Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh tipe baru

coronavirus dengan gejala umum demam, kelemahan, batuk, kejang dan diare

(WHO, 2020; Repici dkk., 2020). Pada Desember 2019, sejumlah pasien

dengan pneumonia misterius dilaporkan untuk pertama kalinya di Wuhan, Cina

(Phelan, Katz, & Gostin, 2020). Virus ini telah dinamai sindrom pernapasan

akut parah corona virus 2 (SARS-CoV-2) dan dapat bergerak cepat dari manusia

ke manusia melalui kontak langsung (Li dkk., 2020; Rothe dkk., 2020).

World Health Organization (WHO) secara resmi menetapkan virus

corona (COVID-19) sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020. Artinya,

virus corona telah menyebar luas di dunia. (Kemenkes RI, 2020). Pandemi

adalah keadaan ketika terjadi masalah kesehatan (Umumnya penyakit), yang

frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya

telah mencakup wilayah luas. (Akbar, H, 2018).

Secara global tercatat ada 222 negara di dunia telah terinfeksi Virus

Corona atau yang disebut Coona Virus Dieases dengan jumlah terkonfirmasi

sebanyak 89.707.115 kasus dengan 1.940.352 kematian (CFR 2,2%) dan 183

negara menjadi Negara transmisi lokal termasuk Asia Tenggara dengan

jumlah terkonfirmasi 846.8 ribu kasus pada tanggal yang sama 12 Januari

2021 dan United States of America menjadi negara yang paling tinggi terdapat

kasus terkonfirmasi COVID-19 di dunia dan Indonesia menjadi Negara

tertinggi kasus COVID-19 di Asia Tenggara (WHO, 2020).

1
2

Pandemi Covid- 19 tidak hanya dirasakan oleh penduduk kota besar di

seluruh dunia, tetapi juga berdampak sampai wilayah pelosok. Salah satu

daerah yang terkena imbas dari adanya Covid-19 adalah Lombok Timur

Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dilaporkan sebanyak 3063 kasus covid 19,

3013 orang sembuh, dengan angka kematian 48 orang dan yang masih

diisolasi 2 orang. (Germas, 2021, https://corona.ntbprov.go.id/ diperoleh

tanggal 29 Oktober 2021).

Kejadian kasus COVID-19 terus bertambah dari hari ke hari sehingga

petugas kesehatan sebagai garis depan semakin tertekan karena meningkatnya

beban kerja, mengkhawatirkan kesehatan mereka, dan keluarga (Chen dkk.

2020). Petugas kesehatan yang terlibat dalam pengujian dan perawatan

individu dengan COVID-19 lebih rentan terhadap infeksi daripada masyarakat

umum serta lebih rentan untuk menyebarkan infeksi kepada orang yang

mereka cintai dan ini juga dapat mengakibatkan tekanan psikologis (Neto,

2020).

Jumlah kasus infeksi COVID-19 yang tinggi membutuhka n

penanganan medis yang cepat dan tepat untuk mengurangi risiko

bertambahnya korban jiwa akibat pandemi COVID-19. Penanganan medis

yang cepat dan tepat dapat didukung dengan ketersediaan farmasi, alat

kesehatan, dan tenaga kesehatan yang memadai di rumah sakit rujukan

COVID-19 selama masa pandemi COVID-19. Jumlah ketersediaan tenaga

kesehatan, farmasi, dan alat kesehatan yang terbatas untuk penanganan

COVID-19 di beberapa rumah sakit rujukan COVID-19 memberikan

tantangan yang berat bagi pihak manajeme n rumah sakit (Satgas Covid,
3

2020).

Hasil penelitian pada 34 rumah sakit di China, 1.257 petugas kesehatan

yang merawat pasien COVID-19 menderita gejala depresi sebesar 50%, cemas

45%, insomnia 34%, dan tekanan psikologis 71,5% (Lai et al., 2020).

Penelitian tentang “Dampak Psikologis Pandemi COVID-19 pada Tenaga

Kesehatan di Kota Pontianak didapatkan data prevalensi gejala kecemasan,

depresi, dan insomnia pada tenaga kesehatan selama pandemi COVID-

19 di Kota Pontianak adalah 57,6%, 52,1%, dan 47,9% (Hanggoro dkk, 2020).

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pandemi COVID-19 berdampak pada

meningkatnya masalah psikologis (gangguan kecemasan, depresi dan

insomnia) pada petugas kesehatan.

Tenaga kesehatan khususnya perawat merupakan komponen utama

pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam rangka tercapainya

tujuan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan tujuan nasional

sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi selaku komponen utama

pemberi pelayanan kesehatan. Tentunya keberadaan dari peran dan tanggung

jawab tenaga kesehatan sangatlah penting dalam kegiatan pembangunan

kesehatan. Pelaksanaan dan pendayagunaan terhadap tenaga kesehatan

tersebut harus berjalan dengan baik, seimbang, teratur, terjaga mutunya, dan

terlindungi baik bagi tenaga kesehatan itu sendiri maupun bagi masyarakat

yang menerima pelayanan kesehatan (Hidayat, 2016)

Respon psikologis yang dialami oleh petugas kesehatan terhadap

pandemi penyakit menular semakin meningkat karena disebabkan oleh

perasaan cemas tentang kesehatan diri sendiri dan penyebaran dari keluarga.
4

Kejadian ini secara tidak langsung membuat tenaga kesehatan merasa tertekan

dan khawatir. Hasil penelitian (Lai dkk, 2020) menunjukan bahwa terdapat

50,4% responden memiliki gejala depresi dan 44,6% memiliki gejala

kecemasan karena perasaan tertekan. Menurut Mahraja (2019), tingkat

kecemasan dan depresi yang lebih tinggi yang terjadi pada petugas kesehatan

adalah karena interaksi mereka yang lama dengan pasien dan sifat pekerjaan

mereka. Hal tersebut dapat berdampak pada kinerja perawat itu sendiri.

Menurut Mangkunegara (2015) kinerja secara umum adalah hasilkerja

baik secara kualitas dan kuantitas sesuai tugas dan tanggungjawab yang

diberikan. Dalam hal ini secara khusus kinerja perawat merupakan

produktivitas.

Penilaian kinerja perawat dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana

kualitas dan kuantitas perawat dalam bekerja. Kinerja perawat di Indonesia

menurut penelitian Maimun (2016) di RS Bhayangkara Pekanbaru melaporkan

bahwa kinerja perawat masih rendah yaitu sebesar 53,4%. Penelitian Rahmat

Hidayat (2016) di RS Surabaya juga memperlihatkan kinerja perawat yang

rendah yaitu sebesar 50%. Bila dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya,

sebagian besar menunjukkan tingkat kinerja perawat terbilang masih rendah.

Ditambah pula pada masa pandemi ini menimbulkan kecemasan khususnya

pada perawat yang berpotensi menyebabkan semakin rendahnya produktivita s

perawat dalam bekerja sesuai tugas dan tanggungjawabnya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 16 November

2021 pada 5 orang perawat yang berkerja di Puskesmas Kerongkong, mereka

mengungkapkan bahwa mereka merasa cemas dikarnakan diwilayah kerja


5

Puskesmas Kerongkong sudah ada yang terkonfirmsi positif COVID-19 dan

mereka khawatir apabila terkonfirmasi positif COVID-19 karena akan

mempengaruhi produktivitas nya dalam bekerja, tetapi tenaga kesehatan di

Puskesmas Kerongkong dituntut untuk tetap bekerja dengan baik dengan

memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku. Berdasarkan fenomena di

atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan

Tingkat Kecemasan dengan Kinerja Tenaga Perawat Pada Masa Pandemi

COVID-19 di Puskesmas Kerongkong tahun 2022.”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada

hubungan tingkat kecemasan dengan kinerja tenaga perawat pada masa pandemi

COVID-19 di Puskesmas Kerongkong tahun 2022 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tentang

hubungan tingkat kecemasan dengan kinerja tenaga perawat pada masa

pandemi COVID-19 di Puskesmas Kerongkong tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan pada

tenaga perawat di Puskesmas Kerongkong pada masa pandemi

COVID-19.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kinerja tenaga perawat di

Puskesmas Kerongkong pada masa pandemi COVID-19.

c. Untuk menganalisis hubungan tingkat kecemasan dengan kinerja


6

tenaga perawat di Puskesmas Kerongkong pada masa pandemi

COVID-19.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Pengalaman yang berharga bagi peneliti untuk menambah

wawasan, pengetahuan, dan pengalaman serta mengembangkan diri

khususnya dalam mengatasi kecemasan pada penanganan pasien COVID-

19.

2. Manfaat Bagi Fasilitas Kesehatan atau Pelayanan Keperawatan

Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan

ilmu pengetahuan khususnya tentang hubungan tingkat kecemasan

terhadap kinerja tenaga kesehatan serta dapat digunakan sebagai bahan

pustaka atau bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Manfaat Bagi Penelitian Berikutnya

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar ataupun

sebagai pembanding bagi peneliti selanjutnya untuk meningkatkan

penelitian terkait hubungan kecemasan dengan kinerja perawat pada masa

pandemi COVID- 19.


7

E. Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan


Dinah, dkk Gambaran Penelitian ini Hasil penelitian Terdapat Dinah dkk,
(2020) Tingkat menggunakan dari 10 artikel pada variabel menggunakan
Kecemasan pendekatan studi yang mengulas independen Jenis penelitian
Saat literature dari tentang yaitu tingkat studi literature.
Pandemi beberapa database kecemasan kecemasan. Sedangkan
COVID-19 seperti Pubmed, perawat saat penelitian ini
Di Negara Google Scholar pandemi meggunakan
Berkembang dan Biomed COVID-19. jenis penelitian
Dan Negara Central dengan Dari 3 ini
Maju melakukan sintesis Negara tersebut deskriptif
naratif dari tenyata tingkat analitik. Pada
pencarian utama kecemasan penelitian
pada tingkat perawat di Dinah dan
kecemasan Negara Italia Rahman hanya
perawat di negara lebih tinggi dari meneliti
Cina, Iran, dan Negara Iran dan satu variabel
Italia. China.hal yaitu tingkat
tersebut karena kecemasan.
Negara Italia Sedangkan
mereka rendah penelitian ini
tingkat meneliti dua
kesadaran diri variabel yaitu
sendiri self- tingkat
efficacy yang kecemasan dan
rendah, dan kinerja perawat.
kurangnya
informasi .
Purnama Hubungan Metode penelitian Hasil uji Terdapat Pada penelitian
sari dkk Tingkat kuantitatif yang statistik pada variabel Purnamasari
(2021) Kecemasan menggunakan data diperoleh nilai r independen dkk (2021)
Dengan primer ( google = 0,08, α = yaitu tingkat variabel
Kualitas form) dan 0.051,value kecemasan dependen nya
Tidur memakai metode (nilai dan adalah kualitas
Perawat penelitian korelasi atau menggunaka tidur
Pada Masa crosssectional hubungan sangat n jenis perawat,sedangk
Pandemi dengan deskriptif lemah ), gamma penelitian a n pada
COVID-19 analitik value = 1.00 crosssection penilitian ini
menggunakan uji maka dapat al dengan variabel
sommer’d gamma disimpulkan deskriptif independen nya
tujuan untuk tidak ada analitik adalah kinerja
mengetahui hubungan perawat.
hubungan korelasi signifikan antara
variabel tingkat
independen dan kecemasan dan
dependen (ordinal kualitas tidur.
– ordinal).
8

Amalia Hubungan Desain penelitian Hasil penelitian Terdapat Terdapat pada


Fardiana Quality of korelasional menujukkan pada metode variabel independen
(2018) Nursing dengan bahwa kinerja penelitian yaitu menggunakan
Work Life pendekatan cross dipengaruhi oleh yaitu quality of nursing
dengan sectional. Populasi faktor pendidikan menggunaka work life,
Kinerja dalam penelitian (p=0,035). Kinerja n jenis sedangkan peneliti
Perawat di ini yaitu perawat perawat juga penelitian menggunakan
RSUD pelaksana RSUD dipengaruhi oleh cross tingkat
Syarifah Syarifah Ambami. quality of nursing sectional kecemasan pada
Ambami Sampel sebanyak work life dengan masa pandemi
Rato 106 responden (p=0,000). Lama deskriptif COVID-19
Kabupaten dengan teknik bekerja (p=0,103) analitik
Bangkalan simple random tidak
sampling mempengaruhi
kinerja perawat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

1. Pengertian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Virus corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2

(SARSCoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit

karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus corona bisa

menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru- paru

yang berat, hingga kematian. Severe acute respiratory syndrome corona

virus 2 (SARS- CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus corona

adalah jenis baru dari corona virus yang menular ke manusia. Virus ini

bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu

hamil, maupun ibu menyusui (Handayani, 2020).

2. Proses Penularan COVID-19

Kebanyakan Severe acute respiratory syndrome corona virus 2

(SARS- CoV-2) menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan. SARS-

CoV-2 menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan

kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi,

sapi, kuda, kucing dan ayam. COVID-19 disebut dengan virus zoonotik

yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar

yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vektor untuk

penyakit menular tertentu. Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang

merupakan host yang biasa ditemukan untuk COVID-19. COVID-19 pada

kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian severe acute

9
10

respiratory syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome

(MERS) (PDPI, 2020).

SARS- CoV-2 hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya.

Virus tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari SARS- CoV-2

setelah menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan

masuk virus ke sel host diperantarai oleh protein S yang ada dipermukaan

virus. Protein S merupakan penentu utama dalam menginfeksi spesies

host-nya serta penentu tropisnya (Huang dkk, 2020).

Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari

RNA genom virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis

virus RNA melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus.

Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus (Huang dkk, 2020).

Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian

bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya).

Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi

peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh

beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa

inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI, 2020).

3. Manifestasi COVID -19

Masa inkubasi COVID-19 ini rata–rata 5–6 hari dengan masa

inkubasi terpanjang adalah 14 hari (buku pedoman pencegahan dan

pengendalian COVID-19, Maret ,2020) . Adapun tanda dan gejala dari

COVID-19 ini dapat menyebabkan dari gejala ringan hingga berat.


11

Menurut (Elmasri, Juli 2020) temuan klinis yang dapat diklasifikasi

dari penyakit ini menurut tingkat keparahannya yaitu :

a. Tahap awal (ringan) menunjukan gejala infeksi dini dan non spesifik

seperti malaise, demam, dan batuk kering, diare Pada tahap ini dapat

diketahui dengan pemeriksaan Reverse transcriptase –polymerase chain

reaction (RT- PCR), foto thorak, tes darah lengkap dan fungsi hati.

b. Tahap II Moderat: dapat terjadi penyakit paru yang terbentuk karena

adanya penggandaan virus dan peradangan lokal di paru. Pada tahap

ini pasien akan mengalami batuk, pneumoni, demam tinggi dan

mungkin hipoksia, pada hasil rontgen dada atau Computed Tomograpy

menggambarkan infiltrasi bilateral.

c. Stadium III (berat) peradangan sistemik. Pada tahap ini merupakan

tahap yang paling parah pada pasien COVID-19 dari seluruh stadium

yang memanifestasikan sebagai sindrom hiper peradangan sistemik

ekstra paru bahkan sebuah penelitian di propinsi Hubei Cina juga dapat

memeberikan gejala pada mata misal konjuctiva hiperemi, kemosis,

epifora, dan peningkatan sekresi pada mata.

4. Penularan COVID-19.

Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan

virus kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu

analisis mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi,

gejala dan durasi antara gejala dengan pasien yang diisolasi. Analisis

tersebut mendapatkan hasil penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di

sekitarnya, tetapi kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan


12

masa kontak pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga risiko

jumlah kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat lebih besar (Handayani,

2020).

B. Konsep Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan perasaan takut yang tidak jelas yang

disertai dengan adanya perasaan ketidakpastian, ketidakamanan,

ketidakberdayaan dan isolasi (Stuart, 2019). Sedangkan menurut Hawari

(2018) kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai

dengan adanya rasa khawatir dan ketakutan yang berkelanjutan tetapi tidak

mengalami gangguan dalam realita, kepribadian masih tetap utuh, perilaku

terganggu tetapi masih dalam batas normal.

Kecemasan adanya rasa takut akan terjadi sesuatu yang disebabkan

karena adanya antisipasi bahaya yang merupakan sinyal bagi individu

dalam mengambil tindakan untuk menghadapi ancaman (Sutejo, 2018).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosional

pada seseorang yang tidak jelas yang dapat menimbulkan perasaan tidak

nyaman dan merasa terancam disebabkan adanya ketegangan dari luar

tubuh.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Berikut ini faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan (Untari,

2016), yaitu:

a. Usia

Semakin meningkat usia seseorang semakin baik tingkat


13

kematangan seseorang walau sebenarnya tidak mutlak.

b. Jenis kelamin

Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi

dibandingkan subyek yang berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan

perempuan lebih peka terhadap emosi yang pada akhirnya peka juga

terhadap perasaan cemasnya. Perempuan cenderung melihat hidup atau

peristiwa yang dialaminya dari segi detil sedangkan laki-laki

cenderung global atau tidak detail.

c. Tahap perkembangan

Setiap tahap dalam usia perkembangan sangat berpengaruh

pada perkembangan jiwa termasuk didalamnya konsep diri yang akan

mempengaruhi ide, pikiran, kepercayaan dan pandangan individu

tentang dirinya dan dapat mempengaruhi individu dalam berhubungan

dengan orang lain. Individu dengan konsep diri yang negatif lebih

rentang terhadap kecemasan.

d. Tipe kepribadian

Kepribadian setiap orang berbeda-beda. Orang yang

berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan stress dari pada

yang memiliki kepribadian B.

e. Pendidikan

Seorang dengan tingkat pendidikan yang rendah mudah

mengalami kecemasan, karena semakin tinggi pendidikan akan

mempengaruhi kemampuan berfikir seseorang.


14

f. Status kesehatan

Seseorang yang sedang sakit dapat menurunkan kapasitas

seseorang dalam menghadapi stress.

g. Makna yang dirasakan

Jika stressor dipersepsikan akan berakibat baik maka tingkat

kecemasan yang akan dirasakan akan berat. Sebaliknya jika stressor

dipersepsikan tidak mengancam dan individu mampu mengatasinya

maka tingkat kecemasanya yang dirasakannya akan lebih ringan.

h. Nilai-nilai budaya dan spiritual

Nilai-nilai budaya dan spritual dapat mempengaruhi cara

berfikir dan tingkah laku seseorang.

i. Dukungan sosial dan lingkungan

Dukungan sosial dan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi

cara berfikir seseorang tentang diri sendiri dan orang lain. Kecemasan

akan timbul jika seseorang merasa tidak aman terhadap lingkungan.

j. Mekanisme koping

Ketika mengalami kecemasan, individu akan menggunakan

mekanisme koping untuk mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi

kecemasan secara konstruktif menyebabkan terjadinya perilaku

patologis.

k. Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupan keluarga. Bekerja bukanlah sumber

kesenangan tetapi dengan bisa diperoleh pengetahuan.


15

3. Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Vye (dalam Purnamarini, Setiawan & Hidayat, 2019),

gejala kecemasan dapat diidentifikasi melalui 3 komponen:

a. Komponen kognitif

Disebut juga dengan cara individu memandang, mereka berfikir bahwa

adanya kemungkinan-kemungkinan yang buruk yang selalu

mengintainya sehingga menimbulkan rasa khawatir, takut dan ragu

yang sberlebihan dan merasa dirinya tidak mampu, dan tidak percaya

diri dan itupun merasa suatu ancaman bagi mereka.

b. Komponen fisik atau sensasi fisiologis

Gejala yang dapat dirasakan lansung seperti sakit kepala, sesak nafas,

tremor, detak jantung yang cepat, sakit perut, dan ketegangan otot.

c. Komponen perilaku

Melibatkan perilaku atau tindakan seseorang yang overcontrolling.

Menurut Greenberger dan Padesky (dalam Fenn & Byrne, 2020)

menjabarkan 4 aspek kecemasan:

a. Physical symtom atau reaksi fisik yang terjadi pada orang cemas

misalnya otot tegang, telapak tangan berkeringat, sulit bernafas,

jantung berdebar-debar, pusing

b. Thought, yaitu pemikiran yang negatif dan irasional individu berupa

perasaan tidak siap, tidak mampu, merasa tidak memiliki ke ahlian,

dan tidak yakin dengan kemampuan dirinya sendiri. Pemikiran ini

cendrung akan menetap bila individu tidak merubah pemikirannya

menjadi lebih positif.


16

c. Behavior, individu dengan kecemasannya cendrung menghidari situasi

penyebab kecemasan tersebut dikarenakan individu merasa dirinya

terganggu dan tidak nyaman seperti sakit kepala, mual, keringat

dingin, gangguan tidur. Perilaku yang muncul seperti kesulitan tidur

karena memikirkan pekerjaan.

d. Feellings, suasana hati individu dengan kecemasan cendrung meliputi

panik, perasaan marah, perasaan gugup saat ada pembicaraan dunia

kerja.

4. Jenis dan Tingkatan Kecemasan

Menurut Freud (2018) terdapat tiga jenis kecemasan:

a. Kecemasan realistik, yaitu ketakutan terhadap bahaya atau ancaman

nyata yang ada dilingkungan maupun didunia luar.

b. Kecemasan neorotik, yaitu ketakutan terhadap hukuman yang akan

menimpanya, kecemasan ini berkembang adanya pengalaman yang

diperoleh pada masa kanak-kanak terkait dengan hukuman atau

ancaman dari orang tua maupun orang lain yang otoritas jika

melakukan perbuatan salah (implusif).

c. Kecemasan moral, yaitu rasa takut pada suara hati (super ego).

Menurut Stuart (2017), kecemasan ada empat tingkatan:

a. Kecemasan ringan, kecemasan ini terjadi karena adanya kekecewaan

yang berhubungan dengan adanya ketegangan pada kehidupan sehari-

hari, tetapi kecemasan ini bisa memotifasi untuk belajar dan

menghasilkan kreatifitas.
17

b. Kecemasan sedang, kecemasan ini berfokus pada hal-hal yang penting

dan mengesampingkan yang lain, kecemasan ini mempersempit lapang

persepsi individu, sehingga individu kurang selektif.

c. Kecemasan berat, sangat mempengaruhi lapang persepsi individu.

d. Individu cendrung berfokus pada suatu yang spesifik dan rinci serta

tidak berfikir pada hal yang lain.

e. Kecemasan panik, kecemasan atau ketakutan berhubungan dengan

teror, terperangah, takut dan cendrung mengalami hilang kendali,

kehilangan pemikiran yang rasional, tingkat kecemasan ini tidak

sejalan dengan kehidupan bila berlangsung lama dapat mengalami

kelelahan dan keletihan.

Berdasarkan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), kecemasan

dapat dikelompokan dengan gejala-gejalas secara spesifik (Hawari, 2018):

a. Perasaan meliputi firasat buruk, rasa cemas, mudah tersinggung.

b. Ketegangan meliputi ; lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang, rasa

tegang, mudah menangis, mudah tersinggung, mudah terkejut, gemetar

dan gelisah.

c. Ketakutan meliputi: takut ditinggal sendiri, takut pada keramain, takut

pada orang asing.

d. Gangguan tidur yaitu sering terbangun tengah malam, tidak bisa tidur

nyenyak, mimpi buruk, susah tidur.

e. Gangguan kecerdasan: tidak bisa konsentrasi, ingatan menurun.

f. Gangguan depresi: sering merasa sedih, hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan terhadap hobi.


18

g. Gejala somatik : merasa sakit pada tubuh, otot-otot dan persendian kaku.

h. Gejala pendengaran : telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah.

i. Gejala kardiovaskuler misalnya berdebar-debar, nadi kencang, lemas

detak jantung menghilang berhenti sekejap.

j. Gejala respiratorik , misalnya merasa sesak nafas, tercekik, napas pendek

dan dangkal. Gejala gastro intestinal meliputi: rasa terbakar diperut, mual,

perut terasa melilit, kembung, muntah, susah buang air besar.

k. Gejala urogenital meliputi: sering buang air kecil, tidak datang

menstruasi, haid yang berlebihan, masa haid yang pendek.

l. Gejala autonom meliputi mudah berkeringat, sakit kepala, sering merasa

pusing, mulut kering.

m. Tingkah laku meliputi gemetar, kulit kering, napas pendek dan cepat,

gelisah, muka tegang.

5. Penatalaksanaan Kecemasan

Menurut Hawari (2018) penatalaksanaan atau manajemen pada

tahap pencegahan dan terapi memerlukan metode pendekatan yang bersifat

holistik:

a. Penatalaksanaan farmakologi

Dengan menggunakan obat-obatan misalnya anti kecemasan

benzodiazepim, obat ini tidak boleh digunakan dalam waktu lama

karena bisa mnyebabkan ketergantungan.


19

b. Non farmakologi

1) Distraksi

Merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan

dengan mengalihkan perhatian dari rasa cemas . Stimulus sensori

yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endokrin akan

menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit

stimulus yang ditransmisikan ke otak Potter and Perry, 2018 ).

2) Relaksasi

Terapi relaksasi yang dapat dilakukan berupa relaksasi,

tarik nafas dalam, rmediasi, relaksai imajinasi dan visualisasi.

C. Konsep Kinerja perawat

1. Pengertian Kinerja Perawat

Kinerja perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai

kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral,

bertanggung jawab serta berwenang melaksanakan asuhan keperawatan

pelayanan kesehatan dalam mengimplementasikan sebaik-baiknya suatu

wewenang dalam rangka pencapaian tugas profesi dan terwujudnya tujuan

dari sasaran unit organisasi kesehatan tanpa melihat keadaan dan situasi

waktu (Suriana, 2014).

Kinerja keperawatan adalah prestasi kerja yang ditunjukkan oleh

perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan

sehingga menghasilkan output yang baik kepada customer (organisasi,

pasien dan perawat sendiri) dalam kurun waktu tertentu. Tanda-tanda

kinerja perawat yang baik adalah tingkat kepuasaan klien dan perawat
20

tinggi, zero complain dari pelanggan (Suriana, 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

kinerja perawat merupakan perilaku perawat sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab sebagai seorang perawat untuk dapat memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien sesuai standar dimulai dari melakukan

pengkajian, membuat diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi

keperawatan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat

Menurut Nursalam (2013), faktor yang mempengaruhi kinerja

perawat ada dua yaitu faktor dari dalam diri perawat dan faktor luar

dari perawat. Faktor dari dalam diri perawat diantaranya yaitu pengetahuan

dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan, motivasi

kerja dan kepuasan kerja. Faktor yang terdapat dari luar diri perawat yaitu

beban kerja dan gaya kepemimpinan dalam organisasi berperan dalam

mempengaruhi kinerja perawat.

3. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja perawat merupakan proses pencapaian kinerja

individu atau kelompok yang diukur dan dievaluasi serta dibandingkan

dengan standar yang telah ditentukan yaitu lima tahapan proses

keperawatan. Penilaian kinerja bermanfaat untuk memperbaiki proses

kerja, prestasi kerja, peningkatan kompensasi, melihat kebutuhan untuk

mengikuti pelatihan dan mengevaluasi hasil kerja dengan standar yang

telah ditetapkan. Berdasarkan manfaat tersebut penilaian kinerja mampu

memberikan gambaran yang akurat dan objektif mengenai prestasi kerja


21

karyawan (Mudayana, 2014). Menurut (Kemenkes RI, 2010) kinerja

perawat secara kualitas dapat diukur salah satunya dengan melihat

kelengkapan dokumentasi keperawatan, meliputi pengkajian, membuat

diagnosa, menyusun intervensi, melakukan implementasi dan evaluasi

keperawatan.

Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat

sesuai dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku.

Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin

tercapainya standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat

yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol

sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat

digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam

rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang

tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja

untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing

perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang

berkompeten (Nursalam, 2013).

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui tingkat

efektivitas dan efisiensi atau tingkat keberhasilan atau kegagalan seorang

pekerja/karyawan atau tim kerja dalam melaksanakan tugas/jabatan yang

menjadi tanggung jawabnya. Menurut Nursalam (2013) manfaat dari

penilaian kinerja yaitu:

a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok

dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi


22

kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan

pelayanan di rumah sakit.

b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada

gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia

secara keseluruhannya.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan

meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan

balik kepada mereka tentang prestasinya.

d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan

dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan

mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan

pelayanan keperawatan dimasa depan.

e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja

dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk

mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang

ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat

mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

4. Standar Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Nursalam (2013), standar pelayanan keperawatan adalah

pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk

menilai pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Tujuan

standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,

mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi perawat dari


23

kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan

yang tidak terapeutik. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan

kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan

pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar

praktek keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat

Nasional Indonesia) (2000) yang mengacu dalam tahapan proses

keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan;

(3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:

1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,

pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

1) Status kesehatan klien masa lalu

2) Status kesehatan klien saat ini

3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual

4) Respon terhadap terapi

5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

6) Resiko-resiko tinggi masalah


24

b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa

keperawatan. Adapun kriteria prosesnya yaitu :

1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identikasi

masalah klien, dan perumusan diagnose keperawatan.

2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan

tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosa keperawatan.

4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa

berdasarkan data terbaru.

c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya,

meliputi :

1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan,

dan rencana tindakan keperawatan.

2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan

keperawatan.

3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau

kebutuhan klien.

4) Mendokumentasi rencana keperawatan.

d. Standar Empat: Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi


25

dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:

1) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan

2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi

lingkungan yang digunakan.

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan

keperawatan berdasarkan respon klien.

e. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan

dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Adapun kriteria prosesnya:

1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara

komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut

perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

3) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.

4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana

asuhan keperawatan.

5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.


26

D. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah uraian tentang hubungan antar variabel-

variabel yang terkait dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan

kerangka teori/kerangka pikir atau hasil studi sebelumnya sebagai pedoman

penelitian (Supardi & Rustika, 2013). Kerangka konsep dalam penelitian ini

dapat dilihat seperti gambar di bawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kinerja Tenaga Perawat Pada Masa


Tingkat Kecemasan Pandemi COVID-19

Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi


Kecemasan : Kinerja perawat :
a. Usia a. Faktor Internal
b. Jenis Kelamin 1) pengetahuan dan
c. Tahap perkembangan keterampilan,
d. Tipe Kepribadian 2) kompetensi yang sesuai
e. Pendidikan dengan pekerjaan,
f. Status Kesehatan 3) motivasi kerja dan
g. Makna yang dirasakan kepuasan kerja.
h. Nilai Budaya dan spiritual b. Faktor Eksternal
i. Dukungan sosial dan 1) beban kerja
lingkungan 2) gaya kepemimpinan
j. Mekanisme koping
k. Pekerjaan

Ket:

: diteliti

: tidak diteliti

Bagan 2.1. Kerangka Konseptual


27

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap

rumusan masalah penelitian, belum ada jawaban empirik dengan data

(Sugiyono,2020).

Pada umumnya hipotesis penelitian terdiri dari 2 (dua) jenis yang

dilambangkan:

Ho : Tidak ada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang

lain.

Ha : Ada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.

Maka dalam penelitian ini, penulis mengajukan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan tingkat kecemasan dengan kinerja tenaga perawat

pada masa pandemi COVID-19 di Puskesmas Kerongkong tahun 2022

Ha : Ada hubungan tingkat kecemasan dengan kinerja tenaga perawat pada

masa pandemi COVID-19 di Puskesmas Kerongkong tahu 2022.

Anda mungkin juga menyukai