A. BAB 9 Organisasi dari Penyelidikan Eksperimental
Masalah kemampuan adalah masalah perbedaan individu, maka kemampuan dapat dipelajari dengan menyelidiki perbedaan individu dalam aktivitas yang sesuai. Cara paling alami untuk mempelajari kemampuan adalah dengan membandingkan mereka yang melakukan aktivitas tertentu dengan sukses atau kreatif (yang disebut mampu) dengan mereka yang tidak (yang karenanya dianggap tidak mampu atau kurang mampu). Untuk memperjelas apa itu kemampuan matematika, penting untuk mengetahui tidak hanya apa yang ada pada semua siswa yang mampu secara matematis, apa ciri psikologis individu yang khas untuk mereka semua, tetapi juga apa yang tidak dimiliki oleh siswa yang tidak mampu secara matematis, apa kualitas psikologis individu yang lemah dikembangkan di dalamnya dan dengan demikian mengkondisikan ketidakmampuan relatif mereka dalam matematika Bagaimana evaluasi awal kemampuan siswa dilakukan? Kesimpulan tentang kemampuan siswa yang diperoleh guru, melalui eksperimen sebagai hasil dari pengamatan yang relatif dari perkembangan matematika siswa. Selanjutnya, percobaan pengajaran dilakukan terhadap siswa yang menjadi sampel percobaan. Sampel eksperimen ini ialah kelompok siswa yang mampu secara matematis, rata-rata, dan relatif tidak mampu yang kemudian diberikan ujian matematika untuk melihat kemandirian dan kreatifitasnya memecahkan persoalan matematika. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa, siswa yang tergolong mampu, mengalami kesulitan besar untuk memecahkan masalah jenis baru. Tetapi setelah menguasai metode pemecahannya, mereka kemudian mengatasi tugas serupa dengan cukup baik. Hal ini berarti Pengetahuan mereka lebih meniru daripada kreatif. Sedangkan untuk murid yang tidak mampu adalah masalah murid yang kesulitan memahami pelajaran matematika terlepas dari ketekunan dan semangat mereka. 1. Metode dan Pengelompokan Studi eksperimen pengajaran sebelumnya telah dilaksanakan di Krutetski, Shapiro, Dubrovina, yang mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuannya, dimulai dari VC – Very Capable (Sangat Mampu), C – Capable (Mampu), A – Average (Rata-rata), dan IC – Incapable (Tidak Mampu). Sebagai kesimpulan, percobaan ini dilakukan dalam kondisi alami, di mana sampel tidak mengetahui bahwa tujuan mereka diberikan latihan matematika ialah karena mereka dijadikan sampel percobaan. Eksperimen dilakukan secara individual selama waktu di luar kelas dan setelah istirahat dan eksperimen berlangsung tidak lebih dari dua jam. 2. Analisis Struktur Kemampuan Matematika Siswa Struktur kemampuan matematika siswa dapat diketahui melalui cara siswa menyelesaikan suatu persoalan atau masalah, termasuk permasalahan matematika. Hal ini dapat diketahui dengan bagaimana siswa memperoleh fakta awal, informasi awal tentang masalah, dengan refleksi yang menyeluruh, upaya untuk memahami, dan menguasai. Kemudian muncul solusi yang tepat, sebagai tahap pemrosesan atau transformasi fakta yang diperoleh untuk tujuan memperoleh hasil yang diinginkan. Faktanya, tidak hanya persepsi, intelektual, dan komponen mnemonik dalam proses pemecahan masalah matematika saling terkait, tetapi mereka "menembus" satu sama lain. B. BAB 10 Analisis Nonexperimental Data tentang Komponen Kemampuan Matematika Anak sekolah 1. Kriteria dan Indikasi Kemampuan Berdasarkan Pernyataan oleh Guru Matematika Ada dua kelompok guru yang dimintai keterangan mengenai Kriteria dan indikasi kemampuan matematika yang menjadi penilaian mereka. Setelah disimpulkan, ditemukan bahwa kriteria dan indikasi kemampuan matematika tersebut ialah Penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan matematika yang relatif cepat. Kelompok guru pertama menjelaskan kriteria dan indikasi kemampuan matematika sebagai berikut : a. Ketegasan dalam memahami penjelasan guru (95%). b. Logika dan kemandirian berpikir (82%). c. Kecerdasan dan ketajaman kecerdasan dalam studi matematika (67%). d. Mengingat materi matematika yang cepat dan stabil (50%) e. Tingkat tinggi dari kemampuan untuk generalisasi, analisis, dan sintesis materi matematika (50%). f. Mengurangi kelelahan dalam pelajaran matematika (3%). g. Kemampuan untuk beralih dengan cepat dari pemikiran langsung ke pemikiran sebaliknya (1,5%). Kelompok guru kedua menjelaskan kriteria dan indikasi kemampuan matematika sebagai berikut : a. Kemampuan untuk menggeneralisasi (98%) b. Logika penalaran (98%). c. properti dasar dari pemikiran seorang murid yang mampu secara matematis (88%) d. Memori matematika (82%). e. Kemampuan mengabstraksi (82%). f. Fleksibilitas berpikir (73%). g. Dukungan secara visual (63%). h. Kehadiran konsep spasial (57%). i. Berjuang untuk ekonomi kekuatan mental (48%) j. Pembatasan proses penalaran (38%). k. Mengurangi kelelahan selama pelajaran matematika (30%). 2. Data dari Riset Matematikawan Pertama, harus dicatat bahwa ahli matematika, dalam upaya untuk mengungkapkan esensi dari kemampuan matematika dan menunjukkan sifat mental individu sebagai syarat untuk sukses, memilih dua kelompok sifat: sifat umum kepribadian dan pikiran/logika. Adapun kepribadian yang dimaksud merupakan kondisi untuk munculnya kemampuan matematika, ahli matematika menyebutkan kejelasan tujuan sebagai "refleks- tujuan" yang khas, konsentrasi, ketekunan, dan kualitas kemauan Logika dalam berpikir yang dimaksud adalah kemampuan untuk menarik konsekuensi logis dari premis tertentu, akurasi, keringkasan, dan kejernihan pemikiran, dan kemampuan untuk penalaran ' nonlogis ' yang khas. Ada juga kelompok yang tidak setuju terkait kemampuan matematika seseorang memiliki kriteria. Akhirnya, sebuah pendapat diungkapkan tentang keberadaan "jenis pikiran matematika yang luas, yang mampu mencakup sejumlah besar materi dan memasukkannya ke dalam sistem dan keteraturan, dan pikiran matematika yang sempit, yang mudah terbawa oleh masalah yang terisolasi, di yang solusinya kadang-kadang ditampilkan suatu penemuan yang mencolok" C. BAB XI ANALISIS KASUS INDIVIDU BAKAT MATEMATIKA PADA ANAK-ANAK Seperti yang telah disebutkan pada judul, ada beberapa sekelompok anak- anak berbakat secara matematis, yang kemampuan matematisnya mulai muncul pada usia dini. Perkembangan dari anak-anak ini telah diamati yang telah dilakukan pada tahun 1958 - 1966. Tugas khusus dari pengamatan ini adalah mempelajari ciri-ciri psikologis individu anak-anak ini, yang termanifestasi terutama dalam pelajaran matematika mereka. Salah satu contoh anak yang diamati bernama Sonya L. Dia lahir di Moskow, pada tahun 1950 yang kemudian diamati pada tahun 1958-1959 saat berusia 8 tahun. Dia duduk di kelas dua di Sekolah 164 di Moskow. Dia memiliki kakak lelaki, murid kelas tujuh. Kakaknya tidak menunjukkan kemampuan matematika, tetapi dia berkembang dengan baik dan pandai dalam musikal. Baik ibu maupun ayahnya tidak menunjukkan kemampuan matematika khusus, tetapi ayahnya adalah seorang spesialis dalam teknologi. Tidak ada kemampuan matematika yang diamati pada kerabat dekat mana pun. Hanya dapat dicatat bahwa nenek dari pihak ibu Sonya memiliki kecintaan yang besar pada matematika dan memberikan banyak waktu untuk itu selama di sekolah. Tidak ada informasi tentang kemampuan matematisnya. Sonya berkembang ~ secara fisik, tetapi cukup lambat dalam gerakannya, dengan berbicara tidak tergesa-gesa (bahkan lesu) dan emosinya diekspresikan dengan buruk. Dia belajar secara normal di semua mata pelajarannya (kecuali, tentu saja, aritmatika, di mana prestasinya sangat tinggi), tidak menunjukkan keberhasilan tertentu. Dia menulis dengan agak buruk, sulit membaca (Sonya kemudian menjadi sangat suka membaca), dan tidak terlalu suka melakukan pelajarannya. Dia tidak menunjukkan kecenderungan khusus untuk musik atau bakat khusus untuk itu. Di sisi lain, dia suka menggambar dengan cukup baik untuk usianya. Orang tua Sonya pertama kali memperhatikan kemampuan matematikanya ketika dia berusia sekitar 4 tahun. Tentu saja, tidak ada yang pernah mengajarinya aritmatika sebelumnya; dia hanya memiliki kesempatan untuk mendengarkan ketika kakaknya - saat itu di kelas dua - melakukan pelajaran aritmatika dengan suara keras. Entah bagaimana, tanpa disadari oleh siapa pun, dia belajar berhitung - mula-mula menjadi 10, lalu 100. Suatu ketika orang tuanya heran ketika menemukan Sonya yang berusia 4 tahun menjelaskan kepada kakaknya bagaimana menyelesaikan masalah pengurangan (27 - 14): “Pertama Anda harus mengambil 10, dan Anda mendapatkan 17, dan kemudian mengambil 4 lagi, dan Anda mendapatkan 13. Ketika dia berumur 4,5 atau 5 tahun, dia mengerti konsep pecahan (sederhana) sepenuhnya sendiri, tanpa mengetahui teori apapun. Pada usia 5,5 tahun dia menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah yang agak rumit yang dimaksudkan untuk siswa kelas empat. Dia menangani masalah yang membuat kakaknya, yang saat itu duduk di kelas empat, kesulitan; dia menghitung luas beberapa dinding, mengurangkan luas jendela dan pintu, dan menghitung berapa banyak yang harus dikurangi untuk mengetahui luas wallpaper yang harus digunakan. Materi dari observasi dan studi eksperimental anak berbakat matematika memungkinkan kita untuk menarik beberapa kesimpulan. Pertama, kemampuan matematika dapat terbentuk pada usia yang sangat dini dan, sebagian besar, dalam bentuk kemampuan komputasi - kemampuan untuk beroperasi dengan angka. Tentunya kemampuan komputasi belum merupakan kemampuan matematika yang memerlukan kemampuan berbicara dengan baik, tetapi atas dasar ini seringkali kemudian dibentuk kemampuan matematika yang nyata - kemampuan bernalar, kemampuan menguasai materi matematika secara mandiri, kemampuan pembuktian. Kedua, dalam sebagian besar kasus yang diamati, orang tua tidak menciptakan kondisi seperti itu untuk anak-anak mereka. Sebaliknya, mereka cemas atau bahkan khawatir atas perkembangan awal anak-anak mereka. Para orang tua menghalangi jalan mereka, menentang mereka, mengalihkan perhatian mereka, dan dalam beberapa kasus bahkan menghukum mereka. Penting juga untuk dicatat bahwa mayoritas saudara kandung dari murid berbakat matematika, yang dibesarkan dalam kondisi yang sama, tidak menunjukkan kemampuan matematika. Selanjutnya, pengamatan menunjukkan bahwa pada usia yang relatif dini, anak-anak berbakat matematika telah mengembangkan karakteristik aktivitas mental seperti: kemampuan untuk menggeneralisasi materi matematika, kemampuan untuk beralih dengan cepat dari satu operasi ke operasi lainnya, dari satu alur pemikiran ke pemikiran lainnya. Mereka berupaya untuk menemukan cara termudah, paling jelas untuk memecahkan masalah; kemampuan terutama untuk mengingat hubungan umum, skema penalaran, dan metode pemecahan masalah. Terakhir, pengamatan dan eksperimen juga menunjukkan bahwa beberapa dari mereka tidak perlu bergantung pada gambar visual; "Logika" menggantikan perkembangan untuk mereka. Sedangkan yang lain jelas membutuhkan interpretasi visual dari hubungan matematika, lebih memilih untuk memecahkan masalah menggunakan sarana visual-gambar. D. BAB XII KARAKTERISTIK PENGUMPULAN INFORMASI (ORIENTASI AWAL PADA MASALAH) OLEH SISWA YANG MAMPU SECARA MATEMATIS Diketahui dengan baik bahwa dalam sejumlah kasus, kesulitan dasar dalam menguasai keterampilan atau kebiasaan intelektual terletak pada bidang memahami fakta-fakta awal dan bukan pada bidang operasi yang seharusnya mengikuti persepsi ini. Penelitian yang telah dilakukan memberikan alasan untuk berbicara tentang karakteristik esensial dari persepsi materi matematika oleh siswa yang mampu secara matematis. Analisis solusi siswa untuk masalah eksperimental menunjukkan bahwa itu adalah sifat siswa untuk membuat perlakuan analitik-sintetik dari materi matematika; sebelum masalah terselesaikan, mereka membuat interpretasi analitik-sintetik dari materi di dalamnya. Secara alami, sebelum seseorang memecahkan masalah, seseorang harus memahaminya, menafsirkannya, menjadi berorientasi di dalamnya, dan memilih detail, dan semua siswa melakukan pekerjaan semacam ini. Tetapi bagi siswa yang mampu (memiliki bakat matematika), orientasi awal dalam suatu masalah adalah fenomena yang berbeda. Dalam eksperimen ini, siswa yang mampu, yang baru saja mengenal rumus yang sesuai untuk perkalian singkat atau dengan jenis masalah yang sama, segera mengetahui ekspresi matematika yang diberikan kepada mereka sebagai "kuadrat dari jumlah", mereka "melihat" kuadrat dari sebuah penjumlahan dalam sebuah ekspresi, dan mereka menganggap masalah itu khas. Rata-rata siswa merasakan "ekspresi aljabar" atau "masalah," dan hanya setelah latihan berulang untuk memecahkan contoh dan masalah jenis ini telah dilakukan sebelumnya; atau dengan bantuan eksperimen, jika kebiasaan menyelesaikan contoh-contoh tipikal dan soal-soal belum terbentuk. Apakah mereka sampai pada kesimpulan bahwa ekspresi aljabar yang diberikan adalah kuadrat dari suatu penjumlahan, atau bahwa masalah yang diberikan termasuk dalam suatu tipe. Berikut ini sebuah contoh. Sonya L., yang pada usia 9 tahun baru saja mempelajari rumus untuk selisih dua pangkat, diberikan soal ini untuk diselesaikan: 1132 – 1122. Dia jarang melihat contoh soal ini namun segera berseru gembira dan berkata: “Ini adalah pengurangan kuadrat! Ini dapat diselesaikan-dengan rumus! "Rata-rata siswa kelas enam (juga baru saja mengenal rumus perbedaan kuadrat) membutuhkan sekitar lima menit untuk menjawab (dengan bantuan peneliti) sintesis-analisis dari istilah-istilah masalah yang sama.
Intelijen: Pengantar psikologi kecerdasan: apa itu kecerdasan, bagaimana cara kerjanya, bagaimana kecerdasan berkembang, dan bagaimana kecerdasan dapat memengaruhi kehidupan kita
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita