Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan disusun secara sistematis, komprehensif,

dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

kehidupan di masyarakat. Adapun fungsi mata pelajaran Kewarganegaraan di sekolah

adalah membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter, serta setia kepada

bangsa dan negaraIndonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.

Selama ini sebagian besar guru dalam memberikan pelajaran PPKn kepada siswanya

dengan cara yang monoton, proses belajar mengajar yang hanya menggunakan metode

ceramah menyebabkan materi pelajaran yang diperoleh siswa hanya sebatas wacana

saja. Siswa hanya duduk memperhatikan penjelasan guru, tanpa diberi kesempatan untuk

bertanya. Jika hal ini menjadi kebiasaan guru sehari-hari di sekolah, maka akan membentuk

kebiasaan perilaku yang tidak baik bagi anak, seperti kurang responsif, sulit mengajukan

pendapat, dan bersifat pasif terhadap suatu hal. Sering kali terjadi dalam menjelaskan materi

pelajaran PPKn, guru biasanya hanya menggunakan sebuah buku sumber dan LKS saja.

Guru hanya menjelaskan materi pembelajaran apa yang tertulis pada buku sumber dan LKS

tersebut.

Guru tidak memberi tambahan pengalaman atau pengetahuan lain. Pada saat proses

pembelajaran berlangsung, kelas didominasi oleh guru. Siswa hanya berperan sebagai

pendengar setia saja. Akibatnya muncul berbagai tingkah laku siswa yang kurang baik

diantaranya ada yang mengantuk karena tidak berminat sudah merasa bosan dan capek

mendengarkan ceramah guru, ada yang pasif terhadap penjelasan guru.


Begitu selesai menjelaskan materi pelajaran, guru langsung memberi tugas kepada

siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKS. Begitu mengerjakan,

siswa mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan karena kurang atau tidak

memahami maksud dari pertanyaannya. Perilaku guru yang seperti ini akan membawa

dampak yang kurang baik bagi siswa. Terutama bagi siswa yang kemapuannya rendah,

mereka akan memilih untuk diam dan akan berbuat yang menyimpang misalnya ramai,

bergurau, serta tidak berminat mengikuti pelajaran, sehingga sikap-sikap seperti di atas

dapat menyebabkan turunnya prestasi belajar siswa. Hal tersebutlah yang terjadi pada siswa

kelas XII SMA Negeri ....

Aktifitas siswa dalam belajar merupakan hal yang penting bagi siswa, karena keaktifan

siswa dalam belajar mampu menunjukan sejauh mana antusias siswa terhadap suatu mata

pelajaran. Pada mata pelajaran PPKn khususnya materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran

HAM di Indonesia di ajarkan pada semster I, penyampaian materi sangat cocok apabila

menerapkan tekhnik pembelajaran brainstorming.

Oleh sebab itu sebagai upaya meningkatkan aktifitas siswa, peneliti menerapkan

tekhnik pembelajaran brainsorming pada mata pelajaran PPKn dengan materi Penyelesaian

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia, dengan harapan penerapan tekhnik pembelajaran

brainstorming dapat membuat siswa untuk selalu berpikir kritis dan terarah dalam

memecahkan suatu masalah. Sedangkan bagi guru sendiri, penerapan tekhnik pembelajaran

brainsorming akan memotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyiapkan bahan

ajar. Sehingga ketika pembelajaran berakhir, siswa benar-benar memperoleh hasil belajar

yang bermakna.
Berdasarkan masalah di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Upaya Meningkatkan Aktifitas Siswa Dalam Pembelajaran PPKn Materi Penyelesaian

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia Dengan Menggunakan Tekhnik Pembelajaran

Brainstorming Pada Kelas XII SMA Negeri ... Tahun Ajaran 2015/2016”

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana upaya meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran PPKn materi

Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia dengan menggunakan tekhnik

pembelajaran brainstorming pada kelas XII SMA Negeri ...?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan peningkatan Aktifitas Siswa Dalam

Pembelajaran PPKn Materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia Dengan

Menggunakan Tekhnik Pembelajaran Brainstorming Pada Kelas XII SMA Negeri ....

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi :

1. Siswa

Siswa akan menyadari pentingnya meningkatkan Aktifitas Siswa Dalam

Pembelajaran PPKn Materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

2. Guru

Guru dapat melakukan inovasi dalam melaksanakan pembelajaran dikelasnya

agar selalu ada peningkatan kualitas pembelajarannya. Selain itu, guru bisa mengukur

prestasi siswa dikelasnya sesuai dengan materi yang disampaikan di sekolah.


3. Sekolah

Pihak sekolah dapat lebih memperhatikan, prestasi belajar siswa dengan

menerapkan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

1.5. Pembatasan Masalah

Batasan penelitian dalam PTK yang berjudul “Upaya Meningkatkan Aktifitas Siswa

Dalam Pembelajaran PPKn Materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Dengan Menggunakan Tekhnik Pembelajaran Brainstorming Pada Kelas XII SMA Negeri

... Tahun Ajaran 2015/2016” ini adalah:

1.4.1 Meningkatkan Aktifitas Siswa Dalam Pembelajaran PPKn Materi Penyelesaian Kasus

Pelanggaran HAM di Indonesia

Yang dimaksud Meningkatkan Aktifitas Siswa Dalam Pembelajaran PPKn

Materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia dalam penelitian ini

adalah usaha yang dilakukan oleh guru PPKn dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran dengan meningkatkan aktifitas siswanya pada mata pelajaran PPKn

materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia.

1.4.2 Tekhnik Pembelajaran Brainstorming

Yang di maksud dengan Tekhnik Pembelajaran Brainstorming dalam penelitian ini

adalah suatu model dalam pembelajaran untuk menghasilkan banyak gagasan dari seluruh

siswa dalam kelompok diskusi yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. AKTIFITAS SIWA

2.1.1 Pengertian Aktifitas Siswa

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan atau

keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik

fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.

Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara

jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah

satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. (Rosalia, 2005:2)

Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses

belajar mengajar. Kegiatan – kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah

pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas – tugas,

dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung

jawab terhadap tugas yang diberikan

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang

tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan

mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa

dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa

akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan

mengarah pada peningkatan prestasi.


Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan

perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap, dan keterampilan pada siswa

sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang

dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.

Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan

adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti

yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas(2005 : 31), belajar aktif

adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,

mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara

aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”.

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator

adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan

apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain,

mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang

diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. (Rosalia, 2005:4)

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang

tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan

mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing – masing siswa

dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa

akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan

mengarah pada peningkatan prestasi.


2.1.2.Jenis Aktivitas Belajar Siswa

Berdasarkan pengetahuan tentang prinsip-prinsip diatas, diharapkan kepada guru

untuk dapat mengembangkan aktivitas siswa. Menurut Zulfikri (2008:6) jenis-jenis

aktivitas yang dimaksud dapat digolongkan menjadi:

1. Visual Activities, yaitu segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam

melihat, mengamat, dan memperhatikan dan

2. Oral Activities, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam

mengucapkan, melafazkan, dan berfikir.

3. Listening Aktivities, aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam

berkonsentrasi menyimak pelajaran.

4. Motor Activities, yakni segala keterampilan jasmani siswa untuk mengekspresikan bakat

yang dimilikinya.

2.1.3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar

Menurut Jessica (2009:1-2) faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar,

yaitu:

1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari

dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut

adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan,

tanggapan dan lain sebagainya.

2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).


Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang

kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang

mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan

keterampilan, dan pembentukan sikap.

2.2. PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA

2.2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Ada berbagai versi definisi mengenai HAM. Setiap definisi menekankan pada

segi-segi tertentu dari HAM. Berikut beberapa definisi tersebut. Adapun beberapa

definisi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebagai berikut:

a. UU No. 39 Tahun 1999

Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak

yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan

dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.

b. Oemar Seno Aji

HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan

Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang

seolah-olah merupakan suatu holy area.

c. Kuncoro

HAM adalah hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya dan tidak dapat

dipisahkan dari hakekatnya.


d. G.J.Wollhof

HAM adalah sejumlah hak yang berakat pada tabi’at setiap pribadi manusia, dan

tidak dapat dicabut oleh siapapun.

e. Miriam Budiardjo

Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak

yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan

kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.

Jadi kesimpulan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999

tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

2.2.2. Macam-Macam HAM

Secara garis besar hak-hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi enam

macam sebagai berikut:

a. Hak-hak ekonomi (property right) hak untuk memiliki sesuatu, membeli atau

menjual serta memanfaatkannya.

b. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan

pemerintahan atau (Right of legal Equality).

c. Hak-hak asasi politik (Political right)yaitu hak untuk ikut serta dalam

pemerintahan.
d. Hak-hak asasi sosial dan budaya(social and culture right)misalnya hak untuk

memilih pendidikan.

e. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan

perlindungan(procedura rights)peratuaran dalam hal penangkapan.

2.2.3. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di

masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara

garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan

HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di

Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908-1945 ),

periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).

a. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )

1) Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah

memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui

petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan

yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo

dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.

2) Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib

sendiri.

3) Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan

yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.


4) Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme

lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang

berkenan dengan alat produksi.

5) Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk

mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak

kemerdekaan.

6) Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh

kemerdekaan.

7) Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu

hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak

berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut

dalam penyelenggaraan Negara.

8) Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang

BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta

dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi

dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di

muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk

memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak

untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

b. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )

1) Periode 1945 – 1950


Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka,

hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta

hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.

Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah

memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi )

yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana

ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah

selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai

politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November

1945.

2) Periode 1950 – 1959

Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan

periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan

momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi

semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di

kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan

aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan

madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima

aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam

ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi

betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar

lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan

demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari


kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat

dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima,

wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan

dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

3) Periode 1959 – 1966

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi

terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi

Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan

berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden

melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik

maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah

terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.

4) Periode 1966 – 1998

Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat

untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai

seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada

tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan

Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah

Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II

yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk

dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP

MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah


menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak

Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara. Sementara itu, pada

sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM

mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan

ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang

dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap

defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk

pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang

tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu

mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih

dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif

pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan

oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang

seperti Inonesia. Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan

bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini

terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya

Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM.

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi

internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung

Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan

sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak

memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi

pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap

tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif

pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50

Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan

menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran

kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.

5) Periode 1998 – sekarang

Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang

sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini

mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru

yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya

dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan

pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di

Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan

ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM

diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM. Strategi

penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status

penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan

telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti


amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR (

TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan

perundang – undangam lainnya.

2.2.4. Pengertian Pelanggaran HAM

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau

kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau

kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau

mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh

Undang-undang,dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh

penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku

(Pasal 1 ayat 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentangHAM).

1. Kasus pelanggaran HAM bidang pendidikan:

a. Kasus asusila anak di TK internasional di Jakarta

Terungkapnya asusila anak di sebuah TK internasional di Jakarta telah menyita

perhatian publik. Bahkan tidak kurang dari 3 negara Australia, Amerika dan

Inggris membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus ini. Sampai Aris

Meredeka Sirait selaku ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)

dengan miris menyataan bahwa tahun 2013-2014 sebagai tahun kritis buat anak.

Tidak jauh dari TK Internasional di Jakarta

b. Kasus penganiayaan siswa kelas 6 SD

Seorang anak kelas 5 SD meninggal setelah dianiaya oleh kakak kelasnya yang

baru duduk di kelas 6 SD. Penyebabnya pun hal yang sepele, yakni karena si
korban menyenggol pelaku sehingga jajanan pelaku jatuh. Walau si korban sudah

meminta maaf, pelaku dengan tega memukul korban di beberapa bagian tubuh

hingga menyebabkan korban luka dalam dan menghembuskan nafas terakhirnya

beberapa hari kemudian.

2. Kasus Pelanggaran HAM Bidang Hukum :

a. Kasus pembunuhan Angelina

Kasus hilangnya Angelina mendapat perhatian Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) YuddyChrisnandi. Saat

kunjungan kerjanya di Bali, beberapa waktu lali, Yuddy menyempatkan diri

mengunjungi kediaman orang tua Angelina, bocah yang dilaporkan hilang sejak

16 Mei lalu.Menurut Asrul, kasus ini sudah masuk pidana sehingga mesti cepat

ditangani oleh kepolisian. "Itu ranah pidana, kita tidak tuduh siapa tersangkanya,

tapi penyidik akan telusuri kematian si anak tersebut. Dan tentu kita di dewan

pun akan minta polisi usut ini," jelasnya.Arsul menambahkan, apabila ada

anggota keluarga yang terlibat atas kematian Angeline harus diproses

hukum."Kalau ada anggota keluarga yang menjadi penyebab meninggalnya, itu

harus diproses hukum," tegasnya.Terlebih jasad Angeline ditemukan di halaman

belakang rumah ibu angkatnya. Arsul beranggapan keluarga angkat Angeline

sudah melakukan pembohongan publik."Iya, itu harus dirposses hukum. Itu tdk

bukan hanya pidana tp pembohongan publik. Itu menjadi pemberatannya," lanjut

Arsul.Bagi Arsul tidak ada alasan untuk pembenaran, apabila keluarga angkat

Angelineberstatement hak mereka untuk memberlakukan Angeline sesuka

mereka."Tidak bisa dong, kalau ada perlakuan fisik yang membuat hilangnya
nyawa, tidak ada istilah anak-anak gua. Anak itu ada UU khusus. Kalau dibawah

umur tidak bisa begitu. Melakukan pembiaran saja bisa dipidana. Apalagi ada

penganiayaan," tandasnya.

b. Email berujung buih

Email berujung buih Menimpah Prita Mulyasari cukup menarik.Sebetulnya

bukan termasuk besar, tetapi rupanya ada konspirasi yang membesar-besarkan.

Kasus ini bermula dari kejadian ” Curhat ” dan bersifat pribadi dari korban (

pasien ) di RS Omni Internasional atas dampak pengobatan yang mengakibatkan

korban mengalami luka tambahan dari luka lama. Curhat tersebut dia ungkapkan

kepada sahabatnya via email. Artinya si Prita dapat disebut sebagai pihak ”

Konsumen ” dari penyedia jasa layanan usaha RS Omni tersebut. Sebagai

konsumen Prita punya hak menyampaikan unek-unek ketidakpuasannya terhadap

pelayanan penyedia jasa dan itupun dilindungi Undang – Undang nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.la

c. Penggusuran Rumah

Penggusuran terhadap rumah warga selalu terjadi setiap tahun. Tata ruang kota

selalu menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan yang

merugikan bagi sebagian warga kota itu.Kebijakan pemerintah melakukan

penggusuran ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran Hak Warga Negara.

2.2.5. Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM

1. Upaya pemerintah dalam pencegahan kasus pelanggaran HAM di Indonesia


a. Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah

sering kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses

penegakan HAM. Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan

mencegah timbulnya semua faktor penyebab dari pelanggaran HAM. Apabila

factor penyebabnya tidak muncul, maka pelanggaran HAM pun dapat

diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini tindakan pencegahan yang

dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:

b. Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan

pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi

masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak

hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik

dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang

dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang

melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.

c. Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai

bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.

d. Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik

terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.

e. Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat

melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun

nonformal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus).

f. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.


g. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam

masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan

pendapat masing-masing

2. Upaya pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia

Kasus pelanggaran HAM akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya

ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM yang

terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang

tidak mempunyai kemauan menegakan HAM. Kasus pelanggaran HAM yang

terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Hal

tersebut tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan hukum negara tersebut

lemah dan wibawa negara tersebut jatuh di dalam pergaulan bangsa-bangsa yang

beradab.

Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau disebut

sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus

pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah

Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya

merupakan bukti bahwa di negara kita ada proses peradilan untuk menangani

masalah HAM terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM,

kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc

yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan

peradilan umum.
Setelah berlakunya undang-undang tersebut kasus pelanggaran HAM di

Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan

HAM. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dilakukan

berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang- Undang Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan

undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada ketentuan

Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa

Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali

tertangkap tangan.

Hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham

individualisme dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara

humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin

dan pekerjaannya. Dewasa ini pula banyak kalangan yang berasumsi negatif

terhadap pemerintah dalam menegakkan HAM. Sangat perlu diketahui bahwa

pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini

dapat kita lihat dari upaya pemerintah sebagai berikut;

a. Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya

menegakkan HAM di seluruh dunia atau di setiap negara dan Indonesia

sangat merespons terhadap pelanggaran HAM internasional hal ini dapat

dibuktikan dengan kecaman Presiden atas beberapa agresi militer di

beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan, dan baru-baru ini
Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada Israel yang telah

menginvasi Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil, wanita dan

anak-anak.

b. Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM,

antara lain telah ditunjukkan dalam prioritas pembangunan Nasional tahun

2000-2004 (Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan

dengan HAM. Dalam hal kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, serta pembentukan

Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan

c. Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi

manusia , Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,

serta masih banyak UU yang lain yang belum tersebutkan menyangkut

penegakan hak asasi manusia.

Menjadi titik berat adalah hal-hal yang tercantum dalam UU nomor 39

tahun 1999 tentang hak asasi manusia adalah sebagai berikut;

1) Hak untuk hidup

2) Hak berkeluarga

3) Hak memperoleh keadilan

4) Hak atas kebebasan pribadi.

5) Hak kebebasan pribadi

6) Hak atas rasa aman

7) Hak atas kesejahteraan.


8) Hak turut serta dalam pemerintahan.

9) Hak wanita

10) Hak anak

Hal-hal tersebut sebagai bukti konkret bahwa Indonesia tidak main-main

dalam penegakan HAM.

2.3. TEKHNIK PEMBELAJARAN BRAINSTORMING

2.3.1. Pengertian Tekhnik Pembelajaran Brainstorming

Model pembelajaran Brainstorming dipopulerkan oleh Alex Faickney

Osborn dalam bukunya Applied Imagination pada tahun 1953. Osborn mengemukakan

bahwa kelompok dapat menggandakan hasil kreatifnya dengan

Brainstorming. Brainstorming bekerja dengan cara fokus pada masalah, lalu

selanjutnya dengan bebas bermunculan sebanyak mungkin solusi dan

mengembangkannya sejauh mungkin.

Salah satu alasan mengapa model pembelajaran ini efektif adalah para pemberi

ide tidak hanya memberikan ide-ide baru, tetapi juga penggabungan dengan ide-ide

orang lain dengan mengembangkan dan memperbaiki ide-ide tersebut. Istilah lain

dari Brainstormingadalah curah pendapat.

Model pembelajaran Brainstorming (curah pendapat) adalah suatu model dalam

pembelajaran untuk menghasilkan banyak gagasan dari seluruh siswa dalam kelompok

diskusi yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong

munculnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang sembarangan, kurang masuk akal,
liar dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan

yang kreatif.

Brainstorming sering digunakan dalam diskusi kelompok untuk memecahkan

masalah bersama. Brainstorming juga dapat digunakan secara individual. Sentral

dari Brainstorming adalah konsep menunda keputusan. Dalam Brainstorming siswa

dituntut untuk bisa menggunakan kemampuan berpikir kreatifnya .

2.3.2 Aturan dasar dalam Brainstorming

Terdapat empat aturan dasar dalam Brainstorming , yaitu:

1. Focus on quantity atau fokus pada kuantitas. Asumsi yang berlaku disini adalah semakin

banyak ide yang dihasilkan, semakin besar pula kesempatan untuk menghasilkan solusi

yang radikal dan efektif.

2. Withhold criticism atau penundaan kritik. Dalam Brainstorming, kritikan atas ide yang

muncul akan ditunda. Penilaian dilakukan di akhir sesi, hal ini untuk membuat para siswa

merasa bebas untuk memunculkan berbagai macam ide selama pembelajaran

berlangsung.

3. Welcome unusual ideas atau sambutan terhadap ide yang tak biasa. Ide yang tak biasa

muncul disambut dengan hangat. Bisa jadi, ide yang tak biasa ini merupakan solusi

masalah yang akan memberikan perspektif yang bagus untuk kedepannya.

4. Combine and improve ideas atau kombinasikan dan perbaiki ide-ide. Ide-ide yang bagus

dapat dikombinasikan menjadi satu ide yang lebih baik.

2.3.3 Langkah-langkah Pembelajaran Brainstorming

Selanjutnya langkah-langkah model pembelajaran Brainstorming adalah sebagai

berikut:
1. Tahap Pemberian informasi dan motivasi (Orientasi)

Guru menjelaskan masalah yang dihadapi beserta latar belakangnya dan mengajak

siswa aktif untuk menyumbangkan pemikirannya.

2. Tahap Identifikasi (Analisa)

Pada tahap ini siswa diundang untuk memberikan sumbang saran pemikiran

sebanyak-banyaknya. Semua saran yang masuk ditampung, ditulis dan tidak

dikritik. Pimpinan kelompok dan peserta hanya boleh bertanya untuk meminta

penjelasan. Hal ini agar kreativitas siswa tidak terhambat.

3. Tahap Klasifikasi (Sintesis)

Semua saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya

mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh

kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan struktur/ faktor-faktor lain.

4. Tahap Verifikasi

Kelompok secara bersama melihat kembali sumbang saran yang telah

diklasifikasikan. Setiap sumbang saran diuji relevansinya dengan

permasalahannya. Apabila terdapat sumbang saran yang sama diambil salah

satunya dan sumbang saran yang tidak relevan bisa dicoret. Kepada pemberi

sumbang saran bisa diminta argumentasinnya.

5. Tahap Konklusi (Penyepakatan)

Guru/pimpinan kelompok beserta peserta lain mencoba menyimpulkan butir-butir

alternatif pemecahan masalah yang disetujui. Setelah semua puas, maka diambil

kesepakatan terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.


2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Brainstorming

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Brainstorming adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan Model Brainstorming

 Ide yang muncul lebih banyak dan beragam karena siswa dengan bebas

menyalurkan ide tersebut tanpa adanya kritik;

 Siswa berpikir untuk menyatakan pendapat karena kreatifitas tidak dibatasi;

 Dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa;

 Melatih siswa berpikir dengan cepat dan tersusun logis dengan waktu yang

terbatas;

 Apabila ada siswa yang kurang aktif akan mendapat bantuan dari temannya yang

sudah pandai atau dari guru secara langsung;

 Dapat meningkatkan motivasi dalam belajar.

2. Kekurangan Model Brainstorming

 Memerlukan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaannya

 Lebih didominasi oleh siswa pandai dan aktif, sementara siswa yang kurang pandai

dan kurang aktif akan tertinggal;

 Guru tidak pernah merumuskan suatu kesimpulan karena siswalah yang bertugas

untuk merumuskan kesimpulan itu;

 Tidak menjamin terpecahkannya suatu masalah, karena siswa tidak tahu pendapat

yang dikemukakannya itu benar atau salah.


2.3.5. Teori Belajar yang Mendukung

Teori belajar yang mendukung model pembelajaran Brainstorming adalah

teori konstruktivisme. Dimana teori konstruktivismemerupakan pendekatan

pembelajaran melalui aktivitas siswa yang sifatnya prokatif dan reaktif dalam

membangun pengetahuan melalui membaca, menyimak, meniliti dan menyimpulkan.

Dengan demikian siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan belajar. Guru bukan

berperan sebagai pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan

mengarahkan mereka untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman yang

diperolehnya sehingga bermakna bagi dirinya sendiri

Dalam teori kontruktivisme, siswa dituntut untuk menemukan sendiri ide atupun

suatu konsep. Dengan terus mengasimilasi dan mengakomodasi pengetahuan dari

informasi baru. Dengan demikian siswa akan jauh lebih memahami setiap materi yang

dipelajari dan akan tersimpan dalam memori jangka panjangnya (long term memory).

Model pembelajaran Brainstorming menganut teori konstruktivisme karena

dalam kegiatan pembelajarannya siswa dituntut untuk mengeksplorasi ide-ide baru

sebanyak mungkin tanpa dibatasi oleh aturan-aturan tertentu. Sehingga diharapkan

dapat menemukan alternatif pemecahan masalah berdasarkan ide-ide yang telah

disepakati bersama.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Setting Penelitian

Pokok bahasan dalam Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) ini adalah Upaya

Meningkatkan Aktifitas Siswa Dalam Pembelajaran PPKn Materi Penyelesaian Kasus

Pelanggaran HAM di Indonesia Dengan Menggunakan Tekhnik Pembelajaran

Brainstorming Pada Kelas XII SMA Negeri ... tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).Menurut Tim Pelatih

Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yangbersifat reflektif oleh pelaku tindakan

yang dilakukan untuk meningkatkankemantapan rasional dari tindakan mereka dalam

melaksanakan tugas,memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan

itu,serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan(dalam

Mukhlis, 2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk

kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untukmemperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan.Adapun tujuan utama dari PTK adalah

untukmemperbaiki/meningkatkan praktek pembelajaran secara

berkesinambungan,sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti

dikalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,maka penelitian

ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti,
1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satuke siklus yang berikutnya. Setiap siklus

meliputi planning (rencana), action(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection

(refleksi). Langkah padasiklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi,

tindakan,pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan

tindakanpendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Observasi dibagi dalamdua

putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran dikenai perlakuanyang sama (alur

kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasanyang diakhiri dengan tes

formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam duaputaran dimaksudkan untuk

memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

3.1.1. Subjek Penelitian

Jadi, Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di kelas XII SMA

Negeri ... dengan jumlah peserta didik 37 siswa terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 20

siswa perempuan. Berikut ini adalah tabel subjek penelitian

Tabel 3.1

Subjek Penelitian

3.1.2. Waktu Kegiatan Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dengan

rincian kegiatan sebagai berikut :


Tabel 3.2.

Waktu Dan Kegiatan Penelitian

WAKTU KEGIATAN

15 Agustus 2015 Pelaksanaan pembelajaran Penyelesaian

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

pra siklus

17 Agustus 2015 Pelaksanaan siklus I pertemuan ke 1

22 Agustus 2015 Pelaksanaan siklus I pertemuan ke 2

24 Agustus 2015 Pelaksanaan siklus II pertemuan ke 3

29 Agustus 2015 Pelaksanaan siklus II pertemuan ke 4

30- 5 September Menyusun hasil penelitian

2015

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1 Prosedur Penelitian Pra Siklus

Sebelum dilaksanakan siklus I maka peneliti terlebih dahulu melakukan tahap

pra siklus. Pada tahap ini, peneliti yang sekaligs sebagai guru PPKn belum

menerapkan Tekhnik Pembelajaran Brainstorming dalam pembelajaran Penyelesaian

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia, tetapi peneliti masih menggunakan metode

konvensional yaitu metode yang hanya menerangkan dan menjelaskan isi materi
kemudian menyuruh siswa mempraktekkanya. Untuk lebih jelasnya, pada tahap pra

siklus tahapan-tahapan yang dilalui adalah sebagai berikut :

a. Perencanaan

Dalam hal ini peneliti berperan sebagai observer yang tugasnya adalah

mengidentifikasi permasalahan bagaimana meningkatkan aktifitas siswa . Peneliti

merumuskan hipotesis tindakan. Sehingga hipotesis tindakan yang dirumuskan

bersifat tentatif yang menetapkan dan merumuskan rancangan yang didalamnya

meliputi :

1) Menetapkan kompetensi dasar pembelajaran PPKn yang akan diterapkan.

2) Menyusun rancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan

3) Menyusun instrumen penelitian ( Silabus, RPP, Penilaian danLKS )

4) Menyusun rencana pengelolaan data

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan dapat dikemukakan sebagai berikut

1) Peneliti melakukan pembelajaran untuk melaksanakan desain pembelajaran

PPKn materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia dengan

menggunakan metode pembelajaran konvensional.

2) Peneliti melakukan pengamatan terhadap siswa yang dalam hal ini adalah

sebagai subjek penelitian, yaitu dengan pengamatan secara sistematis tehadap

kegiatan yang dilakukan dikelas. Kegiatan pengamatan dilakukan

komprehensif dengan memanfaatkan alat perekam dan pedoman pengamatan.

c. Refleksi
Peneliti merfleksikan hasil tindakan dan pengamatan yang yang telah

dilakukan. Yakni meliputi : analisis, sintesis, pemaknaan,penjelasan, dan

penyimpulan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan. Hasil yang diperoleh

berupa temuan tingkat efektifitas metode pembelajaran yang di terapkan dalam

Meningkatkan prestasi belajar PPKN materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM

di Indonesia dan kemudian menganalisa pemasalahan yang muncul di lapangan

yang selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk melakukan perencanaan pembelajaran

yang akan digunakan pada siklus ke I.

3.2.2 Prosedur Penelitian Siklus I

Setiap siklus dilaksanakan dengan urutan kegiatan yang hampir sama hanya

saja siklus berikutnya mempunyai unsur penyempurnaan dari kekurangan pada siklus

sebelumnya. Adapun urutan tindakan yang akan dilakukan sebagai berikut:

a. Perencanaan Tindakan

Pada tahap perencanaan, peneliti merencanakan kegiatan yang akan dilakukan

pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK), adapun kegiatan yang akan dilakukan

dalam perencanaan adalah sebagai berikut :

 Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran

 Membuat lembar pengamatan

 Membuat alat evaluasi

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan siklus I dilaksanakan selama 2 x 40 menit Pelaksanaan siklus I

berdasarkan RPP terlampir.


c. Pengamatan

Pengamatan di lakukan oleh guru PPKn yang disini berperan sebagai peneliti.

Dengan menggunakan lembar pengamatan untuk mengamati hasil pembelajaran

pembelajaran PPKn materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia melalui

tekhnik pembelajaran brainstorming. (format lembar pengamatan terlampir )

d. Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan

pada tahap siklus I, kemudian bila perlu merevisi tindakan sebelumnya untuk

dilaksanakan pada tahap berikutnya.

3.2.3Prosedur Penelitian Pada Siklus II

a. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti merumuskan dan mempersiapkan: rencana jadwal

pelaksanaan tindakan, rencana pelaksanaan pembelajaran, materi/bahan pelajaran

sesuai dengan pokok bahasan, lembar tugas siswa, lembar penilaian hasil belajar,

instrumen lembar observasi, dan mempersiapkan kelengkapan lain yang diperlukan

dalam rangka analisis data.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan Siklus II dilaksanakan selama 2 x 40 menit (2 x pertemuan).

Pelaksanaan siklus II berdasarkan RPP terlampir.

Pelaksanaan tindakan pada dasarnya disesuaikan dengan setting tindakan

yang telah ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pelaksanaan

tindakan dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan langkah-langkah


pembelajaran pada pola dan tahapan pembelajaran dengan tehnik pengamatan objek

secara langsung sesuai dengan RPP terlampir

c. Pengamatan

Saat proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan terhadap perilaku

siswa. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui aktifitas siswa dalam pembelajaran

Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia melalui tekhnik pembelajaran

brainstorming. Pelaksanaan pengamatan mulai awal pembelajaran ketika guru

melakukan apersepsi sampai akhir pembelajaran. ( format pengamatan terlampir )

d. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan menganalisis semua data atau informasi yang

dikumpulkan dari penelitian tindakan yang dilaksanakan, sehingga dapat diketahui

berhasil atau tidaknya tindakan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang

diharapkan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yaitu alat untuk memperoleh data dan alat ini harus sesuai

dengan jenis data yang diinginkan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

menggunakan teknik tes. Tes adalah “serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligansi, kemampuan atau bakat

yang dimiliki oleh individu atau kelompok” (Arikunto, 2002 : 127). Tes ini akan

meningkatkan aktifitas siswa kelas XII SMA Negeri ... dalam pelajaran PPKn materi

Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia.


Kriteria ketuntasan minimal ( KKM ) untuk mata pelajaran PPKn di kelas XII SMA

Negeri ... adalah 75 dan standar ketuntasan klasikal yang diinginkan dalam penelitian ini

sebesar 85%.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.4.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dengan teknik tes masih berupa data mentah yang perlu

diolah dan dianalisis untuk memberikan jawaban tentang kemampuan dan

ketidakmampuan siswa dalam mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh peneliti.

Menurut Arikunto (2002 : 209) secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi: (a)

persiapan, (b) tabulasi, dan (c) penerapan dan sesuai dengan pendekatan penelitian.

(a) Persiapan

Kegiatan dalam rangka persiapan ini antara lain:

(i) Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi;

(ii) Mengecek kelengkapan data;

(iii) Mengecek macam isian data.

(b) Tabulasi

Termasuk ke dalam kegiatan tabulasi ini antara lain:

(i) Memberikan skor terhadap item-item yang perlu diberi skor;

(ii) Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor;

(iii) Mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasi dengan teknik analisis

yang akan digunakan.

(c) Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian


Maksud rumusan yang dikemukakan dalam bagian bab ini adalah

pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan-

aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang

diambil.Dalam melaksanakan pengolahan data maka dilakukan dengan langkah-

langkah:

(i) Penentuan data yang memenuhi syarat.

(ii) Penskoran dan pengoreksian

(iii) Penabulasian

Langkah-langkah tersebut dapat diperinci sebagai berikut.

(1) Penentuan data yang memenuhi syarat

Setelah data terkumpul dimungkinkan ada data yang cacat, sehingga

perlu ada seleksi agar data yang digunakan terjamin kepercayaannya. Dengan

demikian, data harus diseleksi dengan kriteria sebagai berikut.

(a) Ada identitas nama peserta;

(b) Melaksanakan tugas yang sesuai dengan petunjuk;

(c) Setelah data terkumpul dan dilakukan pengecekan jumlah

(2) Penskoran dan pengoreksian

Setelah data dianggap memenuhi syarat maka dilakukan pengoreksian

yaitu penentuan salah siswa dalam mengrjakan tugas tentang Penyelesaian

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia. Selanjutnya menjumlah jawaban pada

setiap aspek kemampuan, setelah dikoreksi jawaban yang benar diberi skor 5

untuk jawaban yang salah diberi skor 0.

(3) Penabulasian
Setelah diberi skor, selanjutnya data dikelompokkan menjadi

seperangkat data sebagai berikut.

(a) Siswa mampu menganalisis masalah tentang Penyelesaian Kasus

Pelanggaran HAM di Indonesia dengan baik

(b) Siswa mampu memberikan saran yang tepat atas permasalahan yang terjadi

(c) Siswa mampu menganalisis dan memberikan saran yang tepat

3.4.2. Teknik Analisis Data

Setelah data tersebut diolah, dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu data

kuantitatif dan data kualitatif. Adapun jenis data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah jenis data kuantitatif dengan teknik analisis statistik deskriptif

yaitu “statistik yang digunakan untuk mengelola data dan mendeskripsikan data dalam

bentuk tampilan data yang lebih bermakna dan mudah dipahami serta dimengerti oleh

orang lain” (Sudjana, 1991 : 77).

Kemampuan siswa dapat diketahui kesalahannya setelah skor hasil pekerjaan

siswa dapat dinyatakan dengan kriteria:

Jika hasilnya 90 – 100 maka hasilnya sangat baik

Jika hasilnya 70 – 89 maka hasilnya baik

Jika hasilnya 60 – 69 maka hasilnya cukup

Jika hasilnya 50 – 59 maka hasilnya kurang

Jika hasilnya 0 – 49 maka hasilnya sangat kurang

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai teknik statistik tersebut,

maka perlu digunakan rumus mean atau rata-rata:

M
X
N
Keterangan:

M = Nilai rata-rata

∑X = Jumlah nilai siswa

N = Jumlah siswa

Dengan statistik tersebut diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai

keefektivan penggunaan Tekhnik Pembelajaran Brainstorming dalam Prestasi Belajar

PPKn Materi Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia pada Siswa Kelas

XII SMA Negeri ...

3.5 Instrumen Penelitian

Intrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Pedoman Observasi

Observasi adalah metode untuk menyelidiki subyek yang diteliti, maka peneliti dapat

mengadakan penelitian secara langsung atau tidak langsung terhadap gejala subyek yang

diteliti.

2. Silabus

Silabus yang digunakan adalah silabus yang sesuai dengan kurikulum tingkat satuan

pendidikan yang berlaku di SMA Negeri ... ( Terlampir )

3. Rencana Pelaksaaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dibuat sebanyak tatap muka yang akan dilaksanakan.

Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dipersiapkan terlampir.

4. Penilaian
Penilaian dilaksanakan pada saat pembelajaran ( penilaian proses ) dan di akhir

pembelajaran ( penilaian hasil ). Penilaian proses dilaksanakan guna memperoleh nilai

terhadap proses kerja siswa. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Tekhnik

Pembelajaran Brainstorming penilaian tidak hanya pada hasil tetapi pada proses juga.

5. Dokumentasi

Yang dimaksud dengan dokumentasi ialah barang bukti yang berbentuk tulisan maupun

cetakan dan mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diselidiki. Karena itu

dokumentasi merupakan suatu metode untuk memindahkan dan mencatat kembali data

yang sudah ada sebelumnya. Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengambil gambar ( foto ) ataupun dalam bentuk video


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta; Quantum Teaching, 2005). hlm. 57-58.

Ahmadi, Abu. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Arikunto, Suharsimi. 2002 Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V Yogyakarta: Rineka


Cipta

A.M. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.

B. Suryosubroto, Pross Belajar Mengajar di sekalah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm.
180.

Dede Rosyada dkk. Buku Panduan Dosen Pendidikan Kewarga Negaraan (Civic
Educations), Demokratis Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta:
Kencana, 2004), hlrn. 17-19.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2001), hlm. 17.

Dimyati dan Modjono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 297.

Ghazali, Adeng. 2004. Civic Education. Bandung : Benang Merah Press


Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika
Aditama.

John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris, Edisi ketiga, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 1992), hlm. 105

Melvin L. Silberman, Active Learning ; 101 Strategi Pembelajaran Aktif,(Yogyakarta:


Allyn and Bacon Boston, 1996),

Muhlisin dan Sujiyanto. 2005. Praktik Belajar Kewarganegaraan. Jakarta : Ganeca Exact

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 57.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), hlm. 73-74.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Pusat Pembinaan dan


Pengembangan PPKn Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka, 1984),
hlm. 849.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2007). hlm. 154-155.

Wina Sanjaya, Op.Cit., hlm. 158-159.


Wina Sanjaya, Op.Cit.,, hlm. 155.

Zakiah Daradjat, Op.Cit., hlm. 294.

http://elfatsani.blogspot.com/2008/12/masalah-Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di


Indonesia.htmlyang merasa ter-eksploitasi kebudayaan timurnya

http://kadri-blog.blogspot.com/2011/01/Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di


Indonesia-budaya.html

http://dhizaar27.wordpress.com/2011/03/03/makalah-Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM


di Indonesia/

Anda mungkin juga menyukai