Anda di halaman 1dari 13

MENGENAL BUDAYA AKADEMIK DAN

ETIKA KEHIDUPAN KAMPUS

A. Rosyid Al Atok

Menjadi mahasiswa adalah impian jutaan pemuda. Menjadi mahasiswa baru,


berarti memasuki dunia baru. Dunia kampus. Dunia yang penuh tantangan dan
sekaligus membanggakan. Namun perlu disadari, bahwa memasuki dunia kampus,
berarti memasuki budaya baru. Budaya yang agak berbeda dengan budaya yang
yang ada di sekolah menengah, berbeda dengan budaya rumah, dan juga berbeda
dengan budaya pergaulan sehari-hari. Budaya kampus adalah budaya khas yang
didasarkan atas nilai-nilai etika akademik sebagai ciri khas kampus. Karena itu
amatlah penting untuk mengenali bagaimana sebetulnya budaya dan etika
kehidupan kampus. Kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya dan etika
kampus menjadi kunci keberhasilan mahasiswa dalam menempuh studi menggapai
cita-citanya. Kalau tidak bisa menyesuaikan diri akan terkena “gagap budaya” (shock
culture) yang bisa berakibat kegagalan studi dan cita-cita.

Makna Budaya

Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “buddhayah” jamak dari


“buddhi”, yang berarti budi atau akal. Budaya dapat diartikan hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal. Budaya adalah “daya budi” yang berupa
cipta, karsa dan rasa (Koentjaraningrat, 2015). Budaya adalah keseluruhan
gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar
(Koentjaraningrat, 1990). Budaya berisikan struktur-struktur yang saling
berhubungan yang berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan (Widiarto, 2009:
10). Budaya terkait dengan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya. Budaya juga terkait dengan keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Woro Aryandini, 2000).

Budaya atau kebudayaan juga merupakan pandangan hidup dari


sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol -simbol
yang mereka terima tanpa sadar yang semuanya diwariskan melalui proses
komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya (Liliweri, 2002). Menurut Sir
Edward B. Taylor, kebudayaan tersusun oleh kategori-kategori kesamaan gejala
umum yang disebut adat istiadat yang mencakup teknologi, pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, estetika, rekreasional dan kemampuan -
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai
anggota masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat tertentu (Liliweri, 2002).

Menurut Wiranata (2011: 96), budaya yang terdapat antara umat manusia
itu sangat beraneka ragam, berstruktur, memuat beberapa aspek, bersifat dinamis
dan relatif, serta diteruskan secara sosial melalui proses pembelajaran. Menurut
Bronislaw Malinowski terdapat empat unsur pokok dalam budaya, yaitu: (1)
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya; (2) organisasi
ekonomi; (3) alat- alat dan lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan; dan (4)
kekuatan politik (Ranjabar 2013).

Budaya Akademik

Perguruan tinggi atau kampus merupakan komunitas tersendiri yang disebut


masyarakat akademik (academic community). Kampus menjadi lembaga akademik
yang memiliki suasana yang khas, yaitu suasana akademik (academic atmosphere).
Hak milik yang paling berharga bagi suatu perguruan tinggi adalah kebebasan,
otonomi, dan budaya akademik (academic culture).

Budaya akademik adalah suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan


akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik
khususnya di perguruan tinggi. Budaya akademik atau budaya kampus (campus
culture) tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan intelektual, tetapi juga kejujuran,
kebenaran dan pengabdian kepada kemanusiaan. Budaya akademik adalah budaya
universal yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam
aktivitas akademik. Budaya ini melekat dalam diri semua insan akademisi
perguruaan tinggi, baik itu dosen ataupun mahasiswa. Pada dasarnya budaya
akademik juga merujuk pada cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk dan
multikultural yang bernaung dalam sebuah institusi yang mendasarkan diri pada
nilai-nilai kebenaran ilmiah dan objektifitas.

Masyarakat akademik mempunyai ciri karakteristik yang menjunjung tinggi


norma dan etika adademik serta tradisi ilmiah. Dalam budaya akademik (Academic
culture) peran pikiran (rasio) lebih dominan dibanding peran emosi. Ini berbeda
dengan dunia pergaulan sehari-hari. Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah dalam
budaya akademik, diantaranya adalah:

1. Kejujuran

Kejujuran adalah ciri utama masyarakat akademik. Seorang akademisi, apakah


itu dosen atau mahasiswa, boleh salah tetapi tidak boleh bohong. Kejujuran
terutama dikembangkan dalam kegiatan ilmiah. Mahasiswa harus jujur dalam
mengutip pendapat seseorang. Karya ilmiah akan kehilangan sifat ilmiahnya jika
ada unsur kebohongan, yang sering disebut plagiasi. Karena itu mahasiswa
dalam menulis karya ilmiah, seperti skripsi, harus membuat pernyataan bebas
plagiasi. Ketidakjujuran dalam menulis skripsi bisa berakibat dibatalkannya gelar
kesarjanaan yang diperolehnya.

2. Kritis

Kritis adalah sikap yang harus dikembangkan oleh masyarakat akademis.


Berpikir kritis sering dikaitkan dengan analitis dan reflektif. Berpikir kritis adalah
sebuah proses berpikir dengan tujuan untuk dapat mengambil keputusan secara
rasional dalam memutuskan suatu masalah. Berpikir kritis adalah berpikir dengan
kepala dingin, tenang, mendahulukan logika dibanding emosi, dan berdasarkan
data yang faktual.

3. Kreatif

Kreatif adalah suatu kemampuan untuk memberi suatu gagasan baru sebagai
pemecahan masalah. Suatu kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru
atau cara yang baru dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Kreatifitas akan
muncul jika ada suatu halangan atau rintangan yang memerlukan solusi terbaru.

4. Obyektif

Obyektif adalah sifat ilmiah yang didasarkan atas kebenaran (keadaan apa
adanya). Dalam kegiatan ilmiah berarti berdasarkan data faktual tanpa
dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, kekuasaan, atau faktor-faktor subyektif
lainnya. Karena didasarkan atas data faktual, maka sikap obyektif cenderung
menunjukkan lebih pasti. Sikap objektif adalah sikap yang harus dijunjung tinggi
bagi seseorang akademisi untuk mendapatkan kebenaran ilmiah.

5. Analitis

Pola pikir analitis adalah kemampuan melihat suatu permasalahan secara


menyeluruh sehingga bisa menemukan dimana letak kesalahannya dan segera
menemukan jalan keluarnya. Pola pikir analitis menekankan pada pemecahan ke
dalam bagian yang lebih khusus dan mendeteksi hubungan antara bagian-bagian
serta menyatukannya menjadi suatu solusi atau pemecahan masalah. Berpikir
analitis menjadikan suatu pemecahan masalah yang masuk akal,
mempertimbangkan argumen yang valid, membuat sebuah jawaban dari suatu
permasalahan berdasarkan pengolahan informasi yang ada. Berpikir analitis
merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.

6. Konstruktif

Konstruktif adalah sesuatu yang bersifat membangun, membina, memperbaiki.


Kritik konstruktif biasanya menjelaskan kebaikan dan keburukan, serta
memberikan saran. Konstruktif adalah sebuah sikap yang memiliki jiwa
membangun untuk diri sendiri ataupun orang lain, baik dalam bentuk ucapan
maupun tindakan. Berpikir konstruktif berarti berpikir atau memberi pendapat
yang membangun, bukan menjatuhkan. Saat mengkritik pendapat orang yang
berbeda dengan pendapat kita, kita hendaknya mengkritik pendapat orang
tersebut secara konstruktif. Berfikir secara konstruktif bagi mahasiswa sangatlah
penting bagi kemajuan belajarnya.

7. Dialogis

Dialogis adalah bersifat terbuka dan komunikatif. Komunikasi dialogis adalah


bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka
yang terlibat dalam komunikasi dialogis berfungsi ganda. Masing-masing menjadi
pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis
nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian
bersama dan empati. Di situ terjadi saling menghormati bukan disebabkan status
sosial ekonomi, melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing
adalah manusia yang wajib, berhak, pantas, dan wajar dihargai dan dihormati
sebagai manusia. Komuikasi dialogis ini menjadi ciri masyarakat kampus.

8. Terbuka terhadap Kritik

Kritik merupakan sebuah usaha untuk menunjukkan suatu kekurangan dengan


tujuan yang baik, yaitu supaya dapat diperbaiki. Karena itu kita harus berfikir
positif terhadap suatu kritikan yang diberikan oleh orang lain. Kritikan juga
sebagai evaluasi. Kritikan adalah umpan balik penting demi pengembangan diri.
Amatlah penting untuk punya keinginan terus belajar dan terbuka terhadap
kritik. Orang yang sukses akan menerima kritikan, entah itu dari teman, orang
yang lebih tua, orang yang tidak dikenal, atau bahkan dari pesaing sendiri. Orang
yang sukses akan terbuka dan menerima segala masukan dan kritikan,
meskipun kritikan tersebut bersifat jujur, tegas, dan terkadang menyakitkan.

9. Menghargai Prestasi Ilmiah/Akademik

Prestasi ilmiah/akademik adalah prestasi dari suatu kegiatan ilmiah. Menghargai


prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang ilmiah. Prestasi bukan hanya membicarakan tentang peringkat
pertama, kedua dan seterusnya. Bukan pula mendapat piala yang super besar.
Bukan juga nama yang dipuji puji karena kepintarannya. Suatu prestasi akan
lebih bermakna manakala mempunyai manfaat bagi masyarakat, termasuk
manfaat bagi pengembangan keilmuan.

10. Bebas dari Prasangka

Bebas prasangka adalah sikap ilmiah yang tidak didasarkan pada dugaan-
dugaan subyektif. Seorang mahassiswa dalam melakukan kegiatan ilmiah bisa
menggunakan dugaan sementara atau hipotesis tetapi tidak boleh subyektif.
Dugaan sementara itu harus didasarkan kebenaran obyektif yang diyakininya.
Suatu metode haruslah merupakan hasil analisis berdasarkan fakta -fakta serta
data yang nyata dan bisa dibuktikan. Sifat ilmiah harus memiliki sifat bebas
dari prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan yang subjektif.

Etika Akademik

Secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” dan “ethikos”.
Ethos berarti sifat, watak, karakter, adat, kebiasaan. Ethikos berarti susila,
keadaban atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
Etika diantaranya diartikan sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-
norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap
dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak atau moral. Manurut Abdul Haris (2007) etika adalah
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika juga berarti tata cara
atau adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat beradaban dalam
memelihara hubungan baik sesama manusia. Etika juga bisa diartikan suatu ilmu
yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang
dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai buruk dengan memperlihatkan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal pikiran (Istighfarotur
Rahmaniyah, 2010). Etika merupakan petunjuk dasar bagi tingkah laku, cara pikir
dan keyakinan. Tidak satu kelompok manusia pun yang hidup tanpa etika. Dalam
pandangan Burhanuddin Salam (1997) Etika adalah sebuah refleksi kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam
sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok.

Bertolak dari pemikiran di atas maka dapat dikemukakan bahwa pada


hakekatnya: (1) Etika merupakan salah satu manifest dari wujud kebudayaan yakni
tata kelakuan dan aspek eveluatif; (2) Etika sangat penting, mengingat bahwa jika
manusia berpegang pada etika mereka bisa bersifat konformitas sehingga peluang
bagi tumbuhnya masyarakat yang damai integratif menjadi lebih besar; (3) Etika
berkaitan dengan sanksi, jika seorang melanggar etika, maka yang bersangkutan
akan terkena sanksi. Sanksi bisa berbentuk sanksi social seperti cemooh, gunjingan,
teguran, bahkan bisa pada sanksi hukuman, jika pelanggaran yang mereka lakukan
ada indikasi pidana maupun perdata yang melanggar etika hukum.

Dalam konteks pergaulan manusia, etika kemudian diwujudkan dalam bentuk


kode etik tertulis, yang secara sistematik dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang ada, sehingga pada saat yang dibutuhkan dapat difungsikan sebagai dasar
untuk menentukan segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum
(common sense) dinilai menyimpang dari aturan, tata-tertib dan/atau kode etik yang
mengaturnya.
Etika akademik dapat diartikan sebagai ketentuan yang menyatakan perilaku
baik atau buruk dari para anggota civitas akademika perguruan tinggi, ketika mereka
berbuat atau berinteraksi dalam kegiatan yang berkaitan dengan ranah dalam proses
pembelajaran. Perguruan tinggi sebagai masyarakat akademis yang menjunjung
nilai-nilai kebenaran ilmiah, menuntut segenap civitas akademikanya berperilaku
sesuai dengan etika-moral akademik. Segala tindakan civitas akademika, baik dalam
melakukan pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat harus selalu
mempertimbangkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang dapat diterima oleh
orang banyak, bukan saja di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan, tetapi
juga di lingkungan masyarakat pada umumnya.

Etika akademik perlu ditegakkan untuk menciptakan suasana akademik yang


kondusif bagi pengembangan perguruan tinggi sesuai standar yang telah ditetapkan.
Perguruan tinggi merupakan masyarakat akademik yang mekanisme kerjanya akan
terikat pada etika-moral untuk melaksanakan misi dan tugas yang disandangnya.
Penegakan etika akademik akan mengarahkan pada terciptanya suasana akademik
yang kondusif bagi perkembangan perguruan tinggi sesuai standar yang telah
ditentukan. Melalui suasana akademik yang kondusif itulah akan tercipta adanya
perbaikan kualitas hasil pembelajaran secara berkelanjutan.

Etika Mahasiswa

Mahasiswa sebagai salah satu unsur sivitas akademika merupakan obyek


dan sekaligus subyek dalam proses pembelajaran. Mahasiswa juga perlu memiliki,
memahami dan mengindahkan etika akademik khususnya pada saat mereka sedang
berinteraksi dengan dosen maupun sesama mahasiswa yang lain dalam lingkungan
kampus. Mahasiswa memiliki sejumlah hak, berbagai kewajiban dan beberapa
larangan (plus sanksi manakala dilanggar) selama berada di lingkungan akademik.
Salah satu hak mahasiswa adalah menerima pendidikan/pengajaran dan pelayanan
akademik sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Mahasiswa memiliki
hak untuk bisa memperoleh pelayanan akademik dan menggunakan semua
prasarana dan sarana maupun fasilitas kegiatan kemahasiswaan yang tersedia
untuk menyalurkan bakat, minat serta pengembangan diri. Kegiatan kemahasiswaan
seperti pembinaan sikap ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap kepemimpinan
dan sikap kejuangan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjadikan
mahasiswa lebih kompeten dan profesional. Mahasiswa tidak cukup hanya memiliki
pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), tetapi juga sikap mental (attitude) yang
baik.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi, mahasiswa tidak cukup hanya


menguasai iptek, melainkan harus pula memiliki sikap profesional, serta kepribadian
yang utuh. Oleh karena itu, dipandang perlu adanya sebuah pedoman yang bisa
dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku
di lingkungan kampus. Pedoman iu memuat garis-garis besar mengenai nilai-nilai
moral dan etika yang mencerminkan masyarakat kampus yang religius, ilmiah dan
terdidik. Sebagai cermin masyarakat akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan kesopanan, maka mahasiswa wajib menghargai dirinya sendiri,
orang lain, maupun lingkungan akademik di mana mereka akan berinteraksi dalam
proses pembelajaran. Selain hak, mahasiswa juga terikat dengan berbagai
kewajiban dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan akademik.
Sebagai contoh, hak untuk mendapatkan kebebasan akademik dalam proses
menuntut ilmu, haruslah diikuti juga dengan tanggung jawab bahwa semuanya tetap
sesuai dengan etika, norma susila dan aturan yang berlaku dalam lingkungan
akademik. Demikian juga dengan hak untuk bisa menggunakan sarana/prasarana
kegiatan kurikuler (fasilitas pendidikan, laboratorium, perpustakaan, dll) harus juga
diikuti dengan kewajiban untuk menjaga, memelihara dan menggunakannya secara
efisien. Segala bentuk vandalisme tidak saja menunjukkan perilaku yang
menyimpang, melanggar norma/etika maupun tata krama, tetapi juga mencerminkan
sikap (attitude) ketidakdewasaan yang bisa mengganggu terwujudnya suasana
akademik yang kondusif.

Suatu hal dalam etika akademik yang penting adalah etika berbusana.
Mahasiswa adalah manusia dewasa, karena itu mereka tidak lagi dipanggil anak
atau siswa tapi dipanggil dengan sapaan saudara atau mahasiswa. Dengan
demikian mereka sudah dianggap manusia dewasa. Tapi apakah orang dewasa itu
punya kebebasan sebebas-bebasnya, jawabnya adalah tidak, tetapi mereka punya
kebebasan yang dilembagakan. Sebagai contoh kebebasan dalam bebusana,
sekalipun bebas menentukan busana dan berpenampilan sendiri tetapi hendaknya
tidak melanggar etika yang berlaku di masyarakat umum. Etika berbusana itu
diantaranya adalah: (1) Memakai busana yang tidak melanggar aturan, norma,
kepatutan dalam lingkungan, seperti memakai pakaian yang terbuka/terlihat aurat
atau anggota tubuh yang seharusnya ditutupi; (2) Bisa mengikuti mode, tapi tetap
harus sesuai acara, sesuai waktu, sesuai tempat; (3) Tidak menggunakan pakaian
yang terlalu mencolok atau menarik perhatian orang; (4) Tidak berbusana yang
membuat anda sulit bergerak/melangkah; (5) Tidak memakai aksesoris yang
menimbulkan bunyi-bunyi waktu anda bergerak dan mudah tersangkut, karena anda
akan hilir mudik dipanggung dan belakang panggung serta berdekatan dan
bergesekan dengan orang lain.; (6) Tidak memakai sepatu yang menimbulkan
bersuara keras waktu melangkah; (7) Tidak membetulkan/merapihkan pakaian
sembarangan tempat; (8) Tidak berpakaian sebagaimana sedang santai, seperti
memakai sandal, berkaos oblong, bercelana pendek, dan sebagainya.

Selain dalam hal berbusana, mahasiswa juga harus menjaga etika dalam
berkomunikasi, baik dengan dosen, tenaga akademik, sesama mahasiswa, maupun
masyarakat pada umumnya. Baik berkomunikasi secara lisan, maupun tulisan. Baik
berkomunikasi secaara langsung maupun melalui media sosial. Dalam hal
berkkomunikasi ini hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah: (1) sikap yang
sopan saat berkomunikasi; (2) nada suara yang datar dan tidak meninggi; (3) pilihan
kata yang baik; dan (4) bahasa yang santun.

Kode Etik Mahasiswa UM

Bagi mahasiswa Universitas Negeri Malang, Kode Etik Mahasiswa telah diatur
dalam Peraturan Rektor Universitas Negeri Malang, Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Kode Etik Mahasiswa. Dalam Peraturan Rektor tersebut diatur hal-hal sebagai
berikut:

1. Hak Mahasiswa. Mahasiswa UM mempunyai hak sebagai berikut:


a. menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab dalam
mengkaji ilmu pengetahuan dan/atau seni atas dasar norma susila dan tata
krama yang berlaku dalam lingkungan akademik;
b. memperoleh pendidikan, pembelajaran, layanan akademik, layanan informasi,
serta fasilitas sarana dan prasarana yang memadai;
c. mendapat bimbingan penyelsaian studi oleh tenaga pengajar yang
bertanggung jawab (dosen wali dan dosen pembimbing tugas akhir);
d. memperoleh layanan akademik dan pengajaran sebaik-baiknya sesuai
dengan manat, bakat, kegemaran, dan kemampuan serta memperoleh
layanan informasi yang berkaitan dengan kegiatan hasil studi;
e. mendapatkan perlindungan dari tindak perundungan, kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kejahatan seksual, dan/atau kejahatan lainnya;
f. mendapatkan pendampingan dalam penyelesaian secara adil dan bijaksana,
jika terjadi kasus tindak perundungan kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kejahatan seksual, dan/atau kejahatan lainnya;
g. mendapatkan layanan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
h. berpartisipasi dalam organisasi kemahasiswaan;
i. mendapat penghargaan atas prestasi yang diperoleh.

2. Kewajiban Mahasiswa. Mahasiswa UM mempunyai kewajiban:


a. mematuhi peraturan/ketentuan yang berlaku di UM;
b. menggunakan bahasa yang santun dan tidak merugikan pihak lain dalam
berkomunikasi baik secara langsungmaupun tidak langsung;
c. mematuhi dan menjaga ketertiban kampus UM;
d. menjunjung tinggi integritas akademik yang mencakup kejujuran, kebenaran,
keadilan, dan rasa tanggung jawab.

3. Etika Mahasiswa sebagai anggota masyarakat:

a. mahasiswa mempunyai tempat yang terhormat, karena mereka adalah insan


yang menjadi panutan dan suri tauladan bagi anggota masyarakat dan
menjadiharapan bangsa dan negara untuk mengemban tugas kelangsungan
pembangunan bangsa dan negara di masa yang akan datang;
b. berperilaku baik dan bertanggung jawab terhadap segala tindakannya serta
menghormati hak dan keberadaan orang lain, baik di dalam maupun di luar
kampus;
c. mampu memberikan keteladanan dan menjadi contoh bagi masyarakat atas
pencapaian prestasi akademik dan profesional;
d. menjunjung tinggi dan memelihara kejujujuran dan integritas akademik dan
profesional, tidak melakukan kecurangan dalam bentuk apapun;
e. memiliki motivasi, daya juang, dan daya tahan yang tinggi untuk meraih
prestasi terbaik;
f. patuh dan menjunjung tinggi segala peraturan yang berlaku di dalam maupun
diluar kampus;
g. mampu mengemban amanah sebagai insan akademik dan mematuhi
komitmen.

4. Etika Mahasiswa sebagai anggota akademik:


a. beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaan yang
dianut;
b. menjunjung tinggi kaidah ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra dan
kebudayaan nasional;
c. menemukan dan mengembangkan jati diri untuk mampu memberikan
konstribusi bagi kemajuan almamater, bangsa dan masyarakat luas;
d. bertanggung jawab dan mampu membuat perencanaan studi untuk meraih
prestasi akademik yang baik.

5. Etika Mahasiswa sebagai peserta didik:


a. mematuhi segala peraturan yang ditetapkan di UM;
b. menjaga keamanan serta kerukunan antar civitas akademik;
c. menjaga kelancaran kegiatan akademik.

6. Etika Mahasiswa terhadap universitas:


a. mahasiswa sebagai anggota kampus harus berpakaian rapi, bersih, serta
berperilaku santun mengikuti norma dan etika umum yang berlaku dalam
lingkungan akademik;
b. melaksanakan aktivitas dan program kemahasiswaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
c. berkewajiban menjaga wibawa dan nama baik universitas;
d. menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dalm berinteraksi tanpa diskriminasi
terhadap agama, ras, latar belakang sosial, pendidikan, dan ekonomi;
e. menggunakan fasilitas kampus untuk kegiatan yang sesuai dengan ketentuan.

7. Etika Mahasiswa terhadap Dosen:


a. menghormati semua dosen tanpa membedakan suku, agama, ras, dan status
sosial;
b. bersikap sopan santun terhadap semua dosen dalam interaksi di dalam dan di
luar UM;
c. mengikuti kegiatan akademik dengan sungguh-sungguh dan bertanggung
jawab;
d. wajib melaksanakan dan menyelesaikan tugas akademik yang diberikan oleh
dosen dalam rangka memperlancar penyelesaian studi secara arif, jujur, dan
bertanggung jawab;
e. menghindarkan diri dari tindak perundungan, kekerasan fisik, kekerasan
psikis, kejahatan seksual, dan/atau kejahatan lainnya terhadap dosen.

8. Etika Mahasiswa terhadap Tenaga Kependidikan:


a. menghormati semua tenaga kependidikan;
b. bersikap ramah dan sopan santun terhadap semua tenaga kependidikan
dalaminteraksi di dalam maupun di luar UM;
c. menghindari diri dari tindak perundungan, kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kejahatan seksual, dan/atau kejahatan lainnya terhadap tenaga kependidikan.

9. Etika Mahasiswa terhadap sesama mahasiswa:


a. menghormati sesama mahasiswa tanpa membedakan suku, agama, ras, dan
status sosial;
b. bekerja sama dengan mahasiswa lain dalam menuntut ilmu pengetahuan;
c. memiliki solidaritas tinggi dan saling membantu untuk tujuan yang baik dan
tidak bertentangan dengan norma hukum atau norma lainnya yang hidup di
dalam masyarakat;
d. menghindari diri daritindak perundungan, kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kejahatan seksual, dan/atau kejahatan lainnya terhadap sesama mahasiswa.

Sebagai anggota masyarakat akademik di Universitas Negeri Malang,


mahasiswa harus selalu menjaga budaya akademik dan etika kehidupan kampus.
Hal ini sebagai salah satu wujud partisipasi mahasiswa dalam menciptakan atmosfir
akademik demi mendukung terciptanya proses pembelajaran yang efektif, tidak saja
di dalam ruang perkuliahan, tetapi juga di luar perkuliahan dan masyarakat pada
umumnya.
Referensi

Burhanuddin Salam. 1997. Etika Sosial, Asas Moral dalam Kehidupan Manusia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Haris, Abd. 2007. Pengantar Etika Islam.Sidoarjo: Al-Afkar, 2007.

Istighfarotur Rahmaniyah. 2010. Pendidikan Etika Konsep Jiwa dan Etika Prespektif
Ibnu Maskawaih. Malang: Aditya Media.

Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Yogyakarta:
LKIS Pelangi Aksara.

Peraturan Rektor Nomor 26 Tahun 2018 tentang Kode Etik Mahasiswa Universitas
Negeri Malang.

Ranjabar, Jacobus. 2013. Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar.


Bandung: Alfabeta.

Widiarto, T. 2009. Psikologi Lintas Budaya Indonesia. Salatiga: Widya Sari Press.

Wiranata, I Gede A.B. 2011. Antropologi Budaya. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Woro Aryandini S. 2000. Citra Bima Dalam Kebudayaan Jawa. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-press).

Anda mungkin juga menyukai