Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN BUDAYA MELAYU RIAU

KREASI PAKAIAN MELAYU RIAU


D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Clara Andini
Ditra Spalanzani
Nur Arwanisa
Reny Mika Lestari
Rifki Fahrurazi
Shanda Azkiatul Mahrom
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pakaian merupakan simbol budaya yang menandai perkembangan,akulturasi, dan kekhasan
budaya tertentu. Pakaian dapat pula menjadi penandabagi pemikiran masyarakat, termasuk
pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau. Pakain Melayu Riau bukan hanya berasal dari
tenun, tapi anyaman dan ukiran juga termasuk kedalam jenis pakain Melayu Riau.
Masyarakat Melayu Riau masih memegang adat dengan teguh. Pengaruhadat terasa dalam
sikap dan perilaku sebagian besar masyarakat, terutama didaerah pedesaan/perdalaman. Adat
Melayu Riau adalah adat yang bersendikansyariat Islam. Islam dan adat Melayu saling
mempengaruhi yang kemudianmembentuk satu budaya baru, yang salah satunya tercermin dalam
pakaianyang dikenakan.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa saja jenis-jenis pakaian Melayu Riau?
 Apa saja motif-motif pakaian Melayu Riau?

1.3 Tujuan
 Agar dapat mengetahui apa saja jenis-jenis pakaian Melayu Riau
 Agar dapaat mengetahui apa saja motif-motif pakian Melayu Riau
BAB 2
PEMBAHASAN
Pakaian Melayu harus memiliki kualitas kecantikan yang diistilahkan serigunung dan seripantai.
Berarti pakaian tersebut haruslah indah dari jauh, cantik pula dipandang dari dekat dan indah dipandang
oleh mata (lahiriah), elok ditilik oleh mata hati (batin). Sehingga pakaian tersebut memiliki kualitas lima
perdana yang bernilai tujuh laksana.
Perkembangan motif Melayu Riau didasari oleh kreasi perajin dan juga selera peminatnya. Setiap
motif memiliki makna tertentu. Misalnya motif bergambar hewan, hewan yang dipilih adalah yang
memiliki sifat yang baik atau berhubungan kepercayaan tertentu, seperti motif semut beriring, walau tidak
melukiskan semut dalam bentuk sesungguhnya, semut beriring disimbolkan karena serangga tersebut
memiliki sifat rukun dan saling tolong-menolong. Begitu dengan motif bermotif lebah, disebut lebah
bergantung karena sifat lebah yang selalu memakan makanan yang baik dan bersih, dan mengeluarkan
dalam bentuk madu agar dimanfaatkan oleh orang ramai. Sedangkan motif bergambar naga berkaitan
dengan kepercayaan bahwa naga adalah hewan yang perkasa dan menguasai lautan yang luas.
Motif disebut juga dengan ragi atau corak sebuah ragam hias. Motif dasar melayu yaitu flora, fauna,
dan benda-benda alam lainnya. Inspiratif dalam alam kemudian direka-reka dengan bentuk tertentu, biak
menurut bentuk asalnya maupun bentuk yang sudah diabstraksikan (modifikasi) seingga tak lagi
menampakkan wujud aslinya. Kekayaan corak ragi pakaian Riau yaitu tenun merupakan salah satu pincak
kebudayaan melayu sesuai amanat UUD 1945, unsur kebudayaan haruslah dipelihara, dikekalkan, dan
dikembangkan karena meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
1. Tenun
Proses kreasi tenun tidak hanya menghasilkan pakaian yang bernilai pragmatis, tetapi juga
bernilai religius, adat dan kultural, etis, dan estetis. Itulah sebabnya, dalam budaya melayu Riau
dikenal dengan ungkapan; pantang memakai memandai-mandai. Seni tenun di Riau memiliki
motif yang khas. Riau lebih awal menciptakan kain batik dan dikenal di Siak, Daik, Dabo dengan
sebutan Cindai. Kain cindai merupakan busana melayu yang dikenakan pada hari besar
keagamaan, perkawinan, khitanan, dan upacara adat. Pada hari biasa cindai dipakai oleh para
keluarga istana, petinggi kerajaan, dan para datuk.
Saat kain cindai makin langka, Siak Sri Indrapura mampu mempertahankan kerajinan tenun.
Perkembangan kerajinan tenun di Riau berjalan seiring dengan kejayaan kerajaan malaka.
Kemudian di kerajaan Pelalawan, Indragiri, Siak Sri Indrapura (dikenal sejak abad ke-17). Hasil
tenun yang terkenal yaitu kain bercual dua benang emas yang di tenun dari benang sutra alam
dan emas.
Pada masa Sultan Saidis Syareif Ali Abdullah Jalil Syarifuddin tahun 1800 M, usaha tenun
diperhatikan lebih serius. Saat benang sutra dan benang emas semakin sulit di dapat, bahan dasar
tenun beralih ke benang kapas. Pewarnaan kain menggunakan bahan-bahan dari alam berupa kulit
kayu, daun-daunan, ataupun akar-akar tumbuhan. Warna merah darah di ambil dari kulit kayu
samak dan5 kuning dari kunyit. Hal ini menyebabkan mutu dan jumlah tenunan sangat terbatas
dan berkualitas rendah.
a. Proses Menenun
 Memerau (menggulung benang yang sudah diwarnai dengan alat pelenting yang berputar)
 Mengirai (menegangkan benang yang hendak ditenun)
 Mangani (menyusun benang menurut tata warna)
 Meyosop dan diangkut ke kik (alat tenun)
 Penenunan atau melantak dengan kik tadi

b. Jenis Motif Tenun


Motif atau gaya tenun biasanya diciptakan oleh penenunnya karena pengaruh inspirasi
alam sekitar dan benda-benda yang ada. Dari motif tergambar apa yang ingin disampaikan,
sesuai selera pencipta dan pemakai.
Motif dalam satu helai kain biasanya dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama, motif
yang terdapat pada pangkal kepala. Biasanya pada bagian ini banyak digunakan motif siku
kelung, lebah bergantung, dan itik pulang petang. Kedua motif dalam badan kain, biasanya
motif yang diadopsi dari flora seperti kuntum tak jadi, bunga hutan, bunga kelapa, bunga
panah bakung, bunga cina, dan maish banyak lagi.

2. Anyaman
Tradisi menganyam ditemukan diseluruh wilaya budaya di Riau. Anyaman menghasilkan
berbagai macam peralatan rumah tangga, perkebunan, pertanian, dan perlengkapan penangkap
ikan.
Bahan-bahan yang sering digunakan sebagai bahan dasar kerajinan anyaman adalah sebagi
berikut:
 Pandan, bahan dasar pembuatan bakul, penutup kepala, tudung sari, tikar, dan keranjang.
Jenis pandan yang digunakana adalah mengkuan dan rumbai
 Rotan, digunakan untuk membuat keranjang, tikar, perisai, peralatan tumah tangga seperti
tudung saji, dan peralatan penangkap ikan
 Nipah, untuk membuat atap
 Rumbia, membuat atap
 Daun kelapa, perlengkapan upacara ritual dan wadah makanan tradisional seperti ketupat
 Bamboo, bisa digunakan untuk membuat berbagai peralatan rumah tangga seperti nyiru,
keranjang, tikar, dan peralatan penangkap ikan
 Lidi, membuat bakul dan lekar.
Jenis motif anyaman juga sama dengan motif-motif tenun yang diadopsi dari berbagai
tumbuhan (daun pakis, batang pinang, bunga kopi, bunga rimbai), hewan (jejak murai, jejak
rimau, karewang jejak kucing, sisik naga), gambaran kehidupan (sosial, perlengkapan kerja,
keadaan alam, lampai bukit, keris-keris, janda pulangan), dan bentuk-bentuk geometris (bentuk
sama mata, potong wajik, corak serong, siku-siku dan bilah sisir bilah).

3. Ukiran
Kesenian ukiran adalah kegiatan mengolah permukaan suatu objek yang berurukan dengan
membuat perbedaan ketinggian dari permukaan tersebut sehingga didapat imaji tertentu. Ukiran
dapat berupa motif, bentuk atau hiasan yang dibuat pada suatu benda atau pada permukaannnya
yang datar dengan membuat bagian-bagian tertentu dan meninggalkan bagian-bagian yang lain.
Ukiran melayu tampil sebagai kombinasi lingkaran-lingkaran elastis, tidak terputus, dengan garis
lengkung yang dinamis dan indah. Ciri khas ukiran melayu nampak pada penempatan motif
dalam komposisi bidang yang memanjang, terlihat pada ukiran-ukiran timbul maupun benam.
Pemakain tergantung bentuk ukiran itu sendiri atau sesuai selera pemiliknya. Ukiran paling
banyak dijumpai di Riau adalah jenis Salembayung yang ditempatkan pada puncak atap rumah.
Ukiran umbang, yang disebut pula ukiran patung-patung, digunakan untuk hiasan kepala sampan
(perahu) di Sungai Kampar. Ukiran naga-naga bahkan menjadi lambing kebesaran kerajaan
Melayu, khususnya Siak Sri Indrapura dan Pelalawan.
Seni ukir Melayu secara umum terbagi dalam lima macam, yakni:
 Haut relief ( relief tinggi). Dijumpai di istana-istana, perahu-perahu, masjid, pilar runiah
atau batu-batu nisan. Jenis ini lebih menonjolkan segi tiga dimensi satu objek sehingga
mendekati bentuk patung atau berhala.
 Demi relief (relief setengah tinggi). Memberikan citra patung berhala. Setelah dirubah
dengan motif flora plus tulisan Arab, gaya ini bisa diterima masyarakat dan bahkan
dipahatkan pada majid-masjid, istana dan batu nisan.
 Bos relief (relief rendah). Jenis ukiran ini sebenarnya dipenuhi kreasi khayal dan tema-
tema simbolis. Namun tidak sampai menimbulkan ikatan batin, mitos ataupun legenda.
Sehingga dirubahnya motif huruf Arab yang bahkan mengandung kalimat-kalimat suci
ayat al-Qur’an, lebih mudah diterima.
 Relief encreuse (relief tenggelam). Ukiran ini dipahatkan pada benda-benda keras seperti
senjata, keris, tombak, pedang atau perisai. Ukiran ini hanya terdapat pada iniatil
Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Pelalawan. Bila relief ini dipasangkan pada peralatan
senjata, biasanya berisis kalimat-kalimat atau ayat suci.
 A jour (ukiran kerrawang). Ukiran ini dianggap sebagai karya puncak seni ukiran. Objek
ukiran yang dikembangkan di Riau lebih terfokus pada tumbuhan. Motif menggambarkan
wujud manusia atau hewan seutuhnya sehingga berkembang karena pengaruh ajaran
Islam melarang penggunaan motif wujud manusia dan hewan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kita harus menjadikan pakaina melayu Riau sebagi identitas dan kebanggaan. Perilaku demikian
akan berpengaruh unruk menumbuhkankembangkan kreasi pakaian Melayu Riau. Tenun bukan hanya
kreativitas membuat kain, tetapi juga sebagai tradisi yang telah lama hidup dan berkembang dalam alam
Melayu di Riau. Selain tenun (kain), anyaman dan ukiran juga termasuk ke dalam jenis pakain. Misalnya,
kempil (anyaman) yang dipakai untuk tempat sirih pinang dan ukiran pada hulu keris.

3.2 Saran
Pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau merupakan salah satu kekayaan nasional yang wajib
dilestarikan. Masyarakat Riau sendiri sadar bahwa busana tradisional ini suatu ketika akan punah bila
tidak dilestarikan.

Anda mungkin juga menyukai