Anda di halaman 1dari 42

0

PROPOSAL PENELITIAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PADA TEMA SELALU BERHEMAT ENERGI UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS
IVB SD INPRES OESAPA KECIL 1 KOTA KUPANG

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

OLEH

SRI WAHYUNI WAHAB

2016074683

PENDIDIKAN PROFESI GURU PASCA SM-3T


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2018
1

JUDUL : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS


MASALAH PADA TEMA MAKANAN SEHAT UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD INPRES
OESAPA KECIL 1 KOTA KUPANG.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk memajukan bangsa, dan

kebudayaan nasional dengan mengembangkan semua aspek kepribadian manusia

yang mencakup pengetahuan,sikap dan keterampilan dalam rangka menciptakan

sumber daya manusia yang berkualitas untuk menunjang pembangunan pada masa

yang akan datang. Sebagai upaya menyiapkan sumber daya manusia yang

berkualitas pendidikan dilaksanakan secara formal pada jenjang pendidikan dasar

sampai pendidikan tinggi, dimana pemerintah menjamin pelaksanaan pendidikan

tersebut melalui Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya,
masyarakat dan bangsa.

Namun dalam pelaksanaannya, pendidikan selalu menghadapi berbagai

permasalahan. Salah satunya adalah masalah mutu pendidikan. Masalah mutu

pendidikan berkaitan dengan proses pengelolaan pembelajaran yang belum

maksimal, sehingga belum dapat menciptakan proses belajar dan pengalaman

belajar yang bermakna bagi siswa.


2

Bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkan hal tersebut, karena guru

harus memperhatikan komponen-komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional salah satunya ialah penerapan model dalam pembelajaran

tematik berdasarkan kurikulum 2013.

Dalam kurikulum 2013 ada beberapa kajian materi yang harus dikuasai

oleh siswa. Materi-materi dari beberapa disiplin ilmu tersebut harus dikuasai oleh

siswa sekolah dasar baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat

karena berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari.

Salah satu disiplin ilmu di sekolah dasar yang sangat penting adalah IPA.

Di Sekolah Dasar IPA merupakan ilmu yang mencari tahu tentang alam secara

sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi

peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam pembelajaran IPA sangat dibutuhkan keterampilan dari seorang

pendidik atau guru dalam menyampaikan materi ajar agar siswa dapat dengan mudah

memahami materi yang disampaikan.

Depdiknas (Trianto, 2010: 138) mengemukakan bahwa:

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang


mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan.

Mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan salah satu program

pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif
3

dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,

lingkungan, teknologi dan masyarakat serta dapat memecahkan masalah dan

membuat keputusan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Pentingnya pendidikan bagi peserta didik, mengharuskan guru melaksanakan

fungsi dan perannya dengan baik. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh

seorang tenaga pendidik atau guru adalah bagaimana caranya mengelola proses

pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai semaksimal mungkin. Oleh

karena itu seorang guru dituntut untuk mengadakan pembaharuan dalam proses

pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran IPA. Namun hasil belajar siswa yang

menjadi tolak ukur keberhasilan, masih jauh dari yang diharapkan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti

pada tanggal 22 Juni di kelas IVB SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang

ditemukan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA masih tergolong

rendah. Penyebab dari masalah-masalah yang terjadi dilaporkan sebagian siswa

tidak dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh dikarenakan model

pembelajaran yang konvensional dan siswa pasif dalam proses pembelajaran.

Rendahnya hasil pembelajaran IPA disebabkan oleh faktor guru dan siswa.

Dalam proses interaksi sosialnya guru dan siswa tidak dapat terjalin secara sehat,

kurang berdiskusi, bermusyawarah dan bertukar pikiran untuk saling mengisi dan

menyelesaikan permasalahan sehingga siswa hanya pasif di dalam pembelajaran.

Disisi lain juga ada kecenderungan bahwa aktivitas siswa dalam pembelalajaran

IPA masih rendah.


4

Proses pembelajaran seperti di atas memberikan dampak yang kurang bagus

pada siswa , diantaranya: (1) siswa kurang termotivasi dan sulit untuk memahami

materi yang diajarkan; (2) siswa merasa jenuh dan kurang memperhatikan guru saat

menjelaskan dan; (3) siswa bermain-main dalam proses pembelajaran dan tidak

dilibatkan dalam belajar kelompok. Di dalam proses pembelajaran, tentunya seorang

guru tidak ingin memberikan dampak yang kurang bagus pada siswanya. Setiap guru

menginginkan proses pembelajaran yang diterapkan menyenangkan dan berpusat

pada siswa. Berdasarkan permasalahan yang dijabarkan sangat mempengaruhi nilai

hasil belajar siswa, hal ini terbukti dari nilai rata-rata dari hasil belajar IPA adalah

56,4% atau 20 siswa dari 34 siswa yang tidak memenuhi standar ketuntasan

sedangkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diharapkan pada mata

pelajaran IPA adalah 65 data tersebut diperoleh dari guru kelas IVB SD Inpres

Oesapa Kecil 1 Kota Kupang.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, salah satu cara yang dianggap dapat

meningkatkan hasil belajar IPA adalah dengan menerapkan salah satu strategi

pembelajaran yaitu penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah. Pembelajaran

Berbasis Masalah merupakan rangakaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam

implementasi pembelajaran berbasis masalah ada sejumlah kegiatan yang harus

dilakukan siswa. Pembelajaran Berbasis Masalah tidak mengharapkan siswa hanya

sekedar mendengarkan, mencatat, kemudaian menghafal materi pelajaran, akan

tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berfikir, berkomunikasi,

mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.


5

Penerapan pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan

diantaranya dapat melatih siswa untuk mampu menggunakan berbagai konsep,

prinsip dan keterampilan yang telah atau sedang dipelajarinya untuk memecahkan

masalah dalam pembelajaran IPA bahkan untuk memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan Trianto (2007) bahwa

“Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi pembelajaran di mana

siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun

pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir

tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya ini”.

Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang umumnya dihadapi oleh

guru adalah bagaimana mengemas proses pembelajaran agar dapat memberikan

pengalaman yang bermakna bagi siswa. Hal inilah yang menarik perhatian penuh

peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul: Penerapan Pembelajaran

Berbasis Masalah (PBM) pad aTema Selalu berhemat Energi untuk

Mmeningkatkan hasil belajar IPA siswa di kelas IVB SD Inpres Oesapa Kecil 1

Kota Kupang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah adalah

bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis masalah pada tema Selalu

Berhemat Energi dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IVB SD

Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang?

C. Pemecahan Masalah
6

Berdasarkan rumusan masalah, maka peneliti merancang pemecahan

masalah melalui tindakan perbaikan dengan melaksanakan dua siklus

pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada

tema Selalu Berhemat Energi untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa , karena

diyakini model pelaksanaannya sesuai dengan masalah yang dikaji.

Berdasarkan alasan tersebut, maka untuk memecahkan permasalahan

pembelajaran yang dialami siswa kelas IVB SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota

Kupang, maka akan dilakukan tindakan yang sesuai dengan kaidah penelitian

tindakan kelas, sebagai berikut:

a. Melakukan kegiatan obeservasi langsung dalam kelas khususnya pada

pada kelas IVB dengan berdasarkan masalah yang didapat di sekolah,

inilah sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

b. Berkolaborasi dengan guru kelas di sekolah, guna menyusun dan

merancang perangkat pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran yang pada

nantimya akan dilakukan.

c. Melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada model Pembelajaran

Berbasis Masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa, untuk

tiap – tiap siklus tindakan dan evaluasi.

d. Pada pembelajaran disetiap siklus tindakan menggunakan model

Pembelajaran Berbasis Masalah untuk mengetahui peningkatan hasil

belajar siswa. Hasil observasi pada akhir setiap siklus akan direfleksi

untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan tindakan selanjutnya.

D. Tujuan Penelitian
7

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA di kelas IVB SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian tindakan kelas

dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1) Bagi akademis atau lembaga pendidikan, dapat memperoleh pengetahuan

mengenai teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk

meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

2) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadi landasan teoritis

dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam, sehingga dapat menjadi

masukan dalam upaya mengkaji lebih luas tentang penggunaan

pembelajaran berbasis masalah sebagai model pembelajaran, khususnya

dalam meningkatkan hasil belajar.

b. Manfaat Praktis.

1) Bagi siswa SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang, diharapkan dapat

menambah motivasinya untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam

proses pembelajaran dengan suasana pembelajaran yang tidak monoton

dan bervariasi.

2) Bagi guru SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang, diharapkan penelitian

ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman guru dalam

menerapkan pembelajaran berbasis masalah khususnya dalam


8

meningkatkan hasil belajar IPA.

3) Bagi sekolah, sebagai data dan model pemecahan problematika yang

dihadapi guru dalam pembelajaran dan sebagai bahan pertimbangan

penentuan kebijakan untuk meningkatkan mutu guru.

F. Tinjauan Pustaka

1. Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Setiap

model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk

membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari

penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Model pembelajaran dapat diartikan rencana konseptual yang berisi

strategi, pendekatan, metode, teknik serta taktik pembelajaran yang telah disusun

oleh tenaga pendidik. Model pembelajaran merupakan akumulasi proses

pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Model pembelajaran

ini memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery

learning, project-based learning, problem based learning, inquiry learning.

(Musfiqon & Nurdyansyah:2015)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan model

pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur

sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan


9

belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan

melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan

mengelola kelas.

Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat

pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkanm oleh guru meliputi buku

guru, buku peserta didik, lembar tugas/kerja peserta didik, media bantu seperti

komputer, transparansi, film, pedoman pelaksanaan pembelajaran, seperti

kurikulum dan lain-lain.

Model pembelajaran dalam pelaksanaan kurikulum 2013 harus berdasar

pada pendekatan scientific sehingga model pembelajaran harus menantang,

berpusat pada peserta didik dan mampu menyelesaikan masalah yang relevan

dengan kehidupan peserta didik. Ada 4 model pembelajaran yang sesuai yaitu

Problem based learning, Project based learning, inquiry dan discovery. Namun

peneliti menerapkan model Pembelajaran Problem based learning karena cocok di

semua jejang kelas.

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) pertama kali

digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illinois

University School of Medicine. Howard dari sekolah tersebut mendefinisikan

PBL sebagai “ a learning method on the principle of using problems as a starting

point for the acquisition and integration of new knowledge” Barrows ( dalam

Ridwan, 2017:128) pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah metode


10

pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal untuk akuisisi dan

integrasi pengetahuan baru.

Soucisse dkk ( dalam baden dkk, 2004:28) mengatakan bahwa :

Problem based Learning adalah sebuah cara untuk membuat siswa


mengambil alih tanggung jawab dalam pembelajaran mereka
sendiri, sehingga keuntungan yang mereka dapat lebih luas
cakupannya dan mereka bisa menyalurkan serta menambah
kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, kerja tim serta
memecahkan masalah.

“Model pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat mengajar yang

menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan

pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri” (Eggen dan Kauchak 2012:307).

Pada proses pembelajaran seyogyanya kita memposisikan peserta didik sebagai

individu yang harus dikembangkan potensinya.

Moffit mengemukakan bahwa:

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan


pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
(Rusman,2016:241)

Pada model pembelajaran berbasis masalah peran guru sebagai fasilitator

yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik

masalah yang akan dibahas. PBL tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berbasis

masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan

berpikir; pemecahan masalah dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran


11

orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi;

dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri(Trianto:2017)

Berdasarkan teori pembelajaran psikologi kognitif yang berakar pada

asumsi pada belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya

pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi

suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya.

Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh.

Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga

aspek afektif dan psikomotor melalui pernghayatan terhadap problema yang

dihadapi.

Dalam implementasi model pembelajaran berbasis masalah tidak diharapkan

siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi

pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah siswa diharapkan

aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya

menyimpulkan.

Sanjaya menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat

diterapkan jika:

a. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat


mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan
memahaminya secara penuh.
b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan
berpikir rasional siswa, yaitu kemapuan menganalisi situasi,
menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dan situasi baru,
mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta
mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secar
objektif.
12

c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk


memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
d. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajarnya.
e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antar apa yang
dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antar
teori dengan kenyataan. ) (suyadi,2015:132)

Dengan demikian daat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis

masalah adalah sebuah model pembelajaran yang dilakukan dengan adanya

pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang akan dicari pemecahannya

oleh siswa dan diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam

pengembangan sikap tanggung jawab dalam dirinya.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing untuk

membedakan model yang satu dengan model yang lain. “Karakteristik model

problem based learning yaitu adanya pengajuan pertanyaan atau masalah,

berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, menghasilkan

produk atau karya dan mempresentasikannya, dan kerja sama.” (Trianto 2009:93)

Skenario pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah

hendaknya memenuhi karakteristik antara lain “terkait dengan dunia nyata,

memotivasi siswa, membutuhkan pengambilan keputusan, multitahap, dirancang

untuk kelompok, menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi, mencakup

tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (High order thinking) dan

keterampilan lainnya”( Ridwan 2017:131)


13

Karakteristik model pembelajaran berbasis masalah menjadikan

permasalahan sebagai starting point dalam belajar, pemecahan masalah sama

pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah

permasalahan. (Rusman:2016)

Berdasarkan uraian karakteristik menurut para ahli di atas, tampak jelas

bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dimulai oleh

adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru

kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah

ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahan masalah tersebut.

Siswa dapat pula memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan

sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

c. Hakikat Masalah Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

Pemilihan atau penentuan masalah nyata ini dapat dilakukan oleh guru

maupun peserta didik yang disesuaikan kompetensi dasar tertentu. Masalah itu

bersifat terbuka (open ended problem) yaitu masalah yang memiliki banyak

jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keigintahuan peserta didik

untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi tersebut. (Hosnan, 2014:300)

“Untuk dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah guru

harus memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat

diselesaikan oleh siswa secara terbuka, demokratis, rasional dan logis”

(Suyadi,2015:137). Masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah

masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti.

Setiap siswa bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban.


14

Marion menyatakan bahwa “karakteristik permasalahan yang sesuai untuk

PBL yakni 1) tidak terstruktur 2)hanya tersedia sebagian informasi 3) pertanyaan

merupakan milik siswa 4) permasalahaan nata dengan banyak solusi yang

mungkin dan 5) membutuhkan kerja sama” (sani, 2017:137)

Permasalahan dunia nyata pada umumnya kurang terstruktur dan tanpa

batasan sehingga diharapkan siswa akan dapat mengajukan beberapa solusi yang

mungkin tepat untuk mengatasi permasalahan. Hakikat masalah dalam

pembelajaran berbasis masalah adalah kesenjangan antara situasi nyata dan

kondisi yang diharapkan, atau antar kenyataan yang terjadi dengan apa yang

diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan

dan kerisauan atau kecemasan.

Oleh karena itu, materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi

pelajaran yang bersumber dari buku saja akan tetapi juga dapat juga bersumber

dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dibawah

ini diberikan kriteria pemilihan bahan pelajaran pembelajaran berbasis masalah.

(Kurniasih,2015:49)

a) Materi pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung


konflik yang bisa bersumber dari berita, rekaman, video dan lain
sebagainya.
b) Materi yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan
siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
c)Materi pelajaran yang ditetapkan merupakan bahan yang
berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal),
sehingga terasa manfaatnya.
d) Materi yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau
kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan
kurikulum berlaku.
e)Materi harus sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa
merasa perlu untuk mempelajarinya.
15

Menurut Arends pertanyaan atau permasalahan yang diajukan dalam PBL

haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehiduan


dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disilin
ilmu tertentu
b. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak
menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya
menyulitkan penyelesaian siswa
c. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya
mudah dipahami siswa, selain itu masalah disusun dan dibuat
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu masalah
yang dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah
tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan
e. Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan
haruslah bermanfaat yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir memecahkan masalah serta membangkitkan motivasi
belajar siswa. (Hosnan,2014:296)

Setiap siswa berperan aktif memberikan saran sesuai dengan pengalamannya

masing-masing “Masalah diberikan sebelum siswa mempelajari konsep atau

materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan” (Kosasi 2014:89).

Dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah, siswa menjadi terampil

dalam memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan masalah akademik

ataupun sehari-hari.

Siswa diharapkan mencari solusi dari beragam masalah yang mungkin

dihadapi lingkungan dan masyarakatnya. PBM juga mendorong siswa untuk

terbiasa diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah karena

memerlukan pandangan banyak pihak sehingga mendapat solusi terbaik yang

disepakati bersama.
16

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Secara umum model pembelajaran berbasis masalah hendaknya tetap

berkerangka pada pendekatan saintifik yakni diawali dengan langkah pengamatan

terhadap fenomena atau teks yang diakhiri dengan mengkomunikasikan.

Pembelajaran berbasis masalah seharusnya dimulai dengan menyajikan

permasalahan kepada siswa. Tahap pertama yang perlu dilakukan dalam

pembelajaran adalah memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan

penyelesaian masalah sehingga mereka akan bertindak aktif membangun

pengetahuannya. Langkah-langkah (sintaks) Pembelajaran Berbasis Masalah

adalah sebagai berikut (Rusman,2016:241)

Fase Indikator Tingkah Laku Guru


1 Orientasi siswa pada masalah Menjelasakan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa untuk Membantu siswa mendefinisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing pengalaman Mendorong siswa untuk mengumpulkan
individual/ kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan
menyajikan hasil karya dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya
5 Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan
mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan

Di bawah ini dijelaskan lebih rinci mengenai langkah-langkah dalam

implementasi model pembelajaran berbasis masalah.


17

Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan hal apa saja yang akan

dilakukan oleh siswa dan oleh guru. Guru meminta siswa untuk melakukan

kegiatan pengamatan terhadap fenomena tertentu yang berkaitan dengan KD

yang akan dikembangkan. Tahapan orientasi masalah dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan lebih rinci tentang kasus yang dibahas agar dapat

diperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang persoalan yang dihadapi.

Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Dalam langkah ini siswa didorong untuk menemukan masalah dari hal

yang diamatinya dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik

dengan memberikan masalah yang akan diselidiki. Pembelajaran yang

diterapkan harus mendorong siswa untuk berkolaborasi dalam kelompok. Guru

sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok

untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.

Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar

semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil

penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan

tersebut. Vigotsky meyakini bahwa “interaksi sosial dengan teman lain

memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual

siswa” (Rusman.2016:244)
18

Fase 3 : Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Langkah penting dalam tahap ini adalah mencari penyebab terjadinya

masalah, dapat dilengkapi dengan perumusan hipotesis kemudian menemukan

penyelesaian (solusi).

Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya dari berbagai sumber dan ia seharusnya  mengajukan  pertanyaan

pada  siswa  untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang

dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.

Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir

tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas

informasi yang dikumpulkan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan

mempamerkannya

Dalam tahap ini guru membantu siswa untuk merencanakan karya yang sesuai

seperti laporan atau poster dan membantu mereka berbagi tugas dengan

temannya.

Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan

untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka

sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka

gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran

dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.


19

Langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah menurut para ahli

tersebut, akan dituangkan dalam langkah-langkah pembelajaran dan pada saat

pembelajaran berlangsung. Diharapkan siswa terbiasa mengemban tanggung

jawab, baik secara invidu maupun kelompok.

e. Keunggulan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Di bawah ini merupakan kelebihan model pembelajaran berbasis masalah

yang akan diterapkan yaitu:

a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk


lebih memahami isi pelajaran
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik
sehingga memberikan keleluasaan untuk menentukan pengetahuan
baru bagi peserta didik
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
peserta didik
d. Pemecahan masalah dapat bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata
e. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan barunya, dan bertanggung jawab
dalam pembelajaran yang dilakukan
f. Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana
pembelajaran yang aktif-menyenangkan
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan
mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru
h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta
didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata
i. PBM dapat mengembangkan minat peserta didik untuk
mengembanhkan konsep belajar secara terus menerus, karena
dalam praksisnya masalah tidak akan pernah selesai. Artinya,
ketika satu masalah selesai diatasi, masalah lain muncul dan
membutuhkan penyelesaian secepatnya.(Suyadi, 2015:142)

Melalui pembelajaran berbasis masalah siswa mempresentasikan

gagasannya, siswa terlatih berargumen dan mengkomunikasikannya ke pihak lain

sehingga guru pun memahami proses berpikir siswa dan guru dapat membimbing
20

siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran berlangsung

sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga interaksi antara guru dan siswa serta

siswa dengan siswa menjadi terkendali.

Dalam penerapannya pembelajaran berbasis masalah membutuhkan

kesiapan guru dan siswa untuk bisa berkolaborasi dalam memecahkan masalah

yang diangkat. Guru harus menjadi pembimbing yang membantu siswa dalam

menguasai keterampilan memecahkan masalah.(Rusman:2016)

f. Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Selain memiliki keunggulan model pembelajaran berbasis masalah juga

memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut:

a. Ketika peserta didik tidak memiliki minat yang tinggi atau


tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu
menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka
cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah
b. Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka
tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Artinya,
perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah yang akan
dibahas pada peserta didik
c. Proses pelaksanaan PBL membutuhkan waktu yang lebih lama
atau panjang. itu pun belum cukup, karena sering kali peserta
didik masih memerlukan waktu tambahan untuk
menyelesaikan persoalan yang diberikan. Padahal, waktu
pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum
yang ada.(Suyadi:2015:143)

Dengan demikian dalam kegiatan pembelajaran guru berperan

memberikan motivasi pada siswa bahwa mereka memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan masalah, menyampaikan manfaat masalah yang akan dipecahkan

serta membimbing proses pembelajaran agar proses pembelajaran efektif dan

efisien.
21

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Pada dasarnya pengertian belejar adalah proses untuk mendapatkan

pengetahuan. Dimana di dalam proses tersebut terjadi penambahan ilmu

pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman. Menurut Morgan

(Suprijono, 2009: 3) mengatakan bahwa: “belajar adalah perubahan perilaku yang

bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”. Dari penjelasan tersebut bahwa

belajar mempunyai tujuan, yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan yang

dimiliki oleh seseorang serta merealisasikannya dalam perubahan tingkah laku.

Winkel (Riyanto 2010: 61) menjelaskan bahwa:

Belajar adalah suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung


dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat adanya
interaksi antara individu dengan individu dengan lingkungan.

Selanjutnya Hilgard (Sanjaya, 2006: 112) bahwa:

Belajar merupakan proses perubahan melalui kegiatan atau


prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam
lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan
pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri
seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.
Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu
dengan lingkungan yang disadari.

Berdasarkan pengertian belajar yang di kemukakan oleh para ahli di atas,

maka penulis menyimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas mental yang

terjadi melalui suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya


22

sendiri dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut

dapat berupa sesuatu yang sama sekali baru atau penyempurnaan dari hasil belajar

yang telah diperoleh sebelumnya.

b. Prinsip Belajar

Prinsip-prinsip belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak dan

sumber motivasi, dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya

proses belajar antar peserta didik dan pendidik yang dinamis dan terarah. Untuk

mendapatkan kesuksesan dalam belajar maka prinsip belajar ini harus diterapkan

dengan baik.

Prinsip belajar menurut Slameto (Riyanto, 2010) yaitu:

1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar:

a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan

instruksional.

b) Belajar harus dapat menimbulkan “reinforcement” dan motivasi yang

kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

c) Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana siswa dapat

mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan

efektif.

d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

2. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari:


23

a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,

penyajian yang sederhana sehingga siswa mudah menangkap

pengertiannya.

b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan

tujuan instruksional yang harus dicapai.

c) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar

dengan tenang.

d) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar

pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

c. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri

seseorang melalui pengalaman atau proses belajar sebagai implementasi dari hasil

belajar. Hasil belajar digunakan untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang

dicapai seseorang setelah melalui proses belajar.

Menurut Bloom (Suprijono: 2009: 26), bahwa hasil belajar mencakup

antara lain:

(a) Domain kognitif;

adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension


(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application
(menerapkan), analysis (menguraikan, mnentukan hubungan),
synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation , menilai);
24

(b) Domain afektif;

adalah receiving (sikap manerima), responding (memberikan


respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi).

(c) Domain psikomotor;

meliputi initiatory, pre-routine, dan routinized. Psikomotor


juga mencakup ketermpilan produktif, teknik, fisik, sosial,
manajerial, dan intelektual.

Selanjutnya menurut Bundu (2010: 17) bahwa:

Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam


mengikuti program belajar-mengajar sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diterapkan yang meliput aspek kognitif, afektif
dan psikomotor.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan

bahwa hasil belajar merupakan ukuran yang menyatakan sejauh mana pemahaman

siswa tentang materi pelajaran dan tujuan pengajaran yang telah dicapai oleh

siswa, dengan pengalaman yang telah diberikan oleh sekolah.

4. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

a. Pengertian IPA

IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam. Kata

IPA berasal dari natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan

dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara harfiah

IPA dapat disebut juga sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang

mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Penggunaan kata IPA

sebagai natural science, perlu dipertegas untuk membedakannya dari pengertian


25

social science, educational science, politicalscience, dan penggunaan kata

science yang lainnya.

Menurut Bundu (2007: 2) mendefenisikan bahwa:

(1) IPA adalah sejumlah proses kegiatan mengumpulkan informasi


secara sistematik tentang dunia sekitar; (2) IPA adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui proses dari kegiatan tertentu
dan (3) IPA dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap para ilmuwan
menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan.

Sedangkan Trianto, (2010: 136-137) mengemukakan bahwa:

IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya


secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka, jujur, dan sebagainya.

Dari pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa IPA merupakan ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam

semesta. Baik ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang benda mati maupun

yang tak mati dengan jalan melakukan pengamatan. Pengetahuan yang diperoleh

melalui proses dari kegiatan-kegiatan tertentu baik melalui metode ilmiah maupun

sikap ilmiah.

b. Karakteristik Pembelajaran IPA

“Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah,

dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk,

dan sebagai prosedur”. Marsetio (Trianto, 2010: 137). Sebagai proses diartikan

semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam


26

maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai

hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar

sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi yang dipakai

untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode

ilmiah (scientific method).

IPA bukan hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam

fakta yang dapat dihafal, tetapi terdiri atas proses aktif menggunakan pikiran

dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat diterangkan.

Selanjutnya Harlen (Bundu, 2007: 3) mengemukakan karakteristik utama

IPA yakni:

(1) memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk


menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah. Meskipun
kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis, teori dan
prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada;
(2) memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang
diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum
sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh
fakta-fakta dan data yang teruji kebenarannya, dan (3) memberi
makna bahwa teori IPA bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan
berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

pembelajaran IPA pengetahuan yang diperoleh melalui proses dari kegiatan-

kegiatan tertentu, baik melalui metode ilmiah maupun sikap ilmiah. Dimana

metode ilmiah berupa observasi dan eksperimen dan sikap ilmiah berupa rasa

ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.


27

G. Kerangka Pikir

Permasalahan yang ditemukan pada pembelajaran IPA dimana

pelaksanaan pembelajaran, proses interaksi sosialnya guru dan siswa tidak dapat

terjalin secara sehat, kurang berdiskusi, bermusyawarah dan bertukar pikiran

untuk saling mengisi dan menyelesaikan permasalahan sehingga siswa hanya pasif

di dalam pembelajaran. Disisi lain, juga ada kecenderungan bahwa aktivitas

(1) siswa kurang termotivasi dan susah untuk memahami materi yang di ajarkan;

(2) siswa merasa jenuh dan kurang memperhatikan guru saat menjelaskan dan;

(3) siswa bermain-main dalam proses pembelajaran dan tidak dilibatkan dalam

belajar kelompok. Untuk mengatasi permasalahan yang telah ditemukan, maka

diperlukan inovasi dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Salah satunya dengan menggunakan pembelajaran berbasis

masalah. Pembelajaran ini menekankan pada penciptaan struktur-struktur khusus

yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa untuk membuat

pembelajaran lebih menarik. Adapun bentuk kerangka pikir dari tindakan

penelitian ini adalah sebagai berikut:


28

1. Guru kurang melibatkan siswa dalam


belajar kelompok;
2. Proses interaksi sosialnya guru dan siswa
kurang baik
3. Kurang bermusyawarah dan bertukar
pikiran untuk saling mengisi dan
menyelesaikan permasalahan.
4. Siswa kurang termotivasi dan susah untuk
memahami materi yang di ajarkan;
Kondisi Awal 5. Siswa kurang memperhatikan guru saat
menjelaskan dan;
6. Siswa bermain dalam proses pembelajaran
dan tidak dilibatkan dalam belajar

Penerapan model
Tindakan Pembelajaran Berbasis
Masalah

1. Guru melibatkan siswa dalam


kegiatan kelompok
2. Interaksi guru dan siswa berjalan
Kondisi Akhir baik
3. Siswa termotivasi mengikuti
pembelajaran
4. Siswa fokus mengkuti proses
pelajaran
5. Hasil belajar IPA siswa kelas V SD
Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang
meningkat

Gambar 2.1. Kerangka Pikir


29

H. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Jika

pembelajaran berbasis masalah diterapkan dipembelajaran, maka hasil belajar IPA

pada siswa kelas V SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang akan meningkat.

I. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Biklen

(Sugiyono, 2012:13) dalah sebagai berikut:

(a) dilakukan pada kondisi yang alamiah (sebagai lawannya adalah


eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah
instrumen kunci; (b) penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif.
Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga
tidak menekankan pada angka, dan; (c) penelitian kualitatif lebih
menekankan pada proses daripada produk atau outcome.

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang

diperoleh melalui observasi untuk melihat gambaran dari kegiatan guru dan siswa

selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dipilih adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Classroom Action Research) dan bertujuan untuk mengungkapkan hasil


30

penelitian sesuai dengan fakta dan data yang diperoleh di lapangan. Menurut

Suyadi (2010) bahwa “Penelitian Tindakan Kelas adalah pencermatan dalam

bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi

dalam sebuah kelas secara bersama”. Secara garis besar, langkah-langkah

pelaksanaan penelitian tindakan kelas meliputi empat tahap, yaitu: perencanaan,

tindakan, pengamatan, dan refleksi.

2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah terkait dengan faktor-faktor yang diteliti, yaitu:

a. Pembelajaran berbasis masalah;

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata yang disajikan di awal pembelajaran,

kemudian masalah tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari proses

pemecahan masalah tersebut.

b. Hasil belajar;

Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah diterapkannya

pembelajaran berbasis masalah. Hasil belajar biasa dinyatakan dalam skor yang

diperoleh dari tes hasil belajar yang diadakan setelah mengikuti suatu proses

pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya hasil belajar.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota

Kupang. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada semester ganjil tahun ajaran

2018/2019.
31

4. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SD Inpres

Oesapa Kecil 1 Kota Kupang, dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang, yang

terdiri dari 16 orang laki-laki dan 16 orang perempuan yang aktif dan terdaftar

pada semester ganjil tahun 2018 dengan sasaran utama meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui penerapan pembelajaran berbasis

masalah.

5. Prosedur Penelitian

Rancangan tindakan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Hal ini didasarkan pada masalah yang akan dipecahkan

berasal dari penerapan pembelajaran berbasis masalah. Sebagai upaya untuk

meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata pelajaran IPA di kelas

V SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang. Proses pelaksanaan penelitian

tindakan kelas ini terdiri dari beberapa tahapan-tahapan. Secara umum setiap

siklus penelitian tindakan kelas meliputi beberapa tahapan yaitu: perencanaan,

tindakan, observasi dan refleksi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada skema

penelitian berikut ini:


32

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Belum Berhasil

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Berhasil

Bagan 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2011: 15)

Adapun penjelasan dari skema di atas, yaitu sebagai berikut:

1. Gambaran Siklus I

Sesuai dengan tahap yang harus diikuti dalam siklus I, maka prosedur

kegiatan siklus I dalam menyajikan bahan pelajaran adalah sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini

adalah:

1) Melakukan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah dan menganalisis

penyebab-penyebab masalah serta menentukan solusi yang akan dilakukan.

2) Analisis kurikulum dan membuat skenario pembelajaran (RPP)


33

3) Mencatat hasil belajar siswa, yaitu hasil ulangan.

4) Membuat/menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berbasis

pembelajaran berbasis masalah sebagai alternatif dari masalah di atas.

5) Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi siswa dan

aktifitas guru pada saat proses pembelajaran dalam menerapkan pembelajaran

berbasis masalah.

6) Membuat lembar kerja siswa dan mendesain alat evaluasi untuk melihat

kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

b. Tahap Tindakan

Untuk tahap ini peneliti dapat bekerjasama dengan guru kelas, mulai dari

pelaksanaan tindakan yakni dengan melaksanakan proses pembelajaran sesuai

dengan tahap perencanaan yang telah disusun sebelumnnya. Dimana guru

melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis

masalah. Dengan tujuan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang belum

sesuai dengan yang diharapkan.

c. Tahap Observasi

Pada tahap ini, peneliti mengamati seluruh aktivitas guru dan siswa pada

saat pembelajaran dimulai sampai pembelajaran selesai dengan menggunakan

lembar observasi yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu peneliti menyediakan

catatan lapangan untuk melengkapi data.

d. Tahap Refleksi

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari setiap siklus. Dimana pada tahap

ini, hasil yang didapatkan dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis.
34

Kemudian dari hasil analisis tersebut dilakukan refleksi untuk mengetahui hal-hal

yang masih kurang atau yang perlu diperbaiki dalam proses pembelajaran. Jika

hasil yang dicapai pada siklus I (pertama) belum mencapai indikator yang telah

direncanakan yaitu (70%), maka akan didiskusikan bersama guru tentang

alternatif pemecahan selnjutnya, sehingga hasil yang dicapai pada siklus

berikutnya sesuai dengan yang diharapkan.

2. Gambaran Siklus II

Siklus II dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Tes akhir siklus II

dilaksanakan pada pertemuan terakhir. Materi yang dibahas pada siklus II adalah

materi lanjutan dari siklus I. Siklus II merupakan langkah lanjutan dari siklus

satu. Tindakan-tindakan yang diambil pada siklus II, berpatokan dari refleksi pada

siklus I, didiagnosa kemudian dicari solusi terbaik yang akan diterapkan pada

siklus II. Beberapa hal terpenting yang akan dilakukan dalam siklus II ini antara

lain, sebagai berikut:

a) Mengulangi prosedur pada siklus I dengan beberapa perbaikan berdasarkan

tanggapan siswa.

b) Mengumpulkan informasi dari hasil yang diperoleh selama siklus I

c) Memberi refleksi lanjutan tentang hasil penerapan pembelajaran berbasis

masalah.

d) Memperhatikan dengan sangat mendalam refleksi yang telah dibuat sebelum

membuat laporan akhir.


35

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, tes dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati pengembangan pembelajaran

dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, aktivitas guru dan

siswa selama kegiatan pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Observasi ini dilakukan

oleh peneliti dan teman sejawat sebagai observer dengan berpedoman pada lembar

observasi.

b. Tes

Tes yang diberikan kepada siswa disetiap akhir siklus. Tes merupakan

serangkaian pertanyaan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang

telah diberikan dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang terjadi. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan nama siswa dan nilai ulangan harian

siswa kelas V SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara mengelompokkan data aspek guru dan

aspek siswa. Teknik yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif yang
36

dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012: 246) yang terdiri dari

3 aktivitas dalam analisis data yaitu: (a) reduksi data; (b) penyajian data; (c)

penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Berikut ini akan dijelaskan secara

terperinci tentang teknik yang akan digunakan dalam menganalisis data yaitu:

a) Reduksi data adalah proses kegiatan menyeleksi, memfokuskan dan

menyederhanakan semua data yang telah diperoleh mulai dari pengumpulan

data sampai penyusunan laporan.

b) Penyajian data adalah kegiatan mengorganisasikan hasil reduksi dengan cara

menyusun secara naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil

reduksi sehingga dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan.

c) Penarikan kesimpulan dan verifikasi data adalah memberikan kesimpulan

terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini mencakup pencarian

makna data serta memberikan penjelasan selanjutnya dengan melakukan

kegiatan verifikasi yaitu menguji kebenaran dan kecocokan makna-makna

yang muncul dari data yang telah diperoleh dari lapangan.

8. Indikator Keberhasilan

a. Indikator keberhasilan proses dalam penelitian ini dilihat dari dua aspek

yaitu aspek guru dan aspek siswa. Keberhasilan guru dapat dilihat pada

kemampuan mengimplementasikan pelaksanaan pembelajaran dengan

menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada lembar observasi guru dan siswa

mencapai 80% atau dalam kategori baik.


37

Adapun kriteria yang digunakan untuk mengungkapkan kemampuan siswa

dalam menguasai pembelajaran IPA adalah sesuai dengan kriteria standar

berdasarkan ketetapan Deperteman Pendidikan Nasional yaitu pada Tabel berikut:

Tabel 3.1 Indikator keberhasilan proses pembelajaran


Keterlaksanaan Langkah- Kategori
Langkah (%)
80 – 100 Baik (B)
65 – 79 Cukup (C)
< 65 Kurang (K)
Sumber: Daryanto (Rani, 2013: 31)

b. Kriteria keberhasilan hasil dari aspek siswa dapat dilihat pada proses

pembelajaran dan hasil yang dicapai dalam pembelajaran IPA. Skala penilaian

pengetahuan dan keterampilan mengacu pada permendikbud nomor 104 untuk

kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan rentang

angka dan huruf 4,00 (A) – 1,00 (D) dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.2 Indikator keberhasilan kompetensi pengetahuan dan keterampilan


Rentang Skor Rentang Angka Huruf
96,25 – 100 3,85 - 4,00 A+
87,75 – 96 3,51 – 3,84 A-
79,5 – 87,5 3,18 - 3,50 B+
71,25 - 79,25 2,85 - 3,17 B
62,75 – 71 2,51 - 2,84 B-
54,5 – 62,5 2, 18 - 2,50 C+
46,25 – 54,25 1,85 - 2,17 C
37,75 – 46 1,51 - 1,84 C-
29,5 – 37,5 1,18 - 1,50 D+
25 – 29,25 1,00 - 1,17 D
Sumber: permendikbud RI nomor 104 thn 2014

Ketuntasan nilai pengetahuan dikatakan berhasil apabila telah mencapai

predikat Baik (b) yaitu rentang 71,25-79,25. Data yang terkumpul dianalisis
38

dengan menggunakan analisis kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan

karakteristik dari subjek penelitian. Dalam penelitian ini, kriteria yang digunakan

untuk menentukan penilaian hasil belajar siswa disesuaikan dengan yang

diterapkan di sekolah tempat meneliti.

Untuk menghitung nilai perolehan siswa dapat digunakan rumus

Jumlah yang muncul


Skor perolehan = x 100
Jumlah yang seharusnya
39

J. Jadwal dan Biaya Penelitian

1. Jadwal Peenelitian

Minggu ke
No. Jenis Kegiatan Bulan Tahun
1 2 3 4

1 Persiapan
a. Mengadakan Pra penelitian √ 7
(observasi)
b. Perencanaan pembuatan proposal √ 8
c. Penyusunan RPP, LKPD, dan √ 9 2018
Instrumen
d. Melaksanakan seminar proposal
e. Merevisi proposal hasil seminar
f. Mengurus izin penelitian
2 Pelaksanaan Penelitian Siklus I

a. Perencanaan Tindakan √ 10

b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi √ 10 2018


serta Interpretasi data
c. Analisis dan refleksi √ 10

3 Pelaksanaan penelitian siklus II

a. Perencanaan tindakan √ 10 2018

b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi √ 10


serta Interpretasi data
c. Analisis dan refleksi √ 10

4 Penyusunan draf PTK

a. Penyusunan draf PTK

b. Seminar hasil

c. Ujian tutup
40

2. Biaya Penelitian

Biaya penelitian diisusun secara rinci dengan mengacu pada komponen

yang telah ditetapkan. Adapun rincian biaya yang digunakan dalam rancangan

penelitian sebagai berikut :

Tabel.3.3 Rincian biaya penelitian


No. Butir- Butir Pembiayaan Volume Harga Satuan Total
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Biaya operasional
a. Biaya penyusunan 3 rkp Rp. 50.000,- Rp. 150.000,-
b. Pembuatan media Rp. 300.000,- Rp. 300.000,-
2. Biaya transport
a. Transport Peneliti 4x Rp. 20.000,- Rp. 80.000,-
b. Transport Observer 2 orang Rp. 80.000,- Rp. 160.000,-
3. Honorarium
a. Observer 2 orang Rp. 100.000,- Rp. 200.000,-
Rp. 890.000,-
41

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Ridwan.2017 Pembelajaran saintifik untuk implementasi kurikulum


2013.Jakarta:bumi aksara
Bundu, Patta. 2007. Aplikasi Keterampilan Proses dalam pembelajaran di
sekolah dasar. Makassar: Samudra Alif Mim.

Hosnan.2014.Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad


21.Bogor.Ghalia Indonesia
Kurniasih, Imas.2016 Ragam pengembangan model pembelajaran untuk
peningkatan profesionalitas guru.Kata Pena
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Pernada
Media Group.

Rusman.2016.Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme


guru.Depok.Rajagrafindo persada
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Pernada Media Group.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suyadi.2015. Strategi pembelajaran pendidikan karakter.Bandung:PT Remaja


Rosdakarya
Trianto. 2017. Mode-Model Pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik.
Surabaya: Prestasi Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Pendidikan
Nasional. Jakarta: Cemerlang.

Anda mungkin juga menyukai