Anda di halaman 1dari 4

Mr.

Soepomo

Salah satu fondasi penting dari bangunan suatu negara adalah perangkat hukum. Untuk
membangun negara yang kokoh diperlukan hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakat
dan bernegara agar tercipta harmonisasi dan kerukunan antar sesama. Sesudah proklamasi
kemerdekaan, penyediaan peraturan dan perundang-undangan bagi masyarakat Indonesia dengan
beragam suku, agama, bahasa, dan budaya memunculkan keprihatinan para pendiri Republik
Indonesia. Salah satu tokoh yang berjasa besar dalam membangun perangkat hukum itu adalah
Prof. DR. Soepomo.

Mr. Soepomo adalah salah seorang peletak dasar negara republik ini. Soepomo dikenal
sebagai arsitek Undang-undang Dasar 1945, bersama denganMuhammad Yamin dan Sukarno
(lihat Marsillam Simanjuntak, "Pandangan negara integralistik : sumber, unsur, dan riwayatnya
dalam persiapan UUD 1945" sebagai acuan tambahan tentang peran Soepomo dalam penyusunan
UUD 1945).

Berasal dari keluarga aristokrat Jawa, kakek Soepomo dari pihak ayah adalah anak
bangsawan yang pendiam ini pernah menduduki 26 jabatan penting dalam pemerintahan. Ia
terlibat langsung dalam penyusunan UUD 1945. Penjelasan UUD 1945 berasal dari pidato
Soepomo dalam sidang BPUPKI. Soepomo pula yang menjadi otak teori integralistik dalam
Penjelasan UUD 1945. Ketika Indonesia berbentuk negara serikat, Soepomo ikut menyusun
undang-undang dasar yang kemudian disebut Konstitusi RIS. Ia juga menyusun UUD Sementara
1950.

Soepomo lahir tanggal 22 Januari 1903 di Sukoharjo, dekat Solo, sebagai putra dari
pasangan Raden Tumenggung Wignyodipuro (Bupati Anom Inspektur Hasil Negeri Kesunanan
Surakarta) dan R.A. Renak Wignyodipuro (putri Raden Tumenggung Reksowardono, Bupati
Anom Sukoharjo).

Putra tertua dari sebelas bersaudara ini beruntung bisa menikmati pendidikan yang layak
dari Europeesche Lagere School (ELS) – sekolah dasar bagi anak-anak Belanda. Beliau lulus
pada tahun 1917. Kemudian beliau melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
di Solo dan lulus pada tahun 1920 dengan hasil dan prestasi yang gemilang.
Selanjutnya beliau melanjutkan studi di Rechtsschool (sekolah hukum) di Batavia
(Jakarta) dan lulus pada tahun 1923. Beliau lalu diangkat menjadi pegawai negeri dan
diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri di Sragen, Jawa Tengah. Saat itu ia mulai meneliti
hukum adat daerah Surakarta, termasuk Sragen.

Pada umur 21 tahun Soepomo mendapat tugas belajar ke Faculteit der


Rechtsgeleerdheid, Universitas Leiden di Belanda mulai dari tanggal 12 Agustus 1924 sampai
dengan tanggal 15 Juli 1927 dan meraih gelar Meester in de Rechten (Mr) dengan presiden
predikat summa cum laude. Di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum
yang dikenal sebagai "arsitek" ilmu hukum adat Indonesia dan ahli hukum internasional, salah
satu konseptor Liga Bangsa Bangsa. Thesis doktornya yang berjudul Reorganisatie van het
Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta)
tidak saja mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta, tetapi juga secara tajam menganalisis
hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta (Pompe 1993).
Ditulis dalam bahasa Belanda, kritikan Soepomo atas wacana kolonial tentang proses transisi
agraria ini dibungkus dalam bahasa yang halus dan tidak langsung, menggunakan argumen-
argumen kolonial sendiri, dan hanya dapat terbaca ketika kita menyadari bahwa subyektivitas
Soepomo sangat kental diwarnai etika Jawa (lihat buku Franz Magnis-Suseno "Etika Jawa" dan
tulisan-tulisan Ben Anderson dalam Language and Power sebagai tambahan acuan tentang etika
Jawa untuk memahami cara pandang dan strategi agency Soepomo).

Beliau meraih gelar doktor ilmu hukum (Doctor in de Rechtsgeleerdheid) dengan


disertasi berjudul De Reorganisatie van het Agrarisch stelsel in het Gewest Soerakarta. Dalam
masa studi, Soepomo bergabung dalam organisasi mahasiswa bernama Perhimpunan Indonesia.

Ketika kembali ke Indonesia pada usia 24 tahun, Mr. Soepomo langsung mengabdikan
hidupnya pada pekerjaan. Ia sempat berpindah-pindah domisili mengikuti panggilan tugas, dari
Sragen,Yogyakarta, Jakarta, dan Purworejo. Saat bertugas di Jakarta ia melakukan penelitian
hukum adat (privaatrecht der Inheemse bevolking) di daerah hukum (rechtskring) Jawa Barat.
Ketika Jepang berkuasa, Mr. Soepomo memegang jabatan penting seperti kepala Kantor
Perundang-undangan (Hooki Kyoku Cho), kepala Departemen Kehakiman (Shijobucho).
Soepomo juga dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Gadjah Mada. Ia juga pernah menjadi
Rektor Universitas Indonesia mulai dari tanggal 17 Maret 1951 sampai dengan tanggal 15 April
1954.

Kecakapan Mr. Soepomo terlihat dalam beberapa tulisan seperti Het adatgrondenerfrecht
in Jogyakarta (1930), Het adatprevaatrecht in West Java (1933), dan De Verhoding van Individu
en Gemeenschap in Het Adatrecht (1940). Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mendapat
kesempatan untuk menyajikan konsep dasar negara Indonesia merdeka. Dalam pidatonya di
depan sidang BPUPKI, beliau menyebutkan bahwa negara Indonesia berdasarkan ciri-ciri dan
prinsip-prinsip ini : “Negara hendaknya tidak menyatu dengan bagian terbesar dari rakyat, juga
tidak dengan ekonomi terkuat, melainkan harus mengatasi semua golongan dan kelompok dan
semua individu. Untuk menyatukan dengan seluruh lapisan rakyat secara menyeluruh. Ini disebut
paham atau ide integralistik. Negara Indonesia harus menjadi negara nasional, negara kesatuan,
yang mencakup semua agama dengan watak dan ciri khasnya. Kalau kita mendirikan sebuah
negara Islam di Indonesia, maka itu berarti bahwa kita tidak mendirikan negara yang menyatu
dengan rakyat, melainkan menyatu dengan bagian terbesar dari rakyat Indonesia, ialah umat
Islam di Indonesia”.

Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo juga mengajukan Dasar Negara
Indonesia Merdeka yang terdiri dari: 

(1) Persatuan

(2) Kekeluargaan

(3) Keseimbangan lahir-batin

(4) Musyawarah

(5) Keadilan sosial

Soepomo kemudian menjadi ketua panitia kecil perancang UUD yang bertugas
merancang dan menyempurnakan naskah UUD yang merupakan hasil rancangan dasar negara
Indonesia yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni
1945. Ketiga usulan tentang dasar negara itu dibicarakan kembali oleh panitia sembilan.
Akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 panitia sembilan mendapatkan hasil yaitu lahirnya Piagam
Jakarta. Hasil perumusan panitia kecil ini disempurnakan bahasanya oleh “Panitia penghalus
bahasa” yang salah satunya terdiri atas Dr. Soepomo.

Mr. Soepomo meninggal akibat serangan jantung pada tanggal 12 September 1958 di
Jakarta dan dimakamkan di Solo. Atas jasa-jasa beliau, pemerintah RI menetapkan Mr. Soepomo
sebagai Pahlawan Nasional.

DAFTAR PUSTAKA :

 http://www.google.com
 http://www.erlangga.co.id
 Tim Abdi Guru. Kewarganegaraan, untuk SMP kelas VII. Jakarta: penerbit
Erlangga, 2006.
 Pendidikan Kewarganegaraan VII-A. Kabupaten Ponorogo.
BIOGRAFI Prof. Dr. SOEPOMO

LOLITA MAHARANI ANANTA


XII-C
24
SMK FARMASI KATHOLIK BINA FARMA
MADIUN

Anda mungkin juga menyukai