Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Rifqi Farhanda

Nim : 2203016041

Kelas : AGT GANJIL 22

A. Tanaman Pinang (Areca catechu)

Tanaman pinang (Areca catechu) memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai


antikanker, mencegah kantuk, bahan kosmetik, obat pelangsing, sebagai anti depresi dan
sebagai bahan baku obat. Menurut WHO (World Health Organization), 80% penduduk dunia
masih bergantung pada pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat dari tanaman.
Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas yang tinggi dan kawasan hujan
tropis yang luas sehingga merupakan satu kelebihan dalam pencarian sumber-sumber
senyawa bioaktif (Radji, 2005).

Balai Penelitian Tanaman Palma menyatakan bahwa (2012), tanaman pinang seluruhnya
merupakan tanaman perkebunan rakyat. Jumlah yang terlibat dalam budidaya tanaman pinang
mencapai 305.445 KK. Ekspor biji pinang pada tahun 2009 mencapai 197.197 ton dengan nilai
US$92,58 juta. Petani umumnya menanam tanaman pinang secara tradisional sebagai tanaman
pagar atau pembatas kebun. Pemeliharaan tanaman hanya sebatas membersihkan gulma
disekitar pohon, tanpa pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Kebiasaan ini telah
berlangsung sejak lama dan belum ada kemajuan teknologi yang berarti.

b. Bagian-bagian dari tanaman pinang antara lain :

(a). Akar : berakar serabut, putih kotor,

(b). Batang : tegak lurus dengan tinggi 10-30 cm, bergaris tengah 15 cm, tidak bercabang
dengan bekas daun yang lepas,

(c). Daun : majemuk menyirip tumbuh berkumpul diujung batang membentuk roset batang,

(d). Bunga : Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah
roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap,

(e). Biji : biji 1, bentuknya seperti kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak
datar dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15-30 mm, permukaan luar berwarna kecoklatan
sampai coklat kemerahan, agak berlekuk- lekuk menyerupai jala dengan warna yang lebih
muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak
beraturan. Pinang memiliki nama daerah seperti pineng, pineung (Aceh), pinang (Gayo),
batang mayang (Karo), pining (Toba), batang pinang (Minang Kabau) dan jambe (Sunda,
Jawa). Analisis pinang di Filipina menyatakan bahwa buah pinang mengandung senyawa
bioaktif yaitu flavonoid diantaranya tanin, yang dapat menguatkan gigi. Biji pinang dapat di
makan bersama sirih dan kapur, yang berkhasiat untuk menguatkan gigi. Diduga bahwa
tanaman pinang mengandung sejumlah komponen utama senyawa berbasis sebagai anti
bakteri. Hal tersebut dibuktikan dengan perannya sebagai obat tradisional yang telah
dimanfaatkan oleh masyarakat luas dalam hal Se. Komponen Se ini dapat dihasilkan melalui
proses fermentasi konsorsium (Yulineri, 2006).

c. Klasifikasi Tanaman Pinang (Areca catechu)

Tanaman pinang diklasifikasikan sebagai berikut :

 Kingdom : Plantae
 Divisi : Permatophyte
 Kelas : Monocotyledonae
 Ordo : Arecales
 Family : Arecaceas
 Genus : Areca
 Spesies : Areca catechu L

(Syamsuhidayat and Hutapea, 1991).


d. Manfaat Pinang di Indonesia

Tumbuhan pinang memiliki banyak manfaat diantaranya air rebusan dari biji pinang
digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit seperti haid dengan darah berlebihan,
hidung berdarah (mimisan), koreng, borok, bisul, eksim, kudis, diferi, cacingan (kremi,
gelang, pita, tambang), mencret dan disentri (Ouidha, 2010).

B. Pohon Gambir (Uncaria gambir Roxb.)

Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman perdu dari famili Rubiaceae dengan
nilai ekonomi tinggi. Tanaman ini memiliki potensi dan peluang budidaya karena banyak
tumbuh liar di wilayah Riau. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan lokasi tanaman,
mengidentifikasi karakteristik morfologi, dan menentukan penggolongan tipe gambir di
Pekanbaru. Penelitian eksplorasi dan karakterisasi ini dilaksanakan sejak Oktober sampai
November 2019 di enam kecamatan dalam Kota Pekanbaru. Metode yang digunakan adalah
metode survei, dengan pengambilan sampel secara sengaja (purposive sampling). Parameter
yang diamati meliputi bagian daun, cabang, bunga dan buah. Hasil penelitian menunjukan
bahwa keberadaan tanaman gambir tersebar pada empat kecamatan, yaitu Tampan, Payung
Sekaki, Rumbai dan Marpoyan Damai. Karakteristik morfologi menunjukkan tidak terdapat
perbedaan karakteristik antartanaman pada tipe yang sama di setiap kecamatan dan
teridentifikasi sebagai Uncaria gambir. Analisis pada penggolongan tipe gambir menunjukkan
terdapat tipe Cubadak dengan persentase kemiripan 69% yang ditemukan pada 11 titik sampel
dan tipe Udang dengan persentase kemiripan 84,6% yang ditemukan pada 1 titik sampel. Tipe
tanaman gambir yang memiliki potensi tertinggi untuk dikembangkan di lahan gambut
dataran rendah wilayah Pekanbaru adalah tipe Cubadak.

Tanaman gambir merupakan tanaman perdu, termasuk salah satu di antara famili
Rubiaceae (kopi kopian) yang memiliki nilai ekonomi tinggi, yaitu dari ekstrak (getah) daun
dan ranting yang mengandung asam catechu tannat (tanin), cathechin, pyrocatecol, flouresin,
lilin, fixed oil (Dhalimi, 2006). Gambir umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
industri farmasi, industri kosmetik, industri batik, industri cat, industri penyamak kulit,
biopestisida, hormon pertumbuhan, pigmen, dan sebagai campuran bahan pelengkap makanan
(Lidar dkk., 2018).

Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar
di beberapa areal perkebunan terutama pulau Sumatera yaitu Sumatera Barat, Riau, Sumatera
Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan dan Aceh (Sebayang, 2013). Tanaman ini biasanya
tumbuh pada area terbuka yang ada didalam hutan, kawasan hutan yang lembab, area terbuka
bekas peladangan atau pada wilayah pinggiran hutan (BPOM RI, 2010). Tanaman gambir
telah menjadi komoditas ekspor perkebunan penting Indonesia dan berkembang sebagai
penghasil devisa bagi negara, bahkan sentra produksi Sumatera Barat menjadi pemasok
terpenting bagi kebutuhan gambir dunia (Satria, 2018).

Tanaman gambir termasuk dalam famili Rubiaceae (kopi-kopian) yang terdiri atas 34
genus, dengan sebaran satu macam terdapat di Afrika, dua macam di Amerika dan selebihnya
terdapat di Asia terutama di Kepulauan Indonesia. Tidak diketahui secara pasti asal usul
tanaman gambir ini, namun dengan banyaknya gambir yang dibudidayakan diwilayah Asia
Tenggara, maka diduga tanaman ini berasal dari wilayah tersebut. Tanaman ini banyak
ditemukan di Indonesia dan Semenanjung Malaka. Tanaman ini juga ditemukan tumbuh liar
di hutan-hutan Sumatera, Kalimantan dan Semenanjung Malaya, serta ditanam di

Jawa, Bali dan Maluku (Mustika, 2015).

Pada tahun 1892, umumnya gambir diusahakan pada hampir semua daerah diluar Jawa,
khususnya di Kepulauan Riau, pantai Barat dan Timur Sumatera, Indragiri, Bangka, Belitung
dan Kalimantan Barat (Sambas, Mempawah, Landak dan Malaysia). Namun perkembangan
gambir di Indonesia kalah bersaing dengan komoditas lain sehingga areal pertanaman gambir
diganti dan hanya sentra produksi Sumatera Barat yang dapat bertahan sebagai eksportir
gambir (Fauza, 2011).

Di Indonesia perkebunan gambir saat ini terdapat diberbagai wilayah, diantaranya


Sumatera Barat, Riau, Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Aceh. Sentra
produksi Sumatera Barat dan Riau adalah wilayah produksi gambir yang telah memasuki
pasaran ekspor, sedangkan wilayah Sumatra Utara, Bengkulu, Sumatra Selatan dan Aceh
jumlah produksinya masih hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal saja (Sabarni, 2015).

DAFTAR PUSTAKA
Yulineri, T. 2006. Selenium dari Ekstrak Biji dan Akar Pinang (Areca catechu L.) yang
Difermentasi dengan Konsorsium Acetobacter-Saccharomyces Sebagai Antiseptik Obat
Kumur. Vol. 7. Nomor 1. Halaman : 18-20.

Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangn Obat
Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. II, No.3, 113-126.

Syamsuhidayat, S dan Hutapea, J.R. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia,


Balitbang Departemen Kesehatan. Vol: 64-65.

Ouidha, P. 2001. Tradisional Medicinal Kronoledge About Common Herbs Used in India.
Diakses pada tanggal 2 januari.

Dhalimi A. 2006. Permasalahan Gambir (Uncaria gambir) di Sumatera Barat dan


Alternatif Pemecahannya. Jurnal Perspektif, 5(4): 46-59.

Lidar, S., E. Mutryarny dan T. Wulantika. 2018. Variabilitas Fenotipik Tanaman Gambir di
Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu Kabupaten Kampar. Jurnal Ilmiah Pertanian,
15(1): 51-56

Sebayang, L. 2013. Budidaya dan Pengolahan Gambir. Balai Pengkajian Teknologi


Pertanian Sumatera Utara. Medan. 23 hal.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2010. Acuan
Sediaan Herbal (5). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. 132 hal.

Satria, J. 2018. Koordinasi Pemeliharaan Kualitas Mutu Gambir Nagari Lubuk Alai
Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal JOM Fisip, 5: 1-14.

Mustika, Y.A. 2015. Eksplorasi dan Identifikasi Plasma Nutfah Gambir (Uncaria gambir
Roxb) pada Bekas Perladangan Gambir di Padang. Skripsi. Universitas Andalas

Fauza, H. 2011. Pengembangan Usaha Perkebunan dan Industri Gambir di Sumatera Barat:
Peluang dan Tantangan. Seminar Nasional: Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju
Kedaulatan Pangan.

Sabarni. 2015. Teknik Pembuatan Gambir (Uncaria gambir Roxb) secara Tradisional.
Journal of Islamic Science and Technology, 1(1): 105-112.

Anda mungkin juga menyukai