Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA MEDIK

MODUL 9
BIOANALISIS (CAIRAN BIOLOGIS)

Tanggal Praktikum : 29 November 2022


Nama Asisten : Miralda Zahra

Disusun Oleh :
Kelompok B3

Adinda Kurnia Ramadanti 120260051


Alya Nadayah Putri Hermawan 120260054
Yovi Delvatria Martianda 120260057
Adila Syifa Arrahmah 120260062
Tiara Sephia Dewi 120260063
Santi 120260069
Adinda Permata Akhfi 120260070

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2022/2023
I. Tujuan
1. Menentukan hasil analisis kualitatif obat pada urin
2. Menentukan hasil pemeriksaan urin menggunakan strip

II. Metodologi
1. Analisis Kualitatif Obat Menggunakan Uji Warna Pada Urin dan Saliva
● Asam salisilat– Uji Marquis
Ditambahkan 1 tetes reagen Marquis segar (campuran 100 mL asam sulfat
pekat dan 1 mL larutan formaldehid 40% v/v) ke dalam 2 tetes sampel.
Warna merah atau jingga menunjukkan adanya asam salisilat.
● Asam salisilat (termasuk asam asetilsalisilat (aspirin)) - Uji Trinder
Ditambahkan 100 I reagen Trinder (campuran 40 g merkuri klorida dalam
850 ml air dan 120 ml asam klorida encer (1 mol/1) dan 40 g ferri nitrat
terhidrasi, diencerkan hingga 1 I dengan air) ke 2 ml urin dan dicampur
selama 5 detik. Warna ungu menunjukkan adanya salisilat.
● Fenotiazin – Tes FPN
Ditambahkan 1 mL reagen FPN (campuran 5 ml larutan besi klorida berair
(50 g/L), 45 mL asam perklorat berair (200 g/kg) dan 50 mL asam nitrat
berair (500 mL/L)) untuk 1 mL sampel dan dicampur selama 5 detik. Warna
mulai dari merah muda hingga merah, oranye, ungu atau biru menunjukkan
adanya fenotiazin.
● Imipramine dan senyawa terkait – Uji Forrest
Ditambahkan 2 mL reagen Forrest (campuran 25 mL larutan kalium dikromat
(2 g/L), 25 mL larutan asam sulfat (300 mL/L), 25 mL asam perklorat berair
(200 g/kg) dan 25 mL mL asam nitrat berair (500 mL/L) ke 1 mL sampel dan
dicampur selama 5 detik. Warna kuning-hijau yang semakin dalam melalui
hijau tua menjadi biru menunjukkan adanya imipramine atau senyawa terkait.
● Tes parasetamol, fenasetin – o-Cresol/amonia
Ditambahkan 2 tetes asam klorida pekat ke dalam lima tetes urin dan satu
granul anti bumping ke dalam tabung reaksi. Direbus sampel dengan hati-hati
di atas api kecil selama 10 sampai 15 detik (selama waktu itu warna urin bisa
menjadi gelap) dan kemudian didinginkan. Ditambahkan 1 ml o-kresol berair
(1 g/ 100 ml) dan 2 ml amonium hidroksida 4 M, dicampurkan larutan dan
diamati selama I - 2 menit. Warna biru hingga biru-hitam, yang segera
terbentuk, menunjukkan adanya parasetamol atau fenasetin.
● Etanol dan zat pereduksi volatil lainnya – Uji dikromat
Ditambahkan 2 tetes sampel ke dalam 1 mL aquades, dicampur selama 5
detik dan ditambahkan 1 tetes kalium dikromat (25 g/L dalam air asam sulfat
(500 mL/L)). Perubahan warna menjadi hijau atau hijau-biru setelah 5 detik
menunjukkan adanya zat pereduksi yang mudah menguap. Alkohol tersier
tidak akan bereaksi dengan reagen.
2. Pemeriksaan Urin Menggunakan Strip
Digunakan urin segar yang belum disentrifuge. Spesimen urin tidak boleh lebih
dari 4 jam sebelum perlakuan. Dip test dimasukkan ke urin (maksimal 1 detik).
Diangkat dip test, sambil ditiriskan ke pinggir tabung untuk mengeluarkan
kelebihan urin. Dimasukkan dip test ke Meditron, Meditron Junior. Untuk
pembacaan visual dibandingkan dengan warna yang ada di tabung setelah 60
detik.

III. Pengolahan Data

Parameter Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

Leukosit Negatif

Nirit Negatif

Urobilinogen Negatif

Protein + 0,3

pH 6,5

Darah Negatif

Spesific Gravity 1,025

Badan Keton ++++ 16

Bilirubin Negatif

Glukosa Negatif

Mikroalbumin -

Kreatinin -

IV. Pembahasan
Bioanalisis adalah analisis kualitatif dan kuantitatif bahan aktif obat atau
sediaan farmasi dalam sampel biologis. Sampel biologis adalah sampel yang diambil
dari sebagian tubuh untuk tujuan analisis, misalnya darah, urin, feses, saliva atau
bagian tubuh lainnya. Urin dapat digunakan untuk tes skrining toksin karena biasanya
dipasok dalam jumlah banyak dan mengandung konsentrasi obat toksin lain dan
metabolitnya yang lebih tinggi dari pada darah. Teknik kromatografi dapat digunakan
untuk mengidentifikasi adanya metabolit toksik. Terdapat beberapa jenis urin yaitu
diantaranya :
1. Urin sewaktu/urin acak yaitu urin yang dikeluarkan setiap saat dan tidak
ditentukan secara khusus.
2. Urin pagi yaitu pengumpulan urin pada pagi hari setelah bangun tidur yang
dilakukan sebelum makan atau menelan cairan apapun.
3. Urin tampung 24 jam yaitu urin yang dikeluarkan selama 24 jam
terus-menerus dan dikumpulkan dalam satu wadah. Urin jenis ini biasanya
digunakan untuk analisa kuantitatif suatu zat dalam urin, misalnya ureum,
kreatinin, natrium, dan sebagainya (Rahayu, 2018)
Wadah untuk menampung spesimen urin sebaiknya terbuat dari bahan plastik,
tidak mudah pecah, bermulut lebar, dan dapat menampung sebanyak 10-15 mL
setelah itu ditutup dengan rapat. Selain itu juga harus bersih, kering, tidak
mengandung bahan yang dapat mengubah komposisi yang zat-zat yang terdapat
dalam urin. feses merupakan sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang
telah dimakan, dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Prinsip pemeriksaan kimia
urine metode strip adalah mencelupkan strip kedalam spesimen urine. Dipstick akan
menyerap urine dan terjadi reaksi kimia yang kemudian akan mengubah warnanya
dengan jenis dan tingkat tertentu dalam hitungan detik atau menit. Warna yang
terbentuk dibandingkan dengan bagan warna masing-masing parameter strip untuk
menentukan hasil tes. Jenis dan tingkat perubahan warna tiap parameter memberikan
informasi jenis dan kadar zat-zat kimia tertentu yang ada dalam urine. Pemeriksaan
urine ini mencakup pemeriksaan glukosa, protein (albumin), bilirubin, urobilinogen,
pH, berat jenis, darah/ hemoglobin, benda keton (asam asetoasetat dan/atau aseton),
spesifik gravitasi, nitrit, dan leukosit esterase (Gandasoebrata, 2013). Kelebihan
menggunakan strip pada test urin yaitu metode strip reagen ini begitu sederhana,
cepat, dan hemat biaya (dalam hal reagen, personel) dengan sensitivitas dan spesifitas
yang tinggi dan tidak memerlukan urine dalam jumlah yang besar untuk pengujian.
Reaksi yang terlibat dalam uji strip sebagian besar berdasarkan pada prinsip prinsip
yang sama seperti pada pemeriksaan kimia basah. Kuat/lemahnya warna yang
dihasilkan berhubungan dengan konsentrasi zat dalam urin. Kekurangan dengan
menggunakan metode ini yaitu sangat dipengaruhi oleh waktu, dan hasil yang
didapatkan sifatnya semi-kuantitatif (Brunzel, 2013).
Pada praktikum kali ini melakukan analisis urin menggunakan metode uji
warna dengan pemeriksaan menggunakan test carik celup (dipstick) menggunakan
strip reagen yang dicelupkan ke dalam urin dalam waktu kurang dari 1 detik,
kemudian diangkat dan kelebihan urine dibersihkan dengan meletakkan dipstick
mendata pada sisinya di kertas saring, sehingga kelebihan urine yang mengalir diserap
di kertas serap, bertujuan untuk mencegah terjadinya carry over antar pita reagen.
Lalu, mengamati perubahan warna pada strip secara visual dan membandingkannya
dengan warna grafik standar. Pembacaan visual dilakukan setelah 30-60 detik dari
strip dicelupkan. Pada strip terdapat 10 parameter urin, diantaranya leukosit, nitrit,
urobilinogen, protein, pH, darah, BJ, keton, bilirubin, dan glukosa (Naid, dkk. 2014).
Untuk pengujian digunakan urin segar yang belum disentrifugasi. Pemeriksaan
urine dilakukan kurang dari 2 jam setelah dikeluarkan. Urine yang dibiarkan dalam
waktu lama pada suhu kamar akan menyebabkan beberapa perubahan. Jumlah bakteri
yang ada dalam urine akan bertambah. Bakteri-bakteri akan mengurai ureum dengan
membentuk amonia dan CO2. Amonia menyebabkan pH urine menjadi basa dan
terjadinya pengendapan kalsium dan magnesium fosfat. selain itu juga glukosa akan
diurai oleh bakteri-bakteri sehingga hilang dari urine. Analisis harus dilakukan
selambat-lambatnya 4 jam. Penundaan pemeriksaan ini juga dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan kimia urin (Islaeli, 2019).
Pada pemeriksaan leukosit dengan prinsip mendeteksi adanya reaksi esterase
yang dihasilkan oleh leukosit yang mengalami lisis. Enzim esterase ini akan muncul
setelah adanya lisis dari membran leukosit yang menyebabkan granul azurofilik di
dalam sitoplasma leukosit akan lisis sehingga pemeriksaan leukosit esterase akan
menunjukkan hasil yang meningkat dari sebelumnya/positif palsu. Esterase akan
menghidrolisis derivat ester naftil. Naftil yang dihasilkan bersama dengan garam
diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari coklat muda menjadi warna
ungu. Banyaknya esterase menggambarkan secara tidak langsung jumlah leukosit di
dalam urine. Leukosit dalam keadaan normal menunjukkan hasil negatif (Islaeli,
2019).
Test nitrit urine adalah tes yang dapat digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya bakteri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar bakteri
penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Jika hasil positif
nitrit, menunjukkan pita dalam 40 detik menjadi merah atau kemerahan yang berarti
air kemih dianggap mengandung lebih dari 105 kuman per mL. Pada percobaan kali ini
hasil yang didapatkan negatif yang menunjukkan tidak adanya nitrit dan warna tidak
berubah (Widyastuti, dkk. 2018).
Pemeriksaan urobilinogen dalam urine berdasarkan reaksi antara urobilinogen
dengan reagen Ehrlich. Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua,
dibaca dalam waktu 60 detik, warna yang timbul sesuai dengan peningkatan
urobilinogen dalam urine. Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila
fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran
gastrointestinal yang melebihi batas kemampuan hepar untuk melakukan ekskresi.
Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik
hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar
(toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung
dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Dari hasil yang didapatkan urobilinogen menunjukkan hasil negatif, hal tersebut
berarti tidak ada indikasi gangguan hati/hepatitis (Nugroho, 2015)
Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan
glomerulus atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal. Reaksi pada tes carik celup
proteinuria yang sederhana menunjukkan perubahan warna ketika amino dari molekul
albumin bereaksi dengan indikator pada carik celup, kemudian indikator melepas ion
hidrogen pada grup amino bebas dari molekul albumin (KS, Indranila, & Puspito, L.
2012). Dalam keadaan normal, urin hanya mengandung protein antar 30-200 mg
sehingga bila dilakukan tes kualitatif hasilnya negatif. Pada hasil analisis yang didapat
mungkin menghasilkan +0,3 sehingga dapat dinyatakan normal karena juga pH pada
urine normal yaitu 6,5. Rentang pemeriksaan pH adalah 5,0-8,5.
Pemeriksaan berat jenis urin dapat digunakan untuk mengevaluasi penyakit
ginjal pasien. Berat jenis normal adalah 1,001-1,030 hasil yang didapatkan sampel
adalah 1,025 hasil menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan berat jenis dalam urine
berdasarkan pada perubahan pKa dari polielektrolit. Polielektrolit yang terdapat pada
carik celup akan mengalami ionisasi, menghasilkan ion hidrogen. Ion hidrogen yang
dihasilkan tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urine (Widyastuti, dkk.
2018).
Prinsip pemeriksaan darah dalam urine yaitu dengan menggunakan pseudo
peroksidase dari hemoglobin untuk mempercepat reaksi antara hidrogen peroksidase
dan kromagon tetramethylbenzidine untuk menghasilkan kromagon teroksidasi yang
berwarna hijau kebiruan (Mundt and Shanahan, 2011). Pemeriksaan urine dengan
metode dipstick akan memberi hasil positif jika terjadi hematuria, hemaglobinuria,
dan mioglobinuria. Pada percobaan ini menunjukkan hasil negatif sehingga tidak
mengalami hematuria.
Pada urine normal tidak ditemukan keton. Ketonuria dijumpai bila ada
kelainan metabolisme karbohidrat maka terjadi kompensasi oleh tubuh dengan
meningkatkan asam lemak dan metabolisme lemak yang tidak lengkap akan
menghasilkan badan keton dan diekskresikan di urine (Loeshinari, 2012). Prinsipnya
aseton yang terdapat dalam sampel urine bereaksi dengan Na-Nitroferry cyanide
dalam suasana basa menghasilkan warna ungu. Makin cepat terjadi warna ungu dan
makin tua warnanya menggambarkan makin tinggi konsentrasi keton dalam urine.
Pada percobaan ini menghasilkan warna ungu tua dengan nilai ++++16 dari hasil ini,
dapat diinterpretasikan bahwa mengalami ketonuria.
Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urine. Bilirubin adalah pigmen
kuning yang terbentuk dari degradasi hemoglobin. Prinsip pemeriksaan metode
dipstick untuk bilirubin urine menggunakan metode diazo. Bilirubin akan bereaksi
dengan garam diazonium pada suasana asam dan menghasilkan azodye yang akan
memperlihatkan perubahan warna dari reagen strip dari warna coklat atau merah
muda sampai ungu (Hohenberger and Kimling, 2004). Pada percobaan ini
menunjukkan hasil negatif sehingga normal.
Pemeriksaan glukosa pada urine penting dalam mendeteksi dan monitoring
kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus. Prinsip kerja yang terdapat dalam
dipstick adalah tes glukosa oksidase yang spesifik hanya terhadap glukosa. Pada
reagen strip untuk glukosa terdiri dari dua enzim yaitu glukosa oksidase (GOD) dan
peroksidase (POD), serta zat warna (kromogen) seperti tetrametilbenzidin atau
4-aminoantipirin, orto-toluidin yang akan berubah warna biru jika teroksidasi, serta
iodida yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi. GOD akan mempercepat
reaksi antara glukosa dan udara untuk memproduksi asam glukonat dan peroksidase,
selanjutnya peroksidase akan mempercepat reaksi antara peroksidase dan kromogen
sehingga terbentuk warna yang menunjukkan tingkat kadar glukosa urine (Strasinger
and Lorenzo, 2008). Pada percobaan ini menunjukkan hasil pada strip tetap warna
biru yang menandakan bahwa urine negatif glukosa.
V. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Brunzel N.A. 2013. Fundamentals of urine and Body Fluid Analysis. 3 edition. Elsevier
Sauders.
Rahayu dan Solihat. 2018. Toksikologi Klinik. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Sadikin, M. 2003. Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.
Plasma By HPLC : Characterization Of A Simple. Laboratory Developed Method Via
Deternal Quality Assesment. Journal Of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 18 :
751-760.
Gandasoebrata R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinis. Edisi 15. Dian Rakyat. Jakarta.
Hohenberger, E. F., and Kimling, H. 2004. Compendium Urinalysis With Test Strips. Canada:
Roche Diagnostics GmbH.
Islaeli, R. N., dkk. 2019. Pemanfaatan Laruran Garam Natrium Klorida (NaCl) sebagai
Pengawet Alternatif Pada Urine Untuk Pemeriksaan Urine Metode Carik Celup.
Jurnal Analisis Medika Bio Sains, 6(1).
KS Indranila, & Puspito, L. 2012. Akurasi Pemeriksaan Carik Celup pada Urinalisis
Proteinuria dan Glukosuria Dibandingkan dengan Metode Standar. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan, 5(1), 19-23.
Loeshinari, R. 2012. Peran Analisa Urin dan Penanganan Penyakit Ginjal dan Trakus
Urinarius. Majalah Kedokteran Nusantara, 45(3), 167-176.
Mundt, A. L., and Shanahan. 2011. Graff’s Textbook of Routine Urinalysis and Body Fluids.
2th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Naid, T., dkk. 2014. Pengaruh Penundaan Waktu Terhadap Hasil Urinalisis Sedimen Urin.
Jurnal Ilmiah As-Syifa, 6(2), 212-219.
Nugroho, B. S., dkk. 2019. Pengaruh Pemeriksaan Terhadap Kadar Darah Dalam Urine
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Strasinger, S. K., & Lorenzo, M. S. 2008. Urinalysis and Body Fluids. Philadelphia: F. A.
Davis Company.
Widyastuti, R., dkk. 2018. Modul Praktikum Urinalisis dan Cairan Tubuh. Universitas
Muhammadiyah Surabaya.
TABEL PENGERJAAN

Anda mungkin juga menyukai