Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN ASPEK BUDAYA AKADEMIK DENGAN AGAMA

Disusun oleh :

1. Ary Lukmana (206008)

2. Ike Yunita (206019)

3. Mery Retnoningdiah (206029)

4. Septianti Rosida (206040)

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

RS Dr. SOEPRAOEN KESDAM V BRAWIJAYA MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hubungan Aspek Budaya
Akademik dengan Agama ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas  pada mata kuliah Agama.Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Hubungan Aspek Budaya Akademik dengan Agama bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 24 November 2020

Penulis
A. Budaya Akademik
Pengertian Budaya Akademik adalah adalah budaya yang dihasilkan oleh
suatu komunitas yang tindakannya didasari atas hasil ilmiah teknis dan mampu
menjelaskan tindakannya itu atas dasar logika dan ilmu pengetahuan. Warga dari
suatu akademik adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah.
Oleh karena itu, masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya
ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas akademik.
Dunia akademik memiliki budaya tersendiri yang disebut budaya akademik
(Academic culture), dimana segenap nilai (value) dalam dunia akademik termuat
dalam etika akademik.

Ciri-ciri Budaya Akademik


Dalam budaya akademik (Academic culture) peran pikiran (rasio) lebih
dominan dibanding peran emosi. Ini berbeda dengan dunia pergaulan sehari-hari.

Oleh karena itu, terdapat sejumlah ciri-ciri masyarakat ilmiah dalam budaya
akademik. Berikut beberapa ciri tersebut dengan penjelasan singkat, antara lain:

1. Kejujuran

Prasyarat utama dalam budaya akademik.

2. Kritis.

Senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya


diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.

3. Kreatif

Senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk menemukan sesuatu yang


baru dan bermanfaat bagi masyarakat.

4. Objektif
Kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan pada suatu kebenaran
ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang maupun ambisi pribadi.

5. Analitis

Suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang merupakan
suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.

6. Konstruktif

Harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas
kemanfaatan bagi masyarakat.

7. Dinamis

Ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus-menerus.

8. Dialogis

Dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik harus


memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan kritik
serta mendiskusikannya.

9. Menerima kritik

Sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap insan akademik senantiasa
bersifat terbuka terhadap kritik.
10. Menghargai prestasi ilmiah/akademik

Masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi


dari suatu kegiatan ilmiah.

11. Bebas dari prasangka

Budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan


kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.

12. Argumentasi Benar Sesuai Fakta

Semua pernyataan memiliki argumentasi yang dapat dinilai benar dan salahnya.
Setiap argumentasi harus dapat ditelusuri fakta fakta yang mendukungnya

B. Etos Kerja
[19:14, 11/24/2020] Ary Kebidanan: Etos kerja Al Qur'an dan Hadis tersebut
menganjurkan kepada manusia, khususnya umat Islam agar memacu diri untuk
bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin, dalam arti seorang muslim harus
memiliki etos kerja tinggi sehingga dapat meraih sukses dan berhasil dalam
menempuh kehidupan dunianya di samping kehidupan akheratnya.
Bagaimana etos kerja yang baik?
Intinya seseorang yang memiliki etos kerja terbaik, selalu menjadi pribadi yang
menunjukkan keandalan, kemampuan, kompetensi, kualitas, kinerja, serta
menghormati ide-ide dan nilai-nilai orang lain den gan bijak. ... Mereka dengan etos
kerja yang baik, ketika mengucapkan janji dan komitmen maka akan dilaksanakan.
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga
oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan,
pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yangg khas dari
suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi
ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Islam dapat dilakukan pendekatan dari dua sisi, pertama adalah sisi ajaran wahyu dan
kedua dari sisi sejarah. Dari sisi ajaran wahyu yaitu al-Qur'an, sebagai wahyu Tuhan
yang diamanahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w, memiliki karakter mutlak, tunggal
dan tetap sampai akhir zaman. Sedangkan Islam dari segi sejarah adalah praktek
keberhidupan di muka bumi ini dalam realitas sosial, ekonomi, politik, budaya dan
lainnya.

Tidak ada lain bagi kaum beriman kecuali harus mengkaji pandangan Islam tentang
etos kerja. Meski makhluk hidup di bumi sudah mendapat jaminan rezeki dari Allah,
namun kemalasan tidak punya tempat dalam Islam. Fatalisme atau paham nasib tidak
dikenal dalam Islam. Firman Allah, "...maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian
beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan
dikembalikan" (Qs Al-Ankabut: 17).

C. Sikap Kerja
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah (1) Adanya keterkaitan
individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan
bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan
mempunyai hubungan baik dengan relasinya. (2) Berusaha dengan cara yang halal
dalam seluruh jenis pekerjaan. (3) tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi
atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
(4) tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan
minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah. (5) Professionalisme
dalam setiap pekerjaan.

D. Adil
Keadilan merupakan salah satu unsur penting dalam Islam yang harus ditegakkan
karena adalah unsur penting dalam setiap tindak laku seorang Muslim. Karenanya
tidak sedikit ayat-ayat Allah dalam alquran yang memerintahkan umat-Nya agar
berlaku adil dalam segala hal, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain,
termasuk pula kepada lingkungan.
Keadilan menjadi sangat penting jika menyangkut hajat umum karena jika keadilan
diabaikan, maka bukan saja akan menimbulkan kekacauan di tengah-tengah
masyarakat akan tetapi juga akan menimbulkan pergeseran dan pertikaian antara satu
dengan yang lain.

Keadilan sering kali diterjemahkan dalam arti yang sangat sempit dengan mengukur
pada distribusi materi yang merata, padahal makna keadilan lebih dari itu. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa adil tidak sama dengan sama rata. Adil juga bukan
melulu tentang distribusi materi, tetapi juga menyangkut prilaku dan moral sehari-
hari.

Memperlakukan istri secara baik dan membina anak-anak dengan baik merupakan
bagian dari sikap adil seseorang terhadap orang lain. Menghindarkan diri dari
berbagai keburukan dan malapetaka, seperti menjaga kesehatan dengan sebaik-
baiknya, merupakan pula bagian dari sikap adil terhadap diri sendiri. Sebaliknya,
menganiaya dan merusak masa depan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain,
adalah jelas bagian dari sikap tidak adil yang sesungguhnya.

Keadilan terhadap diri sendiri tentu memiliki kutamaan tersendiri, karena dari diri
sendirilah segalanya bermula. Namun jangan sampai pula hanya berlaku adil terhadap
diri sendiri tetapi tidak bertindak adil terhadap orang lain. Keadilan adalah sikap
untuk memperlakukan diri sendiri secara adil dan kemudian memperlakukan orang
lain secara adil pula.

Menuduh orang lain melakukan ini dan itu, atau memberikan stempel pada orang lain
sebagai orang yang durhaka, pezina, pembohong, kafir, thogut dan lain-lain
sebagainya bukanlah tindakan adil seseorang terhadap orang lain. Bahkan hal
demikian termasuk penganiayaan terhadap orang lain karena apa yang kita tuduhkan
belum tentu benar, dan bukan tidak mungkin orang yang kita tuduh ternyata jauh lebih
baik dari yang menuduh.

Islam melarang keras umatnya untuk berlaku tidak adil terhadap diri sendiri dan juga
kepada orang lain. Memberikan tuduhan yang belum tentu benar bahkan
dikategorikan sebagai tindakan penzhaliman yang dibenci Allah. Menumpahkan
berbagai tuduhan buruk kepada orang lain bukanlah cerminan keadilan dalam diri
seorang muslim. Seorang Muslim yang baik tidak akan menuduh sesamanya dan
mencapnya dengan berbagai tuduhan buruk, karena jikapun ada orang lain yang
melakukan kesalahan, kewajiban muslim adalah mengingatkan dan menuntunnya ke
jalan yang benar. Bukan malah menghujaninya dengan perkataan dan pebuaran kasar.

E. Hubungan Konsep Budaya dengan Kefarmasian


Kebudayaan berasal dari kata buddhayah atau budi yang berarti akal budi.
Koentjaraningrat memberikan definisi budaya sebagai sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.. Konsep budaya berubah seiring dengan perubahan perilaku
dan struktur masyarakat di Eropa pada abad ke-19. Perubahan ini atas dampak dari
pengaruh teknologi yang berkembang pesat. Istilah budaya sendiri merupakan kajian
komprehensif dalam pengertiannya menganalisa suatu obyek kajian.
Kefarmasian adalah segala sesuatu hal yang berhubungan dengan farmasi seperti
apoteker dan obat–obatan. Farmasi merupakan program studi yang masih termasuk
dalam ilmu kesehatan yang berfokus pada obat-obatan, baik yang alami maupun
sintetis. Jurusan ini merupakan ilmu interdisipliner karena berhubungan dengan ilmu
lain, seperti biologi, kimia hingga ilmu manajemen.
Jika ditanya mengenai hubungan antara budaya dengan kefarmasian maka bisa kita
simpulkan bahwa suatu ilmu farmasi tidak akan luput dari budaya yang berkembang
di suatu daerah, contohnya di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama
islam, maka bahan pembuatan obat- obatannya pun tentunya harus dari bahan bahan
yang tidak dilarang islam, seperti bahan pembuatan cangkang kapsul, sudah banyak
beredar bahwa ada cangkang kapsul yang terbuat dari gelatin babi yang jelas-jelas
haram pada islam, oleh karena itu di Indonesia pada zaman sekarang sudah banyak
yang membuat cangkang kapsul dari rumput laut

Anda mungkin juga menyukai