ahli tafsir, faqih dan seorang ulama besar
144
dan nikmat kubur dirasakan oleh raga di dalam kubur tanpa perlu
adanya jiwa.229 Pendapat ini sebenarnya tak terlepas dari teori manusia
adalah raga. Kehidupan atau al-Ru>h} hanyalah aksiden, bukan esensi
manusia. Jiwa adalah aksiden, ibarat warna, ukuran, bentuk pada suatu
benda yang dapat hilang dan berganti. Hakikat manusia adalah
raganya. Teori ini sangatlah tidak rasional, raga hanyalah benda mati
yang tak merasa.230 Ibaratkan batu, sekalipun dipukul hingga hancur
tak ada yang merasakan sakit. Begitulah bila raga masih utuh, namun
bila raga telah hancur dimakan ulat, dimakan tanah, raga yang
manakah yang disiksa dan di azab? Bagaimana bila yang memakan
raga tersebut adalah manusia, dan menjadi darah dan daging manusia
pula ?
Ada juga teolog yang berpendapat bahwa rasa sakit dan senang
yang diterima raga di dalam kubur berkumpul, berlipat-lipat tanpa
terasa. Pada saat dibangkitkan di hari kiamat, jiwa dikembalikan ke
dalam raga, raga menjadi hidup dan merasakan rasa sakit dan senang
dan berlipat-lipat tersebut sekaligus.231 Solusi yang diberikan dalam
teori ini sangatlah bertentangan dengan teks yang telah dipahami
kebenarannya. Mereka tak ada bedanya dengan kalangan yang
mengingkari siksa dan nikmat kubur.
Islam. Karyanya paling popular adalah kitab tafsir ‚ Jami’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A<yi
al-Qur’a>n‛ dan kitab sejarah ‚Ta>ri>kh al-Umam wa al-Mulu>k‛. Perselisihan dan
fanatik buta ‚Abu Bakr ibn Daud‛ peminpin H{ana>bilah yang menguasai Bagdad
ketika itu, memfatwakan sesatnya Ibn Jarir, sehingga ia dikucilkan. Ia terkurung di
dalam rumahnya hingga wafat pada 310 H/ 923 M. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi,
Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. XVI, 267-282.
228
Al-Kara>miyah adalah penyikut Muh}ammad ibn Kira>m al-Sajista>ni>,
pendapat kontroversialnya adalah mengatakan Allah jism (material). Shahrasata>ni>
menempatkannya pada kelompok s}ifa>tiah. Ibn Kira>m mensifati Tuhannya disebagian
bukunya dengan sebutan ‚esensi‛ seperti pendeta Kristen, hal ini disebutkan dengan
jelas dalam kitabnya ‚‘Aza>b al-Qabr‛. Lihat Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal
wa al-Nih}al, Vol. I, 124. Lihat juga ‘Abd al-Qa>hir al-Bagda>di>, Al-Farq bain al-Firaq,
189.
229
Ima>m ‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-Mawa>qif, 382.
230
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 346
231
Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h} , 114
145
232
Dia adalah Abu al-H{asan Ah}mad ibn Yah}ya ibn Ish}a>q al-Ra>wandi>.
Rawand terletak antara Isfahan dan Ka>sha>n, Persia. Awalnya dia seorang tokoh
Mu’tazilah, kemudian berubah menjadi orang yang mengkritik habis Mu’tazilah
dalah kitab ‚Fad}i>h}ah al-Mu’tazilah‛ sebagai kritik dari ‚Fad}i>lah al-Mu’tazilah‛
karya Jah}iz}. Kemudian menganut keyakinan syiah untuk waktu yang pendek, jejak
Syiah-nya adalah karnyanya tentang ‚al-Ima>mah‛. Namun pertemuannya dengan
Abu ‘I<sa al-Warra>q mengantarkannya keluar dari syi‘ah dan Islam. Ia termasuk orang
murtad yang dikenal dalam sejarah Islam. Lihat Rashi>d Khaiyu>n, Mu’tazilah al-
Bas}rah wa al-Bagda>d, 217-328. Lihat Juga ‘Abd al-Rah}ma>n al-Badawi>, Min Tari>kh
al-Ilh}a>d fi al-Isla>m (Cairo: Si>na> li al-Nashr, 1993), 89.
233
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 116-117.
234
Dia adalah D}irra>r ibn ‘Umar al-Gat}afa>ni>, seorang syaikh Mu’tazilah,
bersahabat dan belajar dari Wasil ibn ‘Ata’, mungkin dia turut berkontribusi dalam
pendirian aliran Mu’tazilah. Umurnya panjang, sampai berdebat dengan Ibrahi>m al-
Niz}z}a>m. Ibn Al-Murtad}a menyebut ia keluar dari Mu’tazilah. Yang benar, ia seorang
Mu’tazilah, namun pada akhirnya berbeda pendapat dengan Mu’tazilah pada
beberapa masalah. Pendapatnya yang menyimpang menurut Ahl al-Hadi>th adalah
tentang siksa kubur, surga dan neraga; membuat Imam Ah}mad menfatwakan
kematian untuknya. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol.
10, 544-545. Lihat juga Rashi>d Khaiyu>n, Mu’tazilah al-Bas}rah wa al-Bagda>d, 309-
315.
235
Dia adalah ‘Abd al-Rah}ma>n Bashar ibn Giya>th al-Muri>thi>, lahir sekitar
138 H/755 M. Ayahnya seorang Yahudi, masuk Islam dan menjadi loyalis keluarga
Zaid ibn al-Khatta>b. Bashar pada awalnya seorang faqih dan Muh}addith. Dia belajar
fiqih dari H{ima>d ibn Salamah dan Sufya>n ibn ‘Uyainah. Namun setelah itu
terpengaruh oleh Mu’tazilah dan bergabung dengannya. Ia wafat pada 218 H / 883 M
pada usia 80 tahun. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol.
10, 199-202.
146
236
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih{al, Vol. II, 372.
Lihat juga al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 346.
237
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 114.
238
Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 372.
239
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 84.
147
240
‚Apakah sangkakala itu? Rasul menjawab: Tanduk ( al-Qarn) yang
ditiup‛. Lihat Hadis S{ah}i>h} dari Ibn ‘Umar, riwayat Imam al-Tirmidhi dalam Kita>b:
Tafsi>r al-Qura>n ba>b min su>rah al-Zumar, (no. 3244). Lihat Ima>m al-Tirmidhi, Sunan
al-Tirmidhi>, 733.
241
‚Sesungguhnya kepala pemegang sangkakala semenjak diberikan
kepadanya, bersiap-siap melihat ke arah ‘Arash, khawatir Allah menyuruh
meniupnya sebelum kepalanya menoleh ke yang lain, seakan-akan kedua matanya
dua bintang yang bersinar‛. Hadis S{ah}ih} riwayat al-H{a>kim dalam al-Mustadrak,
Lihat Ah}mad Mus}tafa> al-Mutawalli>, Riya>d} al-Na>d}irah fi S{ah}ih} Da>r al-A<khirah
(Cairo: Da>r Ibn al-Jauzi>, 2005), 144.
242
Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 375.
243
Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 376.
244
Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 375.
148
245
Menurut Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni> (773-852 H) dan Ima>m al-
Qurtu>bi> (w. 671 H), tiupan hanya dua kali, mematikan dan
menghidupkan. Tiupan mengejutkan (s}a‘iqa) (An-Naml: 87) dan
tiupan mematikan (fazi‘a) (QS. Al-Zumar [39]: 68), bagi yang
berpendapat dua tiupan adalah sama. Terkejut dan setelah itu mereka
mati. 246 Sementara pendapat yang menyatakan empat tiupan sama
sekali tak berdalil.247 Perbedaan pendapat pada dasarnya muncul dari
penafsiran ayat.
c. Kebangkitan (al-Ba’th)
Al-Ba'th berarti mengutus, membangunkan, membangkitkan.
Al-Ba'th disini maksudnya mengeluarkan manusia dari kuburnya
menjadi hidup kembali di hari kiamat.248 Sangkakala ditiup, matahari
di gulung, bintang-bintang berjatuhan, gunung-gunung berhancuran,
air laut meluap, langit terbelah, bintang-bintang jatuh berserakan.
Langit dan bumi beserta isinya hancur lebur, semuanya menjadi
binasa. Bumi menjadi rata, tinggallah hamparan yang luas. Tak
satupun kehidupan, (QS. Al-Takwi>r [81], Al-Infit}a>r [82], Al-Inshiqa>q
[84]). ‚Empat puluh‛ setelah itu, ditiuplah sangkakala yang kedua,
yang kembali menghidupkan segala yang bernyawa. Tidak jelas satuan
apa yang dipakai dalam menghitung ‚empat puluh‛ tersebut. 249 Hari
adalah perputaran bumi para porosnya, tahun adalah perputaran bumi
mengelilingi matahari. Pada waktu langit dan bumi telah hancur,
hanya Allah-lah yang mengetahui satuan waktu ‚empat puluh‛ yang
dimaksud.
Sangkakala yang kedua merupakan sangkakala kebangkitan.
Manusia kembali dihidupkan. Al-Ru>h} kembali ditiupkan kepada raga.
Jiwa kembali berhubungan dengan raga. Manusia benar-benar hidup
seperti sedia kala. Manusia bangkit dari dalam kuburnya. Baik yang
245
Ah}mad Mus}tafa>, Riya>d} al-Na>d}irah fi S{ah}ih} Da>r al-A<khirah. 144.
246
Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah, 188.
247
Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 376.
248
Ah}mad Mus}tafa> Mutawalli>, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 148.
249
‚Rasulullah saw. berkata: ‚Antara dua tiupan empat puluh‛. Mereka
bertanya: Wahai abu Hurairah apakah empat puluh hari? Saya abaikan. Mereka
bertanya: Apakah empat puluh bulan? Saya abaikan. Mereka bertanya: Apakah
empat puluh tahun? Saya abaikan.‛ Hadis S{ah}ih} riwayat Imam Muslim dari Abu
Hurairah dalam Kita>b: al-Fitan wa Ashra>t al-Sa>‘ah, Ba>b: Ma> baina Nafkhatain,
(no. 2955). Lihat Ima>m Muslim, S{ah}i>h} Muslim, 1351.
149
250
Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah, 181.
251
‚Aku adalah pemimpin anak Adam di hari kiamat. Orang pertama yang
kuburnya terbelah (dibangkitkan). Orang pertama yang memberi shafa‘at dan diberi
shafa‘at.‛ H{adi>th S{ah}i>h} dari Abu Hurairah, riwayat Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-
Fad}a>il, Ba>b: Tafd}i>l Nabi>yuna> ‘ala al-Khla>iq, (no. 2278). Lihat Ima>m Muslim ibn al-
Hujjaj, S{ah}i>h} Muslim. 1080.
252
Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah,178.
253
‚Di saat wuquf di ‘Arafah, jatuhlah seseorang dari untanya dan terinjak.
Dikatakan juga: Jatuh dari untanya hingga lehernya patah. Rasul saw. menghimbau:
Mandikanlah ia dengan air dan bunga lotus ( Sidr). Kafanilah ia dengan dua helai
pakaian (ihramnya). Jangan kasih wewangian. Jangan tutup kepalanya.
Sesungguhnya ia dibangkitkan di hari kiamat ber-talbiyah‛ H{adi>th S{ah}ih} dari Ibn
‘Abba>s, diriwayatkan oleh ima>m al-Bukha>ri> dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-Kafan
‘ala al-Thaubain, (no. 1265). Lihat Abu ‘Abd Allah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukhari>,
247.
254
‚Demi Zat yang jiwaku ditangannya, seseorang terluka di jalan Allah -
dan Allah maha tahu dengan orang yang terluka di jalannya- niscaya akan
dibangkitkan di hari kiamat, dengan lukanya mengalirkan darah. Warnanya memang
warna darah, namun baunya bau parfum.‛ Hadis S{ah}i>h} dari Abu Hurairah,
diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukhari> dalam Kita>b: al-Jiha>d wa al-Siyar, Ba>b: Man
Yujrah fi Sabil Allah, (no. 2803). Lihat Abu ‘Abd Allah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-
Bukha>ri>, 541.
150
yang dilakukannya (QS. Ali Imran [3]: 161). Karena ‚setiap hamba
dibangkitkan sebagaimana ia meninggal dunia‛.255
d. Pengumpulan (al-H{asr)
Setelah manusia dibangkitkan dari hamparan tanah yang luas.
Lalu mereka semuanya tanpa terkecuali digiring untuk berkumpul di
padang Mah}sha>r, berbaris rapi menghadap sang pencipta. Calon
penghuni neraka berjalan dengan muka mereka (diseret) dalam
keadaan buta, bisu dan tuli (QS. Al-Isra’[17]: 97). Seluruh manusia
dikumpulkan di bumi yang datar tanpa gunung (QS. Al-Kahfi [18]: 47-
48). Mereka datang kepada Allah sendiri-sendiri (QS. Maryam [19]:
93-95). Manusia digiring di padang Mah}sha>r seperti bayi yang baru
lahir dari dalam tanah (QS. Al-Anbiya’[21]: 104). Tak memakai alas
kaki, tak berpakaian, dan berjalan kaki.256 Semua sibuk dengan
urusan masing-masing sehingga tidak ada lagi ayah, ibu, dan anak,
saudara (QS. Al-‘Abasa: [80] 34-37) dan sebagainya.
Bukan manusia dan jin saja yang dibangkitkan dan
dikumpulkan, tapi juga termasuk binatang ternak, hewan melata,
burung dan semua makhluk yang bernyawa.257 ‚Dan tiadalah binatang-
binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu‛ (QS. Al-An‘a>m
[6]: 38). Keadilan ditegakkan, amalan mereka dibalasi di padang
Mah}shar. Kemudian mereka kembali menjadi tanah. Berbeda dengan
mukallaf (manusia dan jin), melanjutkan perjalanan menuju surga atau
neraka. Melihat binatang berakhir menjadi tanah, orang kafir berangan
untuk ikut dilenyapkan menjadi tanah agar terhindar dari siksa neraka
(QS. Al-Nisa’[4]: 42).
255
Hadis S{ah}ih} dari Ja>bir, diriwayatkan oleh Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-
Fitan wa Ashra>t} al-Sa>‘ah, Ba>b: al-Amr bi al-H{usn al-Z{an bi Allah, ‘inda al-Maut,
(no. 2878). Lihat Ima>m Muslim, S{ah}i>h} al-Muslim, 1316.
256
‚Saya mendengar Rasul saw. mengatakan: Manusia digiring dipadang
Mah}shar dalam keadaan tanpa alas kaki, tanpa pakaian, dan belum dikhitan. Saya
bertanya: Wahai Rasulullah, apakah laki-laki dan perempuan saling melihat?. Rasul
menjawab: Wahai ‘Aishah, urusan mereka ketika itu sangat dahsyat, hingga hal yang
demikian luput dari perhatian mereka.‛ Hadis S{ah}ih} dari ‘Aishah, diriwayatkan oleh
Ima>m al-Bukha>ri> dalam Kita>b: al-Riqa>q, Ba>b: Kaif al-H{asr, (no. 6527). Lihat Ima>m
al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri, 1250.
257
Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah, Majmu>’ al-Fata>wa>, (Madinah: Mujamma’
al-Malik Fahd, 2004),Vol. IV, 248.
151
258
‚Manusia dikumpulkan di hari kiamat di bumi yang putih bersih, seperti
bulatan murni (rata) yang tak ada satupun tanda untuk seorang pun‛ Hadis S{ah}i>h}
dari Sahl ibn Sa’d, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>, dalam Kita>b: S{ifah al-Jannah
wa al-Na>r wa al-yaum al-Qiya>mah, Ba>b: fi al-Ba’th wa al-Nushu>r wa S{ifah al-Ard}
Yaum al-Qiya>mah, (no. 2790). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 1285.
259
‚Seorang hamba tetap berdiri tegak di hari kiamat sampai ditanya
tentang empat perkara: Umurnya untuk apa ia habiskan? Ilmunya untuk apa ia
pergunakan? Hartanya dari mana dan untuk apa ia belanjakan? Badannya untuk apa
ia pergunakan?‛ Hadis H{asan dari Mu‘a>dh ibn Jabal, diriwayatkan oleh al-T{abra>ni
dalam Mu’jam al-Kabi>r, (no. 16569).
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=477&hid=110
21&pid=285429 (diakses tanggal 2 Agustus 2012)
152
f. Timbangan (al-Mi>za>n)
Setelah manusia menerima buku catatan amal perbuatannya,
baik amalan yang baik maupun amalan yang buruk, selanjutnya akan
ditimbang mana yang lebih berat antara amalan baik atau amalan
buruknya. Siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung. Siapa yang ringan timbangan
kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugi (QS. Al-A’ra>f [7]:
8-9). Timbangan begitu tepat, dipastikan tak seorangpun yang
dirugikan, walaupun hanya sebesar biji sawi (QS. Al-Anbiya’[21]: 47).
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni (740-816 H) menuliskan, semua
Mu’tazilah sebagai kalangan rasionalis Islam, menginkari adanya
timbangan amal perbuatan di akhirat. Ada juga yang membolehkan
(Ja>iz ‘Aqli> ) seperti Abu Hudhail al-‘Alla>f (134-235 H) dan Bishar Ibn
260
Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah, 274.
261
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 118.
262
‚Sehingga apabila mereka sampai disana, pendengaran, penglihatan dan
kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka
kerjakan.‛ (QS. Al-Fus}s}ilat [41]: 20-21)
263
‚Tidaklah suatu hari pun datang kepada manusia kecuali dia akan
menghimbau: Wahai manusia aku adalah ciptaan baru, Saya akan menjadi saksi
terhadap amalanmu diesok harinya. Beramallah padaku kebaikan, niscaya aku akan
menjadi saksi bagimu di kemudian hari. Sungguh bila aku telah berlalu, kalian sekali-
kali tidak dapat menemuiku lagi, dan malam berkata hal serupa.‛ Hadis D{a‘i>f dan
Gari>b dari Mi’qal ibn Yasa>r, diriwatkan oleh Abu Na‘i>m. Lihat Abu Na ‘i>m Ah}mad
al-As}faha>ni>, H{illiyah al-Auliya’wa T{abiqa>t al-As}fiya’ (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1988), Vol. II, 303.
264
‚Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat
penggiring dan seorang malaikat penyaksi.‛ (QS. Qa>f [50]: 21)
153
265
Dia adalah Abu Sahl, pendiri Mu’tazilah Bagdad, kepadanyalah
dinisbatkan aliran Mu’tazilah Bashariyah. Dia belajar dari al-Fad}l ibn Yahya> al-
Barkamiki>, dan muncul di masa Harun al-Rashi>d, wafat 210 H/ 825 M. Dia memiliki
dua sisi yang menonjol, pertama dari sisi sastra Arab, dia merupakan peletak pertama
ilmu Balagah. Kedua sisi ke-Mu’tazilah-annya, banyak bukunya yang telah hilang,
karena perang Ahl al-Sunnah kepadanya. Hanya sedikit pendapat I’tizal-nya yang
tertinggal. Banyak yang belajar kepadanya, diantara murid-muridnya yang menonjol
dan berpengaruh dalam aliran Mu’tazilah adalah: Abu Mu>sa> al-Mirda>ri>, Thama>mah
ibn al-Ashras, dan Ah}mad ibn Abi Daud. Lihat Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al,
Vol. I, 78-79. Lihat juga Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m: Qa>mu>s al-Tara>jum li
Ashhar al-Rija>l wa al-Nisa>’, Vol. 6,
266
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif. Vol. VIII, 350. Lihat
juga Yasud Muhammad Sa’i>d al-Mubayyad}, Al-Yaum al-Akhi>r fi al-Adya>n al-
Sama>wiyah wa al-Diya>nah al-Qadi>mah (Qatar: Da>r al-Thaqa>fah, 1992), 125.
267
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V. 121.
268
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V. 121.
269
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif, Vol. VIII, 350.
154
berat dari nama Allah.‛ Hadis H{asan Gari>b, dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar ibn ‘A<s},
diriwayatkan oleh Imam al-Tirmi>dhi dalam Kita>b: al-I<ma>n ‘an Rasul Allah, Ba>b: Ma>
Ja>a fi man Yamu>t wa huwa Yashhad an la> Ila>ha illa> Allah , (no. 2639). Lihat Ima>m al-
Tirmi>dhi>, Suna>n al-Tirmi>dhi, 595.
276
Hadis S{ah}i>h}, dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>
dalam Kita>b: al-Da‘awa>t, Ba>b: Fad}l al-Tasbi>h}, (no. 6406). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>,
S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 1230.
277
Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>. Vol. XIII, 548.
278
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id. Vol. V, 121.
279
‚…Seorang hamba apabila menghadapi kehidupan akhirat dan
meninggalkan kehidupan dunia, ...Lalu datanglah kepadanya seorang yang baik rupa,
berpakaian bagus, dan berbau harum. Dia berkata: Bergembiralah dengan berita yang
menggembirakanmu. Inilah hari yang dijanjikan. (si mayat) bertanya: Siapakah
kamu? Dijawab: Saya adalah amal salehmu…‛ Hadi>th dari Barra’ ibn ‘A<zib
diriwayatkan oleh Abu ‘Awwa>nah al-Asfiraini, dikutip oleh Ibn Qayyim al-Jauzi>
dalam kitabnya. Lihat Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 48-49
280
Ah}mad Mustafa Mutawalli, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 266.
156
inilah yang dipilih oleh Imam al-Qurt}u>bi>281 (w. 671 H) dan Sa’d al-Di>n
al-Taftaza>ni>282 (722-792 H). Pendapat ketiga, yang ditimbang dihari
kimat adalah raga pelaku itu sendiri.283 Raga manusialah yang akan
ditimbang. Sebagaimana hadis yang menyatakan bahwa kaki kecil Ibn
Mas’u>d284 (w. 32 H) lebih berat dari gunung uhud. 285
g. Telaga (al-H{aud})
Al-H{aud} pada dasarnya merupakan tempat berkumpulnya air,
yang dimaksud disini adalah telaga atau danau Nabi saw di hari
kiamat.286 Hadis-hadis mendeskripsikan telaga tersebut merupakan
telaga besar, mengalir dari minuman penduduk surga, dari sungai ‚al-
Kauthar‛. Air telaga berwarna putih pekat, lebih dingin dari es, lebih
manis dari madu, baunya lebih wangi dari parfum. Panjang dan
lebarnya sama, jarak antara satu sisi dengan yang lainnya sepanjang
perjalanan satu bulan. Gayung atau cangkirnya sebanyak bintang di
langit. 287
281
Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah, 301.
282
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 121.
283
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh}al-Mawa>qif, Vol. VIII, 350. Lihat
juga Ah}mad Mustafa Mutawalli, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 265.
284
Dia adalah Ibn Mas‘u>d sahabat Rasul saw. yang mulia. Salah seorang
Muhajirin generasi pertama, turut hijrah dua kali, dan shalat dua kiblat, orang
pertama yang membaca al-Quran dengan suara keras (jahar). Dia pernah menjabat
Qa>di> untuk Ku>fah, dan Bait al-Ma>l pada masa kekhilafahan Umar. Dia berbadannya
kurus dan pendek. Lihat Muh}ammad H{usain al-Dhahabi>, Tafsi>r wa al-Mufassiru>n.
Vol. I, 63.
285
‚‘Abd Allah ibn Mas‘u>d memetik pohon arak untuk siwak (gosok gigi),
Ibn Mas‘u>d berkaki kecil. Angin menyingkap kaki kecilnya. Para sahabat tertawa
melihatnya. Lalu Rasul saw. bertanya: Apa yang kalian tertawakan? Wahai
Rasulullah, kami tertawa melihat kaki ibn Mas‘u>d yang kecil. Rasul saw. berkata:
Demi yang jiwaku ditangannya, kedua kaki itu lebih berat dari gunung Uh}ud dalam
timbangan di hari kiamat.‛ Hadis S{ah}ih} diriwayatkan oleh Ima>m Ah}mad ibn H{anbal
dalam Musnad Ibn Mas‘u>d, no. 3981. Lihat Ah}mad ibn H{anbal, Musnad, Ed. Shu‘aib
Arnauth (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1996), Vol. VII, 88.
286
Ah}mad Mustafa Mutawalli, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 280.
287
‚Telagaku (luasnya) perjalanan satu bulan, airnya lebih putih dari susu,
baunya lebih wangi dari parfum, sudut-sudutnya sama, cangkirnya (timbanya)
sebanyak bintang di langit. Siapa yang meminumnya tak akan pernah haus
selamanya.‛ Hadis S{ah}i>h} dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar, diriwayatkan oleh Ima>m al-
Bukha>ri, dalam Kita>b:al-Riqa>q, Ba>b: fi al-H{aud}, (no. 6579). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>,
S{ah}i>h al-Bukha>ri>, 1258.
157
288
Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 481.
289
Penjelasan ‘Aishah ra. Tentang al-Kauthar, diriwayatkan oleh Ima>m al-
Bukha>ri> dalam Kita>b: al-Tafsi>r, Surah: al-Kauthar, (no. 4965). Lihat Ima>m al-
Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 987.
290
‚Rasul saw. tahukah kalian apa itu ‚al-Kauthar‛? Kami menjawab: Allah
dan Rasulnya lebih tahu. Rasul berkata:Sesungguhnya ‚ al-Kauthar‛ itu adalah sungai
yang dijanjikan Tuhan untukku. Padanya banyak kebaikan. Al-Kauthar adalah al-
H{aud} yang di datangi ummatku di hari kiamat. Cangkirnya sebanyak bintang…‛
H{adi>th S{ah}i>h} dari Anas ibn Ma>lik, diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam Kita>b: al-
S{ala>h, Ba>b: H{ujjah man Qa>l: al-Basmalah Ayah Awwal Kullu Su>rah siwaal-Bara>ah,
(no. 400). Lihat Ima>m Muslim ibn al-H{ujjaj, S{ah}i>h} al-Muslim, 188.
291
Ima>m al-Qurt}u>bi>. Al-Tazkirah, 291.
292
‚Aku (Anas Ibn Ma>lik) memohon agar Rasu>l saw. memberi syafa‘at
kepadaku di hari kiamat. Rasul menjawab: Saya lakukan. Aku bertanya: Wahai
Rasulullah dimana aku akan menemuimu? Rasul menjawab: Carilah pertama kamu
mencariku pada waktu di jembatan (al-S{ira>t}). Aku bertanya: Bagaimana bila tidak
aku temukan engkau disana? Rasul menjawab: Carilah aku pada waktu di timbangan.
Aku bertanya: Bagaimana bila tidak aku temukan engkau disana? Rasul menjawab:
Carilah aku ketika di telaga, aku pasti ada di salah satu dari tiga tempat itu.‛ Hadi>th
H{asan Gari>b, dari Anas ibn Ma>lik, diriwayatkan oleh Ima>m al-Tirmi>dhi dalam al-
Sunan pada Kita>b: S{ifah al-Qiya>mah, Ba>b: Ma> Ja>’a fi Sha’n al-S{ira>t}, (no. 2433).
Lihat Ima>m al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmi>dhi>, 548.
158
h. Jembatan (al-S{ira>t})
Al-S{ira>t} adalah jalan yang melintas sepanjang atas neraka,
yang akan dilewati oleh setiap manusia.295 Siapa yang berhasil
melewatinya akan melanjutkan perjalanan ke surga, sedangkan yang
gagal akan jatuh ke neraka dibawahnya. Jembatan atau jalan tersebut
tidak dapat membuat pijakan kaki seimbang, tapi licin dan
menggelincirkan, ada penyambar, penggigit dan duri,296 bahkan
diriwatkan jalan tersebut lebih tajam (tipis) dari pedang dan lebih
halus dari rambut.297 Sekelompok ulama mentakwilkan gambaran
hadis tentang perlintasan (jembatan), menurut mereka maksud tipis
dan halusnya perlintasan berpulang pada mudah dan susahnya mereka
melewatinya sesuai dengan amalan masing-masing. Ima>m al-Qurt}u>bi>
(w.671 H) menyanggah pentakwilan tersebut. Menurutnya, hadis
haruslah dipahami sebagaimana teks aslinya.298
Setiap manusia, mukmin dan kafir, dari Adam as sampai hari
kiamat pasti akan melewatinya. Hanya orang mukmin calon penghuni
surgalah yang akan dapat melewatinya, yang lainnya tidak dapat
melewatinya dan jatuh tinggal di neraka. Demikianlah penafsiran Ibn
293
Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tazkirah , 291.
294
Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Al-Durrah al-Fa>khirah fi Kashf ‘Ulu>m al-
A<khirah, Ed. Muwaffiq Fauzi al-Jabar (Damaskus: Al-Hikmah, 1995), 52. Lihat juga
Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tazkirah fi Ah}wa>l al-Mauta> wa Umu>r al-A<khirah, 291.
295
‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawa>qif. 383
296
‚Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah itu jalan (jembatan)?Rasul
menjawab: Jalan yang licin lagi menggelincirkan, dijalan itu ada penyambar,
penggigit, dan duri.‛ H{adi>th S{ah}i>h dari Abu Sa‘i>d al-Khudri diriwayatkan oleh Ima>m
Muslim dalam Kita>b: al-I<ma>n, Ba>b: Ma’rifah al-T{ari>q al-Rukyah, (no. 302). Lihat
Ima>m Muslim ibn Hujja>j, S{ah}i>h} Muslim, 99.
297
‚Sesungguhnya jembatan itu lebih tipis dari pedang dan lebih halus dari
rambut‛ Hadis S{ah}ih} Mauqu>f dari Abu Sa‘i>d al-Khudri diriwayatkan oleh Ima>m
Muslim dalam Kita>b: al-I<ma>n, Ba>b: Ma’rifah al-T{ari>q al-Rukyah, (no. 302). Lihat
Ima>m Muslim ibn Hujja>j, S{ah}i>h} Muslim, 101.
298
Ima<m Abu ‘Abd Allah al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah bi Umu>r al-Mauta> wa
Ah}wa>l al-A<khirah, Ed.Al-S{a>diq ibn Muhammad ibn Ibrahi>m (Riya>d}: Dar al-Minha>j,
1425 H.),757-758.
159
‘Abbas (3 SH- 68 H), Ibn Mas‘u>d (w. 32 H) dan Ka‘ab al-Ah}ba>r299 dari
ayat:300 ‚Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan
mendatanginya (jembatan itu)‛ (QS. Maryam [19]: 71-72). Orang
mukmin calon penghuni surga akan dapat melewati jembatan diatas
neraka tersebut sesuai dengan amalan mereka. Ada yang melewatinya
dengan kecepatan cahaya (kilat), ada yang melewatinya dengan
kecepatan suara, kecepatan burung terbang, lari kuda, seterusnya lebih
pelan dan pelan lagi. 301
Qad}i> ‘Abd al-Jabbar (359-415 H) dan banyak kalangan
Mu’tazilah mengingkari adanya jembatan (al-S}ira>t}) seperti yang
diyakini Ahl al-Sunnah.302 Syaikh Mu’tazilah, Abu ‘Ali al-Jabba>i>
(235-304 H) membingungkan, kadang menafikan dan terkadang
menetapkan.303 Sementara Abu Hudhail al-‘Alla>f (134-235 H) dan
Bishar ibn al-Mu’tamar (w. 210 H) berpendapat bahwa jembatan (al-
S{ira>t) mungkin terjadi, namun mereka tidak menetapkan jembatan
perlintasan akan benar-benar terjadi kelak.304 Mu’tazilah sebagai
kalangan rasionalis Islam terdepan beralasan bahwa jembatan yang
lebih tipis dari pedang dan lebih halus dari rambut sangatlah tidak
rasional bisa dilewati. Sekalipun bisa dilewati, itu merupakan siksaan,
kesulitan dan kesusahan yang diberikan Allah kepada seorang muslim.
299
Dia adalah Ka‘ab ibn Ma>ti’ al-H{imyari al-Yamani>, yang dahulunya
seorang Yahudi, lalu masuk Islam setelah Nabi saw. wafat. Dia datang dari Yaman
ke Madinah di masa Umar ibn Khatta>b. Penguasaannya terhadap kitab-kitab Yahudi
membuat para sahabat banyak mendengarkan kitab-kitab israiliya>t darinya.
Sementara Ka’ab banyak belajar hadis dari para sahabat. Lihat Shams al-Di>n al-
Dhahabi>, Siyar A’la>m al-Nubala’, 494.
300
Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m,Vol. IX, 280-281.
301
‚Mukmin akan melewatinya seperti kedipan mata, seperti kilat, seperti
angin, seperti burung, seperti kuda dan tunggangan terbaik. Seorang muslim akan
selamat (melintasinya)‛ Hadis S{ah}i>h} dari Abu Sa‘i>d al-Khudri diriwayatkan oleh
Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-I<ma>n, Ba>b: Ma’rifah al-T{ari>q al-Rukyah, (no. 302).
Lihat Ima>m Muslim ibn Hujja>j, S{ah}i>h} Muslim. 100.
302
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 120.
303
‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-Mawa>qif, 384.
304
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 349.
160
309
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih> al-Gaib, Vol. II, 138.
310
Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Qura>n al-‘Az}i>m, Vol. I, 321-322.
311
‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-Mawa>qif, 380.
162
‘Imra>n [3]: 133), dan neraka telah dipersiapkan untuk orang kafir (QS.
Al-Baqarah [2]: 24) dengan kata "telah" (fi'l al-Ma>d}i>).317 Ketiga,
kalaulah kita mencermati berbagai hadis dan ayat-ayat al-Quran
tentang surga, pastilah akan menemukan banyak hal yang dengan jelas
menunjukkan bahwa surga dan neraka telah diciptakan. 318 Seperti
peristiwa Mi’raj-nya Nabi saw. ke ‚S}idrah al-Muntaha‛ yang posisinya
dekat dengan surga (QS. Al-Najm [53]: 12)
Adapun kalangan yang menyangkal surga dan neraka telah
diciptakan seperti Abu Ha>shim al-Jabba>'i> (247-321 H) dan para
pendukungnya, berdalih bahwa segala sesuatu akan hancur di hari
kiamat: ‚Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah‛(QS. Al-Qas}as
[28]}: 88).319 Kalaulah surga dan neraka telah diciptakan, dan
dihancurkan di hari kiamat, tentunya itu sebuah kesia-sian, surga
dibiarkan kosong tanpa penghuni dalam jangka waktu yang lama,
maha suci Allah dari melakukan perbuatan yang sia-sia lagi jelek.
Logiskah seorang raja membangun istana dan menyediakan di
dalamnya berbagai macam makanan, perabotan dan fasilitas lainnya,
namun sang raja membiarkannya kosong tanpa penghuni dan
rakyatnya tidak diperbolehkan masuk ke dalamnya dalam jangka
waktu yang lama? Sugguh tindakan yang tidak bijaksana. Sang raja
telah membuat kalangan cerdik pandai memprotesnya.320 Argumen
yang dilandasi pemikiran rasionalis dan kewajiban Allah untuk selalu
melakukan perbuatan baik yang menjadi landasan aliran Mu'tazilah.
Adapun ayat-ayat tentang surga telah ada, Mu'tazilah
memalingkannya ('Udu>l) dari makna aslinya, dan memahaminya
sebagai kiasan (Maja>z). Terutama surga nabi Adam as, menurut
mereka surga Adam as bukanlah surga abadi tempat pembalasan amal
perbuatan. Tapi surga yang diciptakan khusus untuk menguji Adam as
dan istrinya. Selanjutnya mereka berbeda pendapat dalam menentukan
letak surga Adam as tersebut. Menurut H{asan al-Bas}ri> (21-110 H),
surga itu terletak dilangit, menurut Abu Ha>shim al-Jabba'i> (247-321
H) surga tersebut terletak dilangit ke tujuh, menurut Abu Muslim al-
317
Fakh al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. II, 137-138.
318
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif, Vol. VIII, 328.
319
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif, Vol. VIII, 328, Lihat
juga Sa'd al-Di>n al-Tafta>za>ni>. Sharh} al-Maqa>s{id, Vol. V, 108.
320
Ibn Qayyim al-Jauzi>, H{a>di> al-Arwa>jh} ila Bila>d al-Afra>h, 15.
164
D. Akhirat Spiritual
Pada dasarnya, pemikiran ini berpegang pada teori yang
memandang manusia sebagai sesuatu yang spiritual, bukan material.
321
Dia adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn Mahribizd ibn Bah}r, dikenal sebagai
Abu Muslim al-Asfaha>ni>. Dia adalah seorang teolog Mu’tazilah, penulis ulung, gaya
bahasa yang faseh, ahli debat, menguasai ilmu tafsir al-Quran dan berbagai cabang
ilmu lainnya. Dia merupakan penduduk Isfahan (Iran), dia menjadi wali di Isfahan
dan beberapa negeri Persia pada masa khalifah al-Muqtadir bi Allah al-Abba>si>,
sampai ibn Babawiyah datang kesana pada Z{ulqaidah 321 H. Ia wafat pada tahun
322 H. Lihat Abu Muslim al-As}faha>ni>, Mausu>‘ah Tafa>si>r al-Mu’tazilah: Ja>mi’ al-
Ta’wi>l li Muhkam al-Tanzi>l, Ed. Khid}ir Muhammad Banha> (tt: Abu Salu>m al-
Mu’tazili>, tt), 5.
322
Dia adalah 'Abd Allah ibn Ah}mad ibn Mah}mu>d al-Ka'bi>, Abu al-Qasim
al-Balkhi>, salah seorang syaikh Mu'tazilah, teman debat dan diskusi Abu 'Ali al-
Jabba>’i>. Dia bekerja sebagai penulis untuk pemerintahan Ahmad ibn Suhail penguasa
Naisabur. Diantara karya besarnya adalah kitab: " Al-Maqa>la>t", "Al-Gurar", "Istidla>l
bi al-Shahid 'ala al-Ga>ib", "Al-Jadl", Sunnah wa al-Jama>'ah, "Al-Tafsir al-Kabi>r",
kitab yang mengkritik al-Ra>zi> tentang filsafat ketuhanan dan lainnya. Lihat Shams
al-Di>n al-Dhahabi, Siyar 'Ala>m al-Nubala', Vol. XVI, 313.
323
Ibn Qayyim al-Jauzi>, H{a>di> al-Arwa>jh} ila Bila>d al-Afra>h, 23-39. Lihat
juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. III, 3-4.
324
Sa'd al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 108-109.
165
327
Al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 306.
328
Muhammad Sayyid al-Musayyar, Al-Ru>h},174.
329
Sophisme merupakan aliran pemikiran filsafat yang berkembang di
Yunani pada akhir abad VI SM dan awal abad V SM setelah surutnya pemerintahan
‚Oligarki‛ (minoritas) dan munculnya golongan pemerintahan baru ‚Demokrasi‛
yang mempresentasikan rakyat. Ibn Hazm mewakili teolog dan filosof muslim
menyebut aliran ini sebagai pembatal kebenaran (Mubt}il al-H{aqa>iq), Lihat Ibn Hazm
al-Andalu>si, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al,Vol. I, 18. Adapun Abd al-Rah}ma>n
Marh}aba> menyebutnya sebagai gerakan pencerahan Yunani, sigma negative untuk
aliran ini berhasil dikumandangkan oleh Socrates, Plato, dan Aristoteles yang
merupakan filosof Ketuhanan. Lihat ‘Abd al-Rah}ma>n al-Marhaba, Tari>kh al-Falsafah
al-Yuna>niyah: min Bida>yatiha> h}atta> al-Marh}alah al-Heleniyah, 147.
167
kekalnya jiwa dan telah ada sebelum raga. Namun filosof Muta’akhiri>n
menuliskan pernyataan yang berbeda, jiwa tercipta setelah raga. 330
Ajaran Plato (427-347 SM) tentang akhirat secara garis besar
dapat disimpulkan sebagai berikut:331
a. Jiwa manusia telah ada di alam ide (al-‘A<lam al-Muthul) jauh
sebelum adanya raga. Jiwa mengetahui seluruh yang ada di alam
ide. (Dialog Timaeus)
b. Jiwa manusia qadi>m seperti qadi>mnya alam ide, yang merupakan
alam yang sebenarnya (hakiki). Alam material ini hanyalah
bayangan (pantulan) dari jejaknya. Alam material ini ha>dith.
(Dialog ‚Laws‛)332
c. Ma’rifah (pengetahuan) adalah mengingat kembali apa yang telah
diketahui di alam ide. Kebodohan adalah kelupaan yang
disebabkan oleh tebalnya material yang ditempati jiwa. (Dialog
‚Meno‛)333
d. Jiwa manusia jatuh dari alam ide ke alam material karena
ketidakberhasilannya menyaksikan kebenaran (Musha>hadah al-
H{a{ qa>iq). Jiwa-jiwa ditengah keramaiannya dalam Musha>hadah al-
H{aqa>iq satu dengan yang lainnya saling berbenturan, hingga
kehilangan sayap yang digunakan untuk terbang di dunia langit.
Kemudian semua jatuh ke bumi, menempati raga-raga anak
manusia. (Dialog Phaedrus)334
e. Akhirat adalah kembalinya jiwa ke alamnya (alam ide) setelah
berpisah dengan raga yang merupakan kelompok al-Murakkaba>t
(tersusun) yang akan terurai dan hancur. (Dialog Phaedo)335
Ajaran Plato ini sangat besar pengaruhnya kepada muridnya.
Bahkan Aristoteles (384-322 SM) tak dapat terlepas dari bayangan
ajaran gurunya. Disaat ia menyatakan jiwa manusia ha>dith, ia juga
menyatakan jiwa manusia berasal dari luar. Ibn Si>na> (370-428 H) yang
merupakan filosof terdepan dalam mengkaji jiwa, sangat terpengaruh
oleh ajaran Platonism, terutama tentang permasalahan akhirat (al-
Ma‘a>d). Dalam usaha menyelaraskan antara agama dan filsafat, Ibn
330
Al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 411.
331
Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 175.
332
Plato, Al-Qawa>ni>n li Aflatu>n.
333
Plato, Muh}a>warah ‚Meno‛ >, 124.
334
Plato, Muha>warah ‚Phaedrus‛, 61-66.
335
Plato, ‚Phaedo‛, 124.
168
339
Jauhar‛. Argumen-argumen yang diutarakan Ibn Si>na> dalam
kespiritualan jiwa semuanya berpulang pada perolehan pemaknaan-
pemaknaan semata (al-Ma‘a>ni> al-Mujarradah) yang dimiliki khusus
oleh jiwa manusia yang merupakan tempat kebijaksanaan (al-Hikmah)
yang mengharuskan jiwa sebagai sebuah esensi yang intelek, berdiri
sendiri, tidak membutuhkan raga.
Setelah menuliskan bukti-bukti keimmaterialan jiwa Ibn Si>na>
menegaskan bahwa jiwa sama sekali tidak membutuhkan raga dalam
fungsi zatnya (Qawa>muha> li al-Dha>t), dan tidak juga dalam meyimpan
forma-forma akal (al-S{u>rah al-‘Aqliyah). Raga tidaklah dibutuhkan
dalam melakukan aktivitas khusus jiwa, hanya saja barangkali raga
berfungsi sebagai alat. Kemudian, bila jiwa telah memperoleh
pemaknaan (al-Ma’qu>la>t), jiwa tak lagi membutuhkan raga. Bila jiwa
telah menjadi kuat zat-nya, jiwa telah mencapai titik
kesempurnaannya. Pada waktu itu, jiwa tak lagi butuh mengkreasikan
(ta‘aqqul) sesuatu material pun dan tidak pula daya material. Bahkan
jiwa tidak suka suatu aksiden pun melekat padanya. Jiwa menjadi
transenden (Mujarrad) dengan memakaikan zat-nya untuk
menghasilkan perbuatannya. 340
Namun filosof muslim seperti Ibn Si>na> (370-428 H) terkadang
mengadopsi teori Aristoteles (384-322 SM), dengan jelas menyatakan
bahwa jiwa merupakan forma material raga, tercipta ketika raga
tercipta (h}ad> ith). Dalam ‚al-Shifa’‛ Ibn Si>na> menerangkan: Kalaulah
boleh jiwa manusia (al-Nafs al-Juz’iyah) telah tercipta, sementara raga
belum tercipta, yang mana dengan jiwalah raga menjadi sempurna dan
dapat beraktivitas, tentunya keberadaan jiwa tidaklah ada fungsinya.
Tidak ada sesuatupun yang tak berfungsi di alam natural. 341 Dalam al-
‚Naja>h‛} Ibn Si>na> menjelaskan bahwa jiwa tercipta setiap kali raga
yang layak untuk dipergunakan tercipta. Jadilah raga yang baru
tercipta sebagai kerajaan dan alatnya.342 Bila tercipta suatu bentuk
kesesuaian dan kesiapan sebuah alat (raga), ketika itu haruslah tercipta
dari ‘Illah al-Mufa>raqah -penyebab yang membagi jiwa universal
menjadi jiwa personal- sesuatu yang disebut dengan jiwa.
339
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 111-112.
340
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 111-112, dikutip
dari Ibn Si>na>, Risa>lah fi al-Sa‘a>dah wa al-H{ujaj al-‘Ashr ‘ala> anna al-Nafs al-
Insa>niyah Jauhar, 12.
341
Ibn Si>na>, Al-Shifa’: Al-Fan al-Sa>dis min al-T{abi ‘i>ya>t, 225.
342
Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 106.
170
343
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs. 113.
344
Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 106-107.
345
Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 107.
346
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 114.
171
347
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 115.
348
Plato, ‚Phaedo‛ fi Khulu>d al-Nafs,124-136
349
Plato, ‚Phaedo‛ fi Khulu>d al-Nafs, 155-163.
172
(hakikat) alam ini begitu sulit. Indra sering kali menyesatkan jalan dan
memperunyam permasalahan. Namun, ketika jiwa berpegang pada
daya inteleknya, dan berkonsentrasi kepada objek-objek yang
berkarakterisktik tetap, sederhana, sempurna, jiwa dapat menemukan
jalan menuju hakikat tanpa susah. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa
tidak berafiliasi kepada alam indrawi. Jiwa justru merasa tidak asing
dihadapan alam yang bukan indrawi. Malah disana jiwa merasakan
ketenangannya. 350
Pemikiran Plato (427-347 SM) dalam ‚Phaedo‛ tentang
keabadian jiwa, yaitu: a) Pemikiran terlepasnya jiwa dari belenggu
raga, b) Pemikiran kesederhanaan jiwa, c) Pemikiran afiliasi jiwa ke
alam ide yang disebut oleh filosof muslim dengan alam malaikat,
merupakan tiga pilar utama membangun teori kespiritualan jiwa yang
menjadi inti pokok pemikiran akhirat bersifat spiritual. Sa’d al-Di>n al-
Taftaza>ni> (722-792 H) memberi catatan, setelah menetapkan
keimmaterialan jiwa, dan keabadian jiwa setelah hancurnya raga,
akhirat spiritual tidak lagi membutuhkan lebih banyak penjelasan.
Akhirat (al-Ma‘a>d) merupakan istilah untuk kembalinya jiwa
tansenden (immaterial) seperti sedia kala. Atau terlepasnya jiwa dari
derita ketergantungan baik senang maupun susah atas apa yang telah
dilakukan.351
350
Plato, ‚Phaedo‛ fi Khulu>d al-Nafs, 144-154.
351
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 97.
352
Ibn Qayyim al-Jauzi, Al-Ru>h}, 240.
173
tidak pula menempati raga. Tapi jiwa tak menempati tempat dan tidak
dapat ditunjuk seperti arah material. Hubungannya dengan raga
hanyalah hubungan ketergantungan mengatur dan menggerakkan tanpa
masuk ke dalam satu bagian raga pun, tanpa menempati raga. Inilah
pendapat populer baik filosof kuno (al-Qudama’) maupun filosof
belakangan (al-Muta‘akhhiri>n).353
Untuk membuktikan kespiritualan jiwa, Ibn Si>na> (370-428 H)
beragumen dengan teori ‚saya‛. Setiap orang menyatakan inilah saya.
Tapi saya yang disebut tidak dapat diwakili oleh bagian raga manapun,
dan bahkan seluruh raga. Ini kaki saya, ini tangan saya, ini kepala saya,
ini mata saya, semua ini dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah
badan atau raga saya. Tapi bisakah orang menunjukkan saya itu yang
mana? Kata saya tak dapat ditunjukkan oleh raga dan seluruh
anggotanya, baik organ dalam maupun organ yang tampak. Saya yang
dimaksud adalah sesuatu yang lain, bukan raga. ‚Saya‛ tidak berubah
statusnya sekalipun ada anggota raga yang berkurang, seperti pontong
tangan, telinga dan bahkan sampai anggota utama raga, seperti otak,
jantung, hati dan seterusnya. Ketiadaan anggota utama tersebut
tidaklah menghilangkan pemaknaan ‚Saya‛.354
Ketika berbicara tentang seseorang manusia dengan
memakaikan kata ‚Dia‛, tidak mesti orang itu punya jantung, otak dan
organ lainnya. 355 Tanpa organ itu, masih bisa dikatakan manusia
dengan kata ‚Dia‛. Ketika berbicara tentang manusia, tidaklah mesti
harus diketahui ‚Dia‛ itu dimana, ‚Dia‛ itu bagaimana, ‚Dia‛ itu
seperti apa rupanya, dan sebagainya yang menjelaskan sifat raga.
Pada akhirnya, Ibn Si>na> menyimpulkan bahwa jiwa manusia
yang ditunjukkan oleh kata ‚Saya‛ bukanlah raga maupun bagian dari
raga ini. Raga adalah tempat dan kediaman jiwa. Walaupun pada
kenyataannya tidaklah begitu, karena jiwa bukanlah material yang
merembes atau pun melengket pada raga. Jiwa sesuatu diluar raga
yang berfungsi mengerakkan dan mengatur raga. Hanya saja manusia
lebih akrab menyatakan jiwa berada di dalam raga, dan lebih banyak
merasakan begitu, dan lebih yakin dengan keberadaan jiwa di dalam
raga. Sampai-sampai mengira bahwa jiwa itu adalah raga. Sehingga
353
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. VII, 254.
354
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 94.
355
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 94.
174
356
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 95.
357
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 95.
358
Abu Ha>mid al-Ghaza>li>, Ma ‘a>rij al-Quds fi Mada>rij Ma’rifah al-Nafs, 21.
359
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>hith al-Mashriqiyah: fi 'Ilm al-Ila>hiya>t wa al-
T{abi>'i>ya>t (India: Maktabah Da>irah al-Ma'a>rif, 1343 H.), 345-409.
175
360
Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 210. Argumen inilah yang
dikemukankan Ibn Si>na> dengan teori ‚Saya‛ diatas. Lihat Ibn Si>na>, Risa>lah
Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 94-95.
361
Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 265. Lihat juga ‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-
Mawa>qif, 258. Lihat juga a-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VII,
255.
362
Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 211.
363
Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 211.
364
Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 211.
176
panas atau dingin, halus atau kasar, hitam atau putih. Begitu juga
dengan ukuran, seperti panjang atau pendek, dalam atau dangkal,
semua ukuran itu hanya cocok untuk material dan yang menempati
ruang.370
k) Raga membutuhkan jiwa dalam keberlangsungan hidup dan
keberadaannya. Oleh karena itu, raga hancur bila kehilangan jiwa.
Kalaulah jiwa itu raga (material) tentunya juga membutuhkan kepada
jiwa yang lain, dan begitu seterusnya, dan ini mustahil.371
378
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi> Amr al-Ma‘a>d, 44-45.
379
Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 175.
180
380
Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 175.
381
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma ‘a>d, 46.
382
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 45.
383
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma ‘a>d, 49-50.
384
Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 51-52.
181
385
Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mantiq wa Al-Ila>hiya>t, 168.
386
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Nafs wa Al-Ru>h}, Vol I, 88.
387
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Maba>hith al-Mashriqiyah, Vol. II, 427.
388
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 119.
182
389
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 119.
390
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 119.
391
Ibn Si>na>, Risalah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma'a>d, 112-113. Ibn Si>na>. Al-
Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168.
392
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 120.
183
393
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168.
394
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168.
395
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168.
396
Ibn Si>na>, Risa>lah al-Ad}h}awiyah Fi Amr Al-Ma'a>d, 114.
184
397
Ibn Si>na>. Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168. Teks tersebut
dikutip Abu H{amid al-Ghaza>li> seperti apa adanya, lihat Abu H{amid al-Ghaza>li>, Ma
‘a>rij al-Quds, 149. Teks aslinya adalah sebagai berikut:
ٔانخيز،ًٔانُظبو انًعقٕل في انكم،أٌ تصيزعبنًبً عقهيبً يزتسًبً فيٓب صٕرة انكم
ثى، فبنزٔحبَيت انًطهقت، سبنكبً إنىًانجٕاْز انشزيفت،ًيبتذئبً يٍ يبذأ انكم،انفبئض في انكم
ًثى تستًز، ًثى األجسبو انعهٕيت بٓيئبتٓب ٔقٕاْب،ٌانزٔحبَيت انًتعهقت َٕعبً يب يٍ انتعهق األبذا
ًيٕاسيبً نهعبنى انًٕجٕد، فتُقهب عبنًبً يعقٕال،ّكذنك حتى تستٕفي في َفسٓب ْيئت انٕجٕد كه
ً ٔيُتقشب،ّ ٔيتحذاً ب، ٔانجًبل انحق، ٔانخيز انًطهق،ًيشبْذاً نًب ْٕ انحسٍ انًطهق، ّكه
.ِ ٔصبئزاً يٍ جْٕز،ًّٔيُخزطبً في سهك،ّبًثبنّ ْٔيئت
185
398
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Madhhabuhu fi al-Nafs, 122.
399
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169.
186
400
Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Madhhabuhu fi al-Nafs, 122.
401
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169.
402
Ibn Si>na>, Risalah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma'a>d, 117-118.
403
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169.
187
404
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169.
405
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170.
406
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170.
188
407
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170.
408
Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170.
189
409
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah Fi Amr al-Ma'a>d, 125.
410
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Maba>h}ith al-Mashriqiyah, 429.
190
411
Fakh al-Di>n al-Ra>zi, Maba>h}is al-Mashriqiyah, Vol. II, 429.
412
Fakh al-Di>n al-Ra>zi, Maba>h}is al-Mashriqiyah, Vol. II, 429.
191
413
Fakh al-Di>n al-Ra>zi, Maba>h}is al-Mashriqiyah, Vol. II, 429.
414
Ibn Si>na>, Al-Naja>h}, 171, Penuqilan Ibn Si>na> sepenuhnya dikutip dalam:
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi,. Al-Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 430.
415
Ibn Si>na>, Al-Naja>h}, 171, Penuqilan Ibn Si>na> sepenuhnya dikutip dalam:
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 430.
192
raga. Karena raga telah berhasil ditundukkan dan tidak ada keinginan
dan kerinduan pada raga di akhirat.416
e. Jiwa yang berbuat buruk
Jiwa yang berbuat buruk adalah jiwa yang tunduk pada segala
keinginan raga, sangat cinta pada hubungan ragawi. Jadilah jiwa itu
lemah dan selalu mengikuti kehendak ragawi (hawa nafsu). Sehingga
terbentuklah rasa cinta yang mendalam terhadap raga. Ketika raga
telah tiada, jiwa merasa sangat rindu kepada raga. Kerinduannya itulah
yang membuatnya tersiksa. Namun menurut filosof lama-kelamaan
rasa cinta itu menghilang, sehingga ketika kerinduannya pada raga
telah hilang, terhentilah kesengsaraan jiwa. 417 Bagi jiwa yang rasa
cintanya pada raga tak kunjung hilang, tentunya jiwa itu akan tersiksa
selamanya. Hal ini dalam artian si pelaku dosa lama-kelamaan dosanya
akan habis dan berujung kebahagiaan. Tapi ada juga jiwa yang tetap
tersiksa selamanya.
Perubahan pada jiwa dengan cinta dan tidak cintanya dengan
raga membuat celah untuk kritikan. Kalaulah rasa cinta itu tergantung
pada hubungannya dengan raga, seharusnya rasa cinta telah hilang
ketika berpisah dengan raga, sehingga jiwa pun tidak tersiksa dengan
hubungan ini. Kalaulah rasa cinta itu bukan karena hubungannya
dengan raga, mustahil rasa cinta itu hilang begitu saja ketika berpisah
dengan raga. 418 Bagi filosof hal ini tidaklah masalah, karena rasa
cinta kadang menguat dan terkadang melemah.419 Sesuatu yang
dicintai, bila telah lama berpisah, rasa cinta menjadi berkurang.
Bahkan panjangnya masa perpisahan sedikit demi sedikit akan
menghapuskan rasa cinta. Begitu pulalah rasa cinta jiwa pada raga.
Semakin lama berpisah semakin lemah dan bahkan habislah rasa cinta
pada raga.
Jawaban filosof tidaklah mengena dan memuaskan. Perubahan
yang terjadi pada jiwa setelah berpisahnya dengan raga sungguh
meragukan. Kalaulah rasa cinta bisa melemah dan menguat, dan
bahkan semakin lama semakin melemah dimakan waktu, tentunya
tidak ada siksaan yang abadi bagi yang berakidah sesat. Namun cocok
untuk hukuman orang fasik, yang mana setelah mendapat siksaan
416
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431.
417
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431.
418
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431.
419
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431-432.
193
422
Dia adalah Abu ‘Abd Allah, al-H{usain ibn al-H{asan ibn Muhammad ibn
H{ali>m al-Bukha>ri> al-Sha>fi‘i>, seorang> tokoh Muh}addithi>n dan Mutakallimin negeri
belakang sungai. Lahir tahun 338 H di Jarja>n, lalu pindah dan besar di Bukha>ra>, ada
juga yang mengatakan ia terlahir di Bukha>ra>. Ia wafat pada Rabiul Awal 403 H.
Lihat islamweb kolom Islamiyah:Tara>jum al-A’la>m :
http://library.islamweb.net/newlibrary/showalam.php?id=3784 (diakses tanggal 15
Januari 2014)
423
Dia adalah Abu al-Qa>sim, ‘Abd Allah ibn Ahmad ibn Mah}mu>d al-Balkhi>,
dikenal dengan al-Ka’bi>. Seorang syaikh Mu’tazilah Bagdad yang sepadan dengan
Abu ‘Ali al-Jabba>i. Ia memiliki banyak karya tentang ‘Ilm al-Kalam. Ia tinggal di
Bagdad cukup lama, dan disanalah buku-bukunya tersebar. Kemuadian ia kembali ke
Balakh hingga akhir hayatnya pada 329 H. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-
A’la>m al-Nubala’, Vol. 14, 313.
424
Dia adalah Abu al-Qa>sim, al-H{usain ibn Muhammad ibn al-Mufad}d}al al-
As}faha>ni>, digelari dengan al-Ra>gib. Ia memiliki banyak karya, di antaranya adalah
kitab ‚Dhari‘ah ila> al-maka>rim al-Shari>‘ah‛ yang selalu dibawa imam al-Ghaza>li>
dalam perjalanannya. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’,
Vol. 18, 120-121.
425
Dia adalah syaikh Hanafiyah, al-Qa>d}i> Abu Zaid, ‘Abd Allah ibn ‘Umar
ibn ‘Isa> al-Dabu>si> al-Bukha>ri>, seorang ulama belakang sungai. Orang pertama dan
seorang tokoh yang meletakkan ilmu konflik (‘Ilm al-Khila>f). Ia wafat di Bukha>ra>
430 H. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’. Vol. 17, 521.
195
426
Dia adalah Muhammad ibn Ibrahi>m al-Qawwa>mi> al-Shi>ra>zi>, disebut juga
dengan Mulla S{adra (980-1050 H/ 1572-1640 M). Seorang tokoh penutup filosof
Syi‘ah yang menyatukan ilmu teoritis dan ilmu praktis, disebut juga metode
menyatukan antara filsafat dengan ‘Irfa>n yang dikenal juga dengan istilah al-
Hikmah al-Muta‘a>liyah. Oleh karena itu ia juga dikenal sebagai S{adr al-Mutaallihi>n.
Lihat profilnya dalam: Jami>lah Muh}y al-Di>n al-Bashati>, S{adr al-Di>n al-Shi>ra>zi> wa
Mauqifuhu al-Nuqdi> li Maza>hib al-Kalamiyah (Beirut: Da>r al-‘Ulu>m al-‘Arabiyah,
2008), 17.
427
Ali Arslan Aydin. Al-Ba’th wa al-Khulud , 104.
428
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba'i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 71.
429
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba'i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 71-72.
196
430
Sa'd al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. II, 156.
431
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 184-203.
432
S{adr al-Di>n al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, Ed. Al-Sayyid Jala>l al-
Di>n al-A<shiyata>ni> (Tehran: Maktab al-I’la>m al-Isla>mi>, 1422 H.), 410.
197
433
S{adr al-Di>n al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, 410.
434
Hadis Maud}u>’ yang tidak diketahui siapa yang mengeluarkan hadis ini
dan juga sahabat yang merawikannya. Walaupun begitu, hadis ini populer di
kalangan sufi, bahkan Ibn ‘Arabi menulis kajian khusus tentang hadis ini berjudul
‚Al-Risa>lah al-Wuju>diyah‛. Lihat ‘Ali ibn Sult}a>n al-Harawi> al-Qa>ri>, Al-Mas}nu>’ fi
Ma’rifah al-H{adi>th al-Maud}u’, Ed. ‘Abd al-Fatta>h} Abu Guddah (Beiru>t: Muassasah
al-Risa>lah, 1398 H.), 189.
435
Hadis tidak ditemukan periwayatannya, namun hadis yang S{ah}ih}
berbunyi: ‚Siapa yang melihatku (Muhammad saw.) di dalam tidurnya sungguh ia
telah melihatku dengan sebenarnya‛ diriwayatkan oleh Abu Hurairah dikeluarkan
oleh Ima>m al-Bukha>ri> dalam Kita>b: al-‘Ilm Ba>b: Ithm Man Kadhdhaba ‘ala al-Nabi>,
(no. 110). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ahi>h al-Bukha>ri>, 46.
198
441
Abu> H{a>mid al-Ga<za>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 214.
442
Abu> H{a>mid al-Ga<za>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 215.
443
Abu> H{a>mid al-Ga<za>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 215.
444
H{adi>th S{ah}i>h} dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>
dalam Kita>b: Bad’u al-Khulq Ba>b: Ma> Ja>a fi S{ifah al-Jannah, (no. 3244). Lihat Ima>m
al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 623.
200
KEBANGKITAN RAGA
A. Istilah Operasional
Kajian tentang kebangkitan ditopang oleh empat landasan
dasar, karena manusia adalah alam kecil (mikrocosmos) dan dunia ini
adalah alam besar (makrocosmos).1 Pembahasan kebangkitan harus
mencakup keduanya, mulai dari cara penghancuran keduanya,
kemudian cara membangun kembali keduanya setelah kehancuran:2 (a)
cara penghancuran mikrocosmos, yaitu kematian manusia. (b) Cara
membangun kembali mikrocosmos tersebut setelah penghancurannya.
(c) Cara menghancurkan makrocosmos, apakah dengan cara mengurai
dan memecah bagian-bagiannya, ataukah dengan cara membinasakan
dan meniadakannya. (d) Cara membangun kembali makrocosmos
setelah hancurnya.
Ada beberapa kata yang populer digunakan dalam pembahasan
kebangkitan raga. Masing-masing kata tentunya mempunyai makna
dan bias masing-masing. Ditambah lagi, terkadang antara teolog dan
filosof berbeda pemahaman atau pemakaian dalam kata tersebut. Pada
dasarnya, filosof berada pada posisi kontra terhadap kebangkitan raga
yang merupakan akhirat material. Baik filosof maupun teolog sama-
sama berfilsafat dalam permasalahan. Tidak heran ada kata yang sama
tetapi pemaknaan dan pemakaiannya berbeda. Namun begitu, tentunya
antara satu dengan yang lain masih mempunyai garis kesamaan
pemahaman. Sudah semestinya terlebih dahulu membahas sejauh
mana perbedaan dan kesamaan penggunaan kata-kata tersebut, baik
secara bahasa maupun pemakaian (istilah) kata oleh teolog dan filosof.
1
Istilah ini dipopulerkan oleh Ikhwa>n al-S{afa>, mereka memandang manusia
adalah alam kecil yang pengaturannya terpusat pada akal atau jiwa sebagaimana
alam yang besar ini diatur dan digerakkan oleh Allah sang penciptanya. Lihat Qut}b
al-Aqt}ab Maulana Ahmad ibn ‘Abd Allah. Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khullan al-
Wafa>. (India: Nukhbah al-Akhba>r, 1305 H.), Vol. II, 297.
2
Fakr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 53-54.
201
202
1. Al-Ba’th
Kata ‚al-Ba’th‛ dalam bahasa Arab digunakan dalam beberapa
pemakaian; (a) Mengutus-utusan (al-Rasu>l),3 seperti firman Allah:
‚Kemudian sesudah rasul-rasul itu, Kami utus (Ba‘athna>) Musa dan
Harun kepada Fir‘aun dan pemuka-pemuka kaumnya‛ (QS. Yu>nus
[10]: 53). (b) Bangun tidur (Aiqaz}a, Ahabba), sebagaimana dalam
hadis Nabawi: ‚Sungguh suatu malam datang kepadaku dua orang,
keduanya membangunkanku (Ibta‘atha>ni>)‛4. (c) Bangun atau bangkit
dari kematian (al-Nashr), terkadang dipakaikan juga untuk
menghidupkan kembali orang yang telah mati, seperti firman Allah:5
‚Setelah itu Kami bangkitkan kamu (ba‘athna>kum) sesudah kamu
mati‛ (QS. Al-Baqarah [2]: 56). Hari kebangkitan adalah suatu hari
dimana Allah membakitkan atau mengeluarkan manusia dari
kuburnya.6
Dalam terminologi teolog, al-Ba’th berarti Allah
menghidupkan kembali orang yang telah mati dan mengeluarkan
mereka dari kuburnya. Pemaknaan ini begitu luas dipakaikan oleh
seluruh aliran teolog dalam perkara kebangkitan. Bagi teolog yang
memandang kehidupan kembali dengan cara mengumpulkan bagian
asal raga setelah tercerai berai, tentunya memiliki tambahan
penjelasan untuk menunjukkan teori mereka. Kebangkitan adalah
Allah menghidupkan kembali orang yang telah mati dan mengeluarkan
mereka dari kuburnya setelah mengumpulkan bagian asal mereka.
Bagi teolog yang berpendapat akhirat material dan juga spiritual,
kebangkitan adalah Allah menghidupkan kembali orang mati dan
mengeluarkan mereka dari kubur mereka setelah mengumpulkan
bagian asal dan mengembalikan ketergantungan jiwa kepada raga. 7
3
Abu al-Fad}l Jamal al-Di>n Muhammad ibn Mukarram ibn Manz}u>r al-Afri>qi>
al-Mas}ri>, Lisa>n al-‘Arab (Beiru>t: Da>r S{a>dir, tt.), Vol. II, 116.
4
Hadis S{ah}ih} dari Samurah ibn Jundub diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>
dalam kita>b: Ta’bi>r al-Ru’y ba’da S{ala>h al-S{ubh} (no. 7047), Lihat Ima>m al-Buka>ri>.
S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 1346.
5
Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Vol. II, 117.
6
Abu al-Qa>sim Muhammad ibn ‘Umar al-Zamkhashari>, Asa>s al-Bala>gah,
Ed. Muhammad Ba>sil ‘Ayu>n al-Saud (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1998), 67.
7
Mas‘u>d ibn ‘Umar ibn ‘Abd Allah Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-
‘Aqa>id al-Nasafiyah, Ed. Ah}mad H{ija>zi> al-Saqa> (Cairo: Maktabah Kulliyah al-
Azhariyah, 1988), 68.
203
8
Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Vol. III, 317.
9
Muhammad Qamar al-Daulah Na>s}if, Nus}u>s} Falsafiyah, 124.
10
Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 82.
204
B. I‘a>dah al-Ma’du>m
Teori I‘a>dah al-Ma’du>m berarti pengembalian yang telah tiada.
Teori ini pada dasarnya berpegang pada ketiadaan alam semesta
setelah adanya sekarang. Sebelum membahas bisa atau tidaknya
pengembalian (I‘a>dah), perlu terlebih dahulu membahas objek yang
ditiadakan (al-Ma’du>m). Al-Ma’du>m mencakup makrocosmos (alam
semesta) beserta mikrocosmos (manusia). Pada hari kiamat, alam
semesta menjadi hancur dan binasa. Pendukung teori ini mengklaim
bahwa sahabat, dan teolog generasi awal (salaf) telah berijmak
menyatakan kebenaran teori ini, berlandaskan pada al-Quran dan al-
Sunnah. Ijmak telah tercapai sebelum munculnya pertikaian yang pada
akhirnya disebut dengan istilah Ahl al-Sunnah dan Ahl al-Takwil.17
Tidak ada yang kekal selain Allah ta’ala,18itulah pijakan awal
dari teori I‘a>dah al-Ma’du>m. Baik mikrocosmos (manusia) maupun
makrocosmos, semuanya hancur dan binasa pada hari kiamat.
Semuanya menjadi tiada (al-Ma’du>m). Termasuk manusia, jiwa dan
raganya turut menjadi tiada. Dalam artian, jiwa tidaklah kekal
sebagaimana yang diklaim filosof. Semua jiwa hancur dan binasa
menjadi Ma’du>m di hari kiamat. Analisis rasionalis menunjukkan
bahwa segala sesuatu selain Allah, boleh saja menjadi tiada. Tetapi,
tidak semua yang boleh terjadi benar-benar terjadi. Boleh atau
mustahil terjadi, bisa ditentukan melalui petunjuk akal. Sementara
benar terjadi atau tidaknya, hanya bisa diketahui melalui petunjuk al-
Quran dan al-Sunnah.19
Pendukung teori ini memastikan benar-benar terjadinya
ketiadaan alam semesta dengan al-Quran dan al-Sunnah. Seperti
‚Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah‛ (QS. Al-Qas}as} [28]: 88).
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) menuliskan adanya dua penafsiran
kata ‚al-Halla>k‛.20 Pertama (al-Halla>k) dengan artian ketiadaan (al-
16
Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 48.
17
Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 48. Lihat Juga Sa’d al-Di>n al-
Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 100.
18
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 44.
19
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 50.
20
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib. Vol. XXV, 23. Lihat juga Jama>l
al-Di>n al-Qa>simi>, Mah}a>sin al-Takwi>l, 4733.
206
21
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 50.
22
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 51. Aly Arslan
Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 90.
23
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 51.
207
24
Abu al-Qa>sim al-Zamankhashari>, Al-Kashsha>f, Vol. IV, 168. Lihat juga
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXII, 228.
25
Muhammad H{asan, ‘Aqi>dah al-Ba’th, 113.
26
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi> Us}uL al-Di>n, Vol. II, 39. Lihat juga ‘Id}d}
al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-
Maqa>s}id, Vol. V, 82. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol.
VIII, 316.
27
‘Id}d} al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>,
Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 84. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-
Mawa>qif, Vol. VIII, 320. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}uL al-Di>n,
Vol. II, 42.
208
28
Ibn H{azm, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 288, Lihat juga Sa’d
al-Di>n al-Taftaza>ni>, Vol. II, 160-166. Lihat juga ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 101.
29
Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 85.
30
Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 83.
31
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 39.
32
Ibn H{azm, Al-Fis}al fi Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 217.
209
yang tidak tetap, seperti suara dan keinginan. Hal ini dikarenakan
aksiden-aksiden tersebut berhubungan dengan waktu. 33
Teolog berargumen bahwa makhluk setelah tiada, hukumnya
tetap pada kondisi boleh ada (Ja>iz al-Wuju>d). Makhluk pada kondisi
belum ada dan pada kondisi telah tiada, tidak ada yang membedakan
kondisinya, keduanya sama-sama dalam kondisi boleh tercipta.34
Sehingga tidak ada penghalang dalam I‘a>dah al-Ma’du>m. Ibn
Taymiyah (661-728 H) telah mengingatkan, perkara akhirat (al-
Ma‘a>d) dibangun atas pengetahuan tentang al-Mabda’, dan perkara
kebangkitan dibangun atas perkara penciptaan. Filosof maupun teolog
memakai metode penciptaan yang kacau, sehingga menjadikan perkara
kebangkitan turut menjadi kacau.35
33
Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 83.
34
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 40. Lihat juga ‘Id}d}
al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-
Maqa>s}id, Vol. V, 83. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol.
VIII, 316-318.
35
Taqi> al-Di>n Abi al-‘Abba>s Ibn Taymiyah al-H{arra>ni al-Dimashqi>, Thubu>t
al-Nubu>wa>t ‘Aqlan wa Naqlan wa al-Mu’jiza>t wa al-Kara>ma>t (Cairo: Da>r Ibn al-
Jauzi>, 2006), 250.
36
Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 80.
210
Islam klassik dengan istilah Juz’ al-Ladhi la> Yatajazza’ ini telah
tersebar luas di negeri antara dua sungai. Sejarah mencatat perdebatan
teolog dengan uskup-uskup gereja tentang esensi Tuhan atau partikel
Tuhan.37
Allah menghancurkan raga manusia dengan cara mengurai
bagian-bagiannya (al-Tafarruq), bukan dengan cara meniadakannya
(‘Adam). Allah menghancurkan alam semesta di hari kiamat dengan
cara memporak-porandakan, memisah-misahkan dan mencerai-
beraikan langit dan bumi. Di akhirat Allah menyusun kembali bagian-
bagian bumi dan langit yang terpisah-pisah, menjadi bumi yang baru
dan langit yang baru (QS. Ibrahi>m [14]: 48). Allah membangkitkan
manusia dengan cara menyusun kembali material-material raganya
yang telah lama terpisah.38
Teori ini memandang material sebagai bahan (al-Ma>dah).
Sementara identitas sesuatu ditunjukkan oleh susunan bahan atau
bentuknya (al-Su>rah).39 Kayu merupakan bahan. Kursi merupakan
susunan kayu dengan bentuk tertentu yang berfungsi sebagai tempat
duduk. Apabila bentuk tersebut telah hancur dan tidak lagi bisa
berfungsi untuk duduk, kursi bisa dikatakan telah hancur. Begitu juga
dengan manusia, manusia merupakan susunan dari material dengan
bentuk tertentu. Apabila susunan material manusia dan segala angota
tubuhnya sudah tidak berfungsi, manusia disebut telah hancur atau
meninggal.
Pada awalnya, teori ini diungkapkan oleh segelintir generasi
akhir Mu’tazilah seperti Abu al-H{usain al-Bas}ri>40, (w. 436 H),
Mah}mu>d al-Khawarizmi> al-Zamkhashari> (467-538 H), dan sebagian
37
S. Pines, Mazhab al-Dhurrah ‘inda al-Muslimi>n wa ‘Ala>qatihi bi
Madha>hib al-Yu>na>n wa al-Hanu>d, Trans. Abu Raidah (Cairo: Maktabah al-Nahd}ah
al-Mas}riyah, 1946).
38
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 40.
39
Ibn Taymiyah, Thubu>t al-Nubuwa>t, 252.
40
Dia adalah Muh}ammad ibn ‘Ali> al-T{ayyib, Abu al-H{usain al-Bas}ri>. Salah
seorang tokoh Mu’tazilah yang lahir di Bas}rah dan tinggal di Bagda>d. Dia memiliki
karya yang cukup banyak dan mengajarkan aliran Mu’tazilah di Bagdad. Ia wafat
pada 436 H di bagdad. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’,
Vol. XVII, 588.
211
41
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 39. Lihat juga ‘Id}d}
al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-
Mawa>qif, Vol. VIII, 316-318.
42
Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 80.
43
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 52.
44
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Miza>n al-‘Amal, Ed. Sulaima>n Dunya> (Mesir: Da>r
al-Ma‘a>rif, 1964), 34.
45
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mah}s}al al-Afka>r al-Mutaqaddimin wa al-
Mutaakhiri>n min al-‘Ulama>’ wa al-H}ukama>’ wa al-Mutakallimi>n, Ed. T{aha Abd al-
Rau>f Sa’d (Cairo: Maktabah al-Kulliya>t al-Azhariyah, tth), 232. Lihat juga
Muh}ammad Ribah} Bukhi>t, al-Bath wa al-Khulu>d, 158.
212
46
Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Fawa>id (Beirut: Dar Maktabah al-Haya>h, tt), 8.
47
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. 7, 40-46. Lihat Juga Al-
Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawaqif, Vol. VIII, 316.
48
Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 94. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-
Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 106.
213
49
Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah, 55.
50
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha<fut al-Fala>sifah, 217. Lihat Juga Ibn Si>na>,
Risa>lah Ad}h}awiyah, 55.
214
56
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi> Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 18. Lihat juga al-
Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> fi Abwa>b al-Tauh}i>d wa al-‘Adl, Vol. XI, 467-475.
57
al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> ,Vol. XI, 475.
216
58
Dia adalah ‘Abd Allah ibn ‘Umar ibn Muh}ammad ibn ‘Ali>, digelari Na>s}ir
al-Di>n, seorang ulama Ahl al-Sunnah, faqih, bermazhab fiqih Shafi‘i>, teolog,
Muh}addi>th, Mufassir dan ahli Nahwu . Dinisbatkan pada Baid}a>’ sebuah kota Persia
tempat kelahirannya. Terkadang dinisbatkan pada Shira>z, kota tempat ia menjabat
sebagai Qa>d}i> dan menghabiskan sebagian besar didupnya. Ia meninggal di Tibri>z
pada 685 H dengan usia 100 tahun. Diantara karya besarnya adalah tasir ‚Anwa>r al-
Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l‛, ‚Minha>j al-Wus}u>l ila> ‘Ilm al-Di>n‛ tentang Ushl al-Fiqh,
dan ‚T{awali’ al-Anwa>r‛ tentang ‘Ilm al-Kala>m. Lihat Nas}ir al-Di>n al-T{u>si>, Tajri>d al-
‘Aqaid, Ed. ‘Abba>s Muh}ammad H{asan Sulaiman (Alexandria: Da>r al-Ma’rifah al-
Ja>mi‘ah, 1996), 17-63.
59
Na>s}ir al-Di>n al-Baid}a>wi>, T{awa>li’ al-Anwa>r, 331.
60
Nas}ir al-Di>n al-T{u>si>, Tajri>d al-‘Aqaid, 153.
61
Ibn al-Mut}ahhir al-H{illi>, Kashf al-Mura>d, 381.
217
62
‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, Al-Mawa>qif, 373.
63
Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 323.
64
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id,Vol. V, 95.
65
‘Abd al-Rah}ma>n Ibn Khildu>n, Luba>b al-Mah}s}al fi Us}u>l al-Di>n, Ed. ‘Abbas
Muh}ammad H{asan Sulaima>n (Alexandria: Da>r al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1996), 188.
218
66
Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id,Vol. V, 95.
67
Hadis S{ah}ih} riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah dalam Kita>b: al-
Fitan wa Ashra>t al-Sa>‘ah, Ba>b: Ma> baina Nafkhatain, (no.2955). Lihat Ima>m
Muslim, S{ah}i>h} Muslim, 1351. Teks aslinya sebagai berikut:
)كل ابن آدم يأكله التراب إال عجب الذنب منه خلق وفيه يركب (رواه مسلم
68
Dia adalah Muh}y al-Di>n Abu Zakariya> Yah}ya ibn Sharf ibn H{azza>m>,
dikenal dengan al-Nawawi>, penisbatan pada Nawa, sebuah desa di H{u>ra>n di Suriah,
Disanalah tempat lahir dan meninggalnya (631-676 H) /(1233-1277 M). Seorang
faqih dan Muh}addith sunni bermazhab Shafi‘i>. Karyanya yang paling populer adalah
Sharah} S{ah}ih} Muslim dan kumpulan 40 hadi>th} ‚Arba‘i>n‛. Lihat Khair al-Di>n al-
Zirikli>, Al-A’la>m,Vol. VIII, 148.
69
Muh}y al-Di>n al-Nawa>wi>, S{ah}i>h} Muslim bi Sharh} al-Nawa>wi>, (Cairo: al-
Mat}ba‘ah al-Mas}riyah bi al-Azhar, 1929), Vol. XVII, 92.
219
70
Muh}ammad Riba>h} Bukhit, ‘Aqi>dah al-Ba’th, 89.
71
Muh}ammad Riba>h} Bukhit, ‘Aqi>dah al-Ba’th, 89.
72
Abu> ‘Abd Allah al-Qurt}u>bi>, al-Tadhkirah, 178.
220
77
Shaikh Ayatullah Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t ‘ala al-Huda> wa al-
Sunnah wa al-‘Aql, Ed. H{asan Muh}ammad al-Maki> al-‘A<mili> (Beiru>t: Da>r al-
Isla>miyah, 1990), Vol. II, 889-891
78
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 219-220. Lihat juga
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 162.
222
79
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 221. Lihat juga Muh}ammad
al-Musayyar, Al-Ru>h}, 162.
80
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 163.
81
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 221.
82
Qamar al-Daulah Na>sif, Nus}us Falsafiyah, 157
83
Ali Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 126.
223
84
Abu H{amid al-Ghaza>li>, Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d, Ed. Ins}a>f Ramad}a>n (Beiru>t:
Da>r Qutaibah, 2003). Lihat juga Muh}ammad Riba>h} Bukhit, ‘Aqi>dah al-Ba’th wa al-
Khulu>d, 116.
85
Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 161.
86
Ali Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 65.
224
87
Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t, Vol. II, 897.
88
Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t, Vol. II, 894-895.
89
Wahiduddin Khan, Isla>m Yatahadda>: Madkhal al-‘Ilm ila> al-I<ma>n, Trans.
Zafarul Islam Khan (Kuwait: Scientific Researdh House, 2005), 103-104.
90
http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-dna-
deoxyribonucleic-acid.html (Diakses tanggal 3 Maret 2014)
225
91
Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t, Vol. II, 896-897.
92
Lynne Rudder Baker, ‚Persons and the Metaphysics of Resurrection,‛
Cambridge Journals, 14 August 2007.
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract;jsessionid=96717CB5
CFC625EEAE615EBFAE895C3A.journals?fromPage=online&aid=1299968
(Diakses 4 Februari 2014)
226
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah semua tahap penelitian dilakukan, mulai dari
pembuatan kajian teori, sampai dengan pengumpulan data, pengolahan
dan analisis data. Pada akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa
akhirat material berupa surga dan neraka merupakan mayoritas
keyakinan umat manusia. Keyakinan manusia pada peradaban kuno
menunjukkan bahwa kehidupan akhirat tak jauh berbeda dengan
kehidupan dunia yang material. Agama langit seperti Yahudi, Kristen
dan Islam juga menjelaskan bahwa kehidupan akhirat merupakan
manifestasi dari kehidupan dunia. Kristen menggambarkan surga
dengan kota Allah, disana ada jalan, sungai dan bahkan Allah pun
hidup bersama mereka. Islam mengambarkan surga dengan istana
dihiasi sungai-sungai susu, madu, khamar, buah-buahan berbagai jenis,
berserta para bidadari yang jelita. Surga memenuhi segala kebutuhan
manusia berupa makanan, minuman, tempat tinggal dan pasangan.
Ajaran surga dan neraka sebagai tempat pembalasan amal
perbuatan tentunya menuntut raga manusia sebagai penghuninya.
Maksudnya, surga dan neraka disediakan untuk raga manusia.
Kenikmatan surga dan kesengsaraan neraka dirasakan oleh manusia
melalui raganya. Tanpa raga, manusia tidaklah dapat memperoleh
kenikmatan surga dan siksaan neraka. Semua kenikmatan surga dan
kesengsaraan neraka tertuju pada manusia melalui raganya.
Agar keadilan benar-benar terwujud, raga yang menerima
pembalasan haruslah raga pelaku di tempat kejadian perkara (dunia).
Generasi awal Islam yang memandang manusia adalah raga material.
Pemahaman yang sederhana ini merupakan pemahaman yang umum
dan cepat dipahami manusia awam. Generasi awal meyakini kematian
dan kiamat membawa manusia dan alam semesta menjadi tiada (al-
Ma’du>m). Di akhirat, raga manusia akan dikembalikan menjadi ada
(I‘a>dah al-Ma’du>m). Mereka mengklaim, raga manusia yang
dibangkitkan itu adalah seratus persen orisinal raga dunia dengan
kekuasaan Allah.
I‘a>dah al-Ma’du>m begitu lemah dihadapan filosof. Diragukan
raga manusia yang dikembalikan merupakan raga dunia. Teolog
227
228
B. Saran
Kajian ini masih sangat dangkal dalam mengungkapkan akhirat
spiritual menurut filosof ketuhanan. Akhirat spiritual yang merupakan
alam ide (al-‘Aql) oleh Plato (427-347 SM) dan di Islamkan oleh
filosof muslim sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Kajian ini
terkendala sumber yang kurang mencukupi untuk itu. Karya tentang
akhirat spiritual merupakan kajian untuk kalangan khusus, tidak
beredar luas, dan sering kali dibakar karena dianggap menyesatkan.
Alangkah baiknya penulisan akhirat spiritual lebih deskriptif dan
naratif.
Penelitian ini didasari runtuhnya teori ‚pengumpulan bagian
asal raga yang tetap sepanjang umur‛ yang menjadi pendapat
230
231
232
Ibn ‘Abd al-Bar, Abu ‘Umar al-Qurt}ubi>. Tajri>d al-Tamhi>d Li Ma> fi al-
Muwat}ta’ min al-Ma‘a>ni> wa al-Masa>ni>d. Ed. Mus}tafa> ibn
Ah}mad al-‘Alawi dan Muh}ammad ‘Abd al-kabi>r al-Bakri>. Al-
Riba>t}: Waza>rah Shuu>n al-Isla>miyah bi al-Magrib, 1963, Vol.
XIV.
Ibn al-Firka>h, Ibrahi>m al-Fazza>wi> al-Shafi‘i>. Sharh} al-Waraqa>t li Ima>m
al-H{aramain al-Juwaini. Ed. Sa>rah Sha>fi> al-Ha>jiri>. Kuwait: Da>r
al-Bashsha>ir al-Isla>miyah, 1997 H.
Ibn al-Ima>d, Abu al-Fala>h ‘Abd al-H{ai al-Hanbali>. Shadhara>t al-Zahab
fi Akhba>r man Zahab. Beiru>t: Dar al-Masi>rah, 1979, Vol. VI.
Ibn al-Murtad}a>, Ahmad ibn Yah}ya. T{abiqa>t al-Mu’tazilah. Beiru>t:
Muassasah Dimasq, 1987, Cet. II.
Ibn al-Nadi>m , Abu al-Farj Muhmmad ibn Ish}aq. Kita>b al-Fihrisat. Ed.
Rid}a-Tajaddud. Tt. www.waqfeya.com, 2008.
Ibn Ba>jjah, Abu Bakr Muhammad al-Andalu>si>. Kita>b al-Nafs. Ed.
Muhammad S{agi>r H{asan al-Ma’s}u>mi>. Beiru>t: Da>r S{a>dir, 1991.
Ibn H{anbal, Ima>m Ahmad. Al-Musnad. Ed. Syaikh Shu ‘aib Arnaut}.
Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1995.
Ibn H}unain, Isha>q. Tari>kh al-At}ibba’ wa al-Fala>sifah. Ed. Fua>d Sayyid.
Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1985.
Ibn Juljul, Abu Dau>d Sulaima>n H{assa>n al-Andalu>si>. T{abiqa>t al-At}ibba’
wa al-Hukama’. Ed. Fua>d Sayyid. Beiru>t: Muassasah al-
Risa>lah, 1985.
Ibn Kamu>nah, Sa’ad ibn Mans}ur al-Yahu>di>. Tanqi>h al-Abha>s li al-
Milal al-Thalath. tt: Dar al-Ans}ar, tt.
Ibn Kathir, ‘Ima>d al-Di>n Abi al-Fida’ Ismail ibn ‘Umar. Al-Bidayah
wa al-Niha>yah. Giza: Dar Hijr li al-T{iba’ah wa Tauzi’, 1997.
239
Plotinus. Al-Tisa> ‘iyah al-Ra>bi ‘ah li Aflu>ti>n fi al-Nafs. Trans. dan Ed.
Fua>d Zakaria dan Muhammad Sali>m Sa>lim. Cairo: al-Haiah
al-Mas}riyah al-‘A<mah, 1970.
---------. Ta>su>‘a>t Aflu>t}i>n. Trans. Fari>d Jabar, Ji>ra>r Jaha>mi> dan Sami>h}
Dagi>m. Beirut: Maktabah LubNa>n, 1997.
Qa>sim, Mahmu>d. Fi al-Nafs wa al-‘Aql li Falasifah al-Igri>k wa al-
Isla>m. (Cairo: Maktabah Angglu> al-Mas}riah, 2002.
Qarni>, ‘Izzat. Al-Falsafah al-Yu>na>niyah h}atta Afla>tu>n. Kuwait: Zat al-
Sala>sil, 1993.
Qasha, Al-Abb Sahi>l. Athar al-Kita>ba>t al-Ba>biliyah fi al-Mudawwana>t
al-Taura>tiyah. Beirut: Baisa>n li al-Nashr wa al-Tauzi’, Cet. I,
1998.
R. Waltzer. Aflat}u>n: Tas}awwuruhu li Ila>h Wa>h}id wa Naz}rah al-
Muslimi>n fi Falsafatih. Trans. Ibrahi>m Khurshi>d dkk. Beiru>t:
Da>r al-Kita>b al-Lubna>ni>, 1982.
S{a>‘id, Abu al-Qa>sim al-Andalu>si>. T{abiqa>t al-Umam. Ed. Saint Louis
Jesuit Shaikha. Beiru>t: Maktabah al-Kathu>likiyah li Aba>’ al-
Yasu>‘i>yi>n, 1912.
S{ala>h} al-Di>n Khali>l ibn Aibek al-Safadi>. Wafya>t al-A’ya>n. Beirut: Da>r
Ih}ya’ Turath al-‘Arabi>, 2000, Cet. I.
S{alih, ‘Abd al-Qadir. Al-‘Aqa>id wa al-Adya>n. Beirut: Dar al-Ma’rifah,
2006
S}alih, Ahmad. Al-Tah}nit}: Falsafah al-Khulu>d fi Misr al-Qadi>mah.
Cairo: Jama>’ah Hiwar al-Thaqa>fiyah, 2000.
Sa>ri, T>{ariq. Tana>sukh al-Arwa>h. Giza, Mesir: Dar Masha>riq li al-Nash
wa al-Tauzi’, 2009, Cet. I.
Saif, Antuwa>n. Al-Kindi> wa Maka>natuhu ‘inda Muarrikh al-Falsafah
al-‘Arabiyah. Beiru>t: Da>r al-Jail, 1985.
Sharf, Muhammad Jala>l. Allah wa al-‘A<lam wa al-Insa>n Fi Fikr al-
Isla>mi>. Beiru>t: Da>r al-Nahd}ah al-Isla>miyah, tt.
245
247
248
Syubhat (Indonesia, dari bahasa Arab) = Sesuatu yang tidak jelas halal
dan haramnya
Syuhada’ (Indonesia, dari bahasa Arab) orang yang meninggal di jalan Allah,
terutama mati di medan perang membela Islam
Tabi‘in (Indonesia, dari bahasa Arab) = pengikut Nabi saw setelah
sahabat, generasi kedua Islam.
Takwil (Arab) = mengalihkan perkataan dari arti yang lebih diutamakan
kepada arti yang kurang diutamakan mengingat adanya bukti yang
menghendakinya
Tamthi>l (Arab) penyontohan Tuhan dengan zat atau sifat makhluknya
Taqlid (Arab) mengambil pendapat ulama tanpa mengetahui dalilnya
Tashbi>h (Arab) penyamaan Tuhan dengan makhluknya dalam beberapa sisi
Terminologi (Indonesia, dari bahasa Yunani Terminus dan logos) =
lmu mengenai batasan atau definisi istilah
250
INDEKS
INDEKS
__________________
A Abu H{usain al-Bas}ri>, 147, 163,
‘Aqli>, 113, 123, 138, 141, 152, 210
165 Abu ‘Ali> al-Jabba>’i>, 10, 109, 159
Al-‘Aql, 31, 34, 35, 36, 37, 50, 53, Abu Ha>shim al-Jabba>’i>, 10, 109,
54, 56, 57, 71, 74, 77, 78, 162, 163
79, 80, 87 Abu Hudhail al-‘Alla>f, 115, 152,
‘Ainiyah, 23, 207 159
Al-‘Arash, 40, 123, 128 Abu Hurairah, 127, 218
Aksiden, 20, 110, 111, 112, 113, Abu Ja’far al-Mans}u>r, 99
115, 137, 153, 169, 172 Abu Muslim al-Asbaha>ni>, 164
Amr al-Rabbi>, 41, 44 Abu Qa>sim al-Balkhi>, 164
Agama Bumi, 5 Ah}mad Fuad al-Ahwa>ni>, 96, 97,
Alkitab, 7 98
Atu>n-Amu>n Ra’, 9 Ahl al-Hadis, 61, 63, 138, 158,
Adam as, 32, 59, 60, 61, 62, 63, 162, 218, 223, 228
64, 136, 151, 159, 162, Ahl al-Takwil, 205
163, 196, 197, 220 Ahl Tasawuf, 162
‘A<dam, 24, 176, 206, 207, 208, Al-A<lu>si>, 38, 40, 45, 46, 47
210, 213, 176 Alexander of Aphrodisias, 78, 79
‘A<lam al-Amr, 45, 46 Alexandria, 79
‘A<lam al-Khalq, 45 ‘Ali Ibn Abi T{al> ib, 39
‘Arafah, 60 Anaxagoras, 119
‘Abba>siyah, 91 Anaximenes, 118
Abu Zaid al-Dabu>si, 194 Aristoteles, 27, 49, 51, 53, 54, 56,
‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, 16, 66, 122, 67, 68, 75, 76, 77, 78, 79,
160, 217 80, 81, 82, 83, 84, 86, 87,
‘Ajab al-Zanab, 24, 218, 219, 223, 88, 95, 96, 97, 98, 100,
228 103, 113, 117, 120, 166,
Ah}a>d, 66, 224 167, 168, 169, 170, 182,
‘Ali Sa>mi> Nashsha>r, 92 190
‘Arafah, 58 As}ha} >b al-Maimanah, 193
Ateis, 106, 107, 139 As}ha} >b al-Mashamah, 193
Abu ‘Usthma>n al-Ja>hiz}, 56 As}ha} >b al-Yami>n, 128
Abu al-Qa>sim al-Ka’bi>, 194 Atomisme, 76, 117, 122, 209
Abu Bakr al-As}am, 110 ‘Abd al-Jabba>r, 10, 16, 91, 109,
Abu Baraka>t al-Baghda>di>, 56, 176 117, 162, 214
Abu Daud, 137 Agama Langit, 5, 7, 227
Abu H{asan al-Ash‘ari>, 107, 115
251
252
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, 31, 44, 61, 194, 196, 199, 200, 211,
91, 104, 107, 108, 115, 219, 220, 222, 225
116, 117, 120, 121, 122, Gorgias, 72
134, 161, 164, 174, 193, __________________________
196, 205, 208, 211
Fath} Allah al-Khalif, 170
H
Filosof Dialektika, 75 H{a>dith, 47, 48, 49, 50, 58, 73, 221
Filosof Ketuhanan, 105, 165, 166, H{ad}ara al-Maut, 135
168, 170, 183, 194, 199, H{ana>bilah, 98, 134
200, 229 Al-H{ali>mi>, 194
Filosof Naturalis, 75, 97, 105, 203 Al-H{arakah al-Kaun wa al-Fasa>d,
Filosof, 6, 13, 20, 21, 22, 23, 25, 211
26, 28, 29, 31, 35, 44, 45, Al-H{asan, 39
47, 48, 49, 50, 54, 56, 57, H{asan al-Bas}ri>, 147, 163
58, 66, 67, 68, 69, 70, 72, Al-H{ashr, 28, 150, 204
74, 76, 78, 79, 81, 83, 84, Al-H{aud}, 156, 157, 195
86, 87, 88, 91, 93, 94, 95, Al-Hayu>la>, 52, 75, 83
96, 97, 98, 99, 100, 101, Al-Hisa>b, 28, 151, 195
102, 103, 104, 105, 106, Al-Hudhailiyah, 109, 162, 163
107, 111, 114, 117, 120, H{aqi>qah, 103
123, 134, 153, 165, 166, H{arithah, 129
167, 168, 169, 170, 171, H{awa’, 162
172, 173, 174, 175, 177, H{ulu>l, 95
178, 179, 180, 181, 183, Hadis, 12, 38, 39, 41, 59, 61, 63,
186, 189, 190, 192, 193, 64, 65, 66, 95, 96, 114,
194, 195, 196, 198, 199, 123, 124, 126, 127, 128,
200, 201, 203, 204, 205, 129, 130, 131, 132, 133,
207, 208, 209, 211, 213, 134, 135, 137, 138, 139,
219, 221, 222, 225 143, 147, 154, 155, 156,
Filsafat Islam, 23, 86, 91, 92, 93, 157, 158, 160, 163, 178,
94, 98, 167, 168, 194 197, 198, 199
Filsafat Yunani, 79, 91, 92, 93, Haram, 43
94, 98 Helenisme, 91, 94, 101, 106, 113
Fir‘aun, 46, 126 Hermes, 9
Firdaus, 129, 130 Hermesinism, 95, 168
Fuqaha’, 162 Hindu, 3, 4, 5, 114, 218
__________________________ Hisha>m Ibn H{akam, 110
___________________________
G I
Al-Ghaza>li>, 13, 15, 21, 22, 36, 47,
57, 87, 88, 91, 94, 101, I‘a>dah al-Ma’du>m, 21, 23, 29,
102, 103, 158, 174, 180, 154, 205, 206, 207, 208,
254
Jaham ibn S{afwa>n, 176 Kebamgkitan, 18, 19, 20, 21, 23,
Jam’ Al-Ajza’ al-As}li>yah, 23, 230 24, 25, 26, 28, 29, 148,
Jam’ ba’d al-Tafarruq, 22, 24, 29, 191, 199, 200, 201, 202,
209, 211, 212, 213, 219, 204, 209, 211, 212, 213,
228, 229 215, 217, 219, 220, 221,
Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, 98 222, 225, 226
Al-Jaram, 53, 57, 81, 111, 190 Khalaf, 38, 43, 59, 137
Jibril as, 31, 39, 53, 139 Khartu>m, 24
Al-Jism, 110, 111, 112 Al-Kindi>, 78, 81, 82, 83, 91, 93,
Jiwa, 2, 11, 12, 13, 15, 19, 20, 21, 99, 230
22, 23, 24, 25, 28, 29, 31, Kitab Kematian, 3
35, 37, 38, 44, 45, 47, 50, Kosmologi, 35
56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, Kristen, 5, 7, 9, 24, 67, 79, 97,
66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 111, 114, 115, 227, 230
73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, Kun fa Yakun>, 222
80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, Kuwait, 25
87, 88, 89, 105, 106, 108, __________________________
112, 113, 114, 115, 116,
117, 118, 119, 120, 121,
L
122, 123, 124, 125, 126, Laws, 167
127, 128, 131, 134, 136, Leucipus of Miletus, 117
137, 139, 140, 141, 142, Lynne Ruder Baker, 24, 225
143, 144, 145, 146, 148, ___________________________
165, 166, 167, 168, 169, M
170, 171 ,172, 173, 174, Al-Ma‘a>d, 6, 21, 27, 28, 203, 204
175, 176, 177, 178, 182, Al-Mabda’, 21
183, 184, 185, 186, 187, Macedonia, 75
188, 189, 190, 191, 192, Mah}sha>r, 130, 150, 151, 157, 204
293, 294, 195, 196, 197, Majusi, 5, 114
108, 199, 228, 229, 230 Al-Makmu>n, 100
Junaid, 42 Makrokosmos, 201, 205
Juz al-Ladhi La> Yatajazza’, 210 Makruh, 42, 43
__________________________ Ma>liki>, 43
Maskawaih, 84
K Material, 9, 11, 12, 13, 15, 18, 19,
Ka‘ab al-Ah}ba>r, 159 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
Al-Kalbi>, 59 28, 29, 32, 36, 45, 46, 47,
Kanibal, 12, 228 51, 52, 57, 58, 75, 76, 77,
Al-Kara>miyah, 194, 211 80, 81, 83, 84, 85, 85, 87,
Karma, 4 88, 104, 105, 107, 108,
Al-Kauthar, 156, 157 110, 111, 112, 113, 114,
256
115, 116, 117, 118, 120, Munkar dan Nakir, 132, 133, 137,
121, 122, 123, 124, 125, 143
126, 136, 137, 141, 153, Muta’akhiri>n, 22, 43, 45, 113,
154, 155, 160, 161, 165, 114, 117, 145, 167, 173,
166, 167, 169, 171, 172, 194
173, 174, 175, 176, 177, Al-Mula>basah, 116
178, 179, 180, 184, 185, Al-Mula>s}aqah, 116
191, 193, 194, 195, 196, Mus}t}afa> ‘Abd al-Ra>ziq, 92, 96,
197, 198, 199, 200, 201, 100
202, 203, 208, 209, 210, Musa as, 46, 133
211, 213, 214, 216, 218, Mustahil, 11, 12, 15, 18, 26, 46,
219, 220, 221, 222, 223, 47
224, 225, 226 Al-Muqarrabi>n, 127, 128, 193
Materilism, 110, 108, 109, 209 Mu’tazilah, 10, 13, 15, 16, 18, 22,
Maudhu’, 14 56, 61, 63, 91, 93, 96, 98,
Mauqu>f, 134 109, 111, 112, 126, 144,
Meno, 73, 167 145, 146, 153, 154, 155,
Mesir, 1, 2, 3, 9, 65, 67, 69 159, 160, 162, 163, 208,
Metafisika, 20, 25, 26, 67, 71, 94, 216, 217, 228
95, 101, 107, 108, 109, Mutawatir, 138, 143
127 __________________________
Mi’raj, 130, 133, 136, 163, 198
Mikrocosmos, 120, 201, 205
N
Mithliyah, 207, 208 Nabi as, 8, 9, 19, 133, 146, 166,
Al-Mi>za>n, 28, 152, 157, 195 179
Al-Mu‘ammariyah, 109 Nabi saw, 41, 42, 44, 46, 99, 108,
Al-Muda>khalah, 115, 116, 117, 130, 132, 134, 136, 139,
172 149, 156, 157, 163, 198,
Mufassir, 37, 58, 134 218
Al-Muh}addithi>n, 37 Al-Nafs, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,
Muh}ammad Riba>h} Bukhit, 24, 53, 57, 66, 75, 80, 87, 88,
218 107, 108, 115, 117, 120,
Muh}aqqiqi>n, 23, 29, 103, 104, 168, 169, 174, 184, 190,
194, 204 193, 223
Muja>hid, 40, 130 Na>s}ir al-Di>n al-Baid}a>wi>, 216
Al-Muja>warah, 115, 116, 172 Na>s}ir al-Di>n al-T{u>si>, 17, 216
Al-Muka>manah, 115, 116 Al-Nashr, 202, 204
Al-Mukadhdha>bi>n, 128 Naqal, 12, 13, 14, 15, 18, 20
Al-Mukha>lat}ah, 116 Naqli>, 113, 123,127, 138, 141,
Mulla S{adr al-Shira>zi>, 104, 195, 207
196, 197, 198, 225 Neo-Platonism, 79, 94, 168
257
Neraka, 6, 7, 8, 11, 22, 29, 107, Qadi>m, 47, 48, 49, 50, 58, 66, 74,
126, 127, 128, 132, 136, 80, 97, 98, 167, 170, 221
139, 150, 151, 158, 159, Al-Qalb, 31, 54, 36, 116, 117, 120
160, 161, 162, 163, 179, Al-Qa>simi>, 44, 45
195, 199, 200, 203, 206, Al-Quran, 7, 12, 18, 20, 31, 32,
216, 227, 229 37, 38, 45, 94, 95, 96, 98,
Nicumachus, 78 101, 114, 122, 123, 126,
Al-Niz}a>miyah, 109 133, 136, 140, 147, 152,
Nu’ma>n, 60 154, 156, 161, 163, 178,
Nuh as, 126 196, 199, 205, 206, 219,
___________________________ 225, 229
Qata>dah, 39, 154
O Qiya>s, 95, 96, 134
Orpishm, 67, 70, 71, 74, 76, 168 Al-Qurt}u>bi>, 34, 148, 152, 156,
Osiris, 3 157, 158, 162, 219
_________________________ Quraisy, 142
P Qurrah al-A’yun, 199
Pagan, 5 __________________________
Pendeta, 6 R
Peripatetic, 57, 87, 92, 94 Al-Ra>fid}ah, 135
Persia, 1, 79, 95, 96 Al-Ra>gib al-As}faha>ni, 194
Phaedo, 70, 69, 71, 74, 79, 167, Rafi’ al-A’la> - A’la> ‘Illiyi>n, 133
171, 172 Raga, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19,
Phaedrus, 72, 74, 79, 167 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
Plato, 49, 51, 67, 68, 69, 72, 73, 28, 29, 32, 34, 35, 36, 37,
74, 76, 78, 79, 80, 81, 82, 38, 58, 59, 60, 61, 62, 64,
83, 84, 87, 95, 100, 122, 66, 67, 68, 70, 71, 72, 73,
166, 167, 168, 170, 171, 74, 76, 78, 80, 81, 82, 83,
172, 229 84, 85, 86, 87, 105, 106,
Platonism, 79, 94, 167, 168, 171 107, 108, 109, 112, 113,
Plotinus, 51, 52, 53, 79, 80, 81, 114, 115, 116, 117, 118,
82, 83, 95, 100, 168 119, 120, 121, 122, 123,
Ptolemaus, 54, 57, 58 124, 125, 126, 127, 128,
Pytagorism, 51, 70, 71, 74, 79, 132, 133, 134, 135, 136,
168 137, 138, 139, 140, 141,
Pythagoras, 50, 68, 69 142, 143, 144, 145, 146,
__________________________ 147, 148, 149, 152, 156,
Q 160, 161, 165, 166, 167,
Qad}ariyah, 162 168, 169, 170, 171, 172,
173, 174, 175, 176, 177,
178, 181, 189, 190, 191,
258
260