Anda di halaman 1dari 27

Accelerat ing t he world's research.

Makalah SPPI Febrianty Bagunda


febrianty bagunda

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Makalah SPPI Febriant y Bagunda.pdf


febriant y bagunda

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH


sat ria wiguna

Jenis dan Perubahan Bidang Kajian Dalam Pendidikan Islam Disusun oleh
Lukman hakim Rit onga
Makalah
“Sejarah Pemikiran dan Pendidikan Pada Masa Dinasti Abbasiyah“

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah pemikiran dan
pendidikan islam

Jurusan PAI Fakultas Tabiyah dan Ilmu Keguruan Semester V

IAIN Manado Tahun Akademik 2017

Oleh :
Febrianty Bagunda
15.2.3.120
Dosen Pembimbing

Dr. Muhammad Idris, S.Ag , M.Ag

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN MANADO)

TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarahnya, pendidikan Islam telah mengalami pasang surut. Dari zaman
Rasulullah saw. hingga tiga rezim sesudahnya (kekhalifahan Rasyidin, Daulah
Umaiyyah, dan Abbasiyah) masing-masing dengan karakteristik perkembangannya
yang beragam sesuai dinamika yang berkembang pada masa itu. Masa keemasan Islam
atau sering disebut peradaban Islam dalam bidang pendidikan ditancapkan pada masa
Daulah Abbasiyah. Sebuah rezim yang dalam sejarah Islam dinisbahkan dari mana
silsilah keluarga Nabi Muhammad saw., al-Abbas (paman Nabi). Kemajuan yang pesat
diperoleh dinasti Abbasiyah dalam berbagai bidang kehidupan pada masa itu untuk
sekedar membandingkan dengan peradaban Islam kini secara jujur diakui, belum
tertandingi.
Masa ini dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam, yang
ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan
madrasah-madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam
berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dan
universitas-universitas tersebut nampak sangat dominan pengaruhnya dalam
membentuk pola kehidupan dan pola budaya kaum muslimin. Berbagai ilmu
pengetahuan yang berrkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan
pembentukan dan perkembangan berbagai macam aspek budaya kaum muslim.
Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam
dalam berbagai bidang, kususnya bidang ilmu pengetahuan. Pada zaman ini umat
Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu
pengetahuan pada zaman ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Sebelum timbul sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai
lembaga pendidikan formal, dalam dunia islam sebenarya telah berkembang lembaga
lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal. Lembaga lembaga ini berkembang
terus dan bahkan bersamaan denganya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk
lembaga pendidikan non formal yang semakin luas
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan singkat tentang Dinasti Abbasiyah penulis mengangkat masalah :
A. Bagaimana Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
B. Apa Tujuan Pendidikan Pada masa Abbasiyah
C. Apa Saja Ilmu-ilmu Yang Berkembang Pada masa Abbasiyah
D. Apa Lembaga-lembaga Pendidikan Pada Masa Abasiyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah


Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali
ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang, dari tahun 132 H. (750 M.) s. d. 656 H. (1258 M.). Selama dinasti ini
berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial, dan budaya.1 Penjelasan diatas menejelaskan bahwa Dinasti Abbasiyah
itu didirkan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas
dan kekuasaan yang berlangsung lama dengan pola pemerintahan yang berbeda-beda.
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Bani Abbas telah melakukan usaha
perebutan kekuasaan, Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan
sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal
liberal dan memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu
didahului oleh saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas,
Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun
belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu, Ibrahim meninggal
dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena
melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas,
setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah
Marwan II yang sedang berkuasa.2 Bani abbas telah melakukan usaha untuk merebut
kekuasaan sejak masa bani ummaya, tapi usaha-usaha yang dilakukan mengalami
kegagalan, perlawanan membawah hasil saat ditangan Abu Abbas yang melakukan
pembantaian terhadap seluruh Bani ummaya.

1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (cet:20 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)
h..49

2 Abu Su’ud, Islamologi (cet: 1 Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003) h. 72.


Kesuasaan dinasti Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah, sebangaimana
disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Umayyah. Dimana pemerintahan Abbasiyah
adalah keturunan dari pada Al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri kerajaan al-Abbas
ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan
penderiannya dianggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan
Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah, agar jabatan khalifah diserahkan kepada
keluarga Rasul dan sanak-saudaranya. Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman
permulaan Islam, dimana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan
khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum muslimin, dan mereka berhak
melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat
dukungan.3 Seperti penjelasan-penjelasan diatas bahwa bani abbasiyah ini melanjutkan
pemerintahan dari bani ummayah dimana Bani Abbasiyah ini adalah keturunan dari
Rasulullah Saw dan mereka menganggap yang paling pantas menggantikan
kepemimpinan adalah keturunan dari Rasulullah saw, tapi disini pemikiran dari umat
islam yaitu jabatan khalifah itu milik semua umat islam bukan hanya dari keturunan
RAsulullah saw.
Bani Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan
Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat
dengan Nabi saw.. Menurut mereka, orang Bani Umayyah secara paksa menguasai
khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti
Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa, melakukan pemberontakan
terhadap Bani Umayyah.4 Menurut Bani Abbasiyah merekahlah yang paling berhak
atas kepemimpinan karena secara nasab merekalah yang paling dekat dengan nabi saw.
Dengan dasar pemikiran bahwa kekuasaan harus berasal dari keturunan yang
berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, maka Abu Al-abbas Al Saffah yang di

3 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(cet: 20 Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2008)h. 49


4 Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (cet : 1 Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007)h. 143.
dukung oleh seorang panglima yang gagah perkasa, Abu Muslim al- Khurasani serta
berbagai kelompok pemberontak, seperti kaum syiah, oposisi pimpinan al-mukhtar,
dan lainnya, berhasil mengalahkan khalifah Bani Umayyah terakhir, yaitu Khalifah
Marwan II pada tahun 750 M/ 132 H. Dengan demikian, maka berdirilah Dinasti
Abbasiyah.5 Dari pemikiran yang berdasarkan bahwa kekuasaan harus dari keturunan
nabi maka Abu Al-abbas Al Saffah yang dibantu oleh seorang panglima untuk
melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Bani Ummayah hingga membawah
keberhasilan.
Disebut dalam sejarah bahwa berdirinya Bani Abbasiyah, menjelang
berakhirnya Bani Umayyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain
disebabkan:
Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada
umumnya.Merendahkan kaum Muslimin yang bukan Bangsa Arab sehingga mereka
tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.Pelanggaran terhadap Ajaran Islam dan
hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.6
kekacauan yang terjadi menjelang berkhirnya kekuasaan Bani Ummayah salah satunya
penindasan kepada para pengikut Ali dan Bani Hasyim.
merendahakn kaum muslimin juga yang terjadi pada akhir-akhir kekuasaan Bani
Ummayah, kaum muslimin yang bukan bangsa Arab tidak diberi kesempatan untuk
memerintah.
Semakin kacau yang terjadi pada masa itu sehingga pelanggaran terhadap ajaran islam
dan ham dilakukan secara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan
mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Bani Umayyah. Gerakan ini
menghimpun;

5 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (cet : 2Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011) h.147
6 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (cet: 1 Bogor: Prenada Media, 2003)h. 47.
Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany. 7 Ketirunan Ali
yang pemimpinnya Abu salamah salah satu gerakan yang dibentuk guna meruntuhkan
Bani Ummayah, begitu juga dengan keturunan Abbas serta keturunan bangsa Persia
yang di himpun guna melancarkan gerakan untuk meruntuhkanBani Ummayah
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun
132 H./750 M. tumbanglah Bani Umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn
Muhammad, khalifah terakhir Bani Umaiyah. Atas pembunuhan Marwan, mulailah
berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya khalifah yang pertama, yaitu Abdullah
ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H./750-754
M.8. Dengan persatuan yang dibangun oleh pendiri-pendiri abbasiyah pada tahun 132H
runtuhlah Bani Ummayah dengan terbunuhnya khilafah terakhir.

Faktor-faktor pendorong berdirinya Dinasti Abbasiyah dan penyebab suksesnya:


Banyak terjadi perselisihan antara interen Bani Ummayah pada dekade terakhir
pemerintahannya hal ini diantara penyebabnya yaitu memperebutkan kursi kehalifahan
dan harta. Terjadinya perselisihan didalam Bani Ummayah membuat pemerintahan
menjadi kacau.

Pendekanya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan Bani Ummayah,


seperti khalifah Yazid bin al-Walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan. Masa
jabatan juga menjadi factor suksesnya perebutan kekuasaan dari Banu ummayah.

Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang di kerjakan
oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdulah dan Ubaidilah

7 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (cet: 1 Bogor: Prenada Media, 2003)h. 48.

8 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (cet:1 Bogor: Prenada Media, 2003)h. 48.
sebagai putra mahkota. Banyak menjadikan putra mahkota membuat banyak perbedaan
pemikiran yang berimbas pada datangnya banyak masalah.

Bergabungnya sebagai afrad keluarga Ummayah kepada mazhab-mazhab agama yang


tidak benar menurut syariah, seperti Al-Qadariyah.

Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan Bani Ummayah.

KesombonganpembesarpembesarBaniUmmayahpadaakhirpemerintahannya.Kesombon
gan yang dilakukan Bani Ummayah membuat kekuasaan mereka cepat berakhir.

Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non Arab). Dukungan dari Al-Mawali ini
ternyata juga menjadi factor keruntuhan kekuasaan mereka.

Dari berbagai penyebab-penyebab di atas dan dengan ketidaksenangan Mawali


pada Binasti Ummayah mengakibatkan runtuhnya dinasti dan berdiri Dinasti
Abbasiyah hal ini dapat dilihat dengan bantuan para Mawali dari Khurasan dan Persia.
Misalnya, bergabungnya Abu Muslim al-Khurasani, ia berhasil menjadi pemimpin di
Khurasan yang pada awalnya di bawah kekuasaan Ummayah.9 Dukungan atau bantuan
yang dilakukan para Muwali dari Khurusan dan Persia disebabkan karena
ketidaksenangan mereka terhadap Bani ummayah yang berdampak pada runtuhnya
dinasti ini.

Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan


berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola
pemerinthan itu, para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada
empat periode :

9 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (cet: 4 Jakarta : Kencana,2011)h.66


Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M
sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
Masa Abbasiayah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M
sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M
sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M.
Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M
sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan
pada tahun 656 H/1258 M.10
B. Tujuan Pendidikan Pada masa Abbasiyah

Sejak lahirnya agama Islam, lahirnya pendidikan dan pengajaran Islam.


Pendidikan dan pengajaran Islam itu terus tumbuh dan berkembang pada masa
khalifah-khalifah Rasyidin dan dan masa Ummayah. Pada permulaan masa Abbasiyah
pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat hebatnya di seluruh negara
Islam, sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar dari ke
kota-kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda-pemuda berlomba-lomba
menuntut ilmu pengetahuan, melawat ke pusat-pusat pendidikan, meninggalkan
kampung halamannya karena cinta akan ilmu penegtahuan.11 Sejak munculnya agama
islam, lahir juga pendidikan dan pengajaran islam,terusberkembang hingga pada masa
dinasti Abbasiyah, pada saat itu pendidikan berkembang sangat pesat sehinggga lahir
banyak sekolah-sekolah dari kota sampai ke desa-desa orang-orang berlomba-lomba
untuk menuntut ilmu.

Pada masa Abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena


pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:

Tujuan keagamaan dan akhlak

10 Samsul munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (cet: 2 Jakarta: Amzah, 1992)h.138-141.
11 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam(cet: 4 Jakarta : Kencana,2011)h.67
Tujuan keagamaan dan akhlaq seperti pada masa sebelumnya. Anak-anak didik
diajar membaca/menghafal Al-Qur’an, ialah karena hal itu suatu kewajiban dalam
agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama. Begitu
juga mereka diajar ilmu tafsir, hadis dan sebagainya adalah karena tuntutan agama, lain
tidak. Tujuan keagamaan dan Ahlak ini ditujukan agar peserta didik yang diajar atau
dididik mempunyai pemaman keagamaan dan mempunyai ahlak yang baik sesuai
ajaran islam.

Tujuan Kemasyarakatan

Tujuan kemasyarakatan Selain tujuan keagamaan dan akhlak ada pula tujuan
kemasyarakatan, yaitu pemuda-pemuda belajar dan menuntut ilmu, supaya mereka
dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh kejahilian
menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur
menjadi masyarakat yang maju dan makmur. Tujuan kemasyarakatan ini agar pemuda-
pemuda yang menuntut ilmu dapat memperbaiki masyarakat-masyarakat yang masih
dalam masa jahiliah.12

Tujuan Cinta Akan Ilmu

Tujuan Cinta akan ilmu pengetahuan Masyarakat pada saat itu belajar tidak
mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka
merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah
payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau
mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk
menuntut ilmu. Tujuan cibta akan ilmu pengetahuan ini dimaksudkan agar pemuda-
pemuda itu mencintai ilmu dan memperdakam ilmu pengetahuan.

12 Mamud Yunus. 1990. Sejarah Pendidikan Islam (cet: 7 Jakarta: PT. Hidakarya Agung)h.46
Tujuan Kebendaan

Tujuan kebendaan Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan
penghidupan yang layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan
mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang
pada masa sekarang ini. Tujuan kebendaan ini dimkasudkan agar pemuda-pemuda
yang menuntut ilmu dapat hidup yang layak karena memiliki ilmu.

Ilmu-ilmu yang diajarkan di madrasah-madrasah, bukan saja ilmu-ilmu agama


dan bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu-ilmu duniawi yang berfaedah untuk
kemajuan masyarakat.13

C. Ilmu-ilmu Yang Berkembang Pada masa Abbasiyah


Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti islam yang sempat membawa kejayaan
umat islam pada masanya. Zaman keemasan islam dicapai pada masa dinasti-dinasti ini
berkuasa. Pada masa ini pula umat islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu
pengetahuan. Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan
bermunculan sehinnnngga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.14 Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dinasti Abbasiyah ini membawah kejayaan
bagi umat islam, pada masa ini umat islam banyak mengkaji ilmu-ilmu pengetahuan
yang menghasilkan banyak ilmuan-ilmuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang berlangsung pada zaman Abbasiyah
hampir belum ditemukan kesamaannya dalam perkembangan peradaban dunia Islam
sesudahnya. Peradaban yang ditemukan dan dihasilkan dalam kurun zaman itu belum
maksimal menjadi rujukan berharga bagi peradaban umat Islam saat ini. Malah Islam
sebagai ajaran pengetahuan tidak teraplikasi kecuali hanya pada aspek normatifnya

13 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (cet : 7 Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1963),h.
46
14 Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, (cet : 4 Bandung: CV Amirco, 1994)h. 25-26
belaka yang berupa ibadah. Spirit kekaryaan belum sepenuhnya membumi
sebagaimana seharusnya. Akhirnya tampak beberapa ajaran yang menghendaki
kedinamisan dan kekreatifitasan dalam mengelola alam tidak terbukti kecuali hanya
ucapan –ucapan lisan yang tak berbekas.15 Banyak disebutkan dalam sejarah bahwa
penemuan-penemuan dan perkembangan ilmu pada masa abbasiyah belum ditemukan
kesamaannya khususnya dalam dunia islam.
Selama pemerintahan abbasiyah para guru mengikuti gaya Persia, mengenakan
tutup kepala Persia, celana lebar, rok, rompi, dan jaket. Semuanya ditutup dengan
jubah atau aba mantel luar dan taylasan diatas surban.16 Gaya guru-guru pada masa ini
banyak mengikuti gaya guru dari pesia.
Kemajuan yang dicapai oleh Bani Abbasiyah, khususnya dalam bidang ilmu
merupakan puncak kejayaan Islam sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan karena :
Situasi dan kondisi sangat menunjang. Kondisi dan situasi pada saat Abbasiyah sangat
menunjang terjadinya kemajuan yang sangat pesat.
Keterlibatan semua pihak secara ikhlas dan sungguh-sungguh. Ikhlas dan sungguh-
sungguh juga menjadi factor yang sangat berpengaruh.
Adanya kemerdekaan dan kebebasan berfikir yang membuat umat Islam menjadi
sangat dinamis dan kreatif, jauh dari sikap fatalis dan taklid. Kemerdekan dan
kebebasan bagi umat islam yang membuat banyak pikiran-pikiran yang positif.
Perkembangan ini juga membawa Bani Abbasiyah menjadi terhormat dalam
kebudayaan, peradaban serta dunia pemikiran dan filsafat. Pada masa ini juga terlahir
ulama-ulama besar seperti:

bidang hukum: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam ibn Hambal.
bidang teologi: Imam al Asy’ari, Abu al Huzail, al Nazzam, al Jubba’i.

15 Yusuf Al-Isy,Dinasti Abbasiyah (cet : 1 Jakarta: Al-Kautsar,2007)h.9

16 Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (cet: 2 Surabaya: Risalah
Gusti, 2003)h. 76-77
bidang mistisisme atau tasawwuf: Zunnun al Misri, Abu Yazid al Bustami, al Hallaj.
bidang filsafat: al Kindi, al Farabi, ibnu Sina, ibnu Maskawaih.
bidang ilmu pengetahuan: ibnu Al Hazam, Ibnu Hayyan, al Khawarizmi, al Mas’udi, al
Razi.17
Pendidikan adalah usaha untuk memanusiakan manusia. Tanpa pendidikan
manusia tidak akan menjadi manusia dalam arti sebenarnya, yaitu manusia yang utuh
dengan segala fungsinya, baik fisik maupun psikis.18 Pada masa Abbasiayh ini
pendidikan menjadi sangat penting untuk dikembangkan karena dengan pendidikan
akan melahirkan banyak kemajuan.
Pada masa Abbasiyah banyak kemajuan- kemajuan dalam bidang pendidikan
diantaranya yaitu:
Ilmu-ilmu itu diantaranya :
Ilmu Tafsir
Al Quran adalah sumber utama dalam agama Islam. oleh karena itu semua
perilaku umat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab
memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk
menafsirkan, ada dua cara penafsiran, yaitu : yang pertama, tafsir bi al ma`tsur, yaitu
penafsiran Al Quran berdasarkan sanad meliputi al Qur’an dengan al Qur’an, al Qur’an
dengan aL Hadits. Yang kedua, tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al Qur’an dengan
mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung
didalamnya.Ilmu tafsir adalah sumber utama bagi umat islam, pada masa ini ilmu tafsir
berkembang dengan baik, kehidupan umat islam berdasarkan al-quran walaupun tidak
semua orang arab memahai kandungannya.
Ahli tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi (w.127 H), Muqatil bin
Sulaiman (w.150 H), dan Muhamad Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi banyak
dipelopori oleh golongan Mu`tazilah.Mereka yang terkenal antara lain Abu Bakar al

17 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (cet : 1Jakarta: Kalam Mulia, 2011),h85


18 Rahmawati, Pendidikan Berbasiskan Islam, (cet: 1Padang: Haifa Press, 2005)h.17
Asham (w.240 H), Abu Muslim al Asfahani (w.522 H) dan Ibnu Jarwi al Asadi (w.387
H).19
Ilmu Bahasa
Pada masa bani Abbasiyah, ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan
suburnya, karena bahasa Arab semakin dewasa dan menjadi bahasa internasional. Ilmu
bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh, yang dimaksud ilmu bahasa adalah:
nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, bad’arudh, qamus, dan insya’.Di antara ulama yang
termasyhur adalah : Sibawaih (w.153 H), Muaz al Harro (w.187 H), mula-mula
membuat tashrif, Al Kasai (w.190 H), pengarang kitab tata bahasa, Abu Usman al
Maziny (w.249 H), karangannya banyak tentang nahwu.20 Cabang-cabang ilmu tafsir
yang banyak dipelopori seperti yang sudah tertera diatas.
Ilmu Hadist
Dalam bidang hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan,
pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai
diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara ketat
dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadis Shahih, Dhaif dan
Maudhu. Bahkan kemudian pula kritik sanad dan matan, sehingga terjadi jarah dan
ta’dil rawi hadis. Pada zaman ini ilmu hadis juga berkembang tapi hanya bersuifat
penyempurnaan.

Diantara para ahli hadis pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Imam Bukhari
(194-256 H), karyanya Shahih al-Bukhari.Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih
Muslim.Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah, Abu Dawud, karyanya sunan Abu
Dawud.Imam an-Nasai, karyanya Sunan an-Nasai.Imam Baihaqi.21
Ilmu Filsafat

19 M. Fa`alFaksain, Sejarah Kekuasaan Islam, (cet: 2 Jakarta : Artha Rivera,2003)h. 70-71


20 Suwito, Sejarah Sosial Penddikan Islam, (cet: 2Jakarta: Kencana, 2008)h.14
21Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (cet : 2 Jakarta: Bulan Bintang,
1978), h.64
Kajian filsafat di kalangan umat Islam mencapai puncaknya pada masa daulah
Abbasiyah, di antaranya dengan penerjemahan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab,
yang diterjemah oleh Hunayn yang menguasai bahasa Yunani dan Suryani. Dia mula-
mula menerjemahkan naskah-naskah Yunani ke dalam bahasa Suryani, kemudian dua
orang pembantunya, anaknya sendiri (ishaq), dan keponakannya (Hubaisy)
menerjemah kannya ke dalam bahasa Arab. Ketika dia (Hunayn) memimpin lembaga
tersebut, telah banyak buku yang dia terjemahkan, misalnya buku-buku Hepocrates,
Galliens, buku-buku plato dan aristoteles dalam bidang filsafat. Bagaimana pun ada
orang yang memberikan komentar bahwa ketika para penguasa dunia Islam dan para
ilmuwannya sibuk menggeluti dunia pemikiran, filsafat, dan ilmu-ilmu yunani, pada
saat yang sama penguasa negara-negara Eropa dan para tokohnya sibuk belajar
menuliskan nama mereka sendiri.22 Pada masa ini ilmu filsafat bekembang sangat
pesat atau mencapai puncak kejayaan terbukti dengan byaknya karya-karya yang
dihasilkan.

Ilmu Kedokteran

Pada masa daulah Abbasiyah berkembang pesat. Rumah-rumah sakit besar dan
sekolah kedokteran banyak didirikan. Di antara ahli kedokteran ternama adalah Abu
Zakaria Yahya bin Mesuwaih (w.242 H), seorang ahli farmasi di rumah sakit
Jundhisapur Iran.Abu Bakar ar-Razi (Rhazes) (864-932 M) dikenal sebagai “Galien
Arab”.Ibnu Sina (avicenna), karyanya yang terkenal adalah al-Qanun fi Ath-Thib
tentang teori dan praktik ilmu kedokteran serta membahas pengaruh obat-obatan, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, Canon of Medicine.Ar-Razi, adalah tokoh
pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles, ar-Razi adalah

22Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Cet. 3 Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999.) h. 72
penulis buku mengenai kedokteran anak. 23 Perkembangan dunia kedoktreran pada
masa ini sangat pesat sampai banyak sekolah-sekolah kedokteran yang dibangun.

Ilmu Tasawuf

pada zaman bani Abbasiyah juga ilmu tasawuf dan ilmu bahasa mengalami
kemajuan, ilmu tasawuf adalah ilmu syari’at.Inti ajarannya adalah tekun beribadah
dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan kesenangan
perhiasan dunia dan bersembunyi diri beribadah.dalam ilmu bahasa ini didalamnya
mencakup ilmu nahwu, shorof, ma’any, bayan, badi’, arudl, dan lain-lain. Ilmu bahasa
pada daulah bani Abbasiyah berkembang dengan pesat, karena bahasa arab semakin
berkembang memerlukan ilmu bahsa yang menyeluruh.24 Kemajuan ilmu tasawuf
pada masa ini sangat baik, dan terbilang sangat maju.

D. Lembaga-lembaga Pendidikan Pada Masa Abasiyah


Sebelum timbul sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai
lembaga pendidikan formal, dalam dunia islam sebenarya telah berkembang lembaga
lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal. Lembaga lembaga ini berkembang
terus dan bahkan bersamaan denganya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk
lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Di antara lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang bercorak non formal tersebut adalah :

Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal Badwi)

Sejak perkembangan luasnya Islam, dan bahasa Arab digunakan sebagai bahsa
pengantar oleh bangsa-bangsa di luar bangsa Arab yang beragama Islam, dan terutama

23Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam, (Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2004)h. 156.

24 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif islam, (cet: 2 Bandung: Remaja
Rosdakarya 2000)h. 60
di kota-kota yang banyak percampurannya dengan bahasa lain, masa bahasa Arab
berkembanga luas, tetapi bahasa Arab cenderung kehilangan keaslian dan kemurnian.
Orang-orang di luar bangsa Arab sering tidak bisa mengucapkan lafaz-lafaz dengan
baik, tidak tahu kaidah-kaidahnya sehingga sering salah mengucapkannya. Bahasa
Arab menjadi rusak dan menjadi bahasa pasaran. Oleh karena itu khalifah-khalifah
biasanya mengirimkan anak-anaknya ke badiah-badiah ini untuk mempelajari bahasa
Arab yang fasiih dan murni, dan mempelajari pula syair-syair serta sastra Arab dari
sumbernya yang asli. Banyak ulama-ulama dan ahli ilmu pengetahuan lainnya yang
pergi ke badiah-badiah dengan tujuan untuk mempelajari bahasa dan kesusasteraan
Arab yang asli lagi murni tersebut. Badiah-badiah tersebut lalu menjadi sumber ilmu
pengetahuan terutama bahasa dan sastraArab dan berfungsi sebagai lembaga
pendidikan Islam. Badiah atau padang pasir menjadi tempat-tempat untuk menuntut
ikmu pada masa ini, alas an mengapa badiah dijadikan tempat untuk menuntut ilmu
karena ulam-ulama arab ingin memperlajari atau memperdalam ilmu bahasa arab yang
hamper hilang keasliannya.

Rumah sakit

Pada zaman jayanya perkembangan kebudayaan Islam, dalam rangka


menyebarkan kesejahteraan di kalangan umat Islam, maka banyak didirikan rumah-
rumah sakit oleh khalifah dan pembesar-pembesar negara.rumah sakit tersebut bukan
hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga
mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Mereka
mengadakan berbagai penelitian dan percobaab dalam bidang kedokteran dan obat-
obatan, sehingga berkembang ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu obat-obatan atau farmasi.
Rumah sakit pada masa ini tak hanya menjadi tempat untuk berobat tetapi tempat
untuk belajar dunia-dunia kesehatan.25

25 Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam(cet : 5 Jakarta : Bumi Aksara, 1997)h.98


Kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar

Kuttab atau maktab, berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau
tempat menulis. Jadi katab adalah tempat belajar menulis. Sebelum datangnya Islam
Kuttab telah ada di negeri Arab, walaupun belum banyak dikenal. Diantara penduduk
Mekkah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab ialah Sufyan Ibnu Umaiyah Ibnu
Abdu Syams, dan Abu Qais Ibnu Abdi Manaf Ibnu Zuhroh Ibnu Kilat. Keduanya
mempelajari di negeri Hirah.26 Kuttab disini mendijadi tempat pendidikan dasar untuk
belajar membaca dan menullis.

Pendidikan Rendah di Istana

Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat, adalah


berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu hanya harus bersifat menyiapkan anak
didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Pendidikan
anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab pada umumnya. Tetapi
rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama saja dengan
rencana pada kuttab-kuttab, hanya ditambah atau dikurangi menurut kehendak para
pembesaryang bersangkutan, dan selaras dengan keinginan untuk menyiapkan anak
tersebut secara khususuntuk tujuan-tujuan dan tanggung jawab yang akan dihadapinya
dalam kahidupannya nanti. Pendidikan rendah istana disni teruntk anak-anak para
pejabat agar mampu melaksanakan tugas-tugas kelak setelaj ia dewasa.

Toko-toko kitab

Pada permulaannya masa Daulah Abbasiyah, di mana ilmu pengetahuan dan


kebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diakui oleh penulisan kitab-

26 Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam (cet : 5Jakarta : Bumi Aksara, 1997)h.100


kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Pada
mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-ktab yang
telah ditulis dalam berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu.
Mereka membeli dari para penulisnya kemudian menjualnya kepada siapa yang
berminat untuk mempelajarinya. Dengan demikian toko-toko kitab tersebut telah
berkembang fungsinya bukan hanya sebagai tempatmenjual beli kitab-kitab saja, tetapi
juga merupakn tempat berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-ahli ilmu
pengetahuan lainnya, untuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai
maslah ilmiah. Jadi sekarang berfungsi juga sebagai lembaga pendidikan dalam rangka
pengembangan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.27 Toko-
toko kitab disni tak hanya sebagai tempat jual beli kitab tetapi tempat berkumpul para
ulama unutk berdiskusi.

Perpustakaan

Pada zaman perkembanga ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku


mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku adalah merupakan sumber informasi
berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para
ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang
telah tertulis dalam buku. Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam
usaha pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan.Perpustakaan menjadi tempat
pendidikan karena banyak buku yang menjadi sumper pengetahuan.

Para ulama dan sarjana darri berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis
buku-buku dalam bidangnya masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau
disampaikan kepada para penuntut ilmu. Bahkan para ulama dan sarjana tersebut
memberikan kesempatan kepada para penuntut ilmu untuk belajar di perpustakaan

27 Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam (cet: 5Jakarta : Bumi Aksara, 1997)h.94-95


pribadi mereka. Banyak buku-buku di perpustakaan dari para ulama yang diajarkan
pada peseta didik.

Di samping itu berkembang pula perpustakaan-perpustakaan yang sifatnya


umum, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau merupakan wakaf dari pera ulama
dan sarjana. Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Harun Al-Rasyid,
adalah merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi
ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang
telah berkembang pada masa itu, dan berbagai buku-uku terjemahan dari bahasa-
bahasa Yunani, Persia, India, Qibty, dan Aramy. Perpustakaan-perpustakaan dalam
dunia Islam pada masa jayanya, dikatakan sudah menjadi aspek budaya yang penting,
sekaligus sebagai tempat belajar dan sumber pengembangan ilmu pengetahuan.28
Walaupun banyak perpustakaan-perpustakan umum, ada juga perpustakan islam yang
lengkap yang menjadi tempat untuk menuntut ilmu.

Rumah-rumah para ulama (ahli ilmu pengetahuan)

Walaupun sebelumnya rumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk


tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama dan para
ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Hal itu pada umumnya disebebkan karena para ulama dan ahli yang bersangkutan yang
tidak mungkin memberikan pelajaran dimesjid, sedangkan pelajar banyak yang
berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari padanya. Diantara rumah ulama
terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ali Ibnu
Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimy,
dan lain-lainnya. Disini walaupun rumah tetap dijadikan tempat pendidikan ,rumah

28 Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam (cet : 5Jakarta : Bumi Aksara, 1997) h.99
para ulama disni dijadikan tempat untuk menutut ilmu karena para ulama sebagian
tidak dpat memberikan pelajaran diluar.

Rumah sakit ini juga merupakan tempat praktikum dari sekolah-sekolah


kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit, tetapi tidak jarang pula sekolah-sekolah
kedokteran tersebut didirikan tidak tterpisah dari rumah sakit. Dengan demikian, rumah
sakir dalam dunia Islam, juga juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan.29

Masjid
Fungsi mesjid sebagaimana dijelaskan dalam bebagai leteratur, bukan sekedar
berfungsi sebagai tempat beribadah saja, melainkan juga berfungsi sebagai pusat
kegiatan pendidikan dan kebudayaan. Sistem pembelajaran di dalam masjid, berbentuk
halaqah, berkembang dengan baik pada masa Abbasiyah, sejalan dengan munculnya
bermacam-macam pengetahuan agama, sehingga terkadang di dalam suatu masjid
besar terdapat beberapa haqah dengan materi pembelajaran berbeda seperti; nahwu,
ilmu kalam, fiqh dan lain-lain. Ini terjadi dimasjid al Kasai dan al Manshur di
Bagdad.30 Disini fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat beribada tetapi menjadi
tempat belajar dengan system belajar khalaqa.
Majelis atau saloon kesusasteraan

Dengan majelis atau saloon kesusasteraan, dimaksudkan adalah suatu majelis


khusus yang diadakan oeh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu
pengetahuan. Majelis ini bermula sejak zaman Khalifah Rasyidin, yang biasanya
memberiikan fatwa dan musyawarah dan diskusi dengan para sahabat untuk
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. Tempat pertemuan pada

29 Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam(cet : 5Jakarta : Bumi Aksara, 1997)h.98

30Ramayulis. Sejarah Pendidikan Islam ; perubahan konsep, filsafat dan metotologi dari era
Nabi SAW sampai Ulama Nusantara (cet: 1 Jakarta:Kalam Mulia, 2012). h.10
masa itu adalah masjid Dimaksudkan untuk suatu majelis membahas berbagai macm
ilmu

Pada masa Harun Al-Rasyid (170-193 H) majelis sastra ini mengalami


kemajuan yang luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan dan
juga mempunyai kecerdasan, sehingga khalifah sendiri aktif didalamnya. Disamping
itu ppada masa itu dunia Islam memang diwarnai oleh perkembangan ilmu
pengetahuan, sedangkan negara berada dalam kondisi yang aman, tenagng dan dalam
zaman pembangunan. Pada masanya sering diadakan perlombaan antar ahli-ahli syair,
perdebatan antar fuqaha, dan diskusi di antara para sarjana berbagai macam ilmu
pengetahuan, juga diadakan sayembara diantara ahli kesenian dan pujangga.31 Tempat
pendidikan majelis mengalami perkembangan yang begitu pesat pada masa Harun
Arasyid khususnya majelis sastra.

31 Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam (cet : 5 Jakarta : Bumi Aksara, 1997)h.96


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali
ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang, dari tahun 132 H. (750 M.) s. d. 656 H. (1258 M.) Pada masa pemerintahan
Dinasti Umayyah, Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan, Bani
Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar
bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan.
Dengan usaha ini, pada tahun 132 H./750 M. tumbanglah Bani Umayyah dengan
terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, khalifah terakhir Bani Umaiyah. Atas
pembunuhan Marwan, mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya
khalifah yang pertama, yaitu Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-
Saffah, pada tahun 132-136 H./750-754 M. Dengan persatuan yang dibangun oleh
pendiri-pendiri abbasiyah pada tahun 132H runtuhlah Bani Ummayah dengan
terbunuhnya khilafah terakhir.

Sejak lahirnya agama Islam, lahirnya pendidikan dan pengajaran Islam.


Pendidikan dan pengajaran Islam itu terus tumbuh dan berkembang pada masa
khalifah-khalifah Rasyidin dan dan masa Ummayah

Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti islam yang sempat membawa kejayaan


umat islam pada masanya. Zaman keemasan islam dicapai pada masa dinasti-dinasti ini
berkuasa. Pada masa ini pula umat islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu
pengetahuan

Sebelum timbul sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai


lembaga pendidikan formal, dalam dunia islam sebenarya telah berkembang lembaga
lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal. Lembaga lembaga ini berkembang
terus dan bahkan bersamaan denganya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk
lembaga pendidikan non formal yang semakin luas

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, InsyaAllah kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yusri Abdul Ghani, Historiografi Islam, Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo


Persada, 2004

Al-Asy, Yusuf,Dinasti Abbasiyah cet : 1 Jakarta: Al-Kautsar,2007


As’Ad, Mahrus , Sejarah Kebudayaan Islam, cet : 4 Bandung: CV Amirco, 1994

Amin, Samsul munir, Sejarah Peradaban Islam cet: 2 Jakarta: Amzah, 1992
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, Cet. 3 Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999

Fa`alFaksain, M, Sejarah Kekuasaan Islamcet: 2 Jakarta : Artha Rivera,2003


Karim, Abdul, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet : 1 Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007

Nakosteen, Mehdi , Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat,cet: 2 Surabaya:


Risalah Gusti, 2003
Nada, Abuddin , Sejarah Pendidikan Islam, cet : 2 Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011
Nasution, Harun , Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, cet : 2 Jakarta: Bulan Bintang,
1978

Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, cet : 1Jakarta: Kalam Mulia, 2011


Ramayulis. Sejarah Pendidikan Islam ; perubahan konsep, filsafat dan metotologi dari
era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara cet: 1 Jakarta:Kalam Mulia, 2012
Rahmawati, Pendidikan Berbasiskan Islam, cet: 1Padang: Haifa Press, 2005
Suwito, Sejarah Sosial Penddikan Islam cet: 2Jakarta: Kencana, 2008
Sunanto, Musyrifah , Sejarah Islam Klasik cet: 1 Bogor: Prenada Media, 2003

Su’ud Abu, Islamologi cet: 1 Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003


Tafsir, Ahmad , Ilmu Pendidikan dalam Persepektif islam, cet: 2 Bandung: Remaja
Rosdakarya 2000

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam cet:20 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008

Yunus, Mamud .Sejarah Pendidikan Islam cet: 7 Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990
Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam cet : 5 Jakarta : Bumi Aksara, 1997

Anda mungkin juga menyukai