Anda di halaman 1dari 19

BEGAWAN ILMU PERPUSTAKAAN: BLASIUS SUDARSONO

(Hakikat Kepustakawanan)
Oleh:
Nuri Ifka Bengi. MS (20200011053)
(Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Prodi Interdisciplinary Islamic Studies
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)
E-mail nuriifkabengi.ms@yahoo.com

ABSTRAK
Pesatnya perkembangan suatu perpustakaan, tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh
banyaknya pustakawan atau tokok-tokoh perpustakaan yang turut andil dengan menyalurkan
ide, gagasan, pemikiran serta kerja kerasnya dalam memajukan suatu perpustkaan.
Pustakawan menjadi tombak utama dalam merubah stigma atau pandangan perpustakaan
menjadi lebih baik dan berkualitas. Pada artikel ini, penulis menyajikan penjelaan-penjelasan
yang berkaitan dengan kupustakawanan yang dikaji oleh Balsius Sudarsono yang merujuk
pada teori filsuf Driyarkara mengenai konsep pribadi dan kepribadian yang kemudian
dirumuskan dalam aspek pustakawan serta pemikiran Sulistyo Basuki dalam memaknai
kepustakawanan sebagai konsep maupun sebagai hakikat atau filsafat. Dalam artikel ini juga
dijelaskan secara singkat mengenai kontribusi pemikiran Driyarkara dan filsafat perpustakaan
dalam mengkaji hakikat kepustakawanan oleh Blasius Sudarsono.
Kata Kunci: Kepustakawanan; Blasius Sudarsono; Sulistyo Basuki.

PENDAHULUAN
Perkembangan suatu perpustakaan tidak bisa dilepaskan dari gagasan-gagasan dan
juga pemikiran dari para-para tokoh. Begitu juga di Indonesia, perkembangan perpustakaan
dikembangkan dari ide-ide para-para tokoh yang berkontribusi di bidang perpustakaan. Jika
berbicara mengenai tokoh perpustakaan di Indonesia, maka akan banyak sekali bermunculan
mengenai siapa para-para tokoh tersebut. Pemikiran, ide beserta gagasan para tokoh
perpustakaan sudah melekat dan mewarnai perkembangan perpustakaan di Indonesia hingga
saat ini. Tidak jarang pemikiran yang disampaikan mereka, dijadikan sebagai pedoman dalam
proses pembelajaran dan juga penelitian untuk perkembangan ilmu perpustakaan kedepannya.
Salah satu tokoh perpustakaan di Indonesia yang sudah tidak asing lagi didengar ialah yaitu
Blasius Sudarsono atau yang akrab disapa sebagai “Pak Dar”.
Blasius Sudarsono adalah sosok luar biasa yang lahir pada tanggal 02 Februari 1948,
di Kota Solo, Jawa Tengah. Beliau tumbuh di lingkungan pendidik karena orangtuanya
merupakan seorang guru di Sekolah Dasar. Blasius Sudarsono atau Pak Dar lulus dari

1
Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 1973.
Blasius Sudarsono sarjana yang berlatarbelakang Ilmu Pengetahuan Alam, justru terjerumus
menjadi seorang pustakawan. Blasius Sudarsono memulai perjalanannya di bidang
perpustakaan yaitu ketika beliau menjadi seorang staf perpustakaan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) selama lima tahun lamanya. Kemudian pada 1978, Blasius
mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi ilmu perpustakaan di Universitas Hawaii,
Amerika. Setelah menggondol master di bidang perpustakaan, 1980, ia kembali ke
perpustakaan LIPI. Pengetahuan yang mendalam tentang dunia pustaka membawanya
menjadi dosen luar biasa di Jurusan Ilmu Perpustakaan UI dan Program Pascasarjana Ilmu
Perpustakaan UI.1
Blasius Sudarsono, atau Pak Dar, bukanlah sosok asing dalam dunia kepustakawanan
Indonesia. Sebagai seorang Pustakawan Utama LIPI yang telah bekerja hampir 40 tahun,
beliau juga sosok sesepuh yang diteladani, digurui dan ditiru. Di usia senjanya, beliau masih
produktif memberikan ajaran dan renungan tentang hakikat atau filsafat
kepustakawanan. Patut disayangkan tidak semua Sekolah Perpustakaan di Indonesia memiliki
kurikulum filsafat kepustakawanan kecuali Pascasarjana Ilmu Informasi dan Perpustakaan,
Universitas Padjajaran, Bandung.2 Pak Dar mengembangkan Filsafat Kepustakawanan
berdasarkan pandangan Driyarkara, seorang filsuf dan perintis pendidikan filsafat di
Indonesia. Pada artikel ini, penulis akan memaparkan pemikiran Blasius Sudarsono yang
berkaitan dengan kepustakawanan dan tokoh perpustakaan lainnya yang memiliki pandangan
yang sama dengan pandangan Blasius Sudarsono tentang kepustakawanan.

PEMBAHASAN
Manusia merupakan komponen penting dalam mewujudkan sebuah tujuan dari sebuah
organisasi yang diembannya, dengan melakukan segala aktifitas yang dapat menunjang
pelaksanaan organisasi tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia menjadi
tombak utama keberhasilan suatu organisasi untuk perkembangan dan kualitas organisasi
tersebut yang tergabung dalam bentuk instannsi, institusi maupun lembaga pemerintahan dan
lain-lain. Menurut Sayuti Hasibuan, sumber daya manusia adalah semua yang terlibat di

1
Blasius Sudarsono, Biografi Blasius Sudarsono, http://lipi.go.id/berita/blasius-sudarsono/798.
Diakases pada tanggal 12 Januari 2021, pukul 21.15 WiB.
2
Blasius Sudarsono, Tokoh Perpustakaan, https://digilib.undip.ac.id/v2/2012/06/18/blasius-sudarsono/.
Diakses pada tanggal 12 Januari 2021, pukul 21.30 WIB.

2
dalam suatu organisasi dalam mengupayakan untuk mewujudkan tujuan dari organisasi
tersebut.3
Sedangkan Nawawi mengatakan bahwa SDM dapat dibagi menjadi dua pengertian,
yaitu pengertian secara makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua
manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu
yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun belum memperoleh
pekerjaan (lapangan kerja) sedangkan Pengertian SDM dalam arti mikro secara sederhana
adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut
personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain-lain.4
Di dalam perpustakaan, sumber daya manusia juga merupakan unsur penting yang
menjadi penentu dalam perkembangan suatu perpustakaan. Keberhasilan suatu perpustakaan
ditentukan oleh kualitas manusia-manusia didalamnya. Sumber daya manusia di perpustakaan
terdiri dari pustakawan sebagai tokoh utama dengan dibantu oleh sumber daya manusia
lainnya seperti tenaga pengajar, karyawan, mahasiswa/pelajar dan sejenisnya tergantung pada
jenis perpustakaan yang menjadi lembaga induknya.
Sebagai tokoh utama, pustakawan memiliki pengertian sebagai seorang kurator
koleksi buku dan materi informasi lainya, menata akses pemakai pada koleksi tersebut
dengan koleksi modern, sedangkan pengertian modern pustakawan adalah manejer dan
mediator akses ke informasi untuk kelompok pemakai berbagai jenis yang dimulai dari
koleksi perpustakaan kemudian meluas pada berbagai jenis koleksi lainnya.5
Merujuk pada pengertian pustakawan di atas, secara teknis pustakawan diartikan
sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan profesi di perpustakaan. Berdasar SK MENPAN
NO. 132 Tahun 2002, kepustakawanan juga sama diartikan sebagai ilmu dan profesi di
bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi.6 Maka dari pengertian tersebut kita dapat
mengetahui bahwa kepustakawanan ditekankan tidak hanya pada konteks ilmu tetapi juga
berkaitan dengan konteks profesi. Lain halnya dengan Blasius Sudarsno, pengertian
kepustakawanan tersebut diartikannya sebagai manusia pada dasarnya, dan manusia adalah
pribadi. Dalam memaknai kepustakawanan, Blasius Sudarsono melakukan pedekatan dari

3
Sayuti Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia: Pendekatan Non Sekuler, (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2000), 3.
4
Hadari Nawawi, Perencanaan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2003), 37.
5
Purwono, Profesi Pustakawan Dalam Mengahadapi Tantangan Perubahan, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), 83.
6
SK MENPAN No. 132 Tahun 2002, Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya,
http://lib.kemenperin.go.id/neo/adminweb/public/default/file/130814144135.pdf. Diakses pada tanggal 13
Januari 2020, pukul 08.18 WIB.

3
pokok-pokok pikiran Driyarkara tentang pribadi dan kepribadian dengan menggunakan
pendekatan filosofis dalam memaknai hakikat kepustakawanan. 7 Blasisus Sudarsono merujuk
pemikiran tentang pribadi dan kepribadian Driyarkara kedalam sesuatu yang ia sebut dengan
kepustakawanan.
Pendekatan Filosofis Driyarkara
Menurut Driyarkara filsafat adalah pernyataan/penjelmaan dari sesuatu yang hidup di
dalam hati setiap orang. Maka walaupun tidak setiap orang dapat menjadi ahli filsafat, namun
yang dibicarakan atau dipersoalkan dalam filsafat itu memang berarti bagi kita semua.
Pustakawan adalah orang (manusia). Maka jika memakai kalimat Driyarkara dengan
mengganti kata orang dengan kata pustakawan dan sedikit memodifikasikannya, Blasius
Sudarsono menyimpulkan filsafat kepustakawanan adalah pernyataan/penjelmaan dari
sesuatu yang hidup di dalam hati setiap pustakawan. Maka walaupun tidak setiap pustakawan
dapat menjadi ahli filsafat, namun yang dibicarakan atau dipersoalkan dalam filsafat
kepustakawanan itu memang berarti bagi semua pustakawan. 8 Blasius Sudarsono merujuk
pada pandangan Driyarkara dalam mengembangkan filsafat kepustakawananannya. Prof. Dr.
Nicolaus Driyarkara SJ merupakan seorang filsuf dan perintis pendidikan filsafat di Indonesia
yang lahir pada tanggal 13 Juni 1913 di Kedunggubah, Kaligesing, Purworejo
Selanjutnya Blasisus Sudarsono juga menjelaskan filsafat Driyarkara di dalam
bukunya yang berjudul Antologi Perpustakaan bahwa pelajaran filsafat adalah cara mendidik,
membangun diri kita sendiri karena: 1) dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia 2)
kebiasaan melihat dan menganalisis persoalan membuat kita lebih cerdas dan tangkas untuk
melihat dan memecahkan persoalan dalam hidup keseharin kita 3) pelajaran filsafat mengajar
dan melatih kita memandang dengan lebih luas, dan 4) dengan pelajaran filsafat kita
diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri. Dikatakannya pula jika dipandang
menurut isinya:
a. Filsafat memberi dasar pengetahuan kita, memberikan pandangan yang sintetis pula
hingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan
b. Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahui kebenaran berarti
mengetahui dasar hidup sendiri. Dalam etika hal ini tampak nyata.

7
Dian Novita Fitriani. “Kesetiaan dalam Jalan Kepustakawanan: Studi Life History Blasius
Sudarsono”, Vol. 25, No. 3. 2018, https://ejournal.perpusnas.go.id/mp/article/view/203. Diakses pada tanggal 13
Januari 2020, pukul 08.55 WIB, 10.
8
Blasius Sudarsono, Antologi Kepustakawanan, 2006,
https://www.academia.edu/686032/Antologi_Kepustakawanan_Indonesia. Diakses pada tanggal 13 Januari
09.43 WIB, 3.

4
c. Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena
filsafat memberi dasar dari ilmu-ilmu lainnya mengenai manusia, misalnya ilmu
mendidik, sosiologi, ilmu jiwa, dan lain sebagainya. 9
Dari penjelasan sebelumnya, Blasius juga menyinggung Konsep pribadi dan
kepribadian dari pemikiran Diyarkarya. Konsep ini merupakan pemikiran kunci filsafat
manusia dari Driyarkara. Blasius Sudarsono menerapkan konsep ini untuk membahas
mengenai hakikat kepustakawanan.
Filsafat Perpustakaan
Menururt Iskandar, hubungan antara filsafat dengan teori perpustakaan dapat dilihat
dari uraian berikut:10
1. Filsafat (analisa filsafat) adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang
digunakan oleh para ahli perpustakaan dalam memecahkan problematika perpustakaan
dan menyusun teoriteorinya. Dengan filsafat sebagai pandangan tertentu terhadap
sesuatu obyek, misalnya aliran idealisme, realisme, materialisme dan sebagainya akan
mewarnai dan bercorak pula pandangan ahli tersebut dalam teori-teori perpustakaan
yang dikembangkannya.
2. Filsafat juga berfungsi memberikan arah agar teori perpustakaan yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.
Artinya filsafat mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat perpustakaan
yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan, direvisi, agar sesuai dan relevan
dengan kebutuhan, tujuan, dan pandangan hidup dari pemustaka.
3. Filsafat, termasuk filsafat perpustakaan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori perpustakaan menjadi ilmu
perpustakaan. Analisa filsafat berusaha menganalisa dan memberikan arti pada data
perpustakaan dan selanjutnya menyimpulkan, serta menyusun teori-teori perpustakaan
yang realistis hingga akhirnya akan berkembanglah ilmu perpustakaan
(librarianship).
Secara praktis (dalam praktiknya), filsafat perpustakaan banyak berperan dalam
memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi oleh
masyarakat, dan memberikan pengarahan, solusi, pikiran, pendapat terhadap keberhasilannya,
perkembangan pengetahuan, pemenuhan informasi, pengambilan keputusan, perilaku kerja
9
Blasius Sudarsono, Antologi Kepustakawanan….., 4
10
Iskandar. “Filsafat Perpustakaan: Sebuah Pengenalan”. Jupiter, Vol. XVI, No.1. 2017,
https://journal.unhas.ac.id/index.php/jupiter/article/view/4219/2412. Diakses pada tanggal 14 Januari 2020,
pukul 12.50 WIB, 23-24.

5
pustakawan, perilaku pemustaka, termasuk memberikan layanan yang berkualitas Filsafat
perpustakaan dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang mempelajari tentang
hakikat, dasar atau prinsip kepustakawanan (ilmu dan profesi pustakawan) Kemudian
Iskandar dalam Gusnar Zain juga menjelaskan bahwa rincian peranan filsafat perpustakaan
adalah sebagai berikut:
1. Filsafat perpustakaan, menunjukkan problema yang dihadapi oleh perpustakaan,
sebagai hasil dari pemikiran mendalam, dan berusaha untuk memahami duduk
masalahnya. Dengan analisa filsafat maka filsafat perpustakaan bisa menunjukkan
alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut. Setelah melalui proses seleksi
terhadap alternatifalternatif tersebut, yang mana yang paling efektif maka
dilaksanakan alternative tersebut dalam praktik kepustakawanan.
2. Filsafat perpustakaan, memberikan pandangan tertentu yang berkaitan dengan sarana
pembelajaran yang secara hakikat berkaitan dengan tujuan hidup manusia. Filsafat
perpustakaan berperan untuk menjabarkan bentuk-bentuk tujuan baik secara umum,
khusus, maupun yang operasional sehingga perpustakaan berperan sebagai sarana
pembelajaran dan aktivitas pelaksanaan perpustakaan mendukung tujuan pendidikan
nasional.
3. Filsafat perpustakaan dengan analisanya terhadap fungsi dan tujuan perpustakaan,
berkesimpulan bahwa sumber daya manusia mempunyai potensi pembawaan yang
harus ditumbuhkan dan dikembangkan. Hal ini memberi pemahaman bahwa
perpustakaan dapat berfungsi sebagai penggerak utama dalam rangka meningkatkan
kecerdasan kehidupan bangsa dengan mengembangkan dan mendayagunakan
perpustakaan sebagai sarana yang berisi informasi yang mendukung keberhasilan
pendidikan.
4. Filsafat perpustakaan, dalam analisanya terhadap masalah-masalah kecerdasan bangsa
yang kini dihadapinya, akan dapat memberikan informasi apakah system perpustakaan
yang dalam sistem pendidikan nasional yang selama ini berjalan mampu membentuk
masyarakat (pemustaka) untuk mempunyai budaya baca dan belajar sepanjang hayat
dengan menjadikan perpustakaan sebagai sumber informasi, ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian, dan kebudayaan, atau tidak. Artinya, peran filsafat perpustakaan
dapat merumuskan di mana letak kelemahannya, dan bisa memberikan alternative-
alternatif perbaikan dan pengembangannya. 11
11
Gusnar Zain. “Filsafat Dalam Ranah Perpustakaan Dan Informasi: Peran Dan Penerapannya”. Shaut
al-Maktabah Jurnal Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi, Vol. 10, No. 2. 2018,
https://www.rjfahuinib.org/index.php/shaut/article/download/84/181/841. Diakes pada tanggal 13 Januari 12.41

6
Hakikat Kepustakawanan Blasius Sudarsono
Menurut UU No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, menyebutkan bahwa
pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan
dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.12 Pengertian lainnya menyebutkan
bahwa pustakawan ialah orang yang memberikan dan melaksanakan kegiatan perpustakaan
dalam usaha pemberian layanan kepada masyarakat sesuai dengan visi dan misi lembaga
induknya.13 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pustakawan adalah seseorang
yang bekerja di perpustakaan dengan memiliki kompentensi ilmu perpustakaan untuk
menyediakan layanan dan mengelola perpustakaan dalam mencapai tujuan sesuai dengan vis,
misi, dan tujuan dari lembaga induknya.
Kepustakawanan merupakan penerapan pengetahuan (ilmu perpustakaan) dalam hal
pengadaan, penggunaan serta pendayagunaan buku (dalam arti luas) di perpustakaan serta
jasa perpustakaan.14 Sedangkan Menurut Blasius Sudarsono, kepustakawanan juga
merupakan pernyataan/penjelmaan dari sesuatu yang hidup di dalam hati setiap
Kepustakawanan adalah perkembangan dari pustakawan sehingga kepustakawanan menjadi
keutamaan seorang pustakawan.15 Dapat disimpulkan bahwa kepustakawanan memeliki
pengertian sebagai pengetahuan yang berkenaan dengan ilmu perpustakaan dan sesuatu yang
ada dalam diri setiap pustakawan.
Merujuk pada filsafat Driyarkara mengenai konsep pribadi dan kepribadian, Blasius
Sudarsono menuangkan konsep tersebut dalam bentuk kepustakawanan. Pustakawan adalah
mahkluk hidup yang disebut sebagai manusia. Driyarkara menyebut manusia yang tidak
hanya ”apa” melainkan juga ”siapa” itu sebagai ”pribadi”. Dengan demikian ”pustakawan”
adalah pribadi. Konsep antara pustakawan dan pribadi, diharapkan memiliki kesetaraan
konsep antara pustakawan dan kepustakawanan dengan konsep pribadi dan kepribadian milik
Drikarya. Adapun Pokok pikiran Driyarkara tentang pribadi dan kepribadian adalah:16
1. Pribadi manusia supaya betul-betul menjadi Pribadi harus menjadi Kepribadian.

WIB.
12
UU No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan,
https://library.usu.ac.id/wp-content/uploads/2019/12/UU-Nomor-43-Tahun-2007-Tentang-
Perpustakaan.pdf#:~:text=Pustakawan%20adalah%20seseorang%20yang%20memiliki,melaksanakan
%20pengelolaan%20dan%20pelayanan%20perpustakaan. Diakses pada tanggal 13 Januari 2020, pukul 10.32
WIB.
13
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 8
14
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan…., 6
15
Blasius Sudarsono, Pustakawan Cinta dan Teknologi, (Jakarta: Cv Sagung seto, 2009), 5
16
Blasius Sudarsono, Antologi Kepustakawanan….., 5-6.

7
2. Pribadi yang tidak menjadi kepribadian itu merupakan pribadi yang terjerumus,
Pribadi yang tidak setia terhadap Tuhan, terhadap masyarakat dan dirinya sendiri,
Pribadi yang kehilangan keluhuran dan kehormatannya.
3. Kepribadian adalah perkembangan dari Pribadi. Perkembangan yang betul-betul
menjalankan kedaulatan dan kekuasaannya atas dirinya sendiri dan tidak dijajah oleh
kenafsuan-kenafsuan, dan dunia material.
4. Jika ini tercapai maka Pribadi betul-betul ”bersemayam” dalam dirinya sendiri.
Blasius mengganti kata pribadi dengan pustakawan dan kata kepribadian dengan kata
kepustakawanan. maka akan melahirkan konsep sebagai berikut:
1. Pustakawan supaya betul-betul menjadi Pustakawan harus menjadi dan memiliki
Kepustakawanan.
2. Pustakawan yang tidak menjadi kepustakawanan itu merupakan pustakawan yang
terjerumus, Pustakawan yang tidak setia terhadap Tuhan, terhadap masyarakat dan
dirinya sendiri, Pustakawan yang kehilangan keluhuran dan kehormatannya.
3. Kepustakawanan adalah perkembangan dari Pustakawan.. Perkembangan yang betul-
betul menjalankan kedaulatan dan kekuasaannya atas dirinya sendiri dan tidak dijajah
oleh kenafsuan-kenafsuan, dan dunia material.
4. Jika ini tercapai maka Pustakawan betul-betul ”bersemayam” dalam dirinya sendiri.
Blasius Sudarsono mengingatkan akan pentingnya jiwa kepustakawanan bagi seorang
pustakawan. Selayaknya kepribadian yang ada dalam setiap pribadi manusia, demikian pula
kepustakawanan yang seharusnya ada dalam diri setiap pustakawan. Tidak semua
pustakawan memiliki jiwa kepustakawanan.17 Blasius Sudarsono memberikan perbedaan
mengenai pustakawan yang memiliki jiwa kepustakawanan dan tidak. lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa seorang pustakawan yang memiliki jiwa kepustakawanan adalah
pustakawan yang luar biasa, karena dapat menghayati apa yang dilakukannya selama
bekerja, melakukan tugas ikhlas serta memberikan jiwa atau semangat kepustakaan dalam
hidupnya. Sedangkan pustakawan yang tidak punya jiwa kepustakawanan, pustakawan
tersebut hanya sekedar melakukan tugas saja, menjalankan apa yang diperintahkan tidak
memberikan sepenuh jiwanya untuk berkontribusi dalam perpustakaan. Menjadi seorang
pustakawan hanya dianggap sebagai keharusan saja.

17
Blasius Sudarsono, Pentingnya Jiwa Kepustakawanan, (Kuliah Umum: PSTP, 2016),
http://fisip.unair.ac.id/berita/read/96/pentingnya-jiwa-kepustakawanan-kuliah-umum-pstp. Diakses pada
tanggal 13 Januari 2020, pukul 10. 12 WIB.

8
Di dalam kuliah umum terbuka yang diselenggarakan pada tahun 2011 silam, Blasius
Sudasono menyampaikan bahwa pustakawan yang tidak menjadi kepustakawanan merupakan
pustakawan yang terjerumus. Pustakawan yang terjerumus adalah pustakawan yang tidak
setia terhadap Tuhan, masyarakat dan dirinya sendiri. Pustakawan yang terjerumus adalah
pustakawan yang kehilangan keluhuran dan kehormatannya. Kepustakawanan adalah
perkembangan dari pustakawan yang benar-benar menjalankan kedaulatan dan kekuasaan
atas dirinya sendiri tanpa dijajah oleh kenafsuan dan dunia material. Kepustakawanan itu
bersemayam dalam diri pribadi pustakawan.
Menurut Blasius Sudarsono, pustakawan memerlukan filsafat kepustakawanan untuk
menjalani hidup kepustakawanannya dengan memiliki sikap yang ideal. Pendapat tersebut
mengacu dari pendapat Driyarkara tentang pentingnya pembelajaran filsafat. Filsafat tidak
hanya tentang teoritis saja, namun juga bermuara pada kehendak dan perbuatan praktis.
Orang ingin mengerti karena ingin mengerti untuk berbuat. Sehingga pengertian dan
pengetahuan digunakan untuk menjalani hidupnya. Perbedaan orang yang berfilsafat dengan
tidak, terletak pada sikap mereka terhadap hidup manusia. 18
Blasius Sudarsono menyatakan bahwa kepustakawanan adalah sesuatu yang
menumbuhkan sekaligus menjadi hasil (tujuan) kesempurnaan pustakawan. Beliau berharap
pernyatan ini dapat menyatu dengan konsep Driyarkara tentang bersemayamnya pribadi
dalam diri manusia. Pustakawan dan kepustakawanan merupakan dua unsur yang dapat
menyatu dan saling menguatkan. Seperti pribadi yang berkembang menjadis sebuah
kepribadian, maka dalam hal ini, pustakawan juga berkembang menjadi kepustakawanan,
sehingga kepustakawanan menjadi keutamaan seorang pustakawan. Dapat disimpullkan
bahwa tidak semua pribadi itu memiliki kepribadian. Maka sama, tidak semua pustakawan
itu memiliki kepustakawanan. Menurutnya, ada empat pilar kepustakawanan yang harus
dimiliki seorang Pustakawan, yaitu:19
1.        Pustakawan harus menjadi pangggilan hidup
2.        Pustakawan adalah semangat hidup (spirit of life)
3.        Pustakawan adalah karya pelayanan
4.        Dilaksanakan dengan profesional, kemauan dan kemampuan selalu beriringan.

18
Blasius Sudarsono. “Kepustakawanan”. Disampaikan dalam Kuliah Umum Terbuka dan Gratis I,
pada 4 Juli 2011. A tribute to Ibu Luwarsih. https://pt-br.facebook.com/notes/blasius-sudarsono/mengenang-ibu-
luwarsih/1768752786485448/. Diakses pada tanggal 13 Januari 2020, pukul 09.11 WIB.
19
Farli, Kerangka Dasar Kepustakawanan Indonesia, Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Indonesia, 2017. https://www.isipii.org/kolom-pakar/kerangka-dasar-kepustakawanan-indonesia. Diakses pada
tanggal 13 Januari 2021, pukul 15.37 WIB.

9
        Kepustakawanan lebih dekat dengan kemampuan, memahami yang kemauan dari
pada kemampuan. Ada lima sila kepustakawanan atau kemampuan pustakawan yang harus
dimiliki seorang Pustakawan, yaitu:
1. Pustakwaan harus diajak untuk mampu berfikir kritis, baik dalam pengembangan
teknologi maupun pengembangan informasi dan kritis terhadap kebutuhan masyarakat
pengguna. 
2. Membaca. membaca sangat penting bagi pustakawan untuk mengetahui informasi
informasi maupun isu-isu yang berkembang terutama tentang perpustakaan untuk
menambah pengetahuan. Membaca dalam hal ini diartikan membaca dunia.
3. Menulis, dalam arti mengenai ide, gagasaan atau pemikiran, kreatifitas, serta inovasi
sehingga membuahkan tulisan yang mengandung informasi dan pengetahuan yang
dapat ditularkan kepada masyarakat lain yang membutuhkan.
4. Kemampuan entrepreneur untuk dihargai. Perpustakaan adalah akumulasi dari
recorder culture atau knowledge (pengembangan kebudayaan), dan tidak hanya dinilai
sebatas segi finansialnya saja.
5. Etika. Pustakawan yang baik seharusnya memiliki etika, moral, dan tingkah laku yang
baik pula, sehingga dalam berkomunikasi mampu melayani pengguna dengan baik.
Pemikiran dan Sulistyo Basuki memang tidak bisa terlepas dari pandangan Driyarkara
sebagai pedomannya dalam merujuk dan memaknai kepustakawanan sebagai sesuatu yang
dianggap terdapat dalam setiap pustakawan. Konsep pribadi menjadi pustakawan dan
kripibadian menjadi kepustakawanan. Pemikiran Blasius Sudarsono terkaiti hal tersebut
memang didasarkan pada konsep dari filsafat sendiri, khususnya dalam konteks konsep
pribadi dan kepribadian oleh Driyarkara. Pemikiran yang unik digambarkan oleh Blasius
Sudarsono yang diimplementasikan berdasarkan pemikiran dari Driyarkara menjadikan
dirinya sebagai salah satu yang ikut berkontrbusi dan memberikan pendapatnya mengenai
filsafat kepustakawanan. Pada penjelasan sebelumnya, penulis juga sedikit memaparkan
mengenai penjelasan filsafat perpustakaan yang dirasakan memiliki hubungan dengan hakikat
kepustakawanan Blasius Sudarsono karena topik atau konteks yang dikaji memiliki kesamaan
yaitu mengkaji perpustakaan (kepustakawanan) yang dibahas menurut kajian filosofis.

Kontribusi Pemikiran Blasius Sudarsono

10
Kontribusi pemikiran Blasius Sudarsono mengenai hakikat perpustakaan telah
melahirkan berbagai teori baru dalam kepustakawanan yang dijadikan sebagai pedoman
dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Blasius
Sudarsono melahirkan beberapa teori. Adapun teori yang dilahirkan dalam konteks hakikat
atau filsafat kepustakawanan adalah empat pilar kepustakawanan yang harus dimilliki ynag
terdiri dari: pustakawan harus menjadi pangggilan hidup, pustakawan adalah semangat hidup
(spirit of life), pustakawan adalah karya pelayanan dan dilaksanakan dengan profesional,
kemauan dan kemampuan selalu beriringan. Selain itu Blasius juga memebrikan lima sila
kepustakawanan atau kemampuan pustakawan yang harus dimiliki seorang Pustakawan.
Selain itu kontribusi Blasius Sudarsono di dunia perpustakaan di Indonesia, terwujud
dalam pemikirannya yang terbagi dalam beberapa bentuk karya Beberapa karya dari Blasius
Sudarsono adalah, Antologi Kepustakawanan Indonesia (2006), Menyongsong Fajar
Merancang Masa Depan (2007), Literasi Informasi: Pengantar untuk Perpustakaan Sekolah
(2007), Pustakawan, Cinta dan Teknologi (2009), Perpustakaan Untuk Rakyat: Dialog Anak
dan Bapak (2012), Menuju Era Baru Dokumentasi (2016) dan Cerita tentang Pustakawan dan
Kepustakawanan (dalam proses penerbitan). Selain bentuk buku diatas, beberapa pemikiran
Blasisus Sudarsono juga dituangkan dalam bentuk artikel untuk seminar maupun kuliah
umum.

Blasius Sudarsono VS Sulistyo Basuki


Dalam memaknai kepustakawanan, disini penulis akan membandingan pemikiran dari
Blasius Sudarsono dengan Sulistyo Basuki, mengingat Sulistyo Basuki juga pernah
membahas mengenai kepustakawanan di dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu
Perpustakaan. Sulistyo Basuki secara singkat digambarkan sebagai sosok Guru Besar Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia
Pandangan Sulistyo Basuki mengenai kepustakawanan terdapat pada bukunya. Dalam
buku tersebut ia menjelaskan bahwa kepustakawanan dapat digambarkan sebagai profesi.
Akan tetapi, terkadang karena kita terlalu berkonsentrasi pada kegiatan teknis perpustakaan,
kita lupa bahwa kepustakawanan sebenarnya adalah kegiatan antar manusia, yang berpusaran
pada aktivitas-aktivitas menyimpan dan menata pustaka bagi keperluan para pencari
informasi. Pustakawanan bekerja berdasarkan etos kemanusiaan sebagai lawan dari kegiatan
teknis semata. Pustakawan adalah fasilitator kelancaran arus informasi dan pelindung hak
asasi manusia dalam akses ke informasi.20 Profesi merupakan sebuah pekerjaan yang haru
20
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan…., 147

11
memiliki keterampilan khusu dalam bidang yang akan digeluti, keterampilan dan
pengetahuan tersebut didapatkan bukan hanya dari teori saja tapi dari praktek juga. Profesi
kini meruju pada oekerjaan yang ditekankan pada pemberian jasa daripada produksi dan
distribusi barang.21 Kemudian lebih lanjut, Sulistyo Basuki memberikan ciri-ciri tentang
profesi yaitu:
1. Adanya asosiasi dan organisasi keahalian, tenaga profesional berkumpul dalam
sebuah organisasi yang teratur dan benar-benar mewakili kepentingan profesi.
2. Terdapat pola pendidikan profesi yang jelas, profesi didasarkan atas batang tubuh
teroi atau teknik yang dapat diajarkan. Hal ini berarti bahwa subjek tersebut dapat
diperlukan sebagai sebuah disiplin akademis serta pekerjaan professional harus
memiliki sifat intelektual.
3. Adanya kode etik, kode etik akan mengatur hubungan antara tenaga professional
dengan nasabah atau rekanan, namun kode etik pustakawan lebih bersifat sosial
daripada bisni.
4. Berorientasi pada jasa, kepustakawanan berorientasi pada jasa, dengan pengertian jasa
perpustakaan dengan pembaca memerlukan pengetahuan dan teknik khusus yang
harus dimiliki pustakawan. Pustakawan tidak memungut imbalan dari pembaca. Lain
halnya dengan profesi lain.
5. Adanya tingkat kemandirian, sebagai tenaga professional harus mandiri, dalam arti
bebas dari campur tangan pihak luar.22
Terkait dengan pernyataan Sulistyo Basuki yang memaknai pustakawan sebagai
profesi, dalam hal ini, Benge juga berpendapat sama, bahwa kepustakawanan juga merupakan
suatu kata benda yang berarti sebagai profesi atau suatu badan ilmu pengetahuan yang dapat
dipelajari atau merupakan aplikasi ilmu pengetahuan terhadap kegiatan praktis. Kegiatan
yang tercakup dalam kepustakawanan adalah : 1) Pengumpulan bahan pustaka 2) Pelestarian
bahan pustaka 3) Pengorganisasian bahan pustaka 4) Penyebaran sumber informai yang
dikandung bahan pustaka.23
Pustakawan termasuk jenis profesi yang mengandung unsur inklusif yaitu jasa profesi
yang secara langsung menyentuh semua lapisan masyarakat, pustakawan berkewajiban
melayani kebutuhan informasi semua masyarakat, tanpa memandang status apapun. Profesi
pustakawan adalah suatu profesi yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan

21
Ibid.,
22
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan…., 148-150.
23
Benge, Ronald C, Libraries and Cultural Change, (USA : The Shoe String Press, 1972), 222

12
hak pustakawan didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan dalam melaksanakan
kegiatan perpustakaan, dokumentasi dan infomasi yang bersifat mandiri. Keahlian dan
keterampilan di bidang perpustakaan atau kompetensi memadai yang dipersyaratkan di
bidang perpustakaan menandakan profesi pustakawan menempati posisi dalam kategori
profesi professional.24 Dengan demikian, dari penjelasan diatas kita dapat menarik
kesimpulan bahwa, pemikiran Sulistyo Basuki mengenai kepustakawanan lebih dimaknai
sebagai profesi. Sama halnya dengan Blasius Sudarsono, kehadiran pemikiran beliau juga
telah mewarnai perkembangan ilmu perpustakaan pada saat ini, beliau banyak melahirkan
karya-karya yang luar biasa yang dijadikan bahan atau materi dalam kegiatan pembelajaran,
tulisannya banyak dijadikan dalam bentuk buku, artikel maupn jurnal. Salah satu karya beliau
adalah Pengantar Ilmu Peprustakaan, dimana dalam buku tersebut turut menjelaskan makna
kepustakawanan dan menarik kesimpulan mengenai prinsip kepustakawanan yang sudah
berlangsung hampirn 5000 tahun. Prinsip tersebut diantaranya terdiri dari perpustakaan
diciptakan oleh masyarakat, perpustakaan dipelihara masyarakat, perpustakaan dimaksudkan
untuk menyimpan dan memecarkan ilmu pengetahuan, perpustakaan merupakan pusat
kekuatan, perpustakaan terbuka untuk semua orang, perpustakaan harus berkembang, setiap
buku pasti ada manfaatnya, pustakawan adalah seorang pendidik, dan beberapa prinsip
lainnya.
Untuk mengetahui arah topik yang dikaji antara Blasius Sudarsono dan Sulistyo
Basuki mengenai kepustakawanan. Maka penulis akan menggambarkanya secara singkat
dalam bentuk tabel dibawah ini:

Nama Tokoh Definis Pemikiran Kontribusi


1. Blasius Kepustakawanan  Blasius memaknai  Dijadikan sebagai
Sudarsono merupakan penerapan kepustakawanan lebih pedoman dalam
pengetahuan (ilmu merujuk pada kajian proses
perpustakaan) dalam hal filosofi Briyarkara dan pembelajaran dan
pengadaan, penggunaan menganggap bahwa juga penelitian
serta pendayagunaan kepustakawanan untuk
buku (dalam arti luas) merupakan sifat yang perkembangan
di perpustakaan serta harus dimiliki ilmu perpustakaan
jasa perpustakaan. pustakawan. kedepannya
.  Menggunakan konsep
pribadi dan

24
Klarensia Naibaho. “Meretas Kebuntuan Profesi Pustakawan Indonesia”, Media Pustakawan, Vol. 18
No. 1 & 2. 2011, http://digilib.um.ac.id/images/stories/pustakawan/pdfteguh/profesi%20%20eksistensinya.pdf.
Diakses pada tanggal 13 Januari 21.05 WIB, 30.

13
kepribadian unntuk
menjelaskan hubungan
pustakawan dan
kepustakawanan
 Seorang pustakawan  Melahirkan lima
yang memiliki jiwa sila
kepustakawanan kepustakawanan
adalah pustakawan
yang luar biasa,
karena dapat
menghayati apa yang
dilakukannya selama
bekerja, melakukan
tugas ikhlas serta
memberikan jiwa atau
semangat kepustakaan
dalam hidupnya.
 Perbedaan pustakawan  Melahirkan
yang memiliki empat pilar
kepustakawanan dan kepustakawanan
yang tidak dalam
dirinya, dianggap
sebgagi sesuatu yang
luarbiasa dan sebagai
suau keharusan
 Pustakawan yang
tidak kepustakawanan
merupakan
peustakawan yang
terjerumus
 Dijadikan
kepustakawanan sebagai
merupakan pedoman dalam
pernyataan/penjelmaan proses
dari sesuatu yang hidup pembelajaran
di dalam hati setiap Memaknai dan juga
2. Sulistyo penelitian untuk
Kepustakawanan adalah kepustakawanan sebagai
Basuki perkembangan
perkembangan dari profesi.
pustakawan sehingga ilmu
kepustakawanan perpustakaan
menjadi keutamaan kedepannya
seorang pustakawan  Melahirkan
prinsip

14
kepustakawanan
 Merumuskan
ciri-ciri
mengenai
profesi

KESIMPULAN
Hadirnya pemikiran dari Blasius Sudarsono dan Sulistyo Basuki mengenai
kepustakawanan telah melahirkan pengertian dan konsep kepustakawanan menjadi lebih
beragam. Blasius Sudarsono dengan konsep pustakawan dan kepustakawanan yang merujuk
pada kajian filosofis milik Driyarkara salah seorang filsuf pendidikan Indonesia. Memaknai
kepustakawanan sebagai sesuatu yang disetiap pustakawan, membedakan perbedaan secara
mendasar antara pustakawan dan kepustakawanan bahwa tidak semua pustakawan bisa
menjadi kepustakawanan, begitu juga dengan pribadi bahwa tidak semua orang memiliki
kpribadian seperti konsep yang dicetuskan oleh filsuf Driyarkara. Pemikiran Blasius
Sudarsono lebih mengarah pada kepustakawanan itu sendiri yang dijadikan sebagai sebuah
sifat dan sikap tidak hanya sekedar profesi seperti yang dinyatakan oleh Sulistyo Basuki.
Sulistyo Basuki beramsumsi bahwa kepustakawanan merupakan sebuah profesi. Bagaimana
pustakawan dapat dikatakan sebagai profesi, Basuki telah merumuskan ciri-ciri mengenai
profesi. Pemikiran keduanya telah berkontrbusi di dunia perpustakaan dalam berbagai aspek
pendidikan mulai dari bahan ajar atau materi yang dijadikan dalam proses pembelajaran dan
tulisan-tulisan yang dijadikan sebagai bahan penelitian untuk perkembangan ilmu
perpustakaan terutama yang menyangkut dengan topik kepustakawanan baik secara hakikat
atau filsafat maupun secara konsep ilmu pengetahuan.

15
Profil Blasius Sudarsono
Nama : Blasius Sudarsono
TTL : Solo, Jawa Tengah, 02 Februari 1948
Pendidikan :
 Sarjana Muda Fisika (BSc), FIPA – UGM,
Yogyakarta, 1973
 Master of Library Studies (MLS), University
of Hawaii, Honolulu, USA, 1978-1979
Pengalaman:
 Asisten Laboratorium Fisika Dasar UGM,
1970-1973
 Staf Urusan Servis Teknis PDIN, 1973-1976
 Kepala Urusan Servis Pembaca PDIN, 1976-
1977
 Kepala Urusan Servis Teknis PDIN, 1979-
1980
 Kepala Pusat Perpustakaan PDIN, 1980-
1987
 Kepala Bidang Sarana Teknis PDII-LIPI,
1987-1990
 Kepala PDII-LIPI, 1990-2001
 Pustakawan Madya PDII-LIPI, 2001-2005
 Pustakawan Utama PDII-LIPI, 2005

Profil Sulistyo Basuki


Nama : Prof. Dr. Sulistyo Basuki, MA, M.SLS., Ph.D
TTL : Sumbawa Besar,
Nusa Tenggara Barat, 11
September 1941
Pendidikan:
 Sardjana Muda – Universitas Indonesia
(1963)
 Sarjana Sastra - Universitas Indonesia
(1974)
 Master of Science in Library Science–
Case Western Reserve University,
Cleveland, Ohio, Amerika Serikat (1980)
 Master of Arts (History) - Case Western
Reserve University, Cleveland, Ohio,
Amerika Serikat (1980)
 Doctor of Philosophy, Case Western
Reserve University, Cleveland, Ohio,
Amerika Serikat (1984)
 Diangkat sebagai professor di Universitas
Indonesia pada tahun 1995
Pengalaman:
 1962–1963 Perpustakaan Yayasan Yamin

16
 1963–1965 Bagian Dokumentasi Madjelis
Ilmu Pengetahuan Indonesia
 1965–1967 Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
 1967–1977 Departemen Luar Negeri
 1977-sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya (dahulu Fakultas Sastra) Universitas
Indonesia
 1984–1986 Pengajar, Ilmu Kedokteran
Dasar, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
 1990-2006 Pengajar Program Studi Ilmu
Perpustakaan Program Pascasarjana
Universitas Indonesia
 2006 - sekarang Pengajar tidak tetap di
Program Pascasarjana Universitas Indonesia
 1994-1996 Kepala Pusat Sumber Daya
Manusia dan Pemasyarakatan Arsip
Nasional RI

Profil Nicolaus Driyarkara SJ


Nama : Prof.
Dr. Nicolaus
Driyarkara SJ
TTL : Kedunggubah,
Kaligesing, Purworejo, 13
Juni 1913 
Pendidikan:
 Universitas Kepausan Gregoriana (1952)
Pengalaman:

 Pada tahun 1952, ia mendapat


gelar Doktor bidang Filsafat di Universitas
Gregoriana dengan disertasi
mengenai Nicolas Malebrance.
 1941-1942, ia sudah mengajar sebagai dosen
di Girisonta.
 1943-1946, menjadi pengajar filsafat
di Seminari Tinggi Yogyakarta.
 1952-1958, setelah PhD, N Driyarkara
menjadi dosen filsafat di Yogyakarta.
 1960-1967, Guru Besar Luar Biasa di
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
 1961-1967, dosen di Universitas Hasanudin,
Ujung Pandang (Makassar)
 1962-1967, anggota MPRS
 1963-1964, dosen tamu di St. Louis
University, Amerika Serikat

17
 1965-1967, anggota DPA

18
DAFTAR PUSTAKA
Benge, Ronald C. (1972). Libraries and Cultural Change. USA : The Shoe String Press
Blasius Sudarsono, Antologi Kepustakawanan, 2006,
https://www.academia.edu/686032/Antologi_Kepustakawanan_Indonesia. Diakses
pada tanggal 13 Januari 09.43 WIB, 3.
Blasius Sudarsono, Biografi Blasius Sudarsono, http://lipi.go.id/berita/blasius-sudarsono/798.
Diakases pada tanggal 12 Januari 2021, pukul 21.15 WiB.
Blasius Sudarsono, Pentingnya Jiwa Kepustakawanan, (Kuliah Umum: PSTP, 2016),
http://fisip.unair.ac.id/berita/read/96/pentingnya-jiwa-kepustakawanan-kuliah-umum-
pstp. Diakses pada tanggal 13 Januari 2020, pukul 10. 12 WIB.
Blasius Sudarsono, Tokoh Perpustakaan, https://digilib.undip.ac.id/v2/2012/06/18/blasius-
sudarsono/. Diakses pada tanggal 12 Januari 2021, pukul 21.30 WIB.
Blasius Sudarsono. (2009). Pustakawan Cinta dan Teknologi. Jakarta: Cv Sagung seto
Gusnar Zain. “Filsafat Dalam Ranah Perpustakaan Dan Informasi: Peran Dan
Penerapannya”. Shaut al-Maktabah Jurnal Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi,
Vol. 10, No. 2. 2018,
https://www.rjfahuinib.org/index.php/shaut/article/download/84/181/841. Diakes pada
tanggal 13 Januari 12.41 WIB.
Blasius Sudarsono. “Kepustakawanan”. Disampaikan dalam Kuliah Umum Terbuka dan
Gratis I, pada 4 Juli 2011. A tribute to Ibu Luwarsih.
https://pt-br.facebook.com/notes/blasius-sudarsono/mengenang-ibu-luwarsih/
1768752786485448/. Diakses pada tanggal 13 Januari 2020, pukul 09.11 WIB.
Dian Novita Fitriani. (2018). “Kesetiaan dalam Jalan Kepustakawanan: Studi Life History
Blasius Sudarsono”, Vol. 25, No. 3.
https://ejournal.perpusnas.go.id/mp/article/view/203. Diakses pada tanggal 13 Januari
2020, pukul 08.55 WIB, 10.
Farli. (2017). Kerangka Dasar Kepustakawanan Indonesia, Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan
dan Informasi Indonesia, https://www.isipii.org/kolom-pakar/kerangka-dasar-
kepustakawanan-indonesia. Diakses pada tanggal 13 Januari 2021, pukul 15.37 WIB.
Hadari Nawawi. (2003). Perencanaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Klarensia Naibaho. “Meretas Kebuntuan Profesi Pustakawan Indonesia”, Media Pustakawan,
Vol. 18 No. 1 & 2. 2011,
http://digilib.um.ac.id/images/stories/pustakawan/pdfteguh/profesi
%20%20eksistensinya.pdf. Diakses pada tanggal 13 Januari 21.05 WIB, 30.
Purwono. (2013). Profesi Pustakawan Dalam Mengahadapi Tantangan Perubahan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sayuti Hasibuan. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia: Pendekatan Non Sekuler.
Surakarta: Muhammadiyah University Press
SK MENPAN No. 132 Tahun 2002, Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya,
http://lib.kemenperin.go.id/neo/adminweb/public/default/file/130814144135.pdf.
Diakses pada tanggal 13 Januari 2020, pukul 08.18 WIB.
Sulistyo Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
UU No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan,
https://library.usu.ac.id/wp-content/uploads/2019/12/UU-Nomor-43-Tahun-2007-
Tentang-Perpustakaan.pdf#:~:text=Pustakawan%20adalah%20seseorang%20yang
%20memiliki,melaksanakan%20pengelolaan%20dan%20pelayanan%20perpustakaan.
Diakses pada tanggal 13 Januari 2020, pukul 10.32 WIB.

19

Anda mungkin juga menyukai