Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Rizal Anan Suryana

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 042792789

Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA4314 / PEREKONOMIAN INDONESIA

Kode/Nama UPBJJ : 13 / BATAM

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1.) Sejarah sistem perkembangan Indonesia
Sistem Perekonomian Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh Sistem Ekonomi
Kolonial Belanda yang selama 350 tahun berkuasa atas ekonomi Indonesia. Pada
awal kedatangannya di Indonesia, kolonial tidak datang sebagai penjajah fisik
namun penjajah ekonomi. Dengan organisasi perdagangannya bernama VOC,
mereka memonopoli pasar rempah-rempah yang pada masa itu merupakan
komoditi andalan nusantara.
Ketika tahun 1799 VOC bangkrut dan bubar, pemerintah Belanda melaksanakan
sistem tanam paksa (culture stelsel) untuk menutup defisit anggaran kerajaan
akibat perang melawan berbagai perlawanan di Nusantara. Sistem tanam paksa
yang berlangsung selama lebih dari satu abad ini mendatangkan banyak
keuntungan di pihak kerajaan Belanda tetapi mendatangkan kesengsaraan bagi
rakyat Nusantara. Namun, saat mulai berkembang liberalisme di Eropa, kebijakan
tanam paksa ini menuai banyak kritik, sehingga pemerintah Belanda
mengubahnya menjadi Sistem Ekonomi Kapitalis-Liberal.
Melalui Undang-undang Agraria tahun 1870, pemerintah Belanda mengundang
sektor swasta untuk menyewa lahan perkebunan dalam jangka waktu yang lama.
Lahan perkebunan yang semula dikendalikan pemerintah Belanda diambil alih
oleh swasta, sedangkan pemerintah mendapatkan keuntungan dari pajak
perseroan dan pajak pendapatan sektor swasta. Persoalan baru muncul ketika
perkebunan swasta dan perkebunan rakyat menanam jenis tanaman yang sama
akibatnya perkebunan rakyat sulit bersaing karena memiliki modal yang lebih
kecil dibandingkan sektor swasta (Mubyarto, 2002).
Setelah Indonesia merdeka, para pemimpin bangsa berusaha merumuskan
kembali Sistem Ekonomi Indonesia yang dianggap ideal dengan kondisi bangsa.
Muhammad Hatta mengemukakan sebuah konsep tentang Sistem Ekonomi
Indonesia, yaitu Sistem Ekonomi Kerakyatan. Dalam Sistem Ekonomi Kerakyatan,
semua aktivitas ekonomi harus disatukan dalam organisasi koperasi sebagai
bangun usaha yang sesuai dengan asas kekeluargaan. Hanya dalam asas
kekeluargaan dapat diwujudkan prinsip demokrasi ekonomi, yaitu produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua, sedangkan pengelolaannya dipimpin dan
diawasi oleh anggota masyarakat sendiri (Mubyarto, 2002). Konsep Sistem
Ekonomi Kerakyatan inilah yang kemudian dituangkan dalam UUD 1945 sebagai
dasar sistem perekonomian nasional.
Sistem ekonomi seperti yang dikonsepkan oleh Muhammad Hatta tersebut,
ternyata tidak langsung berhasil dijalankan oleh pemerintahan Indonesia.
Beberapa waktu setelah kemerdekaan, Indonesia mengalami masa-masa sulit
hingga pada puncaknya terjadi perpecahan pemimpin nasional ditandai dengan
mundurnya Muhammad Hatta pada tahun 1956. Sejak saat itu Sukarno
memegang kekuasaan yang sangat besar, sehingga Sistem Ekonomi Etatisme
berjalan di Indonesia. Negara mengendalikan sistem produksi dan distribusi.
Hiperinflasi hingga 650 persen yang terjadi pada tahun 1966 menghentikan
sistem tersebut. Kekacauan sosial politik yang kemudian terjadi membuat
Sukarno praktis tidak mampu melakukan kebijakan apapun untuk memperbaiki
keadaan. Setelah rejim Orde Lama ditumbangkan oleh peristiwa berdarah 1966,
rejim Orde Baru muncul dengan membawa sistem ekonomi yang baru yang
ternyata juga tidak sepenuhnya sesuai dengan dasar sistem ekonomi yang
termuat dalam UUD 1945. Sistem Ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru
bersandar pada “trilogi pembangunan“, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
stabilitas ekonomi, dan pemerataan. Meskipun pemerintah selalu mengklaim
dirinya tidak menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalis, tetapi pada praktiknya
Indonesia telah melakukan berbagai liberalisasi ekonomi yang semakin
memarjinalisasi peranan ekonomi rakyat.
Sumber : Perekonomian Indonesia. ESPA4314 Modul 1. Hal 1.9

2.) keterkaitan antara Sistem Ekonomi Pancasila dan Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Pancasila dan Sistem Ekonomi Kerakyatan keduanya sama-sama
memihak pada kepentingan ekonomi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan serta
kemakmuran di tengah-tengah masyarakat. Sistem ekonomi Pancasil berisikan aturan
main dalam perekonomian yang mengacu pada ideologi Bangsa Indonesia yakni
Pancasila yang didalamnya mengandung tujuan untuk mensejahterakan rakyat dan
berkaitan dengan sistem ekonomi kerakyatan yang prinsip utamanya adalah
memihak kehiudpan perekonomian rakyat.
Penjelasan:
Untuk lebih memahami mengenai sistem ekonomi Pancasila dan sistem ekonomi
Kerakyatan, berikut penjelasannya:

 Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah sistem ekonomi tradisional yang dijadikan


fondasi bagi kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahankan kehidupannya.
Sistem ekonomi rakyat didasarkan pada ekonomi rakyat sebagai kekuatannya.
 Sistem Ekonomi Pancasila ialah bentuk yang dijiwai oleh Pancasila dengan
menjadikan nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong serta kekeluargaan sebagai
landasan utamanya.
Kekuatan ekonomi suatu negara sangat dipengarruhi oleh sistem ekonomi yang
diterapkan. Setiap negara dapat memilih sistem ekonomi mana yang hendak
digunakan dan diterapkan ditengah-tengah masyarakat. Untuk menerapkan sistem
ekonomi, berikut beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan:

1. Sistem pemilikan sumber daya.


2. Kadar peranan pemerintah.
3. Keluwesan masyarakat dalam bekompetisi, dan lain sebagainya.

Sumber: ESPA4314 Modul 1 Hal 1.15-1.16

3.) Liberalisasi pertanian telah merugikan pertanian Indonesia. Kebijakan-kebijakan


apa saja yang harus ditempuh pemerintah agar petani di Indonesia sejahtera?

Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian Indonesia adalah berupa


pembuatan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk memperbaiki kesejahteraan
petani. Meskipun kadang kebijakan yang dibuat pemerintah pun dapat merugikan
bahkan memperburuk kesejahteraan petani. Bidangbidang kebijakan pertanian
yang spesifik meliputi kebijakan harga, kebijakan pemasaran, dan kebijakan
struktural. Bidang kebijakan yang lebih khusus lainnya menyangkut pengaturan-
pengaturan kelembagaan baik yang langsung terdapat di sektor pertanian
maupun di sektor-sektor lain yang ada hubungannya dengan sektor pertanian,
misalnya landreform, penyuluhan pertanian, dan lain-lain (Mubyarto, 1989).

1. Kebijakan Harga:

Kebijakan Pangan Murah Secara teoretis kebijakan harga dapat dipakai mencapai
tiga tujuan, yaitu

a. Stabilisasi harga-harga hasil pertanian terutama pada tingkat petani,

b. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar (term of


trade),

c. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.

Kebijakan harga yang diterapkan di Indonesia misalnya kebijakan harga beras


minimum dan harga beras maksimum. Kebijakan ini ditekankan untuk mencapai
tujuan yang pertama, yaitu stabilisasi harga hasil pertanian. Kebijakan umum yang
ditempuh pemerintah adalah kebijakan pangan murah. Hal ini dikaitkan dengan
strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi untuk mengejar pertumbuhan
ekonomi tinggi. Strategi ini dijalankan dengan mendorong industrialisasi yang
berbasis di wilayah perkotaan. Kebijakan ini justru menghambat perbaikan
kesejahteraan petani, selain juga tidak mendorong perkembangan ekonomi
pedesaan.

2. Kebijakan Pemasaran

Kebijakan pemasaran dilakukan untuk memasarkan hasil-hasil pertanian yang


bertujuan ekspor, selain pengaturan distribusi sarana produksi bagi petani.
Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara pedagang
dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida, dan lain-
lain, sehingga petani dapat membeli sarana produksi tersebut dengan harga yang
tidak terlalu tinggi. Perubahan peranan pemerintah karena liberalisasi pertanian
telah mengecilkan kemampuan pemerintah dalam mengatur pasar, sehingga
petani kesulitan untuk mendapatkan sarana produksi tersebut dengan harga yang
terjangkau. Hal ini misalnya diindikasikan dengan makin mahalnya harga pupuk,
yang sering disebabkan karena langkanya persediaan di pasaran padahal
pemerintah menjelaskan bahwa pasokan sarana produksi tersebut cukup
memadai, bahkan berlebih.

3. Kebijakan Struktural

Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki struktur


produksi misalnya luas pemilikan lahan, pengenalan dan pengusahaan alat-alat
pertanian yang baru, dan perbaikan sarana pertanian yang umumnya baik
prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Penguasaan aset produktif berupa lahan
yang terlalu kecil dan tidak merata mengakibatkan rendahnya produktivitas yang
berimbas pada sulitnya upaya peningkatan kesejahteraan petani kecil. Kebijakan
pemerintah dalam hal ini adalah dengan mengatur kembali distribusi pemilikan
lahan (land reform) yang diupayakan secara adil dan demokratis. Kebijakan lain
yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengembangkan teknologi lokal dan
mengenalkan teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan petani melalui
pelatihan-pelatihan dan penyuluhan yang intensif. Di samping itu, kebijakan yang
terkait dengan upaya pemberdayaan petani adalah kebijakan penanggulangan
kemiskinan. Kebijakan ini ditempuh melalui pembuatan program-program yang
ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani, memperkuat kelembagaan
kelompok tani, dan mempermudah akses petani miskin terhadap sarana produksi,
pasar, dan pembiayaan usaha tani. Pola yang lazim digunakan adalah pola kredit
bergulir (revolving grant) yang diarahkan sebagai basis pengembangan lembaga
keuangan mikro.

Sumber: Perekonomian Indonesia. ESPA4314 Modul 2 Hal 2.8-2.10

4.) Jelaskan dampak kegiatan keuangan mikro dalam pengentasan kemiskinan!

Pada kegiatan keuangan mikro tabungan/simpanan:

1. Mengurangi kerentanan rumah tangga terhadap resiko dan goncangan eksternal

2. Penurunan kerawanan konsumsi keluarga

3. Peningkatan pendapatan

4. Pengurangan keparahan (severity) kemiskinan

5. Pemberdayaan

6. Pengurangan pengucilan sosial

Pada kegiatan keuangan mikro pinjaman:

1. Peningkatan pendapatan

2. Meningkatan keragaman sumber pendapatan

3. Mengurangi kerawanan pendapatan

4. Mengurangi kerawanan konsumsi

5. Meningkatkan konsumsi rumah tangga

6. Peningkatan kemungkinan untuk mendapat pendidikan bagi anak-anak

7. Keparahan kemiskinan dikurangi

8. Pemberdayaan

9. Mengurangi pengucilan sosial

Sumber: Perekonomian Indonesia ESPA4314 Modul 3 Hal 3.23-3-24


5.) Penerimaan pajak pemerintah hingga saat ini masih relatif lebih rendah. Salah
satu cara untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan insentif pajak berupa
penurunan tarif pajak. Jelaskan mengenai cara tersebut!

Insentif pajak berupa penurunan tarif pajak dapat menjadi salah satu alternatif
untuk meningkatkan penerimaan pajak. Secara teoretis, insentif pajak ini
memungkinkan untuk dilakukan. Salah satu teori insentif pajak ini mengemukakan
bahwa pemotongan pajak (tax cuts) akan dapat meningkatkan penerimaan pajak
pemerintah. Logikanya, jika pajak sudah terlalu tinggi, orang malas untuk
berproduksi, melaksanakan aktivitas ekonomi ataupun investasi karena
keuntungan atau pendapatannya akan ditarik ke kas pemerintah melalui pajak
yang tinggi tersebut. Dalam kondisi demikian, penurunan tarif pajak bisa menjadi
pendorong untuk menggairahkan produksi. Dengan bergairahnya pelaku ekonomi
berproduksi, walaupun tarif pajak menurun, secara absolut penerimaan pajak akan
meningkat.

Penerapan insentif pajak memang harus berhati-hati dan melalui kajian yang
mendalam. Penurunan jenis pajak tidak harus menyeluruh, melainkan untuk jenis-
jenis yang tingkat tarifnya sudah terlalu tinggi. Dengan demikian, jika pemerintah
berencana memberikan insentif pajak, maka pemerintah perlu memperbanyak
kajian mengenai insentif pajak.

Sumber: Perekonomian Indonesia. ESPA4314 Modul 3 Hal 3.40

Anda mungkin juga menyukai