SATUAN OPERASI II
PEMBUATAN EMULSI
Dosen Pembimbing:
Dr. Rosida, S.TP, MP
Disusun oleh:
Zahra Salsabila
20033010102
Kelas Paralel B5
Kelompok 7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daging didefinisikan sebagai jaringan hewan yang kaya protein dan dimanfaatkan
sebagai bahan pangan bagi manusia. Daging mengandung berbagai unsur pokok
seperti air, protein, lemak, dan abu dengan protein sebagai komponen bahan kering dari
daging. Selain mutu proteinnya tinggi daging mengandung asam-asam amino esensial
dan asam amino non esensial dari senyawa nitrogen dan protein yang lengkap dan
seimbang untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Aulawi, 2009).
Emulsi adalah suatu satuan dua fase yang terdiri atas suatu disperse dua cairan
atau senyawa yang tidak dapat bercampur yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan
yang berbentuk globula-globula kecil disebut fase disperse atau fase diskontinyu dan
cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase diskontinyu. Protein-
protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau
menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno, 1992).
Emulsi adalah suspensi yang stabil dari suatu bahan cair di dalam bahan cair lain,
dimana bahan-bahan cair itu tidak tercampur. Kemantapan emulsi diperoleh dengan
penyebaran butir sangat halus bahan cair, yang disebut fase dioperasi, menembus
bahan lain, yang disebut fase tetap. Emulsi stabil apabila cairan tersebut dapat menahan
tanpa mengalami perubahan, untuk waktu yang cukup lama, tanpa butir fase dispersi
berkumpul satu sama lain atau mengendap (Earle, 1969).
Pada makanan, zat yang tidak dapat larut biasanya minyak. Fase kedua adalah fase
kontinyu biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah
dan terlihat garis pemisah yang jelas. Menjaga partikelpartikel salah satu cairan
tersuspensi dalam cairan lainnya. Dibutuhkan zat ketiga yaitu molekul-molekul yang
mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas yang dinamakan pengemulsi (emulsifier).
Emulsifier yang lazim digunakan dalam produk olahan daging adalah protein (Soeparno,
1992).
Hasil emulsi produk olahan daging yang baik dapat diperoleh dengan cara
mencacah atau melunakan daging prerigor bersama-sama es, garam, dan bahan curing.
Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas
emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya kandungan protein.
Garam mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih tersedia untuk
emulsifikasi lemak yang lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi, Kapasitas emulsi
3
dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan lapasitas emulsi protein
larut dalam garam (Soeparno, 1992).
Beberapa bahan yang dapat berfungsi sebagai emulsifier adalah kuning telur, telur
utuh, gelatin, pektin, pasta kanji, albumin atau beberapa tepung yang sangat halus
seperti mustard. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya
yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Gamman, 1992). Air dan minyak
merupakan cairan yang tidak saling berbaur karena memiliki berat jenis yang berbeda.
Untuk menjaga agar butiran minyak tetap tersuspensi di dalam air, pada mentega dan
margarin diperlukan suatu zat pengemulsi (emulsifier). Bahan yang dapat berperan
sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, kasein, albumin, atau lesitin (Astawan,
2006).
Tujuan ditambahkannya es batu atau air es dalam pembentukan emulsi adalah
memudahkan ekstraksi protein serabut oto, melarutkan garam dan menyebarkan secara
merata seluruh bagian daging, mempertahankan suatu adonan supaya tetap rendah
akibat pemanasan mekanis dan membantu pembentukan emulsi (Kromlich, 1971).
Penambahan air es pada produk emulsi daging adalah menurunkan panas produk yang
ditimbulkan oleh gerakan selama penggilingan, jika panas ini berlebih maka emulsi akan
pecah dan produk tidak akan bersatu selama pemasakan. Hal ini disebabkan karena
adanya denarturasi protein yang terlalu tinggi (Aberle, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan emulsi di antaranya, suhu, waktu
pengadukan, dan kecepatan pengadukan (Ayu, 2011). Rumus yang digunakan untuk
menghitung kemantapan emulsi, yakni:
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒑𝒂𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒑𝒂𝒏𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏
𝑲𝒆𝒎𝒂𝒏𝒕𝒂𝒑𝒂𝒏 𝑬𝒎𝒖𝒍𝒔𝒊 =
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒆𝒎𝒖𝒍𝒔𝒊 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒅𝒊𝒑𝒂𝒏𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏
4
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat
1. Pisau
2. Blender atau alat pembuat emulsi daging (meat chopper)
3. Freezer
4. Neraca analitik
5. Waterbath
6. Tabung reaksi bertutup
Bahan
1. 210 g daging 5. Methylen blue
2. 110 g minyak nabati
3. 150 ml air (air biasa, es batu)
4. Garam 8 g
3.2 Prosedur Kerja
Persiapan bahan - bahan
Memasukkan minyak nabati dan tahap kedua dengan kecepatan rendah, sedang,
dan tinggi selama 3 menit
5
3.2.1 Pemantapan Emulsi
Waterbath dinyalakan dan pengaturan suhu
Emulsi diberi pewarna metilen blue lalu difiksasi dan dibiarkan mengering pada suhu
ruang
6
3.3 Hasil Pengamatan
Kemantapan Emulsi Paralel B
Berat Berat
Rendemen Kemantapan Pengamatan
Nama Alat Awal Akhir
(%) Emulsi (%) 10x
(gr) (gr)
Blender
244 199,7 81,84 13,65
Maspion
Blender
Phillips
200,8 172 85,6 8,59
Food
Processor 207,6 124,5 59,97 10,26
“Hakasima”
7
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang berjudul "Membuat Emulsi Daging". Emulsi Ini adalah
fase dispersi cairan dalam cairan lain dari molekulnya dengan kedua zat cair tersebut
tidak bercampur satu sama lain tetapi saling berlawanan. Pada emulsi dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu lemak yang merupakan bagian yang tersebar Ini terdiri dari butir-
butiran, media dispersi dan emulsifier, yang menjaga tetesan minyak tersuspensi dalam
cairan. Sesuai dengan pernyataan Winarno (1992) yang menyatakan bahwa pengemulsi
Ini adalah dispersi atau suspensi cair di tempat lain dimana molekul dari dua cairan tidak
berbaur tetapi saling antagonik.
Beberapa bahan yang dapat berfungsi sebagai emulsifier adalah
kuning telur, telur utuh, gelatin, pektin, pasta kanji, albumin atau beberapa
tepung yang sangat halus seperti mustard. Menurut Asatawan (2006) Untuk menjaga
agar butiran minyak tetap tersuspensi di dalam air, pada mentega dan margarin
diperlukan suatu zat pengemulsi (emulsifier). Bahan yang dapat berperan sebagai
pengemulsi antara lain kuning telur, kasein, albumin, atau lesitin Zat emulgator pada
daging yakni protein. Emulgator merupakan komponen penting dalam formula
sediaan emulsi untuk menghasilkan dan menjaga stabilitas emulsi selama
penyimpanan dan pemakaian. Apabila tanpa adanya emulgator, maka
emulsi akan segera pecah dan terpisah menjadi fase terdispersi dan
medium pendispersinya.
Metode yang telah digunakan untuk praktikum ini untuk menggiling daging
meenggunakan beberapa alat penggiling seperti blender maspion, meat chopper,
blender phillips, dan food processor “Hakasima”. Pada saat menggiling tentunya
tambahkan sedikit garam dan air dingin atau es. Garam memiliki kemampuan untuk
bertindak sebagai pengemulsi dan mempertahankan kapasitas menahan air, sementara
penambahan es atau air dingin bertujuan agar garam dan dapat mendistribusikan secara
merata dalam daging, membantu membentuk emulsi dan mempertahankan suhu daging
agar tetap rendah saat menggiling dan menguleni. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Soeparno (1998) yang menyatakan bahwa penambahan garam pada daging dapat
mempertahankan pengikatan air karena garam memiliki kemampuan memfasilitasi
protein daging sebagai pengemulsi. Menambahkan air berupa es batu atau air es
bertujuan untuk melakukan garam dan mendistribusikannya secara merata ke semua
8
bagian massa daging, ekstraksi protein serat otot, membantu pembentukan emulsi dan
menjaga suhu daging tetap rendah penggilingan dan pembuatan adonan yang aman.
Praktikum ini melakukan beberapa pengamatan, yaitu Pengamatan stabilitas emulsi
pada daging dan pengecatan emulsi. Alat dan bahan yang digunakan adalah pisau,
blender, perajang daging, food processor, penangas air, freezer, timbangan analitik,
tabung reaksi, daging, minyak sayur, air, garam, dan lainnya.
Hasil pengamatan pada praktikum kali ini, yakni sebagai berikut. Pada blender
Maspion, didapatkan hasil rendemen sebesar 81,84% dan kemantapan emulsi sebesar
13,65%. Pada kelompok dengan meat chopper, didapatkan hasil rendemen sebesar
75,04% dan kemantapan emulsi sebesar 8,189%. Pada kelompok dengan Blender
Philips, didapatkan hasil rendemen sebesar 85,6% dan kemantapan emulsi sebesar
8,59%. Pada kelompok food processor “Hakasima”, didapatkan hasil rendemen sebesar
59,97% dan kemantapan emulsi sebesar 10,26%. Serta dilakukan pengamatan dengan
mikroskop perbesaran 10 kali dan pewarnaan atau pengecatan pada emulsi.
Uji kelarutan warna dilakukan pewarna yang larut dalam minyak akan ditarik oleh
fase minyak. Hal ini menyebabkan saat pengujian dengan mikroskop akan menunjukkan
hasil pewarna yang larut dalam air ditarik untuk fase kontinu. Cat yang larut dalam air
akan dengan cepat mewarnai emulsi M/A. Hal ini sesuai dengan pernyataan Remington
(2006) yang menyatakan bahwa dalam uji kelarutan warna, bahwa noda larut dalam air
akan larut dalam fase emulsi. Sementara pewarna larut dalam minyak akan tertarik oleh
fase minyak. Jadi, ketika pengujian mikroskopis menunjukkan bahwa pewarna yang larut
dalam air telah ditarik untuk fase kontinu. Uji Ini diulangi dengan menggunakan sejumlah
kecil pewarna yang larut dalam minyak pewarnaan terus menerus menunjukkan tipe
A/M. Cat yang larut dalam air dengan cepat mewarnai emulsi O/O, tetapi tidak mewarnai
emulsi tipe A/O. didapatkan hasil sebagai berikut.
10
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Emulsi adalah fase dispersi cair dalam cairan lain tetapi kedua cairan tidak
bercampur satu sama lain antagonik.
2. Penambahan air es atau air dingin bertujuan untuk membuat garam dan air
dapat mendistribusikan secara merata pada daging, membantu pembentukan
emulsi dan menjaga suhu daging tetap penggilingan rendah dan pembuatan
adonan.
3. Pada uji tipe emulsi dengan pewarna menggunakan metilen biru, metilen biru
akan larut di air sehingga emulsinya adalah jenis emulsi M/A akan berwarna
biru.
4. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi. yaitu: suhu, waktu
pengadukan, dan kecepatan pengadukan. Dapat juga dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu: gaya permukaan, sifat viskositas fase kontinu, dan
perbedaan berat jenis antara fase kedua.
11
DAFTAR PUSTAKA
Aulawi. 2004. Sifat Fisik Bakso Daging Sapi dengan Bahan Pengenyal dan Lama
Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Peternakan Vol. 6 No. 2.
Astawan, M. 2006. Jangan Takut Mengkonsumsi Mentega Dan Margarin.
Jakarta :.Rineka Cipta.
Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Jakarta: PT.
Sastra Hudaya.
Gamman, P. M. 1992. Ilmu Pangan Nutrisi Dan Mikrobiologi. Yogyakarta:
UGM-Press.
Soeparno.1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press.
Aberle, H.B. 2001. Principle Of Meat Science 4th Edition. USA: Publishing Co.
Kiomlich, S.V. 1971. The Science of Meat Product. San Frasisco: W.H. Freemarl
and co.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
12
APPENDIX
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒑𝒂𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒑𝒂𝒏𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏
𝑲𝒆𝒎𝒂𝒏𝒕𝒂𝒑𝒂𝒏 𝑬𝒎𝒖𝒍𝒔𝒊 = 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒆𝒎𝒖𝒍𝒔𝒊 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒅𝒊𝒑𝒂𝒏𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒅𝒂𝒈𝒊𝒏𝒈
𝑹𝒂𝒏𝒅𝒆𝒎𝒆𝒏 (%) = 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒅𝒂𝒈𝒊𝒏𝒈
1. Blender Maspion
8,9962
𝐼= 10
= 8,9962
9,33567
𝐼𝐼 = 10
= 9,33567
8,9962+ 9,33567
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 13,65
2
199,7
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 244
× 100% = 81,8443%
2. Meat Chopper
5,449
𝐼= = 5,449
10,1
5,48
𝐼𝐼 = = 5,48
10,2
5,449+ 5,48
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 2
= 8,189
183,1
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 244
× 100% = 75,041%
3. Blender Phillips
5,817
𝐼= 10
= 5,817
5,541
𝐼𝐼 = 10,1
= 5,48
5,817+5,48
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 2
= 8,59
172
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 200,8
× 100% = 85,6%
13