Anda di halaman 1dari 7

Percik-Percik Permenungan: Kelahiran

dan Perkembangan Ilmu Ekonomi Pertanian


Oleh:
Agus Supriono, SP., M.Si. (Ki Loerah Oetoen)
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

Jejer Wayang:
 Pada suatu hari di pagi yang cerah di Kasatrean Yodipati. Tidak seperti biasanya,
Raden Gathotkoco (GK) sepagi ini menemui Raden Ontoseno(OT). Tujuannya
untuk meminta penjelasan dan/atau berguru kepada Raden Ontoseno, terkait
dengan hal-hal yang belum banyak ia pahami mengenai isi kitab yang telah
dibacanya beberapa hari ini. Kitab yang telah ia baca tersebut adalah “Ekonomi
Pertanian”. Lalu, apa saja isi dialog dalam diskusi yang dilakukan kedua tokoh
wayang tersebut? Dialog antara Gathotkoco dengan Ontoseno dalam diskusi
tersebut mengalir sebagai berikut:

 Kelahiran Ilmu Ekonomi Pertanian

GK : Adimas Ontoseno, bagaimana sejatinya sejarah munculnya ilmu ekonomi


pertanian itu? Terus terang saya merasa penasaran untuk dapat
mengetahuinya secara pasti.

OT : Kakangmas Gathotkoco, ilmu ekonomi pertanian, atau dalam bahasa


Ingrisnya disebut agricultural economics, pada dasarnya memang
merupakan cabang ilmu yang tercatat masih muda. Baik di dunia maupun
di Indonesia pada khususnya. Terkait sejarahnya, ilmu ekonomi pertanian
pertama kali dikembangkan dan dipelajari di Eropa Barat. Von Der Goltz
adalah orang yang pertama kali memperkenalkan ilmu ekonomi pertanian

1
ini di dunia, sebagai salah satu cabang dari ilmu pertanian. Hal ini
termaktup dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1885 dengan judul
“Handbuch der Landwirtschaftlichen Bertriebslehre”.

Adapun di Amerika Serikat, kajian-kajian tentang ekonomi pertanian ini,


pertama kali diajarkan pada tahun 1892 di Ohio University, yang
diwujudkan dalam dengan mata kuliah „rural economics‟ (perekonomian
pedesaan). Pada perkemangan selanjutnya, kajian-kajian yang berkaitan
dengan ekonomi pertanian ini, diberikan di Cornell University, dimulai
pada tahun 1901 yang diwujudkan dalam mata kuliah „farm management‟
(manajemen pertanian). Menginjak tahun 1910, beberapa universitas di
Amerika Serikat sudah memberikan kuliah-kuliah yang teratur tentang
kajian-kajian yang berkaitan dengan ekonomi pertanian ini, dan
membakukannya dalam mata kuliah ilmu ekonomi pertanian (agricultural
economics).

Kangmas Gathot, pada dasarnya kelahiran disiplin ilmu Ekonomi pertanian


di Amerika Serikat ini, terjadi karena dibangkitkan oleh adanya masalah
nasional yang berupa „depresi pertanian‟ yang melanda pada tahun 1890.
Cerita ini termaktup dalam bukunya H.C. Taylor and A.D. Taylor yang
berujudul “The Story of Agricultural Economic” (diterbitkan oleh Iowa
State Callege Press, tahun 1952). Oleh karena adanya masalah besar
tersebut, pada akhirnya para akademisi memandang perlu untuk melahirkan
dan mengembangkan suatu disiplin ilmu yang melingkupi kajian-kajian
tentang ekonomi pertanian. Dengan tujuan untuk membantu memacahkan
masalah (problem solving) agar bisa keluar dari depresi pertanian yang
melanda tersebut.

 Pengembangan Disiplin Ilmu Ekonomi Pertanian di Indonesia

GK : Dimas Ontoseno, apabila mencermati di Indonesia sendiri, bagaimana


pengembangan dan/atau perkembangan disiplin ilmu ekonomi pertanian
tersebut?

OT : Kamas, di Indonesia, mata kuliah ilmu ekonomi pertanian mulai diberikan


kepada mahasiswa pada tahun 1950. Yaitu pada Fakultas Pertanian -
Universitas Indonesia (cat.: kini telah memisahkan diri menjadi Institut

2
Pertanian Bogor) dan Universtas Gadjah Mada. Mata kuliah ilmu ekonomi
pertanian yang diberikan, memiliki arah konsep berdasarkan tradisi
pembelajaran ilmu ekonomi pertanian di Eropa Barat. Pengajar utama ilmu
ekonomi pertanian pada saat itu adalah Prof. Iso Reksohadiprodjo dan Prof.
Ir. Teko Sumodiwirjo. Pada perkembangan selanjutnya, kedua pakar ilmu
ekonomi pertanian inilah yang kemudian disebut-sebut sebagai Bapak Ilmu
Ekonomi Pertanian Indonesia1 .

Di Universitas Gadjah Mada, mata kuliah ekonomi pertanian juga diberikan


kepada para mahasiswa di fakultas lainnya yang ingin memperdalam
pengetahuannya dalam persoalan-persoalan „perdesaan‟. Utamanya para
mahasiswa dari fakultas: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Hukum, dan
Ekonomi. Akan tetapi memasuki akhir tahun 1950-an, mata kuliah ini hanya
diberikan di Fakultas Ekonomi saja. Pada tahun 1955, Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada membuka jurusan Ekonomi Pertanian, dan pada
perkembangan selanjutnya menjadi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada. Ilmu ekonomi pertanian kemudian menjadi mata kuliah wajib di
Fakultas Pertanian tersebut, dan pada perkembangan selanjutnya menjadi
mata kuliah wajib di fakultas-fakultas pertanian di Indonesia.

Gayung pun akhirnya bersambut, dimana pada tahun 1969, tepatnya pada
bulan Februari 1969, di Ciawi – Bogor, dibentuk dan diproklamirkan
Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI). Pembentukan
PERHEPI ini dilakukan dengan tujuan: (a) membentuk organisasi profesi
guna mengembangkan ilmu ekonomi pertanian di Indonesia menjadi lebih
intensif, dan (b) sebagai realisasi cita-cita para ahli/pakar ekonomi pertanian
di Indonesia yang telah berkumpul pada Konfrensi Nasional Ekonomi
Pertanian I (cat.: pada bulan Desember 1964, di Cibogo – Bogor).

Pada perkembangan selanjutnya, PERHEPI mengadakan Konfrensi


Nasional Ekonomi Pertanian II, pada bulan Januari 1970 di Bukittinggi-
Sumatera Barat. Berawal dari Konfrensi Nasional Ekonomi Pertanian II ini,
gayung pun semakin bersambut, dimana kegiatan-kegiatan anggota
PERHEPI kemudian ditampung dalam proyek „Survei Agro Ekonomi‟ yang
diseponsori oleh Pemerintah dan dikoordinasikan oleh Depertemen
Pertanian.

1
PERHEPI, 1987. Ekonomi Pertanian Mawas Diri: Mengenang Satu Windu Wafatnya
Bapak Iso Reksohadiprodjo. Jakarta: Yayasan Agroekonomi.

3
Kangmas Gathot, maka dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa, ilmu
ekonomi pertanian di Indonesia mulai dikembangkan mulai tahun 1950.
Akan tetapi secara „legalitas formal‟, baru mendapatkan pengakuan secara
luas sebagai „cabang profesi tersendiri‟ pada tahun 1969. Yaitu dimulai saat
terbentuknya PERHEPI. Dimana sejak saat itu, pengakuan dan
perkembangan terhadap „profesi baru‟ ini, berjalan cepat berkenaan dengan
mulai dilaksanakannya Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita-I) di
Indonesia (cat.: di era Orde Baru). Dimana pada Repelita-I, yang dimulai
pada tanggal 1 April 1969 sampai dengan 31 Maret 1974, memiliki arah dan
tujuan yang menitik beratkan pada pembangunan sektor pertanian.

 Pengembangan Disiplin Ilmu Ekonomi Pertanian di Indonesia

GK : Dinas Ontoseno, lalu bagaimana pengembangan disiplin ilmu ekonomi


pertanian di Indonesia?

OT : Pada dasarnya Kangmas Gathotkoco, ilmu ekonomi pertanian di Indonesia


berkembang dalam 2 (dua) segi pandangan. Pertama, merupakan bagian
dari disiplin ilmu pertanian. Yaitu pada bagian kajian yang menyangkut
tentang aspek-aspek sosial-ekonomi yang muncul dari persoalan-persoalan
yang dipelajari dalam disiplin ilmu pertanian tersebut. Dengan dipelajari
bagian kajian yang menyangkut tentang aspek-aspek sosial-ekonomi ini,
diharapkan calon-calon sarjana pertanian dapat mengerti, memahami, dan
mengembangkan ketajaman analisis yang terkait dengan persoalan-
persoalan sosial-ekonomi pertanian tersebut.

Terkait dengan bagian kajian yang menyangkut tentang aspek-aspek sosial-


ekonomi ini, pada perkembangan selanjutnya bercabang menjadi 2 (dua),
yaitu: (a) ilmu ekonomi pertanian, dengan cabang-cabangnya antara lain:
tataniaga pertanian, ekonomi produksi pertanian, pemasaran pertanian, dan
lainnya, dan (b) ilmu sosiologi pedersaan. Oleh karena itu, di dalam lingkup
fakultas pertanian, penekanan pada kajian „ekonomi pertanian‟ dan
„sosiologi pedesaan‟ adalah merupakan ciri dan tekanan kajian ilmu
ekonomi pertanian.

GK : Selajunya bagaimana yang „kedua‟ itu Onoseno?

OT : Kedua, khusus bagi para akademisi dan mahasiswa yang berada di dalam

4
lingkup fakultas ekonomi, ilmu ekonomi pertanian mempunyai ciri dan
tekanan kajian yang „agak berbeda‟. Dimana bagi mereka ilmu ekonomi
pertanian „tidak dapat terpisahkan dari‟ konteks kajian ilmu ekonomi, yaitu
ilmu ekonomi yang diterapkan pada „bidang pertanian‟, dengan dasar-dasar
teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro, statistika, teori ekonomi
perusahaan, dan lainnya.

Namun demikian, sejalan dengan perkembangan yang terjadi, perbedaan


tekanan kajian ilmu ekonomi pertanian antara di fakultas-fakultas pertanian
dengan di fakultas-fakultas ekonomi, lama-kelamaan menjadi „kabur‟. Hal
tersebut dapat terjadi karena: Pertama, mata kuliah ekonomi mikro,
ekonomi makro, statistika, dan ekonomi perusahaan, mulai „lebih banyak
porsinya‟ diberikan pada fakultas-fakultas fertanian. Sebaliknya mata kuliah
ilmu (teknik) pertanian juga mulai „lebih banyak porsinya‟ diberikan pada
fakultas-fakultas ekonomi. Kedua, karena bakat dan minat-minat
perseorangan, maka para akademisi dan mahasiswa dapat cenderung lebih
menyukai aspek-aspek mikro ataupun makro dalam persoalan-persoalan
ekonomi pertanian.

 Definisi dan Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi Pertanian

GK : Dimas Ontoseno, jika dapat ditarik benang merahnya, apa sejatinya definisi
dari pertanian itu dan bagaimana ruang lingkupnya?

OT : Mubyarto, seorang pakar ekonomi pertanian Indonesia, dalam bukunya


yang berjudul “Pengantar Ekonomi Pertanian” (diterbitkan oleh LP3ES:
Jakarta, tahun 19870), mendifinsikan bahwa, ilmu ekonomi pertanian
sebagai bagian dari ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena-
fenomena dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian,
baik secara makro maupun secara mikro.

Didalam bukunya tersebut Mubyarto juga meyakinkan, ilmu ekonomi


pertanian di Indonesia adalah „suatu cabang ilmu kemasyarakatan yang
penting‟, yang akan merupakan suatu „alat analisa ilmiah‟ untuk membahas
dan mendalami persoalan-peresoalan yang timbul dalam bidang pertanian,
pembangunan pertanian pada khususnya, dan pembangunan ekonomi
Indonesia pada umumnya

5
Oleh karena itu maka Soekartawi, juga seorang pakar ekonomi pertanian
Indonesia, dalam bukunya yang berjudul “Prinsip Dasar Ekonomi
Pertanian: Teori dan Aplikasi” (diterbitkan oleh PT. RajaGrafindo: Jakarta,
tahun 2001), menyatakan ruang lingkup ilmu ekonomi pertanian adalah
mulai dari kegiatan proses produksi pertanian, tataniaga produk pertanian,
hingga ke konsumsi, serta aspek-aspek lain yang mempengaruhi kegiatan
tersebut. Aspek-aspek lain yang dimaksudkan adalah kebijakan (policy)
pemerintah dan faktor-faktor eksternal.

Didalam tulisannya tersebut, Soekartawi juga lebih menjelaskan, bahwa


ilmu ekonomi pertanian mencangkup analisa ekonomi dari proses (teknis)
produksi dalam pertanian (hubungan antara faktor-faktor produksi,
hubungan antara faktor produksi dengan hasi produksi, hubungan antara
beberapa hasil produksi dalam proses produksi), dan hubungan-hubungan
sosial dalam produksi pertanian. Disamping itu, imu ekonomi pertanian
juga dapat membawa para akademisi dan mahasiswa ke arah kemampuan
menganalisa, menginterpretasikan, dan menghubungkan persoalan ekonomi
makro, misalnya persoalan: pendapatan nasional, konsumsi, investasi,
lapangan kerja, dan pembangunan ekonomi.

Input Output
Proses Produksi
Produksi Produksi
Pertanian Pertanian

Kebijakan Pemerintah
dan Faktor-Faktor
Eksternal (Alam,
Biologis, Sosial,
dan Teknologi)

Konsumsi Tataniaga
Produk Produk
Pertanian Pasar & Harga Pertanian

Gambar 1.1
Ruang Lingkup Kajian dalam Disiplin Ilmu Ekonomi Pertanian

6
Supaya dapat lebih jelas lagi, Kangmas Gathotkoco dapat mencermati
gambar ini. (Raden Ontoseno menunjukan selembar kertas kepada kepada
Raden Gathotkoco, dan pada gambar tersebut tertera tulisan Gambar 1.1. Ruang
Lingkup Kajian dalam Disiplin Ilmu Ekonomi Pertanian).

GK : O, begini ya ruang lingkupnya.

OT : Kangmas Gathotkoco, ada baiknya kita rehat dulu sejenak, sambil


menikmati minum spesialty coffee Ijen, dan menyantap jajanan suwir-suwir
serta prol tape dari Jember yang sudah tersedia ini.

Anda mungkin juga menyukai