E. Dasar Teori
1. Kinetika Kimia
Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju
(kecepatan) dan mekanisme reaksi. Tujuan utama mempelajari kinetika
kimia adalah untuk memahami tahap tahap reaksi yang terjadi dan untuk
mempercepat produksi diperlukan pengetahuan tentang kondisi yang dapat
membantu reaksi agar berlangsung pada rentang waktu yang
menguntungkan secara komersial (Yusuf, 2018).
Kinetika kimia pada intinya yaitu mencari penjelasan tentang
pertanyaan : seberapa cepat reaksi kimia terjadi dan faktor apa yang
mempengaruhi laju dari suatu reaksi kimia (Chairam et al, 2009). Kinetika
kimia merupakan bagian dari kimia fisik yang mempelajari tentang
kecepatan reaksi – reaksi kimia dan mekanismenya. Tujuan utama dari
kinetika kimia adalah mengetahui bagaimana laju reaksi bergantung pada
konsentrasi reaktan (Sastrohamidjojo, 2001).
2. Laju Reaksi
Setiap reaksi kimia dapat dinyatakan dengan pernyataan umum :
Reaktan Produk
Persamaan ini memberitahukan bahwa selama berlangsungnya suatu
reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk.
Sebagai hasilnya dapat diamati jalannya reaksi dengan cara memantau
menurunnya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk
(Chang, 2004)
Laju reaksi juga dapat didefinisikan dengan cepat atau lambatnya
suatu reaksi yang berlangsung. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai
perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi per satuan waktu. Untuk
menghitung laju reaksi perlu menganalisa secara langsung maupun tidak
langsung banyaknya produk yang terbentuk atau banyaknya pereaksi tersisa
setelah beberapa waktu tertentu (Narsito, 1985). Persamaan laju reaksi
adalah sebagai berikut :
𝑟 = 𝑘 [𝐴]𝑚 [𝐵]𝑛
Keterangan : r = laju reaksi
k = konstanta laju reaksi
A dan B = konsentrasi
m dan n = orde reaksi (Sastrohamidjojo, 2001)
Dalam sistem tertutup yang konstan, laju reaksi didefinisikan secara
sederhana sebagai perubahan konsentrasi dari reaktan atau produk dalam
setiap satuan waktu (Irma Mon, 2012). Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai
laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi, atau laju bertambahnya
konsentrasi atau produk (Keenan, 1991). Pada penerapannya, laju sebanding
dengan konsentrasi dua reaktan A dan B sehingga:
v = k [A] [B]
(Atkins, 1997)
Koefisien k disebut konstanta laju, yang tidak bergantung pada
konsentrasi (tetapi bergantung pada temperatur). Persamaan sejenis ini,
ditentukan secara eksperimen, disebut hukum laju reaksi. Berbeda dengan
orde suatu reaksi kimia, orde reaksi kimia ditentukan dengan percobaan dan
tidak dapat diturunkan secara teori meskipun perhitungan stoikiometrinya
telah diketahui (Atkins, 1997).
4. Orde Reaksi
Berdasarkan persamaan laju reaksi, orde reaksi berarti menjelaskan
tentang tingkat reaksi atau hubungan antara konsentrasi dengan kecepatan.
Laju reaksi memiliki satuan mol/liter detik (Peruci dan Suminar, 1987).
Menemukan orde reaksi merupakan salah satu cara memperkirakan sejauh
mana konsentrasi zat pereaksi mempengaruhi laju reaksi tertentu.
Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan
pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju.
𝑟 = 𝑘 [𝐴]𝑚 [𝐵]𝑛
Bila m = 0 maka dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut adalah orde
nol terhadap A dan bila n = 2 maka reaksi tersebut adalah orde kedua
terhadap B. dengan orde total pada reaksi tersebut adalah m + n sehingga
orde total reaksi tersebut adalah 0 + 2 = 2 . (Peruci dan Suminar, 1987)
Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematika dimana
hasil perubahan dapat ditunjukkan. Orde reaksi adalah jumlah pangkat
faktor konsentrasi dalam hukum laju differensial. Orde reaksi hanya dapat
dihitung secara eksperimen dan hanya dapat diramalkan jika suatu
mekanisme reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang dapat ditentukan
sebagai jumlah dari masing-masing eksponen untuk reaktan, sedangkan
hanya eksponen maasingmasing reaktan dikenal dengan orde reaksi untuk
komponen itu (Hiskia, 1992). Terdapat tiga metode yang dapat
dikembangan untuk menetukan orde reaksi suatu komponen, yaitu dengan
metode integral, metode diferensial, dan waktu fraksi. Metode diferensial
berguna untuk menentukan tingkat reaksi, sedangkan metode integral
berguna untuk mengevaluasi tingkat reaksi.
• Metode differensial
Metode differensial disebut juga metode laju awal atau metode laju
rata-rata. Metode ini didasarkan pada perubahan konsentrasi pereaksi dalam
selang waktu tertentu. Hukum laju differensial adalah hubungan konsentrasi
awal dengan laju awal. Metode differensial ditentukan dengan dua cara yaitu
metode grafik dan non-grafik (Wilkinson, 1936).
Metode differensial non grafik
Tabel penentuan orde reaksi metode differensial non grafik
Orde Jumlah Pereaksi Persamaan Laju Reaksi
0 1 𝑑𝑥
=𝑘
𝑑𝑡
1 1 𝑑𝑥
= 𝑘 (𝑎 − 𝑥)
𝑑𝑡
2 1 𝑑𝑥
= 𝑘 (𝑎 − 𝑥)2
𝑑𝑡
2 𝑑𝑥
= 𝑘 (𝑎 − 𝑥 )(𝑏 − 𝑥)
𝑑𝑡
3 1 𝑑𝑥
= 𝑘 (𝑎 − 𝑥)3
𝑑𝑡
n 1 𝑑𝑥
= 𝑘 (𝑎 − 𝑥)𝑛
𝑑𝑡
(Wilkinson, 1936).
Metode differensial grafik
Persamaan :
𝒅𝒙
= 𝒌 (𝒂 − 𝒙)𝒏
𝒅𝒕
diubah ke dalam bentuk 𝐥𝐧 𝒓 = 𝐥𝐧 𝒌 + 𝒏 𝐥𝐧(𝒂 − 𝒙)𝒕
Untuk mendapatkan orde reaksi, maka perlu analisis dari nilai
regresi pada setiap garis linier yang didapat. Orde reaksi ditentukan dari
nilai regresi (R2) yang paling mendekati 1. (Wilkinson, 1936)
• Metode Integral
Metode integral didasarkan pada pengukuran konsentrasi setiap saat.
Hukum laju integral adalah hubungan antara konsentrasi setiap saat dengan
waktu. Data yang terkumpul selanjutnya dievaluasi dengan persamaan
integral yang dimodifikasi ke dalam bentuk grafik. Kemudian ditentukan
apakah reaksi tersebut tingkat satu, dua, atau tingkat tertentu (Wilkinson,
1936).
Metode integral non grafik
Tabel persamaan laju reaksi metode integral non grafik
Orde Persamaan Laju Reaksi
0 𝑘𝑡 = 𝑥
1 𝑎
𝑘𝑡 = ln
(𝑎 − 𝑥)
2 𝑥
𝑘𝑡 =
𝑎 (𝑎 − 𝑥)
3 1 1
𝑘𝑡 = 2
−
2 (𝑎 − 𝑥) 2 𝑎2
n (𝑎 − 𝑥)−𝑛+1 − (𝑎)−𝑛+1
𝑘𝑡 =
𝑛−1
(Wilkinson, 1936)
Metode integral grafik
Untuk mendapatkan orde reaksi, maka perlu analisis dari nilai
regresi pada setiap garis linier yang didapat dari pengeplotan pada
grafik. Orde reaksi ditentukan dari nilai regresi (R2) yang paling
mendekati 1. (Wilkinson, 1936)
Orde 1 Orde 2
Orde 3
− 𝑑 (𝑔𝑢𝑙𝑎)
R= = 𝑘 (𝐻 +)(𝐻2𝑂)(𝑔𝑢𝑙𝑎)
𝑑𝑡
• Bahan
- Larutan gula 10 % 25 mL
- Aquades 125 mL
- Larutan HCl 2 N 10 mL
G. Alur Percobaan
1. Persiapan Alat
Apparatus Polarimeter
- Disiapkan
- Dikeluarkan tabung (kuvet) dari dalam bak
polarimeter
- Dicuci hingga bersih
- Dibilas dengan pelarut yang akan dipakai sebagai
pelarut zat optic aktif yang akan di analisis
- Dikeringkan
Apparatus Polarimeter
Tabung sampel
Sudut putar
Kristal gula 10 gr
Tabung sampel
Sudut putar
H+
Reaksi : C12H22O11 (s) + H2O (l) → C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq)
CH2OH CH2OH
H O H CH2OH H H O H CH2OH H
O O
H + H2 O H H H
OH H H OH H +
OH
OH O CH2OH OH OH OH CH2OH
OH H OH H
H OH H OH
Sukrosa glukosa fruktosa
H. Hasil Pengamatan
CH2OH
H O H
H
OH H
+
OH OH
H OH
Glukosa
CH2OH OH
O
H OH
H CH2OH
OH H
Fruktosa
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/ Reaksi Kesimpulan
Perc Sebelum Sesudah
4. Pembuatan larutan gula - Aquades = - Aquades + CH2OH Larutan gula
H O H
Kristal gula 10 gr larutan tak gula = larutan homogen 10%
berwarna gula tidak OH H
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia
OH
- Ditambahkan aquades hingga - Gula = berwarna
H OH O
volume 100 mL kristal padat
CH2OH
berwarna O
Larutan gula H OH
kekuningan
H CH2OH
OH H
Sukrosa
CH2OH
H O H
H
OH H
+
OH OH
H OH
Glukosa
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/ Reaksi Kesimpulan
Perc Sebelum Sesudah
CH2OH OH
O
H OH
H CH2OH
OH H
Fruktosa
5. Pengukuran sudut putar sampel dari waktu - Laruta gula - Larutan gula Dugaan : Sudut putar
ke waktu 10% = 10% + HCl Sudut putar : sampel dari waktu
Tabung sampel larutan tak 2M = larutan • Sukrosa = +68,5o ke waktu
- Dikeluarkan isinya/ dikosongkan berwarna tidak • Glukosa = +52,7o menurun
- Diisi dengan campuran 25 mL larutan - HCl 2 M = berwarna • Fruktosa = -92,2o Dugaan :
gula dan 10 mL larutan HCl 2N larutan tak - Skala pada Sudut putar :
- Diamati sudut putar 5, 10, 15, 20, 25, berwarna waktu = • Sukrosa =
30, 35, 40, 45, 50, 55, 60 menit 5 menit : 73,6o +68,5o
- Dihitung sudut putar 10 menit : 73,1o • Glukosa =
Sudut putar 15 menit : 65,6 o +52,7o
20 menit : 62,3 o • Fruktosa = -
o
25 menit : 61,9 92,2o
30 menit : 59,2 o
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/ Reaksi Kesimpulan
Perc Sebelum Sesudah
35 menit : 58,4 o Reaksi : Reaksi :
40 menit : 56,3 o CH2OH
O H
45 menit : 55,2 o H
50 menit : 52,9 o OH H
OH
55 menit : 51,1 o
H OH O
60 menit : 49,2 o
CH2OH
O
H OH
H CH2OH
OH H
Sukrosa
H+
(s) + H2O (l)
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/ Reaksi Kesimpulan
Perc Sebelum Sesudah
CH2OH
H O H
H
OH H
+
OH OH
H OH
Glukosa
CH2OH OH
O
H OH
H CH2OH
OH H
Fruktosa
I. Analisis dan Pembahasan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan orde reaksi dan
reaksi inversi gula menggunakan polarimeter. Prinsip dasar percobaan ini
adalah pengukuran daya putar optis suatu zat yang menimbulkan terjadinya
putaran pada bidang getar dan sinar terpolarisasi. Mayoritas gula adalah
fruktosa yang dapat membelokkan cahaya ke kiri sedangkan gula yang terdiri
dari sukrosa dan glukosa akan memutar cahaya ke kanan. Sukrosa memiliki
rotasi jenis +66,5˚, glukosa +52,7˚ dan fruktosa -92,4˚.
a) Menyiapkan apparatus polarimeter
Sebelum dilakukan pengukuran pada sampel, langkah pertama yang
dilakukan yaitu menyiapkan apparatus polarimeter. Persiapan yang
dilakukan yaitu mengeluarkan kuvet dari polarimeter lalu dicuci dengan
aquades. Kuvet harus dibersihkan untuk menghindari adanya zat-zat sisa
yang dapat mengganggu analisis dan mempengaruhi proses analisis,
polarimeter siap digunakan bila lampu pada polarimeter benar-benar
menyala terang tidak ada sisi gelap. Selain itu untuk mendapatkan hasil
akurat dan presisi diharapkan ketika mengisi kuvet dengan larutan tidak
terdapat gelembung udara dalam kuvet yang akan mengganggu dalam
pengamatan karena terdapat celah yang mempengaruhi sinar lain yang
masuk kedalam kuvet.
b) Menentukan titik nol pelarut
Setelah dilakukan preparasi alat, langkah kedua yaitu menentukan
titik nol pelarut yaitu dengan memasukkan aquades ke dalam kuvet lalu
diamati sudut putarnya. Ketika mengisi aquades di dalam tabung
diusahakan tidak terdapat gelembung yang dapat mengganggu sudut
putarnya. Diamati sinar yang tampak di polarimeter hingga semuanya
tampak terang dan didapatkan sudut putar aquades sebesar 0˚ karena belum
adanya campuran dengan larutan lainnya.
c) Pengukuran sudut putar jenis sampel
Langkah ketiga dari percobaan ini yaitu mengukur sudut putar jenis
sampel. Sampel yang akan digunakan yaitu larutan gula 10% dengan
menimbang 10gram gula lalu ditambahkan 100mL aquades di dalam gelas
kimia. Setelah itu kuvet dibilas terlebih dahulu menggunakan larutan gula
yang bertujuan didapatkan hasil skala yang akurat. Selanjutnya kuvet diisi
larutan gula sampai penuh dan tidak terdapat gelembung. Karena jika
terdapat gelembung dapat mempengaruhi sudut putar dimana gelembung ini
merupakan bahan kimia yang umumnya dapat menyerap cahaya baik sedikit
atau banyak. Ketika dilewatkan sinar ke sampel maka ada sebagian cahaya
yang akan diserap oleh partikel dalam gelembung sehingga tidak semua
cahaya yang diberikan diserap oleh partikel. Lalu diamati sudut putar
larutan gula. Sudut putar yang diamati disini merupakan cahaya yang tidak
diserap oleh sampel. Setelah terlihat terang didapatkan sudut putar larutan
gula sebesar 79,1˚. Setelah itu dilakukan perhitungan terhadap sudut putar
jenis sampel [α] larutan sukrosa dengan menggunakan rumus
𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖
𝛼 = 𝑔
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 (𝑑𝑚) 𝑥 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 ( )
𝑚𝐿
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas
diperoleh sudut putar sukrosa sebesar 376,66667˚. Hal ini tidak sesuai
dengan teori, karena secara teori besar skala putar sukrosa adalah +66,5˚
dengan sudut putar sebesar 316,7˚.
d) Pengukuran sudut putar sampel dari waktu ke waktu
Setelah dilakukan pengukuran sudut putar sampel, langkah keempat
yaitu mengukur sudut putar sampel dari waktu ke waktu. Pada percobaan
ini kuvet diisi dengan 25mL larutan gula 10% dan 10mL HCl 2N. HCl pada
percobaan ini berfungsi sebagai katalis dan dapat digantikan dengan asam
lain, tetapi beberapa jenis larutan asam organik seperti asam tartrat dan asam
sitrat hanya saja efektivitasnya yang berbeda. Kemudian diamati sudut putar
dengan waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60 menit. Selanjutnya
didapatkan sudut putar glukosa sebagai berikut:
t (waktu) Sudut putar
5 menit 73,6˚
10 menit 73,1˚
15 menit 65,6˚
20 menit 62,3˚
25 menit 61,9˚
30 menit 59,2˚
35 menit 58,4˚
40 menit 56,3˚
45 menit 55,2˚
50 menit 52,9˚
55 menit 51,1˚
60 menit 49,2˚
H+
C12H22O11 (s) + H2O (l) C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq)
Ketika sukrosa diamati sudut putarnya dengan waktu yang cukup
lama, maka fruktosa dan glukosa bertambah sehingga sukrosa menurun.
Sukrosa memiliki rotasi jenis +66,5˚, glukosa +52,7˚ dan fruktosa -92,4˚.
Sudut putar fruktosa negatif ketika fruktosa semakin banyak dengan jumlah
sudut putar negatif maka sudut putar total akan semakin kecil. Kemudian
dari data tersebut dapat dicari orde reaksi dari sukrosa dengan menggunakan
metode grafik dan non grafik
a) Metode grafik
sudut
t (s) a a-x ln (a-x) 1/(a-x) 1/2(a-x)2
putar [α]
300 73.6 376.66667 350.47619 5.859292773 0.002853261 4.07055E-06
600 73.1 376.66667 348.095238 5.852476115 0.002872777 4.12642E-06
900 65.6 376.66667 312.380952 5.744223443 0.00320122 5.1239E-06
1200 62.3 376.66667 296.666667 5.692609175 0.003370787 5.6811E-06
1500 61.9 376.66667 294.761905 5.686167929 0.003392569 5.75476E-06
1800 59.2 376.66667 281.904762 5.64156929 0.003547297 6.29166E-06
2100 58.4 376.66667 278.095238 5.627963638 0.00359589 6.46521E-06
2400 56.3 376.66667 268.095238 5.591342283 0.003730018 6.95652E-06
2700 55.2 376.66667 262.857143 5.571610702 0.003804348 7.23653E-06
3000 52.9 376.66667 251.904762 5.529051088 0.003969754 7.87947E-06
3300 51.1 376.66667 243.333333 5.494432244 0.004109589 8.44436E-06
3600 49.2 376.66667 234.285714 5.456541371 0.004268293 9.10916E-06
Grafik orde 1
Orde 1
5.9
5.85
5.8
5.75
ln (a-x)
5.7
5.65
5.6
5.55
5.5 y = -0.0001x + 5.8743
5.45 R² = 0.9674
5.4
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
t (s)
Grafik orde 2
Orde 2
0.184
0.182
y = 4E-06x + 0.1701
0.18
R² = 0.9644
0.178
1/(a-x)
0.176
0.174
0.172
0.17
0.168
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
t (s)
Grafik orde 3
Orde 3
0.00001
0.000008
1/2(a-x)^2
0.000006
0.000004
y = 1E-09x + 4E-06
R² = 0.9818
0.000002
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
t (s)
Melalui perhitungan grafik dan non grafik inversi gula memiliki orde
reaksi 3. Hal ini tidak sesuai dengan teori orde reaksi pseudo dimana pada
orde reaksi pseudo ini memiliki orde reaksi 1.
J. Diskusi
Dalam percobaan ini didapatkan skala putar sukrosa sebesar 79,1˚
dimana memiliki nilai yang besar dan tidak sesuai dengan teori yaitu +66,5˚
hal ini disebabkan oleh kesalahan praktikan karena disaat terang-terang-terang,
praktikan terus memperbesar skala yang diperoleh.
Pada percobaan ini inversi gula memiliki orde reaksi 3 dimana tidak
sesuai denga teori yang seharusnya memiliki orde reaksi 1 hal ini adanya
kesalahan praktikan dalam melakukan preparasi menyebabkan orde reaksi
tidak dihasilkan semu dan menyebabkan konsentrasi masing-masing bereaksi
sehingga dihasilkan orde reaksi 3 atau kurang telitinya praktikan ketika
mengamati cahaya pada lensa polarimeter.
K. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Semakin lama waktu yang digunakan maka semakin kecil sudut putar yang
dihasilkan
2. Orde reaksi inversi gula pada percobaan ini adalah orde 3
3. HCl digunakan sebagai katalis yang mana perannya tidak
L. Daftar Pustaka
Atkins, P. W. 1997. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Chairam, S., Somsook, E., Coll, R.K. Enhancing Thai students’ learning of
chemical kinetics. Research in Science & Technological
Education Vol. 27, No. 1, April 2009, 95–115. DOI.
Chang, Raymond . 2004 . Kimia Dasar Konsep – Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid
2 . Jakarta : Erlangga
Fessenden, R.J and Fessenden, J.S. 1986. “Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid
2”. Jakarta : Erlangga.
Keenan, C.W., D.C. Klemfelter, dan J.H. Wood. 1984. Kimia untuk
Universitas. Erlangga: Jakarta.
Peruci, R. H. dan Suminar . 1987 . Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern
. Jakarta : Erlangga
Petrucci, Ralph H . 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid2 .
Jakarta : Erlangga
Suwarno, dkk. 2015. “Proses Pembuatan Gula Invert dari Sukrosa dengan
Katalis Asam Sitrat, Asam Tartrat dan Asam Klorida”. Momentum,
Vol 11. No 2: 99-103.
Wirani, I., L., Hanum, F., Dina, S., F. 2017. “Aktivasi Karbon Dari Sekam Padi
Dengan Aktivator Asam Klorida (HCl) Dan Pengaplikasiannya
Pada Limbah Pengolahan Baterai Mobil Untuk Mengurangi Kadar
Timbal (Pb)”. Laporan Penelitian. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas
Teknik: Universitas Sematera Utara.
Yusuf, Yusnidar. 2018. “Kimia Dasar Panduan Belajar”. Edu Center
Indonesia: Jakarta
M. Jawaban Pertanyaan
1. Apa fungsi penambahan larutan HCl?
Jawab:
Penambahan HCl ini berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk
mempercepat reaksi inversi gula (perputaran kekiri) dan untuk
menghidrolisis sukrosa. Penambahan HCl berfungsi sebagai pemberi
suasana asam dan katalis yang dapat mempercepat reaksi hidrolisis atau
terurainya sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, dimana pada akhir reaksi
akan terbentuk kembali (tidak ikut bereaksi).
2. Berikan sedikitnya 3 contoh zat optis selain gula dan berapa sudut putarnya
berdasarkan kajian pustaka dan pengamatan anda?
Jawab:
- Kloroform : +52,00
- Calciferol dalam aseton : + 82,60
- Calciferil dalam kloroform : + 52,00
- Asam tartarat = +14,1
- Maltosa = +130,4
3. Berapa sudut putar larutan sukrosa, larutan glukosa, dan larutan fruktosa
berdasarkan kajian pustaka anda?
Jawab:
Berdasarkan teori bahwa mayoritas gula adalah fruktosa danfruktosa
membelokkan cahaya ke kiri. Gula yang terdiri dari Sukrosa maupun
Glukosa memutar cahaya ke kanan. Sukrosa memiliki rotasi +66,5° (positif)
produk yang dihasilkan glukosa[α] = +52,7° dan fruktosa [α] = -92,4°
mempunyai rotasi netto negatif.
N. Lampiran Dokumentasi
Alat percobaan
Bahan percobaaan
• t = 600s • t = 1800s
1 𝑎 1 𝑎
k = 𝑡 𝑙𝑛 k = 𝑡 𝑙𝑛
(𝑎−𝑥) (𝑎−𝑥)
1 376,66667 1 376,66667
k= 𝑙𝑛 k= 𝑙𝑛
600 348,095238 1800 281,904762
1 1
= 600 . 0,07884 = 1800 . 0,28979
• t = 900s • t = 2100s
1 𝑎 1 𝑎
k = 𝑡 𝑙𝑛 k = 𝑡 𝑙𝑛
(𝑎−𝑥) (𝑎−𝑥)
1 376,66667 1 376,66667
k = 900 𝑙𝑛 k = 2100 𝑙𝑛
312,380952 278,095238
1 1
= 900 . 0,18713 = 2100 . 0,30339
• t = 1200s • t = 2400s
1 𝑎 1 𝑎
k = 𝑡 𝑙𝑛 k = 𝑡 𝑙𝑛
(𝑎−𝑥) (𝑎−𝑥)
1 376,66667 1 376,66667
k = 1200 𝑙𝑛 k = 2400 𝑙𝑛
296,666667 268,095238
1 1
= 1200 . 0,23875 = 2400 . 0,34001
• t = 3000s • t = 3600s
1 𝑎 1 𝑎
k = 𝑡 𝑙𝑛 k = 𝑡 𝑙𝑛
(𝑎−𝑥) (𝑎−𝑥)
1 376,66667 1 376,66667
k = 3000 𝑙𝑛 k = 3600 𝑙𝑛
251,904762 234,285714
1 1
= 3000 . 0,40230 = 300 . 0,47481
Orde 2
• t = 300s • t = 900s
1 1 1 1
− −
(𝑎−𝑥) 𝑎 (𝑎−𝑥) 𝑎
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
350,47619 376,66667 312,380952 376,66667
k= k=
300 900
0,000198 0,000546
= =
300 900
• t = 600s • t = 1200s
1 1 1 1
− −
(𝑎−𝑥) 𝑎 (𝑎−𝑥) 𝑎
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
k = 348,095238600376,66667 k = 296,6666671200376,66667
0,000217 0,000715
= =
600 1200
-7
= 3,61 x 10 = 5,96 x 10-7
• t = 1500s • t = 2700s
1 1 1 1
− −
(𝑎−𝑥) 𝑎 (𝑎−𝑥) 𝑎
k= 𝑡
k= 𝑡
1 1 1 1
− −
294,761905 376,66667 262,857143 376,66667
k= k=
1500 2700
0,000737 0,00114
= =
1500 2700
• t = 1800s • t = 3000s
1 1 1 1
− −
(𝑎−𝑥) 𝑎 (𝑎−𝑥) 𝑎
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
281,904762 376,66667 251,904762 376,66667
k= k=
1800 3000
0,000892 0,001314
= =
1800 3000
-7
= 4,95 x 10 = 4,38 x 10-7
• t = 2100s • t = 3300s
1 1 1 1
− −
(𝑎−𝑥) 𝑎 (𝑎−𝑥) 𝑎
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
k = 278,0952382100376,66667 k = 243,333333300
376,66667
0,000941 0,001454
= =
2100 3300
-7
= 4,48 x 10 = 4,40 x 10-7
• t = 2400s • t = 3600s
1 1 1 1
− −
(𝑎−𝑥) 𝑎 (𝑎−𝑥) 𝑎
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
268,095238 376,66667 234,385714 376,66667
k= k=
2400 3600
0,001075 0,001613
= =
2400 3600
• t = 600s • t = 2100s
1 1 1 1
− −
2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2 2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
2(348,095238)2 2(376,66667)2 2(278,095238)2 2(376,66667)2
k= k=
600 2100
• t = 900s • t = 2400s
1 1 1 1
− −
2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2 2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
2(312,380952)2 2(376,66667)2 2(268,095238)2 2(376,66667)2
k= k=
900 2400
• t = 1200s • t = 2700s
1 1 1 1
− −
2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2 2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
2(296,666667)2 2(376,66667)2 2(262,857143)2 2(376,66667)2
k= k=
1200 2700
-9 -9
= 1,79 x 10 = 1,37 x 10
• t = 1500s • t = 3000s
1 1 1 1
− −
2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2 2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
2(294,761905)2 2(376,66667)2 2(251,904762)2 2(376,66667)2
k= 1500
k= 3000
-9 -9
= 1,48 x 10 = 1,45 x 10
• t = 3300s • t = 3600s
1 1 1 1
− −
2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2 2(𝑎−𝑥)2 2𝑎2
k= k=
𝑡 𝑡
1 1 1 1
− −
2(243,33333)2 2(376,66667)2 2(234,385714)2 2(376,66667)2
k= k=
3300 3600
-9 -9
= 1,49 x 10 = 1,55 x 10
Metode Grafik
sudut
t (s) a a-x ln (a-x) 1/(a-x) 1/2(a-x)2
putar [α]
300 73.6 376.66667 350.47619 5.859292773 0.002853261 4.07055E-06
600 73.1 376.66667 348.095238 5.852476115 0.002872777 4.12642E-06
900 65.6 376.66667 312.380952 5.744223443 0.00320122 5.1239E-06
1200 62.3 376.66667 296.666667 5.692609175 0.003370787 5.6811E-06
1500 61.9 376.66667 294.761905 5.686167929 0.003392569 5.75476E-06
1800 59.2 376.66667 281.904762 5.64156929 0.003547297 6.29166E-06
2100 58.4 376.66667 278.095238 5.627963638 0.00359589 6.46521E-06
2400 56.3 376.66667 268.095238 5.591342283 0.003730018 6.95652E-06
2700 55.2 376.66667 262.857143 5.571610702 0.003804348 7.23653E-06
3000 52.9 376.66667 251.904762 5.529051088 0.003969754 7.87947E-06
3300 51.1 376.66667 243.333333 5.494432244 0.004109589 8.44436E-06
3600 49.2 376.66667 234.285714 5.456541371 0.004268293 9.10916E-06
Grafik orde 1
Orde 1
5.9
5.8
ln (a-x)
5.7
5.6
Orde 2
0.184
0.182
y = 4E-06x + 0.1701
0.18
R² = 0.9644
0.178
1/(a-x)
0.176
0.174
0.172
0.17
0.168
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
t (s)
Grafik orde 3
Orde 3
0.00001
0.000008
1/2(a-x)^2
0.000006
0.000004
y = 1E-09x + 4E-06
R² = 0.9818
0.000002
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
t (s)