Anda di halaman 1dari 40

SKENARIO

Seorang wanita G2P1A0, usia 27 tahun, hamil 38 minggu, datang ke unit gawat darurat RS
dengan keluhan kenceng-kenceng sering 1 jam yang lalu. Pasien merasakan keluar air ketuban 1
hari yang lalu. Gerak anak masih dirasakan, pasien juga mengeluh keluar lendir darah.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 88x/menit, frekuensi
napas 20x/menit dan temperatur 37oC. Pemeriksaan Leopold didapatkan janin tunggal, intra
uterine, letak membujur, di fundus teraba bagian janin bulat, besar, lunak,punggung kanan.
Pemeriksaan DJJ didapatkan 11-12-12 dan TBJ : 2900 gram. His diamati terjadi 1x tiap 10 menit,
durasi 10-20 detik, disertai relaksasi.Pemeriksaan inspekulo terlihat cairan menggenang di
forniks posterior dan vagina, tidak berbau, tes lakmus warna menjadi biru. Pemeriksaan dalam
didapatkan portio kenyal, dilatasi serviks 4 cm, efficement 50%, KK (-), bagian terbawah janin
teraba keras di Hodge I, tidak ada bagian yang menumbung maupun berdenyut, POD ubun-
ubun kecil depan. Sesuai partograph 4 jam kemudian dilakukan evaluasi. Didapatkan hasilnya
status quo.

STEP 1

1. Status quo : tidak ada kemajuan, keadaan masih sama


2. Partograf : metode grafik mencatat kejadian yang terjadi saat persalinan, waktu inpartu kala 1, 2
atau penyulit pada persalinan dan membuat rekam medis
3. Inspekulo : pemeriksaan vagina dalam menggunakan alat spekulum, tampak bagian fornix
posterior

STEP 2
1. Apa hubungan keluhan pasien kenceng- kenceng dan keluar lendir darah dengan keadaan
janin ?
2. Bagaimana interpretasi pemeriksaan dari scenario ?
3. Mengapa pada inspekulo terdapat cairan yang menggenang di fornix posterior dan vagina
tidak berbau dan tes lakmus berwarna biru ?
4. Bagaimana partograf yang baik dan benar ?
5. Apa diagnosis dan DD dari scenario ?
6. Bagaimana tatalaksana dari scenario ?
7. Apa saja etiologi dan faktor resiko dari scenario ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari scenario ?
9. Apa saja komplikasi dari scenario ?
10. Bagaimana patofisiologi dari scenario ?
STEP 3
1. Apa hubungan keluhan pasien kenceng- kenceng dan keluar lendir darah dengan
keadaan janin ?
- Dilihat keadaan ibu usia kehamilan ibu 38 minggu (usia aterm),
Masuk inpartu KALA 1 : his teratur, durasi kurang adekuat (pada scenario), sudah
ada bloody show di liang vagina, sudah ada pembukaan  pengawasan 10
Keadaan janin sudah mau proses partus
- Ibu fase mau melahirkan, pasien keluar ketuban 1 hari yang lalu, dilihat dari his
belum adekuat untuk mendorong janin.
Keluar lendir darah : fisiologis, kalo keluar darah saja harus dicurigai
- Dari ibu : penipisan serviks, kontraksi uterus, cairan lendir dan darah, merasakan
kontraksi tiap 10 menit dan frekuensi meningkat, kontraksi bersamaan dengan
keluar lendr dan pecah ketubamn, pembukaan kurang dari 5 cm bisa dikatakan
ketuban pecah dini.
- Dari janin : cek DJJ pada janin, letak kepala sudah masuk PAP atau belum

2. Mengapa pada inspekulo terdapat cairan yang menggenang di fornix posterior dan
vagina tidak berbau dan tes lakmus berwarna biru ?
- Tes lakmus biru : menandakan basa, ketuban sudah pecah, ketuban ph basa
Kalau lakmus merah asam
- Tidak berbau : tidak ada indikasi infeksi
- Cairan menggenang di fornix posterior : cairan dari ketuban menggenang di fornix
posterior

3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan dari scenario ?


- Pf
TD 120 /80: normal
Denyut nadi 88x/menit : normal
Suhu 37 :normal
RR : normal

- Pem . Leopold (alat mengukurnya menggunakan apa saja)


Puka, presentasi kepala
DJJ : normal (menggunakan stetoscop laenec)
HIS : belum adekuat min. 2 kali 10 menit
Palpasi kehamilan : Leopold 1 -4
Tangan ditaruh di perut ibu dirasakan

- Pem. Inspekulo
Tes lakmus biru : menandakan basa, ketuban sudah pecah, ketuban ph basa
Kalau lakmus merah asam
Tidak berbau : tidak ada indikasi infeksi
Cairan menggenang di fornix posterior : cairan dari ketuban menggenang di fornix
posterior
Menggunakan alat speculum

- Pemeriksaan dalam
Pembukaan 4
Effacement 50 % : inpartu
KK –
Bagian janin terbawah di H 1 : belum kebawah janin
Tidak ada bagian yang menumbung maupun berdenyut
Menggunakan Vaginal Toucher obstetric : untuk mengetahui penipisan, pembukaan,
ketubannya apakah sudah pecah.

BISHOP score : menentukan persalinan bisa pervaginam atau tidak


Kalo pervaginam score lebih dari 5
Diukur dari
- pembukaan serviks : 0 belum ada, 1 pembukaan 1-2
- Pendataran cerviks 0-4 : 0 effacement 0-30 %
- Station : diukur dari spina insciadica 0-3
- Konsistensi serviks
- posisi serviks
interpretasi : 0-4 : 50 -60%

dibantu dengan induksi oksitosin

4. Bagaimana partograf yang baik dan benar ?


Partograf : alat bantu kemajuan kala persalinan
Tujuan: mencatat hasil observasi kemajuan persalinan , mendeteksi apakah proses
persalinan berjalan normal, membutuhkan data lengkap
- Yang mencatat persalinan, kondisi ibu dan janin, mencatat asuhan yang diberikan
selama persalinan dan kelahiran
Penggunaan partograf
- Untuk ibu fase aktif KALA 1
Pengisian partograf
- DJJ, frekuensi dan lamanya kontraksi uterus, nadi, pembukaan serviks, penurunan
bagian bawah janin dipantau selama 4 jam, tekanan darah
Pencatatan selama fase aktif
Harus ada informasi ibu : misal nama, umur, nomor catatan medis (riwayat ibu)
Kondisi janin, waktu fase mau persalinan fase aktif , harus ada informasi obat-
obatan dan cairan yang diberikan

- Hpht , DJJ,
- Servikograf : 2 fase
Fase laten dan fase aktif (pembukaan 3cm sampai pembukaan legkap)
- Waktunya
- Air ketuban bisa jernih, kering campur mekonium
- Moulage
- Kontraksi dari uterus
- Oksitosin
- Nadi dan tekanan darah ibu
- Urin : volume, albumin atau glukosa

5. Bagaimana patofisiologi dari scenario ?


- Oksitosin memperngaruhi kontraksi uterusnya, prostaglandin : mempengaruhi
pecah dari ketuban
Di scenario pasien ketuban pecah dini
Membrane ketuban 2 faktor yang mempengaruhi MMP dan TIMP  MMP percepat
degradasi dan TIMP (menghambat)  MMP dan TIMP dipengaruhi dari oksdan yang
tinggi  mempercepat ketuban pecah .
Bakteri  mengahsilkan sitokin mediator inflamasi  as. Arakhidonat 
mengeluarkan prostaglandin  mempengaruhi pecah datri ketuban

- Selaput ketuban pecah karena elastisitas hilang, karena dari jaringan kolagen
menipis (rendahnya kadar kolagen, infeksi)
- High morphological change, zona paling rawan di sekitar serviks, perubahan lapisan
tunika

6. Apa diagnosis dan DD dari scenario ?


Penegakan anamnesis
- Keluar cairan dari vagina, kontraksi terus menerus, dilakukan PF
Terdapat 3 diagnosis banding :
KPD,
- inkontinensia urin (seorang tidak dapat menahan urin hilangnya control sfingter
uretra),
- Leukorea
- in partus fsiologis : menyerupai KPD , keluar mucus

dari beberapa PF diagnosis KPD


DD : amnionitis : cairan vaginanya berbau , ditemukan demam , perdarahan
antepartum (nyeri perut, pergerakan janin berkurang)

Perbedaan KPD dan inpartu fisiologis


- ibu kontraksi makin sering, adekuat, interval 40 detik
, kalau KPD tidak disertai kontraksi yang makin adekuat
7. Apa saja etiologi dan faktor resiko dari scenario ?
Etiologi :
multifaktoral, ada penipisan selaput ketuban, ketidakseimbangan MMP dan TIMP,
infeksi, faktor hormon, nutisi, serviks inkompeten, overdistensi uterus (hidramnion dan
hamil ganda, pendular abdomen), kelainan genetic, infeksi genitalia, meningkatnya
enzim proteolitik

Faktor resiko
- Umur ibu : wanita hamil kurang 20 tahun beresiko tinggi, organ reproduksi belum
siap,usia lebih dari 35 tahun penurunan organ reproduksi
- Paritas ibu : sebelumnya kelenturan yang sudah berkurang  pecah ketuban dini
- Kelainan letak : sungsang (karena ada peregangan berlebih uterus  penipisan kulit
ketuban) atau melintang
- Kehamilan kembar : peregangan struktur, di uterus janin 2  keregangan rahim
berlebih  selaput ketuban mudah untuk pecah
- Infeksi : bacterial vaginosis  pelepasan sitokin inflamasi  ketuban pecah

8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari scenario ?


- Pemeriksaan USG : melihat cairan amnion berkurang atau tidak
- Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes lakmus (nitrazin tes) : mengetahui pH cairan , ketuban pH basa
Positif palsu karena ada darah, semen, cairan lubrikan
b. Ferning tes : dilihat dari mikroskop , ada gambaran ferning pattern yang
membentuk ada NaCl di cairan amnion
c. Amnisure tes : mengecek plasenta alfa makroglobulin 1
- PF belum jelas bisa dilakukan :
a. IGF binding protein 1

9. Bagaimana tatalaksana dari scenario aterm (alur diagnosis) ?


Non intervensi preterm
- Menunggu yakin terjadinya peralinan spontan
Intervensi
- Pemberian kortikosteroid

Fase aktif
- Diinduksi oksitosin , misoprostol maksimal diberikan 4 kali,
- Kalau tidak bisa diinduksi oksitosin lakukan sectio caesaria

- Kalau pasien ada tanda infeksi berikan antibiotic


- Bisa lakukan langsung section caesar kalau ada kelainan dari janin misal sungsang

- Janin fetal distress : section caesar

10. Apa saja komplikasi dari scenario ?


- Terjadi infeksi : cairan amnion dan chorion ada peradangan  ada sepsis dari
bakteri  faktor negative buat bayi
- Sindrom deformitas janin : pertumbuhan janin terhambat, ada kompresi di muka
dan tubuh janin bentuk tubuh janin kurang sempurna
- Hipoksia dan afiksia : menekan tali pusat  hipoksi dan asfiksia
- Persalinan premature

STEP 4
STEP 7
1. Apa hubungan keluhan pasien kenceng- kenceng dan keluar lendir darah dengan
keadaan janin ?

a. Perubahan Fisiologis kala I


1) Perubahan pada uterus Uterus terdiri dari dua komponen fungsional utama
myometrium dan serviks. Berikut ini akan dibahas tentang kedua komponen
fungsional dengan perubahan yang terjadi pada kedua komponen tersebut.
Kontraksi uterus bertanggung jawab terhadap penipisan dan pembukaan servik dan
pengeluaran bayi dalam persalinan. Kontraksi uterus saat persalinan sangat unik
karena kontraksi ini merupakan kontraksi otot yang sangat sakit. Kontraksi ini
bersifat involunter yang beketrja dibawah control saraf dan bersifat intermitten
yang memberikan keuntungan berupa adanya periode istirahat/reaksi diantara dua
kontraksi.
Terdapat 4 perubahan fisiologi pada kontraksi uterus yaitu :
a) Fundal dominan atau dominasi Kontraksi berawal dari fundus pada salah kornu.
Kemudian menyebar ke samping dan kebawah. Kontraksi tersebar dan terlama
adalah dibagian fundus. Namun pada puncak kontraksi dapat mencapai seluruh
bagian uterus.
b) Kontraksi dan retraksi Pada awal persalinan kontraksi uterus berlangsung setiap
15 – 20 menit selama 30 detik dan diakhir kala 1 setiap 2 – 3 menit selama 50 – 60
detik dengan intensitas yang sangat kuat. Pada segmen atas Rahim tidak berelaksasi
sampai kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi namun relative menetap pada
panjang yang lebih pendek. Hal ini disebut dengan retraksi.
c) Polaritas Polaritas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keselarasan saraf – saraf otot yang berada pada dua kutub atau segmen uterus
ketika berkontraksi. Ketika segmen atas uterus berkontraksi dengan kuat dan
berertraksi maka segmen bawah uterus hanya berkontraksi sedikit dan membuka.
d) Differensisiasi atau perbedaan kontraksi uterus Selama persalinan aktif uterus
berubah menjadi dua bagian yang berbeda segmen atas uterus yang berkontraksi
secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan maju. Segmen bawah uterus dan
servik relative pasif dibanding dengan dengan segmen atas dan bagian ini
berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih tipis untuk janin. Cincin
retraksi terbentuk pada persambungan segmen bawah dan atas uterus. Segmen
bawah Rahim terbentuk secara bertahap ketika kehamilan bertambah tua dan
kemudian menipis sekali pada saat persalinan.
2) Perubahan serviks Kala I
persalinan dimulai dari munculnya kontraksi persalinan yang ditandai dengan
perubahan serviks secara progesif dan diakhiri dengan pembukaan servik lengkap,
Kala ini dibagi menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif
a) Fase laten : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 0 dan berakhir sampai
pembukaan servik mencapai 3 cm. pada fase ini kontraksi uterus meningkat
frekuensi, durasi, dan intensitasnya dari setiap 10 – 20 menit, lama 15 – 20 detik
dengan intensitas cukup menjadi 5 – 7 menit, lama 30 – 40 detik dan dengan
intensitas yang kuat.
b) Fase aktif : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 4 dan berakhir sampai
pembukaan serviks mencapai 10 cm. pada fase ini kontraksi uterus menjadi efektif
ditandai dengan meningkatanya frekuensi, durasi dan kekuatan kontraksi. Tekanan
puncak kontraksi yang dihasilkan mencapai 40 – 50 mmHg. Diakhir fase aktif
kontraksi berlangsung 2 – 3 menit sekali, selama 60 detik dengan intensitas lebih
dari 40 mmHg. Fase aktif dibedakan menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimal
dan fase deselarasi.
- Fase akselerasi : dari pembukaan servik 3 menjadi 4 cm. fase ini merupakan fase
persiapan menuju fase berikutnya.
- Fase lereng maksimal : fase ini merupakan waktu ketika dilatasi servik meningkat
dengan cepat. Dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm selama 2 jam. Normalnya
pembukaan servik pada fase ini konstan yaitu 3 cm perjam untuk multipara dan 1.2
cm untuk primipara.
- Fase deselerasi : merupakan akhir fase aktif dimana dilatasi servik dari 9 cm
menuju pembukaan lengkap 10 cm. dilatasi servik pada fase ini lambat rata – rata 1
cm perjam namun pada multipara lebih cepat.
Ada 2 proses fisiologi utama yang terjadi pada servik :
a) Pendataran servik disebut juga penipisan servik pemendekan saluran servik dari 2
cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setiis kertas. Proses
ini terjadi dari atas kebawah sebagai hasil dari aktivitas myometrium. Serabut –
serabut otot setinggi os servik internum ditarik keatas dan dipendekkan menuju
segmen bawah uterus, sementara os eksternum tidak berubah
b) Pembukaan servik Pembukaan terjadi sebagai akibat dari kontraksi uterus serta
tekanan yang berlawanan dari kantong membrane dan bagian bawah janin. Kepala
janin saat fleksi akan membantu pembukaan yang efisien. Pada primigravida
pembukaan didahului oleh pendatara servik. Sedangkan multi gravida pembukaan
servik dapat terjadi bersamaan dengan pendataran
c) Kardiovaskuler Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari uterus dan
masuk kedalam system vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatjan curah jantung
meningkat 10% – 15%
d) Perubahan tekanan darah Tekanan darah meningkat selama terjadi kontraksi
(sistolik rata – rata naik 15 mmHg, diastolic 5 – 10 mmHg), antara kontraksi tekanan
darah kembali normal pada level sebelum persalinan. Rasa sakit, takut dan cemas
juga akan meningkatkan tekanan darah.
e) Perubahan metabolisme Selama persalinan metabolisme aerob maupun anaerob
terus menerus meningkat seiring dengan kecemasan dan aktivitas otot. Peningkatan
metabolisme ini ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh, nadi, pernafasan,
cardiac output dan kehilangan cairan.
f) Perubahan ginjal Poliuri akan terjadi selama persalinan selama persalinan. Ini
mungkin disebabkan karena meningkatnya curah jantung selama persalinan dan
meningkatnya filtrasi glomelurus dan aliran plasma ginjal.
g) Perubahan hematologi Hemoglobin meningkat sampai 1.2 gram/100ml selama
persalinan dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari setelah
pasca salin kecuali ada perdarahan post partum.
Anton, Baskoro. 2008. ASI Panduan Praktis Ibu Menyusui. Jogjakarta. Banyumedia

LENDIR DARAH
Impartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah atau blood show, karena
serviks mulai membuka atau dilatasi dan menipis (effacement). Darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks
mendatar dan membuka.
 Tanda-tanda persalinan
Memasuki proses persalinan terdapat beberapa tanda-tanda yang dirasakan oleh ibu
dan dilihat oleh bidan melalui pemeriksaan. Tanda-tanda persalinan tersebut antara
lain:
1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur
2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekanrobekan
kecil pada serviks
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan sudah ada
(Kuswanti dan Melina, 2014 :9).
Fisiologi Sherwood. Bab 20 Sistem Reproduksi Hal 823-825

2. Mengapa pada inspekulo terdapat cairan yang menggenang di fornix posterior dan
vagina tidak berbau dan tes lakmus berwarna biru ?
Bagian ketuban yang pecah adalah bagian inferior  cairan berkumpul di bagian forniks
(cekung) sehingga berkumpul sesuai dg gravitasi. Bagian forniks posterior berdekatan dengan
cavum douglas membentuk cekungan dan ditutupi oleh peritoneumpada posisi litotomi
cairan akan mengumpul di bagian poterior karena adanya gravitasi

Cairan ketuban tidak berbau karena tidak ada infeksi

Tes lakmus berubah warna menjadi biru: ph sekresi vagina asam (4,5-5,5) cairan amnion
bersifat basa(7,0-7,5). tes lakmus jadi biru menunjukkan basa, ketika ketuban pecah ph vagina
meningkat menjadi 7,0 – 7,5 (basa) karena cairan amnion.

Sumber :Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Kapita Selekta.

 Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya
untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks
posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari
arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion,
pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat
ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan
pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.
Sumber : PNPK Ketuban Pecah Dini POGI 2016

3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan dari scenario ?

PEMERIKSAAN FISIK
Tekanan darah 120/80 mmHg --> N
Denyut nadi 88x/menit --> N
Frekuensi napas 20x/menit --> N
Temperatur 37C. --> N

PEMERIKSAAN LEOPOLD
Janin tunggal --> lahir tunggal tidak gemelli
Intra uterine
Letak membujur
Di fundus teraba bagian janin bulat, besar, lunak, punggung kanan. --> presentasi
kepala, puka

Pemeriksaan DJJ didapatkan 11-12-12 --> 35 x 4 = 140 x /menit (N=120-160)


TBJ : 2900 gram.
His diamati terjadi 1x tiap 10 menit, durasi 10-20 detik, disertai relaksasi.
1. Anamnesa --> menanyakan riwayat adanya pengeluaran cairan ketuban, jumlah
cairan yang hilang atau jika terdapat cairan yg keluar banyak secara tiba tiba dr jalan
lahir. Bau serta warna cairan, terdapat kenceng2 atau tidak, serta ada pengeluaran
lendir darah atau tidak
2. Inspeksi --> terdapat pengeluaran cairan ketuban dari vagina tampak mata, apabila
ketuban baru pecah dan jumlah cairan masih banyak maka pemeriksaan akan lebih
jelas
3. Palpasi abdomen --> untuk memastikan cairan amnion. Apabila ketuba benar2
pecah akan terdeteksi berkurangnya cairan karena terjadi peningkatan molase uterus
serta dinding abdomen disekliling janin dan penurunan balotemen
4. Pemeriksaan dengan spekulum steril

5. Pemeriksaan penunjang
BISHOP SCORE
4. Bagaimana partograf yang baik dan benar ?
Partograf harus digunakan :  Untuk semua ibu dalam fase aktif kala
satu persalinan dan merupakan elemen penting
dari asuhan persalinan.  Selama persalinan dan kelahiran bayi di
semua tempat (rumah, puskesma, klinik bidan
swasta, rumah sakit, dll).  Secara rutin oleh semua penolong
persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada
ibu dan proses kelahiran bayinya ( spesialis obstetric, bidan, dokter
umum, residen dan
mahasiswa kedokteran).
KOMPONEN PARTOGRAF
Komponen partograf pada dasarnya dibagi 3 bagian utama, yaitu :
1. Komponen menilai kondisi janin
2. Komponen untuk menilai kemajuan persalinan
3. Komponen untuk menilai kondisi Ibu.
Partograf WHO sudah dimodifikasi agar lebih sederhana dan lebih
mudah digunakan. Fase laten
dihilangkan dan pengisian partograf dimulai pada fase aktif ketika
pembukaan serviks sudah
mencapai 4 cm. Sebuah contoh partograf disertakan disini (Gambar).
Partograf tersebut
diperbesar ke ukuran seharusnya sebelum digunakan. Catat hal-hal
berikut didalam partograf:
Informasi Pasien: Isi nama pasien, gravida, para, nomor registrasi di
rumah sakit, tanggal dan
jam masuk serta jam berapa ketuban pecah.
Denyut Jantung Janin : Catat setiap setengah jam.
Cairan Ketuban: Catat warna air ketuban setiap kali pemeriksaan
dalam:
U : selaput ketuban utuh
J : Selaput ketuban pecah, cairan ketuban jernih
M : Cairan ketuban bercampur mekonium
D : Cairan ketuban bercampur darah
K : kering
Penyusupan :
1: Sutura beradu
2: Sutura tumpang tindih tapi bisa dipisahkan
3: Sutura tumpang tindih dan tak bisa dipisahkan
Pembukaan Serviks: Dinilai pada saat melakukan pemeriksaan dalam
dan diberi tanda (X).
Mulai pengisian pada partograf saat pembukaan 4 cm.
Garis Waspada : Garis ini dimulai pada saat pembukaan serviks 4 cm
hingga titik pembukaan
lengkap yang diperkirakan dengan laju 1 cm per jam.
Garis Bertindak : Paralel dan 4 jam ke sebelah kanan garis waspada
Penurunan dinilai melalui palpasi abdomen: Mengacu pada bagian
kepala (dibagi menjadi 5
bagian) yang bisa dipalpasi diatas simfisis pubis; dicatat dengan
lambang lingkaran (O) setiap
melakukan pemeriksaan dalam. Pada 0/5, sinciput (S) berada pada
tingkat simfisis pubis.
Waktu: menyatakan berapa lama penanganan sejak pasien diterima
Jam: catat jam sesungguhnya
Kontraksi: lakukan palpasi untuk hitung banyaknya kontraksi dalam 10
menit dan lamanya.
Lama kontraksi dibagu dalam hitungan detik: <20 detik, 20-40 detik,
dan >40 detik
Oksitosin: catat jumlah oksitosin pervolum cairan infus serta jumlah
tetes permenit.
Obat- obatan lain yang diberikan dan cairan IV
Cata semua pemberian obat-obatan tambahan dan atau cairan IV
dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.
Nadi: tandai dengan titik besar.
Tekanan darah: tandai dengan anak panah
Suhu tubuh
Protein, aseton, volum urin: catat setiap ibu berkemih
Jika ada temuan yang melintas ke arah kanan dari garis waspada,
petugas kesehatan harus segera
melakukan tindakan atau mempersiapkan rujukan yang tepat
5. Bagaimana partograf yang baik dan benar ?

Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:


1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan demikian dapat
pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan
proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium,
membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu
dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir ( JNPK-
KR, 2008).
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk :
1) Mencatat kemajuan persalinan
2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya
3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan
5) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan
tepat waktu (JNPK-KR, 2008).
Contoh Lembar Partograf
6. Bagaimana patofisiologi dari scenario ?

Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah tepi robekan
selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada
selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan
retikuler atau trofoblas.

Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan.Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme
kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.Pada daerah
di sekitar pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu zona “restriced zone of exteme altered
morphologi (ZAM)”. Selaput ketuban di daerah paraservikal akan pecah dengan hanya diperlukan 20 -
50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk robekan di area selaput ketuban lainnya. Berbagai penelitian
mendukung konsep adanya perbedaan zona selaput ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang
secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya perubahan
pada susunan biokimia dan histologi.Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah
selaput ketuban dan berperan sebagai initial breakpoint.

Selaput ketuban di daerah supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas dari petanda protein
apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan penurunan Bcl-2.Didapatkan hasil laju
apoptosis ditemukan lebih tinggi pada amnion dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan
pasien tanpa ketuban pecah dini, dan laju apopsis ditemukan paling tinggi pada daerah sekitar serviks
dibandingkan daerah fundus.

Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole enzim matriks metalloproteinase
(MMP).Degradasi kolagen oleh MMP ini dihambat oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase
(TIMP).Pada saat menjelang persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix MMP
dan TIMP, penigkatan aktivitas kolagenase dan protease, penigkatan tekanan intrauterin.

Mamede, A. C., Carvalho, M. J., Abrantes, A. M., Laranjo, M., Maia, C. J., & Botelho, M. F. 2012.
Amniotic membrane: from structure and functions to clinical applications. Cell and tissue research,
349(2), 447-458.

Rangaswamy, N., Mercer, B. M., Kumar, D., Moore, J. J., Mansour, J. M., Redline, R., & Moore, R. M.
2012. Weakening and Rupture of Human Fetal Membranes-Biochemistry and Biomechanics.

Reti, N. G., Lappas, M., Riley, C., Wlodek, M. E., Permezel, M., Walker, S., & Rice, G. E. 2007. Why do
membranes rupture at term? Evidence of increased cellular apoptosis in the supracervical fetal
membranes.American journal of obstetrics and gynecology, 196(5), 484-e1.

Weiss, A., Goldman, S., & Shalev, E. 2007. The matrix metalloproteinases (MMPS) in the decidua and
fetal membranes. Front Biosci, 12(1), 649-659
Koriodesidua merupakan lapisan ketuban, jika terjadi infeksi  bakterial kolonisasi, fetal
tissue respon  meningkatkan kortikotropin releasing hormon  prostaglandin
Maternal respons desidua,  meningkatkan sitokin dan kemokin  meningkatkan dari
prostaglandin KPD, karena menyebabkan iritabilitas uterus, degradasi kolagen membran 
ruptur membran amnion  respon imun bisa membatasi infeksi  tapi respon imun juga
memproduksi sitokin dan prostaglandin  meningkatkan MMP  pecahnya selput ketuban
 sepsis jika infeksi sistemik

Sselaput ketuban terdiri dari 3 lapisan 1. Lapisan amnion


2. Lapisan korion

3. Lapisan desidua  lapisan yang menyambung pada mio metriom

etiologi KPD?

Terjadi adanya perubahan biokimia dari kolagen


( mempertahankan serabut2 plasenta ) dipengarhi oleh MMT ( untuk degradasi kolagen )
TIMP1  MMT meningkat TIMP 1 menurun  menghambat degenerasi kolagen akan rapuh

Infeksi  meningkatkan apoptosis dalam sel amnion pada selaput ketuban

peningkatkan apoptosis protein bax dan protein 53  meningkatkan apoptosis  tidak


seimbang antara penyokong dan apoptosis  ketuban rapuh

mikroorganisme masuk kedalam celah amnion dengan korion dan korion dengan desidua 
ketuban rapuh
FIGURE 5 | Oxidative stress-induced pathways of pPROM and spontaneous PTB with intact
membranes. Risk factors of pPROM and PTB – like infection, obesity, poor nutrition, stress, behavioral
risk factors (cigarette smoking, drinking, and drug abuse) – can cause oxidative stress (OS) in human
fetal membranes that leads to OS-induced damages to all major cellular elements (lipids, proteins,
and nucleic acid). Damages to DNA are especially lethal to fetal membranes and placental cells
because they lead to oxidation of guanine base, resulting in mutagenic 8-OxoG formation. Telomeres
are rich in G bases, and oxidation G bases lead to telomere attrition as a part of damage repair [base
excision repair (BER)]. The pathway of pPROM and PTB may be delineated at this stage based on the
type of risk and the type of OS response: overwhelming OS (chronic OS with smoking, alcohol use,
obesity, poor nutrition, etc.) vs. infection/inflammation-related acute OS by fetal cells or
immunocytes. Overwhelming OS can lead to persistent DNA damage and telomere reduction, 8-OxoG
formation, resulting in DNA damage foci (DDF) formation. Telomere-dependent pathway – when OS is
too high to be controlled by antioxidant mechanisms of the intrauterine tissues, especially fetal
membranes, a telomere-dependent pathway arises where either OS itself or damaged DNA and other
cellular elements can trigger p38MAPK activation either through NF-κB activation or direct cellular
senescence. This is characterized by rounded, swollen organelles, and nuclear condensates.
Additionally, senescing cells generate a unique set of biomarkers (senescence-associated secretory
phenotype – SASP). SASP is characterized by cytokines, chemokines, matrix metalloproteinases,
growth and angiogenic factors, and eicosanoids, all of which are involved in promoting labor.
Telomere-independent pathway – in this pathway, oxidized Gs are excised from the damaged region
by 8-oxoguanine glycosylase (OGG1) as a part of BER. 8-OxoG:OGG1 complex then activates Ras-
GTPase and either promotes p53-mediated apoptosis or NF-κB-mediated inflammation. The exact
mechanism of this switch is still unclear. Apoptosis is previously linked to pPROM. The latter pathway
of NF-κB-mediated inflammation can be linked mostly to PTB with intact membranes.
7. Apa diagnosis dan DD dari scenario ?

Penegakkan diagnosis KPD dapat dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi :
a. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di vagina.
b. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik kaseosa, rambut lanugo dan kadang-
kadang bau kalau ada infeksi.
c. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan servikalis.
d. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa) bila ketuban sudah
pecah.
e. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu dalam menentukan usia
kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air
ketuban dengan tes leukosit esterase, bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm3 , kemungkinan
adanya infeksi.
Sarwono.(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors.Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2004.
8. Apa saja etiologi dan faktor resiko dari scenario ?

Etiologi dari KPD dan persalinan prematur adalah multifaktorial dan sebagian besar penyebabnya
masih belum diketahui (idiopatik).
Faktor Risiko
1. Jumlah Paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali maka akan lebih berisiko tinggi mengalami KPD pada
kehamilan berikutnya. Menurut Sumadi dan Ariyani KPD banyak terjadi pada multipara (8). Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Sudarto dan Tunut, yang dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan
kota Pontianak yaitu di Puskesmas Siantan Hilir yang dilaksanakan pada awal bulan Juli sampai
Oktober 2015 menyatakan bahwa faktro yang memengaruhi kejadian KPD adalah paritas (9).
Kehamilan yang terlalu sering dapat memengaruhi embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis
sehingga mudah pecah sebelum waktunya dan semakin banyak paritas semakin mudah terjadi infeksi
amnion karena rusaknya struktur servik pada persalinan sebelumnya. Wanita dengan paritas kedua
dan ketiga pada usia reproduktif biasanya relative memiliki keadaan yang lebih aman untuk hamil
dan melahirkan, karena pada keadaan tersebut dinding uterus lebih kuat karena belum banyak
mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat
menyanggah selaput ketuban dengan baik (10).Wanita yang telah melahirkan beberapa kali akan
lebih berisiko mengalami KPD, karena jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh yang diakibatkan
oleh vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan akhirnya selaput ketuban
mengalami pecah spontan
2. Usia Ibu Melahirkan
Usia ibu melahirkan yang memiliki resiko rendah adalah umur 20-35, 35 tahun memiliki resiko tinggi
dalam proses persalinan. Akan tetapi untuk KPD sendiri secara patobiologi dari kehamilan dengan
ketuban pecah dini masih belum banyak diketahui. Banyak faktor dan jalur yang dapat menyebabkan
degradasi dari matriks selaput membran ekstrasellular antara lain: jumlah kolagen diselaput
membran ekstrasellular, keseimbangan antara degradasi dan aktifitas perbaikan dari komponen
matriks, enzim spesifik yang berfungsi sebagai pengendali dan pengatur aktifi tas biofi sik matriks
membran ekstraseluler, infeksi terkait dengan keseimbangan enzim yang dihasilkan pada selaput
membran ekstrasellular, aktivitas adanya peningkatan apoptosis pada daerah robekan selaput
amnion.
3. Umur Kehamilan
Kehamilan aterm atau kehamilan ≥37 minggu sebanyak 8-10% ibu hamil akan mengalami KPD, dan
sebanyak 1% kejadian KPD pada ibu hamil preterm uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Hal ini
juga menunjukkan bahwa semakin tua umur kehamilan akan mengakibatkan pembukaan serviks dan
peregangan selaput ketuban yang berpengaruh terhadap selaput ketuban sehingga semakin
melemah dan mudah pecah.
4. Pembesaran Uterus
Over distensi dapat menyebabkan terjadinya KPD karena distensi uterus atau over distensi yang
membuat rahim lebih besar sehingga selaput ketuban lebih tipis dan mudah pecah. Hasil penelitian
lain menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya KPD pada ibu hamil trimester III
di RS Ban Lawang yaitu faktor over distensi sebanyak 4,83%. Menurut Caughay bahwa over distensi
yang disebabkan oleh polihidramnion dan kehamilan kembar mengakibatkan lebih tinggi resiko
terjadi KPD. Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami KPD. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon yang dap memungkinkan ketegangan rahim
meningkat sewaktu-waktu selaput ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifi kasi
sebagai KPD.
5. Kelainan Letak
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD karena kelainan letak dapat
memungkinkan ketegangan otot rahim meningkat sehingga dapat menyebabkan KPD. Penelitian
Suryaputri dan Anjarwati bahwa tidak ada hubunganya antara kelainan letak dengan kejadian KPD.
Besar kecilnya janin dan posisi janin yang dikandung tidak menyebabkan peregangan pada selaput
ketuban seperti pada keadaan normal, sungsang ataupun melintang, karena sebenarnya yang dapat
mempengaruhi KPD adalah kuat lemahnya selaput ketuban dalam menahan janin. Penelitian Suhaimi
mengatakan bahwa KPD bisa disebabkan karena Peningkatan apoptosis pada selaput amnion
berperan penting pada penipisan membran janin yang mengakibatkan terjadinya KPD. Peningkatan
p53 akan meningkatkan munculnya kaspase-3 yang akan menyebabkan apoptosis yang berlebihan,
sehingga dengan adanya peningkatan proses apoptosis ini dapat menyebabkan terjadinya KPD.
Penelitian lain mengatakan, bahwa ada hubungan letak susang dengan kejadian ketuban pecah dini,
ini disebabkan karena pada letak sungsang dimana bokong menempati servik uteri dengan dengan
keadaan ini pergerakan janin terjadi dibagian terendah karena keberadaan kaki janin yang
menempati daerah servik uteri sedangkan kepala janin akan mendesak fundus uteri yang dapat
menekan diafragma dan keadaan ini menyebabkan timbulnya rasa sesak pada ibu saat hamil.

Sumber : Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

- Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih dari 2.500 zat kimia
yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen,
dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan-
gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang
lebih tinggi (Sinclair, 2003).

- Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD dapat
berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD
sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis
terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm.
Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak
pernah mengalami KPD sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh
dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.

- Serviks yang Inkompetensik


Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otototot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi
yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin
serta keluarnya hasil konsepsi.

Budi Rahayu, Ayu Novita Sari, 2017. Studi Deskriptif Penyebab Kejadian
Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ibu Bersalin . JNKI, Vol. 5, No. 2, Tahun 2017,
134-138
`
9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari scenario ?

a. Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,

konsentrasi, bau dan PHnya.

1) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah

menjadi biru ,menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).

2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada


gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik

menunjukkan gambaran daun pakis.

b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion, namun dalam hal ini
tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab oligohidramnion dengan penyebab lainnya.

SUMBER : Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Desember 2019. Ketuban pecah dini dan
tatalaksananya Mohd. Andalas

Medsclub Mega Class: Obgin. https://www.youtube.com/watch?v=SMxIFfO8qS8


10. Bagaimana tatalaksana dari scenario aterm (alur diagnosis) ?

a. Konservatif
- Lihat umur kehamilan 32 – 37 mgg  belum ada inpartu & tdk infeksi  betametason
(pematangan paru-paru). Diberikan trimester 3.
- 32 – 37 mgg sdh inpartu & tidak infeksi  tokolitik
- 32 – 37 mgg  antibiotic

b. Aktif
- Kehamilan > 37 mgg  induksi dg oksitosin, gagall lakukan SC
- Atau misoprostol 25 – 50 mikrogram  untuk vagina dpt menetralkan pH
- Ketuban pecah > 18 jam  antibiotic profilaskis  ampicillin 2 g i.v setiap 6 jam/
penicillin-G 2 juta UI I.V selama persalinan  tidak ada infeksi setelah persalinan 
obat dihentikan
- Bishop score <5  pematangan serviks dg prostaglandin  induksi  tdk berhasil  SC
- Bishop >5  langsung SC

Sumber: Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, Sp.OG. Kapita Selekta Penatalaksanaan
Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. 2001
11. Apa saja komplikasi dari scenario ?
Komplikasi ketuban pecah dini (KPD) yang paling sering dialami adalah kelahiran
prematur. Komplikasi janin terkait KPD adalah kematian janin, sindrom distres
napas, infeksi polimikrobial intraamnion, perdarahan intraventrikular, hipoplasia
pulmonal, prolaps tali pusat, dan malpresentasi janin.

Komplikasi ibu terkait KPD adalah korioamnionitis, postpartum endometritis, dan


peningkatan sectio caesarea.
Caughey A, Robinson J, Norwitz E. Contemporary Diagnosis and Management of
Preterm Premature Rupture of Membranes. Rev Obstet Gynecol. 2008;1(1):11-22.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi
infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan
normal.

1. PERSALINAN PREMATUR
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

2. INFEKSI
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi korioamnionitis.
Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada KPD premature, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat
dibandingkan dengan lamanya periode laten.

3. HIPOKSIA DAN ASFIKSIA


Dengan pecahnya ketuban oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapt hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. SINDROM DEFORMITAS JANIN
KPD terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar.

Sumber : Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.


Halaman 678-679

Anda mungkin juga menyukai