Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 2: INOVASI PEMBELAJARAN SAINS

Nama : Widi Astuti Suleman


Stambuk : A 202 22 011

1. Kriteria keterampilan sains apa yang dibutuhkan/ dibentuk dalam


pembelajaran multidisiplin terutama dari beberapa negara yang ada di
article?

Perkembangan keilmuan seiring dengan ragam permasalahan sosial


menciptakan studi multidisiplin. Ironisnya, keberadaan studi dengan kekhasan
ragam keilmuan ini masih dipandang sebelah mata. Pendidikan tidak hanya terbatas
untuk mendapatkan gelar, tapi juga mengaplikasikan ilmu ke dalam berbagai
subyek keilmuan, sebagai problem solving, mampu merespon problem sosial dan
memberikan informasi solusi yang tepat pada masyarakat. Ilmu-ilmu
multidisipliner termasuk dalam kategori keilmuan yang sempurna untuk
menghadapi segala kompleksitas masalah global saat ini.

Selain bersifat fleksibel, studi multidisiplin mampu menjangkau hampir


seluruh subyek pengetahuan. Sehingga, kesempatan untuk mendapatkan solusi dari
beragam permasalahan sosial lebih efektif. Secara spesifik, pendekatan
multidisiplin bisa diterapkan di Indonesia ke dalam permasalahan peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan edukasi. Urgensi studi multidisiplin dalam
pembangunan sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi pembangunan negara.

Ada banyak disiplin ilmu yang berbeda-beda tetapi mungkin memiliki titik-
awal dan tujuan yang sama, dan mungkin hanya berbeda dalam cara masing-masing
memandang persoalan (subject matter) yang sama. Sebuah disiplin akademik
biasanya membentuk organisasi profesional yang menerbitkan jurnal ilmiah,
mengadakan konferensi, atau memberi penghargaan kepada ilmuwan atau peneliti
yang dianggap mumpuni.
Sebuah disiplin ilmu lahir dan tumbuh dengan berbagai cara, misalnya: 1.
Pecahan dari disiplin yang sudah ada. 2. Berada di pinggiran dari sebuah disiplin,
dan tidak lagi menjadi pusat perhatian disiplin itu, lalu memisahkan diri menjadi
disiplin khusus. 3. Gabungan dari berbagai disiplin karena ada kesamaan, bisa
berbentuk disiplin baru atau interdisciplinary. 4. Kebutuhan untuk mengatasi
persoalan penting yang khas.

Alasan Perlunya Melakukan kolaborasi ilmu multidisipliner dan


Interdisiplin yang berbeda atau antar ilmu yang berbeda. Dengan alasan sebagai
berikut:

1. Dengan menjembatani disiplin ilmu yang terfragmentasi, interdisipliner bisa


berperan dalam membela kebebasan akademik.
2. Kreativitas membutuhkan pengetahuan interdisipliner. Proses penemuan
kerapkali mencakup tindakan menggabungkan ide yang sebelumnya tampak
tidak berkaitan. Pemikiran yang kreatif kerap menghasilkan ide yang tidak
lazim tapi membuahkan permutasi yang produktif. Aspek yang digabungkan
bisa berasal dari satu disiplin, atau berasal dari permutasi ide dari dua atau
lebih disiplin.
3. Pendatang baru seringkali memberikan kontribusi yang penting pada
bidangnya yang baru Observasi pendatang baru dapat membuka mata atas hal-
hal yang baru. Misalnya di bidang antropologi, pendatang baru bisa melihat
aspek aspek budaya yang kasat mata bagi penduduk asli. Para pendatang pun
lebih cermat untuk tidak mengabaikan anomali.
4. Penganut disiplin ilmu tertentu seringkali melakukan kesalahan yang hanya
bisa terdeteksi oleh orang yang memahami dua atau lebih disiplin ilmu
Pengamatan lintas disiplin berguna karena jurang antar disiplin ilmu terlalu
luas. Sehingga tidak jarang ilmuwan mengambil kesimpulan yang bertabrakan
dengan kesimpulan di disiplin ilmu lain akibat generalisasi atau tidak peka
pada disiplin ilmu lain tersebut.
5. Banyak sekali topik-topik riset yang jatuh di persimpangan beragam disiplin
ilmu. Ruscio berargumen bahwa disiplin ilmu pada prakteknya tidak memiliki
batas yang jelas selayaknya harapan para teoretisi disiplin ilmu tersebut.Serta
peneliti disipliner tampak mampu mengisi celah kosong yang produktif
sehingga area abu-abu ilmu pengetahuan bisa diisi.
6. Banyak permasalahan intelektual, sosial dan praktikal memerlukan
pendekatan interdisipliner. Coba bayangkan sejarah pembangunan suatu
negara. Beberapa tahun dan ribuan buku akan membawa kita pada
kesimpulan, kebanyakan penulis gagal memahami secara keseluruhan karena
terpaku pada satu disiplin ilmu saja. Kita harus ingat permasalahan yang
muncul belum tentu datang dalam batasan satu disiplin ilmu saja. Misalnya
reduksi polusi, ini bukan sekedar persoalan teknologi yang lebih baik saja,
tetapi berkaitan dengan psikologi industri, efisiensi ekonomi, budaya pola
hidup masyarakat, kebijakan politik, dan sebagainya. Seorang negarawan bisa
melakukan kesalahan karena tidak memahami aspek teknis, sosial atau
alamiah dari suatu kebijakan: sangat berbahaya memiliki dua atau lebih
budaya yang tidak berkomunikasi, ilmuwan bisa memberikan saran yang
buruk dan pengambil keputusan tidak bisa membedakan mana yang baik dan
buruk.
7. Sejarah membuktikan bahayanya rekomendasi kebijakan yang terlalu sempit
oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang luas atau sebaliknya. Dalam
dunia spesialisasi, seorang berpendidikan tinggi bisa tidak menyadari dimensi
sosial dan moral dari tindakannya. Kompartementalisasi, selain rendahnya
pendidikan adalah musuh besar yang hanya bisa ditaklukkan oleh pendidikan
yang menyeluruh.
8. Pengetahuan dan riset interdisipliner berguna akan mengingatkan kita akan
idealnya kesatuan badan ilmu pengetahuan. Tentu saja sekarang ini mustakhil
untuk menguasai semua disiplin ilmu sekaligus. Tapi bila kita keliru
mengartikan pengetahuan disiplin dengan kebajikan; jika kita lupa seberapa
banyak kita tidak tahu; jika kita lupa seberapa besar kita tidak bisa tahu; jika
kita tidak menginginkan, setidaknya sebagai prinsip, idealitas kesatuan badan
ilmu pengetahuan; kita akan kehilangan sesuatu yang penting.
Interdisiplineritas membantu kita mengingat hal ini, bahwa komponen
komponen pengetahuan manusia merupakan pecahan dari keseluruhan
bangunan pengetahuan.
9. Pelaksana praktek interdisipliner menikmati fleksibilitas yang lebih besar
dalam risetnya. Kebanyakan bidang ilmu mengalami kemajuan yang pesat,
diikuti dengan periode stagnasi. Pada saat saat ini dalam konteks pribadi,
ilmuwan yang berani pindah ke disiplin ilmu yang baru akan menikmati
fleksibilitas dan kebebasan baru dalam karir mereka, sebuah imbalan personal
untuk kesediaan melintasi batas disiplin ilmu. Ketimbang terpaku pada satu
disiplin ilmu yang sempit, penganut interdisipliner sering merasakan sensasi
intelektual yang mirip dengan penjelajahan di lahan yang baru.
10. Pada titik tertentu, imbal balik dari proses input tertentu mengecil secara
progresif. Butuh berjam jam untuk belajar catur, dan tahunan untuk menjadi
ahli. Hal serupa terjadi dalam dunia pembelajaran. Misalnya seorang ahli
anatomi serangga dalam rangka menjadi ahli bisa jadi tidak pernah membaca
Tolstoy atau tidak pernah mendengar Vivaldi akibat alokasi waktu yang ketat.
Hidup ini telalu singkat untuk menjadi ahli dalam banyak bidang sekaligus.
Agar menjadi ahli dalam bidangnya mereka berakhir hanya mengeksplorasi
satu minat saja. Interdisiplineritas, kontras dengannya, selamanya
memperlakukan diri mereka dengan intelektualitas yang setara dengan
menjelajahi daerah eksotik.
11. Pelaksana ilmu Interdisipliner bisa menjembatani jurang komunikasi dalam
akademi modern, karenanya membantu memobilisasi sumberdaya intelektual
yang besar dalam membangun rasionalitas yang lebih besar.

Perguruan tinggi sekarang ini hanya memiliki efektifitas yang sedang


sebagai agen perubahan sosial. Kenyataannya dunia akademik menikmati
kesuksesan yang minim dalam memobilisasi sumberdaya intelektualnya untuk
memperbaiki masyarakat. Alasannya cukup jelas; fragmentasi disiplin ilmu
membuat akademik pasif dihadapan dunia yang sewenang-wenang. Dalam
komunitas dengan bahasa yang berlainan diperlukan komunikasi yang efektif untuk
menggabungkan kekuatannya. Interdisiplineritas, dengan mengingatkan kita pada
ideal kesatuan badan pengetahuan, dengan menguasai dua atau lebih bahasa
akademik, bisa berkontribusi pada integrasi budaya akademik.

Disisi lain, dunia akademik kita ditandai dengan keberadaan disiplin ilmu
yang saling terpisah. Model pendekatannya hanya memperhatikan satu disiplin
ilmu, tanpa menghubungkan dengan struktur ilmu lain. Jadi pengembangan materi
berdasarkan ciri dan karakteristik dari bidang studi bersangkutan. Sementara Ilmu
pengetahuan adalah suatu proses sosial yang mengalami diseminasi secara global
maupun lokal melalui berbagai bentuk dan tempat, maka di masa yang akan datang
akan terjadi rekonfigurasi ilmu pengetahuan.

Dalam memecahkan masalah yang terjadi di ara sekarang ini jika hanya
menggunakan intradisiplin, kita akan berhadapan dengan berbagai kelemahan.
Pendekatan dengan memanfaatkan disiplin tunggal tidak dapat memberikan
kontribusi yang optimal terhadap upaya- upaya yang diperlukan untuk mengatasi
masalah yang bersifat global dan menjadi semakin rumit.

Pendekatan kolaborasi ilmu multidisipliner adalah komprehensif, holistik,


sangat terbuka pada perkembangan teori dan metodologi ilmu-ilmu lain, dan besar
kemungkinan melahirkan hibrida ilmu-ilmu baru. Sangat disayangkan jika sikap
pemerintah yang seakan-akan masih melihat tingkat studi multidisiplin di bawah
keilmuan monodisiplin. Akibatnya, beberapa peraturan di sektor penelitian maupun
pendidikan tidak mendukung praktisi maupun peneliti multidisipliner agar lebih
berkembang. Sehingga banyak para dosen, akademisi, peneliti, dosen yang
berkecimpung di berbagai bidang multidisiplin menemui kendala di birokrasi
pengajaran maupun penelitian.

Sebagaia contoh, ada beberapa program pendidikan di beberapa perguruan


tinggi dengan studi multidisiplin dihapus dengan alasan tak ada jenjang S1-nya
karena pohon ilmunya dipertanyakan. Anggapan klasik tentang pohon ilmu yang
dituntut pada penekun studi multidisiplin tidak lagi relevan di era kekinian. Masalah
kekinian harus dijawab dengan teori dan metodologi baru yang tak dapat ditampung
dalam ilmu-ilmu monodisiplin. Maka untuk itu, pemerintah harus membuat
kebijakan guna mengakomodasi dibukanya studi dengan ilmu-ilmu multidisiplin.

Kolaborasi ilmu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tugas baru keilmuan saat ini
adalah Ilmu pengetahuan baru yang inovatif, kreatif dan transformative. Salah satu
contoh penerapan Ilmu Multidisiplin dan Interdisipliner dalam kasus pemecahan
masalah kemiskinan.

Kemiskinan adalah masalah yang tidak ada habisnya dibahas dari generasi
ke generasi. Apalagi pascakrisis moneter dan ekonomi yang meningkatkan jumlah
penduduk miskin di Indonesia secara cukup drastis. Membahas masalah
kemiskinan secara multidimensi, yang merupakan cara pandang yang digunakan
dalam pendekatan pembangunan sosial, yaitu melihat permasalahan dari dimensi
mikro, mezzo maupun makro. Strategi tersebut juga meliputi strategi untuk
memperbaiki kondisi yang ada melalui perubahan yang dilakukan pada dimensi
makro, mezzo dan mikro.

2. Bagaimana nilai yang dibangun dalam pengembangan pembelajaran sains


terutama dalam kebutuhan pengembangan model pembelajaran abad 21?

Pembelajaran pendidikan nilai moral (values, moral and afective education)


dapat menggunakan beberapa pendekatan yang diantaranya, (1) pendekatan
filosofis seperti progresivisme, structuralisme, reconstructionisme, rasionalisme,
idealisme, (2) pendekatan psikologis seperti sociobiologi, psychoanalitik, gestalt
psychology, behaviorisme (3) pendekatan paedagogis seperti constructivisme
theories of learning, social learning theory, behaviourisme theories of learning
seperti cognitive moral develeopment, values clarification, values analisies, science
technology and society, social action dan social contex, rational building, afective
education, (4) pendekatan sosioligis seperti transmisi kultural, cultural heritage dll.
(5) pendekatan religiusitasseperti pendekatan aliran teologi (qodariah, jabariah,
murjiah, mu’tazilah), pendekatan keberagamaan seperti keteladanan, pembiasaan,
experiencing, motivating maupun pendekatan pendidikan keagamaan seperti hiwar,
amstal, targib-tarhib, qisah qur’ani dan uswah hasanah.

Model-model pembelajaran tersebut sebenarnya merupakan upaya untuk


mensiasati agar individu bernilai, dalam arti dia mengenal berbagai fenomena nilai
moral, mengenal berbagai jenis dasar dan sumber nilai, memahami berbagai content
nilai, tahu klasifikasi dan hirarki nilai, mampu memecahkan masalah dilema nilai
moral, mampu mengambil solusi dari berbagai problema nilai-moral yang terjadi
dengan pertimbangan yang matang, dia merasa puas atas hasil keputusan nilai
terbaiknya (matang) serta arif dan bijak terhadap nilai-nilai orang lain, dan mampu
memberikan kontribusi nilai-moral positif terhadap keluarga, masyarakat, bangsa,
negara dan dunianya, berpegang teguh terhadap nilai-nilai dasar yang
diimplementasikan pada nilai-nilai instrumental dan praksisnya. Selain pendekatan-
pendekatan di atas, terdapat lima pendekatan lainnya yang dapat menjadi alternatif
dalam mengimplementasikan pendidikan nilai dalam praktek pendidikan sains

1) Pendekatan Penanaman Nilai: Pendekatan penanaman nilai (inculcation


approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada
penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.
2) Pendekatan Perkembangan Kognitif: Pendekatan ini dikatakan pendekatan
perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan
pada aspek kognitif dan perkembangannya.
3) Pendekatan Analisis Nilai: Pendekatan analisis nilai (values analysis
approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa
untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan
dengan nilai-nilai sosial.
4) Pendekatan Klarifikasi Nilai: Pendekatan klarifikasi nilai (values
clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa
dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan
kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.
5) Pendekatan Pembelajaran Berbuat Pendekatan pembelajaran berbuat
(action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral,
baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu
kelompok.

Berkenaan dengan model-model pembelajaran abad 21 yang dipandang


potensial untuk mengintegrasikan teknologi dan luwes diterapkan pada berbagai
tingkatan usia, jenjang pendidikan dan bidang studi, guru dapat menyesuaikan
dengan kondisi sekolah. Model-model pembelajaran dimaksud antara lain;

1) Discovery learning. Belajar melalui penelusuran, penelitian, penemuan,


dan pembuktian. Contoh dalam pembelajaran guru menugaskan peserta
didik untuk menelusuri faktor penyebab terjadinya banjir di daerah
setempat. Peserta didik bekerja secara berkelompok menelurusi informasi
dengan mewawancarai penduduk disertai pelacakan informasi di internet
(bimbingan disesuaikan tingkatan usia) dan kemudian diminta untuk
membuat kesimpulan dilanjutkan presentasi.
2) Pembelajaran berbasis proyek. Proyek memiliki target tertentu dalam
bentuk produk dan peserta didik merencanakan cara untuk mencapai
target dengan dipandu oleh pertanyaan menantang. Contohnya pada
peserta didik SMK Kewirausahaan diberikan pertanyaan produk kreatif
berbahan lokal seperti apakah yang memiliki nilai tambah secara
ekonomis? Peserta didik bisa mengikuti tahapan pembelajaran seperti
eksplorasi ide, mengembangkan gagasan, merealisasikan gagasan
menjadi prototipe produk, melakukan uji coba produk, dan memasarkan
produk. Pada prosesnya peserta didik bisa memanfaatkan teknologi untuk
mencari informasi bagi upaya pengembangan gagasan, membuat sketsa
produk menggunakan software tertentu, menguji produk melalui respon
pasar dengan google survey dan sebagainya.
3) Pembelajaran berbasis proyek. Belajar berdasarkan masalah dengan
solusi “open ended”, melalui penelusuran dan penyelidikan sehingga
dapat ditemukan banyak solusi masalah. Contohnya mengatasi masalah
pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor. Peserta didik bisa
mengeksplorasi lingkungan memanfaatkan sumber-sumber fisik
diperkaya sumber-sumber digital, menggali pengalaman orang lain atau
contoh nyata penyelesaian masalah dari beragam sudut pandang. Peserta
didik terlatih untuk menghasilkan gagasan baru, kreatif, berpikir tingkat
tinggi, kritis, berlatih komunikasi, berbagi, lebih terbuka bersosialisasi
dalam konteks pemecahanmasalah.
4) Belajar berdasarkan pengalaman sendiri (Self Directed
Learning/SDL). SDL merupakan proses di mana insiatif belajar
dengan/atau tanpa bantuan pihak lain dilakukan oleh peserta didik sendiri
mulai dari mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri, merumuskan tujuan,
mengidentifikasi sumber, memilih dan menjalankan strategi belajar, dan
mengevaluasi belajarnya sendiri. Contoh guru bisa membantu peserta
didik mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik atau mulai dari
kemampuan apa yang ingin dikuasai. Misalnya ingin menguasai cara
melukis menggunakan software corel draw maka guru bisa
membantupeserta didik merumuskan tujuan-tujuan penting yang dapat
membantu mencapai tujuannya. Peserta didik belajar mandiri
mengeskplorasi tutorialnya melalui youtube, menerapkan, dan
mengevaluasi kemampuannya.
5) Pembelajaran kontekstual (melakukan). Guru mengaitkan materi yang
dipelajari dengan situasi dunia nyata peserta didik sehingga
memungkinkan peserta didik menangkap makna dari yang pelajari,
mengkaitkan pengetahuan baru dengan pegetahuan dan pengalaman yang
sudah dimiliki. Contoh dalam pembelajaran bentuk-bentuk tulang daun
guru menugaskan kepada peserta didik secara berkelompok
mengeksplorasi melalui internet. Guru menginginkan peserta didik dapat
memperoleh pengalaman bermakna yang mendalam dan dapat
mengkaitkan apa yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Pada PAUD
dan sekolah dasar kelas rendah bisa saja peserta didik belum bisa
membedakan secara nyata perbedaan kelenturan dan kekuatan tulang
daun dari setiap bentuk yang berbeda, sehingga diperlukan pengalaman
langsung.
6) Bermain peran dan simulasi. Peserta didik bisa diajak untuk bermain
peran dan menirukan adegan, gerak/model/pola/prosedur tertentu.
Misalnya seorang guru menggunakan tayangan video dari youtube,
peserta didik diminta mencermati alur cerita dan peran dari tokoh-tokoh
yang ada kemudian berlatih sesuai tokoh yang diperankan. Pada tataran
lebih kompleks membuat cerita sendiri kemudian memperagakannya
dengan bermain peran.
7) Pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif; merupakan bentuk
pembelajaran berdasarkan faham kontruktivistik. Peserta didik
berkelompok kecil dengan tugas yang sama saling bekerjasama dan
membantu untuk mencapai tujuan bersama. Ada beberapa teknik
cooperative learning yang akan dijelaskan disini, empat teknik yang
pertama di antaranya dikembangkan oleh Robert Slavin (1991) yaitu
STAD, TGT, TAI, dan CIRC.
8) Pembelajaran kolaboratif. Merupakan belajar dalam tim dengan tugas
yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kolaboratif
lebih cocok untuk peserta didik yang sudah menjelang dewasa.
Kolaborasi bisa dilakukan dengan bantuan teknologi misalnya melalui
dialog elektronik, teknologi untuk menengahi dan memonitor interaksi,
dimana masing-masing pihak memegang kendali dirinya dalam
berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama. Fasilitasi bisa diberikan
oleh guru, ketua kelompok pelatih online maupun mentor.
9) Diskusi kelompok kecil. Diskusi kelompok kecil diorientasikan untuk
berbagai pengetahuan dan pengalaman serta untuk melatih komunikasi
lompok kecil tujuannya agar peserta didik memiliki ketrampilan
memecahkan masalah terkait materi pokok dan persoalan yangihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Diskusi kelompok kecil bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi siswa karena lebih banyak siswa yang
dilibatkan. Jumlah kelompok diskusi antara empat sampai lima orang.
Metode diskusi digunakan untuk melatih kecakapan berpikir, kecakapan
berkomunikasi, kemampuan kepemimpinan, debat, dan kompromi.

Anda mungkin juga menyukai