Anda di halaman 1dari 13

KULIAH KERJA NYATA (KKN) ANGKATAN KE-75 BERBASIS

MODERASI BERAGAMA DAN KEARIFAN LOKAL


TAHUN 2021
UIN RADEN FATAH PALEMBANG

STUDI KOMPARATIF TAFSIR QS. AL-MAIDAH AYAT 6 PERSPEKTIF


MAZHAB MALIKI DAN MAZHAB SYAFI’I (ANALISIS KEBIASAAN
BERWUDHU PADA MASYARAKAT DESA MUARA KUMBANG)

Oleh
Karina Pratiwi (1810102008)

Dosen Pembimbing Lapangan:


Drs. H. M. Legawan Isa, M.H.I

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEPADA


MASYARAKAT (LP2M)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2021
STUDI KOMPARATIF TAFSIR QS. AL-MAIDAH AYAT 6 PERSPEKTIF
MAZHAB MALIKI DAN MAZHAB SYAFI’I (ANALISIS KEBIASAAN
BERWUDHU PADA MASYARAKAT DESA MUARA KUMBANG)

Karina Pratiwi1, Drs. H. M. Legawan Isa, M.H.I.2, Dolla Sobari, M.Ag3.


1
Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum. UIN Raden Fatah Palembang
2
Fakultas Syariah dan Hukum. UIN Raden Fatah Palembang
3
LP2M UIN Raden Fatah Palembang

Email: qharhina@gmail.com

Abstrak
Program yang tentunya diadakan oleh setiap kampus yang berbentuk pengabdian terhadap
masyarakat yang sering disebut dengan Kuliah Kerja Nyata. Kuliah Kerja Nyata adalah kegiatan
pengabdian mahasiswa kepada masyarakat di daerah tertentu sebagai bentu pengamalan dari apa
yang didapat selama menempuh pendidikan. Kegiatan ini salah satunya dilakukan atas dasar kerja
sama mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang dengan
Desa Muara Kumbang, Kecamatan Kandis, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan untuk
memberikan pelajaran terkait praktik dan tata cara berwudhu yang sesuai dengan Al-Qur’an dan
Sunnah menurut perspektif Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i kepada masyarakat desa Muara
Kumbang. Kegiatan ini dilakukan di Masjid Al-Wahid Desa Muara Kumbang pada tanggal 27 Juli
2021, pukul 18:30 wib atau setelah melaksanakan Sholat Magrib berjamaah. Tujuan dari kegiatan
ini adalah untuk meluruskan dan menjelaskan mengenai perbedaan-perbedaan yang terjadi di
kalangan ulama Mazhab dalam hal berwudhu. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah
metode caramah, praktik, dan tanya jawab. Sebelum melakukan kegiatan ini, masyarakat pada
umumnya belum mengetahui tentang tata cara berwudhu yang sesuai Al-Qur’an Surat Al-Maidah
Ayat 6 dan mengenai perbedaan-perbedaan tafsir dalam surat tersebut dalam hal berwudhu.
Setelah penulis melakukan pemahaman mengenai Surat Al-Maidah Ayat 6 tersebut, masyarakat
mulai paham dan mengerti tentang perbedaan tersebut.

Kata kunci: QS. Al-Maidah Ayat 6, Wudhu, Mazhab

Abstract
The program, which is certainly held by each campus in the form of community service, is often
called the Real Work Lecture. Real Work Lecture is a student service activity to the community in
certain areas as a form of practice from what is obtained during education. One of these activities
was carried out on the basis of collaboration between Real Work Lecture students at Raden Fatah
Palembang State Islamic University with Muara Kumbang Village, Kandis District, Ogan Ilir
Regency, South Sumatera Province to provide lessons related to the practice and procedures for
ablutions in accordance with the Qur’an and Sunnah according to the perspective Maliki and
Shafi’i schools to the people of Muara Kumbang Village. This activity was carried out at the Al-
Wahid Mosque in Muara Kumbang Village on July 27, 2021, at 18:30 WIB or after carrying out
the Maghrib Prayer in congregation. The purpose of this activity is to straighten and explain the
differences that occur among the scholars of the Madhab in terms of oblutions. The method used
in tis activity is the method of caramah, practice, and question-answer. Before doing this activity,
people in general did not know about the procedures for perfoming ablution according to the
Qur’an Surah Al-Maidah verse 6 and about the differences interpretations in the letter in terms of
ablution. After the author made an understanding of the Surah Al-Maidah verse 6, the public
began to understand and understand the defference.
Keywords: QS. Al-Maidah verse 6, ablutions, madhab

PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dalam Islam dan wajib dijadikan
pedoman dalam menjalani kehidupan manusia. Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam
setiap permasalahan baik dalam kehidupan dunia maupun dalam kehidupan yang kekal di
akhirat. Baik yang berhubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, maupun
berhubungan dengan lingkungan alam semesta. Terutama berhubungan dengan beribadah
dan menghamba kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Umat Islam mempunyai perbedaan dalam hal melaksanakan syariat Islam,
meskipun sudah diatur dalam Al-Qur’an maupun hadist. Hal ini terjadi karena perbedaan
dalam memahami suatu permasalahan dan metode ijtihad yang digunakan. Namun
perbedaan ini adalah sesuatu yang wajar terjadi, karena memang pada prinsipnyahal
tersebut sudah ditetapkan oleh Allah Swt., dan perbedaan tersebut tidak hanya terjadi
dalam hal tingkah laku, fisik, pemikiran dalam bidang keilmuan, namun juga dalam hal-
hal yang berkaitan dengan keabsahan kitab suci, penafsiran serta pelaksanaan-
pelaksanaan ajaran yang tercantum di dalamnya. Sebagaimana dalam firman Allah Swt.
QS. Hud ayat 118, yang artinya: “Jika Tuhanmu Menghendaki, tentu Dia Menjadikan
manusia sebagai umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat”.
Perbedaan yang pada dasarnya dapat menjadi pemersatu umat, namun juga dapat
menjadi penyebab perselisihan antar umat jika tidak dihadapi dengan saling pengetian
dan memahami bahwa manusia memang diciptakan dengan memiliki berbagai perbedaan,
maka dalam hal ini diperlukan adanya pemahaman-pemahaman mengenai konsep
keislaman yang mudah dimengerti terutama oleh orang awam.
Keberagaman umat Islam, terutama di Indonesia yang menyebabkan perbedaan
pendapat dan perbedaan dalam pengamalannya sehingga dapat mencemari Islam. Yang
mana hal ini tentu saja harus dihilangkan bahkan dihindari oleh seorang muslim dengan
cara mempelajari dan mengamalkan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran maupun
hadits yang harus dijadikan pedoman dan petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-
hari. Terdapat banyak sekali aliran dan pendapat dalam memahami suatu dalil baik Al-
Quran maupun hadits. Namun dalam artikel ini, penulis hanya terfokus pada dua aliran
saja, yakni Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i.
Dalam hal bersuci misalnya. Islam mengajarkan kita agar selalu menjaga
kebersihan, baik dalam hal kebersihan jasmani maupun rohani. Yang mana kebersihan
jasmani selalu tercermin dalam kebiasaan umat Islam yang selalu bersuci atau thaharah
melalui berwudhu, bertayamum dan dan mandi besar. Pada prinsipnya maksud dari
bersuci ini ialah untuk membersihkan diri dari kotoran yang menempel, dari hadast besar
maupun hadast kecil yang dapat mengakibatkan batalnya ibadah kita kepada Allah Swt.
Berhubungan dengan perintah menjalankan ibadah kepada Allah Swt., seperti
Shalat, maka setiap umat muslim yang akan melaksanakannya hendaklah suci dari segala
najis dan hadast kecil ataupun hadast besar. Berwudhu merupakan salah satu cara untuk
menghilangkan hadast kecil, yang mana mengenai syarat, rukun, dan hal-hal yang dapat
membatalkan wudhu telah diatur dengan sangat sempurna oleh Syariat Islam yang
tercantum dalam Al-Qur’an maupun hadits. Hukum berwudhu sebelum melakukan Sholat
ialah wajib, yang berarti apabila tidak berwudhu sebelum melaksanakan Sholat, maka
hukumnya berdosa. Sebagaimana terdapat dalam Hadits dari Abu Hurairah ra., Nabi
Muhammad saw. bersabda:
‫اليقبل هللا صالة أحدكم إذا أحدث حتّى يتوضّأ‬
Artinya: “Sholat salah seorang kalian tidak akan diterima jika kalian berhadats
(tidak berwudhu) sampai kalian wudhu (terlebih dahulu).” (HR. Syaikhani, Abu
Dawud, dan Tirmidzi)
Salah satu syarat sah dan salah satu syarat tercapainya kesempurnaan dalam
Sholat dimulai dengan kesempurnaan kita dalam berwudhu dan harus sesuai dengan
tatacara yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Yang dimaksud dengan wudhu yang
sempurna adalah dengan melakukan semua rukun wudhu, yang tentu saja telah tercantum
dalam Al-Qur’an dan telah dijelaskan secara rinci oleh Rasulullah saw. serta para ulama-
ulama terdahulu. Memahami rukun dan tatacara berwudhu yang sesuai dengan syariat
Islam sangat amatlah penting, karena apabila tidak dilakukan dengan benar maka akan
berakibat tidak diterimanya ibadah kita kepada Allah Swt. Sebagaimana telah dijelaskan
dalam firman Allah Swt. QS. Al-Maidah ayat 6, sebagai berikut:
‫ج‬
ّ ‫يأيّهاالّذين ءامنوا إذاقمتم إلى ال‬
‫ص لواة فاغسلوا وجوهكم وايديكم إلى المرفق وامسحوا برءوسكم وأرجولكم إلى الكعبين‬
)6( ........
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
Sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah
kepalamu dan basuh kakimu sampai ke kedua mata kaki.....” (QS. Al-Maidah/5:6)
Pada surat Al-Maidah ayat 6 ini, Allah Menjelaskan bahwa anggota tubuh yang
wajib untuk di-wudhu-i, yaitu muka, tangan sampai ke siku, kepala, dan kaki sampai ke
mata kaki.

Firman-Nya ‫“ فاغسلوا وجوهكم‬Maka basuhlah mukamu”


Potongan ayat ini menjelaskan mengenai anggota wudhu yang pertama, yaitu
muka atau wajah. Kata al-gusl dalam hal ini berasal dari kata ‫ يغسل –غسل‬yang bermakna
mengalirkan air kepada sesuatu untuk membersihkannya dari kotoran yang menempel
padanya. Ia tidak cukup bila hanya mengusap tangan yang sudah dibasahi ke wajahnya
itu. Sedangkan, kata wujuh adalah bentuk jamak ‫ وجه‬yang bermakna bagian depan dari
segala sesuatu yang biasa disebut dengan muka atau wajah. Adapun mengenai batasannya
adalah bagian depan kepala secara horizontal yang berada di antara kedua telinga, maka
berarti seluruh area yang termasuk wajah harus dibasuh ketika wudhu.
Kemudian, terdapat dua anggota yang berongga di area wajah, yaitu hidung dan
mulut. Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. berkumur-kumur
(madhmadhah) ketika berwudhu dan juga membasuh rongga hidung (istinsyaaq),
meskipun kedua hal tersebut tidak disebutkan secara spesifik dalam ayat Al-Qur’an
tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan para ulama berbeda pendapat apakan hukumnya
sunnah atau tidak dalam hal berkumur-kumur dan membasuh rongga hidung ketika
berwudhu.

Firman-Nya ‫“ وايديكم إلى المرفق‬dan tanganmu sampai ke siku”


Pada potongan ayat diatas menyebutkan tentang anggota yang wajib dikenai air
wudhu, yaitu tangan hingga ke siku. Dalam hal ini, kata yang menunjukkan batah akhir
yang harus dibasuh ditunjukkan oleh lafal ‫ إلى‬. Namun, lafal tersebut hanya berguna untuk
menunjukkan batas akhir dari sesuatu.
Lalu, kata yang disebut selanjutnya ialah siku. Yang menjadi pertanyaan, apakah
kata tersebut termasuk ke dalam bagian yang harus dibasuh ketika berwudhu atau tidak.
Dalam hal ini diperlukan dalil tersendiri lagi, dan inilah yang kemudian menimbulkan
berbagai perbedaan pendapat dalam masalah ini.

Firman-Nya ‫“ وامسحوا برءوسكم‬dan sapulah kepalamu”


Potongan ayat diatas menyebutkan anggota wudhu yang ketiga, yaitu kepala.
Namun, pada potongan ayat ini menggunakan kata ‫ المسح‬yang memiliki arti menyapu atau
mengusap ke sesuatu dengan menggunakan tangan yang sudah dibasahi oleh air, berbeda
dengan kalimat sebelumnya yang menggunakan kata al-gusl yang berarti membasuh.
Maka para ulama sepakat bahwa, tidak diwajibkan untuk membasuh atau mengalrkan air
ke atas kepalanya, namun cukup diusap menggunakan telapak tangan yang sudah
dibasahi dengan air.
Kamudian, terkait makna huruf ba yang ada dalam kata ‫ برءوسكم‬terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama, diantaranya:
1. Menurut sebagian ulama, seperti penganut Mazhab Maliki dan Mazhab
Hanbali, huruf ba disini merupakan tambahan yang bertujuan sebagai penegas.
Maka, makna dari ayat ini adalah “usaplah kepala kalian”. Dan untuk kehati-
hatian kedua mazhab ini menyatakan wajib mengusap seluruh bagian kepala.
2. Menurut pendapat lain, seperti penganut Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi,
huruf ba berarti sebagian. Jadi, yang wajib diusap tidak seluruh kepala tai
sebagiannya saja. Menurut Imam Syafi’i sebagian disini kadarnya tidak
dibatasi yang penting sudah bisa disebut bagian dari kepala, meski hanya datu
helai rambut.

Firman-Nya ‫“ وأرجولكم إلى الكعبين‬dan basuhlah kakimu sampai ke kedua mata kaki”
Potongan ayat ini menunjukkan anggota wudhu yang keempat yaitu kaki hingga ke
kedua mata kaki. Kata ‫ الكعبين‬merupakan bentuk mutsannaa (dua) dari kata ‫ ككعب‬yang
berarti mata kaki, yaitu tulang yang menonjol di kedua sisi kaki pada titik pertemuan
antara tulang betis dan telapak kaki.
Selanjutnya ulama berbeda pendapat dalam kata ‫ وأرجولكم‬, mengenai apakah kaki
hingga ke kedua mata kaki ini harus dibasuh atau cukup dengan diusap saja, antara lain:
1. Dengan mem-fathah-kan huruf lam pada kata tersebut, berarti kaki harus
dibasuh seperti halnya membasuh muka dan tangan, dan tidak cukup dengan
hanya mengusap kepala. Selain itu, mereka juga berargumentasi dengan
beberapa hadits Rasul yang menekankan membasuh kaki dengan baik.
2. Denngan meng-kasrah-kan huruf lam, berarti kaki cukup diusap saja seperti
kepala. Manfaatnya adalah untuk memberi peringatan pada setiap orang yang
sedang berwudhu agar berhemat dalam menuangkan air ke kaki, tetapi cukup
dengan mengusanya saja.

METODE
a. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung ketika diadakannya program Kuliah Kerja Nyata (KKN)
atas dasar kerjasama antara Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang dan
masyarakat desa Muara Kumbang. Kegiatan ini dilakukan di Masjid Al-Wahid Desa
Muara Kumbang, Kecamatan Kandis, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera
Selatan, pada hari Selasa, tanggal 27 Juli 2021, di jam 18:30 atau setelah
melaksanakan Sholat Magrib berjamaah. Dan dihadiri oleh kurang lebih 25
masyarakat desa Muara Kumbang baik dari kalangan bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda-
pemudi, maupun anak-anak.
b. Prosedur Penelitian
Penulis melaksanakan kegiatan penelitian tentang pemahaman dan pelatihan tatacara
berwudhu dalam Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 6 menurut perspektif Mazhab Maliki
dan Mazhab Syafi’i pada saat pengajian yang biasa dilakukan oleh masyarakat Desa
Muara Kumbang setelah melaksanakan Sholat Magrib berjamaah di Masjid Al-
Wahid. Penulis melihat bagaimana tatacara berwudhu masyarakat desa sebelum
melaksanakan Sholat, dikarenakan suci dari hadats kecil yakni melalui cara
berwudhu merupakan salah satu syarat sah Sholat, maka penulis berinisiatif untuk
memberikan pemahaman mengenai tatacara bersuci atau berwudhu yang sesuai
dengan Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 6, dan tak lupa juga memberikan
pemahaman bahwa memang terdapat perbedaan tafsir mengenai ayat tersebut dalam
perspektif Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i saja. Metode yang digunakan adalah
dengan metode ceramah, praktik, dan juga tanya jawab yang berlangsung dengan
sambutan yang antusias dari masyarakat desa itu sendiri. Dan setelah penulis
melakukan pemahaman tersebut, masyarakat desa Muara Kumbang sudah mulai
paham dan mengerti jika bersuci terutama berwudhu untuk Sholat harus dilakukan
sesuai dengan tuntunan dan tidak boleh sembarangan, serta masyarakat juga mulai
memahamai tentang memang ada perbedaan yang terjadi dalam hal berwudhu.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Metode Ceramah
Hasil yang dilakukan menggunakan metode ceramah ini merupakan hasil yang efektif,
yang mana masyarakat mulai sedikit lebih paham tentang apa yang dijelaskan dan
diuraikan, dalam menggunakan metode ini untuk menunjukkan dan agar masyarakat
mengetahui tentang dalil dalam hal berwudhu, mengenai tafsirnya juga dalam perspektif
mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i. Metode ini disampaikan secara langsung melalui
tatap muka dan lisan menggunakan microphone, sehingga masyarakat desa dapat
mendengarnya dengan jelas dan mengerti tentang apa yang disampaikan. Metode ini juga
menciptakan pengetahuan dan pemahaman yang baru bagi masyarakat.

Metode Praktik
Selanjutnya penulis melakukan kegiatan ini dengan metode praktik. Dan ini merupakan
metode yang paling efektif menurut penulis, karena dengan metode ini masyarakat jadi
lebih paham mengenai apa yang dibahas dan disampaikan oleh penulis. Meskipun pada
saat itu, penulis melakukan praktik tidak dengan media air dikarenakan fasilitas yang
kurang memadai di Masjid Al-Wahid tersebut. Tetapi masyarakat lebih paham tentang
apa yang penulis sampaikan melalui metode praktik ini. Masyarakat jadi lebih bisa
mengaplikasikannya dengan metode praktik ini karena melihat secara langsung
bagaimana cara berwudhu yang sesuai dengan Qur’an Surat Al-Maidah ayat 6 dalam
perspektif Mazhab Maliki dan Syafi’i. Masyarakat juga menjadi lebih paham mengenai
perbedaan-perbedaan dalam tata cara berwudhu dari kedua Mazhab tersebut.

Metode Tanya-Jawab
Kemudian penulis menggunakan metode tanya jawab. Di dalam metode ini penulis
melihat tingkat pemahaman masyarakat mengenai apa yang disampaikan penulis melalui
metode ceramah dan praktik. Apabila masyarakat ada yang belum jelas ataupun belum
paham mengenai apa yang disampaikan penulis, maka penulis mempersilahkan kepada
masyarakat untuk bertanya secara langsung. Dan penulis akan menjawab sesuai dengan
pengetahuannya. Disinilah penulis dapat mengukur sejauh mana masyarakat paham
akan apa yang disampaikan penulis melalui metode-metode sebelumnya.
Kegiatan Aspek yang
No Sebelum Sesudah
Pembelajaran Dinilai/Diamati
1. Memberikan  Mengetahui Sebelum Setelah diberikan
pemahaman apakah memberikan penjelasan dan
melalui metode masyarakat desa penjelasan dan pemahaman
ceramah dan Muara Kumbang pemahaman kepada melalui metode
praktik sudah memahami masyarakat desa ceramah dan
dalil tentang Muara Kumbang, praktik secara
berwudhu yakni mereka pada langsung,
Qur’an Surat Al- umumnya belum masyarakat sedikit
Maidah ayat 6 mengetahui demi sedikit mulai
atau belum? mengenai dalil paham akan dalil
 Mengetahui tentang berwudhu, tersebut, dan mulai
pentingnya mereka juga belum memahami bahwa
mengetahui dan mengetahui tentang memang terdapat
memahami adanya perbedaan berbagai perbedaan
tentang tafsir dan pendapat tafsir, pendapat dan
perbedaan tafsir dikalangan ulama pandangan
dikalangan ulama mengenai dalil mengenai dalil
Mazhab sehingga tentang berwudhu tentang berwudhu
tidak tersebut. tersebut yakni
menimbulkan Qur’an Surat Al-
perpecahan Maidah ayat 6.
akibat perbedaan
tersebut
2. Tanya jawab  Mengetahui Masyarakat masih Setelah dibuka sesi
atau diskusi sejauh mana belum paham tanya jawab dan
masyarakat sepenuhnya diskusi,
paham mengenai mengenai materi masyarakat mulai
apa yang telah yang telah paham dan
disampaikan disampaikan mengerti. Karena
melalui metode melalui sesi ini
ceramah dan penulis
praktik. memberikan
kesempatan untuk
bertanya kepada
masyarakat
mengenai hal-hal
yang masih kurang
jelas dan belum
dipahami.
Gambar 1. Saat sesi ceramah dan praktik mengenai dalil tentang berwudhu yakni QS.
Al-Maidah ayat 6, dan memberikan pemahaman tentang perbedaan dalam tafsir dan
pendapat para ulama (Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i) pada ayat tersebut

Gambar 2. Masyarakat Desa Muara Kumbang dan mahasiswa KKN saat sesi tanya
jawab dan diskusi berlangsung
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dalam hal mengembangkan pemahaman masyarakat Desa Muara
Kumbang mengenai Tafsir Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 6 Tentang Berwudhu menurut
Perspektif Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i di Masjid Al-Wahid Desa Muara
Kumbang, Kecamatan Kandis, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan dapat disimpulkan
bahwa masyarakat Desa sudah sangat baik dalam memahami tafsir Qur’an Surat Al-
Maidah Ayat 6 Tentang Berwudhu dan juga memahami tentang perbedaan pendapat
dalam tafsir tersebut dalam pandangan Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i. Dengan
menggunakan metode ceramah, praktik, dan tanya jawab antara mahasiswa KKN dan
Masyarakat Desa Muara Kumbang yang efektif, sehingga membuat masyarakat desa
lebih mudah memahami dan mengerti secara jelas tentang apa yang disampaikan. Dan
menurut analisis penulis, masyarakat desa Muara Kumbang pada umumnya lebih
menggunakan tatacara berwudhu menurut pendapat Mazhab Syafi’i.

REFERENSI
Fattah, Abdul. 2020. Tafsir Tematik Islam Moderat Perspektif Al-Qur’an. MAGHZA:
Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora,
IAIN Purwokerto, Vol. 5, No. 2, hal. 156-172.
Hadi, Sutrisno. Tafsir Ayat Ahkam. Palembang: 2019. Hal 7-13.
Hermaliah, Susi. Mengembangkan Pemahaman Hadits Tentang Kebersihan pada Masa
Pandemi Covid-19 di TPA Al-Amin. Jurnal KKN Angkatan 74 Berbasis Riset dan
Pengembangan Potensi Berbasis Kearifan Lokal Tahun 2021.
Istiqomah, Nur Asih dan Muh. Alif Kurniawan. Juli 2021. Peningkatan Pemahaman
Tatacara Berwudhu dengan Media Puzzle bagi Anak TPA Nurul Huda Klitren
Yogyakarta. TeknoKreatif: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol 1 (1), hal.
35-42.
Listiyani, Devi. 2019. Skripsi: Pandangan Imam Syafi’i Tentang Batalnya Wudhu Akibat
Bersetuhan Laki-laki dan Perempuan (Kajian Surat Al-Maidah Ayat 6), Al Akhwal
Asy Syakhiyyah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Metro.
Mardell, . juni 2011. Konsep Al-Qur’an tentang Metode Pendidikan Islam, Fakultas
Tarbiyan IAIN Raden Fatah Palembang. Jurnal Ta’dib, Vol. XVI, No.01, hal. 1-
18
Rumaisha, Azizah. Ibadah Bersuci (Toharoh) dan Gaya Hidup Sehat.
Sobari, Dolla dkk. Buku Petunjuk dan Teknis Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler
Angkatan ke-75 Tahun 2021. Tema: KKN Berbasis Moderasi Beragama dan
Kearifan Lokal. LP2M UIN Raden Fatah Palembang.

Anda mungkin juga menyukai