Anda di halaman 1dari 16

Analisis Diglosia Dalam Penggunaan Bahasa Pada Grup WhatsApp Ikatan

Kekeluargaan Mahasiswa Indonesia Sulawesi Selatan


(IKAMI) Cabang Solo Raya
Alwan Theopilus & Muhammad Nasrullah Zaky
Program Studi Tadris Bahasa Indonesia
Fakultas Adab Dan Bahasa Universitas Negri Islam Surakarta
Email : bismilahalwan@gmail.com, nasrullzaky123@gmail.com

Abstrak

Bahasa menjadi alat komunikasi yang digunakan masyarakat dalam melakukan interaksi,
sendangkan diglosia digunakan untuk memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia, bahasa
Daerah, dengan situasi berbeda. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan varian
kebahasan pada Grup Whatsapp mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya, dalam ranah
formal maupun nonformal. Dengan menggunaka penelian kualitatif deskriptif berupa fakta dan
fenomena yang sedang terjadi. Metode penelitian yang digunakan berupa metode simak yang di
lanjutkan dengan dua tehnik yakni tehnik sadap dan tehnik lanjutan. Data dalam penelitian ini
berupa percakapan mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya, data kemudian di analisis
mengunakan metode deskriptif untuk menggambarkan fenomena kebahasaan berupa tuturan
mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya. Dari penelitian ini menjukan situasi diglosia
pada percakapan mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo ada 5, ragam formal; 2 (resmi) dan
ragam nonformal; 3 (tuturan sehari-hari).

Pendahulua

Dalam keseharian, bahasa menjadi alat komunikasi yang dipakai masyarakat dalam
berinteraksi secara sosial, meliputi daya cipta dan sistem aturan. Bahasa juga berperan penting
dalam kehidupan manusia sehingga dapat menghubungkan antara satu dan lainya. Pemakain
bahasa tidak hanya dilakukan perseorangan (individu) melainkan meliputi masyarakat dalam
berkomunikasi. Bahtera (2014) mengatakan, bahasa merupakan sarana komunikasi utama dalam
kehidupan manusia baik dalam bentuk tulisan, lisan, maupun simbol. Maka dapat disimpulkan
bahwa bahasa merupakan bentuk kreatif yang tidak pernah berhenti karena terdapat masyarakat
yang kompleks di dalamnya.

Secara tidak langsung masyarakat dianjurkan untuk menguasai lebih dari satu bahasa,
maka fenomena kebahasaan tersebut terjadi khususnya di Indonesia, dengan secara tidak
langsung mengakibatkan terjadinya variasi kebahasaan di dalamnya. Seperti yang terjadi pada
Grup Wathsapp mahsiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya, dimana terjadi variasi
kebahasaan dalam melakukan interaksi tuturan. Sebab Rahmi Dkk (2021) menjelaskan, karena
adanya interaksi sosial yang terjalin dalam masyarakat tutur. Hal yang sama juga di sampaikan
(Afandi 2018), manusia sebagai individu dan sekaligus makhluk sosial yang mempunyai
keinginan, harapan, kebutuhan, minat dan potensi diri. Maka dengan itu bisa mengakibatkan
kontak bahasa dalam masyarakat serta mengakibatkan berbagai ragam bahasa terjadi, seperti
bahasa Sulawesi, Jawa, maupun bahasa Indonesia itu sendiri.

Setiap kota pasti memiliki perbedaan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Misalnya,
penggunaan bahasa Indonesia pada Kota Solo, bahasa Indonesia yang di gunakan Kota Solo
merupakan bahasa keseharian dalam berinteraksi. Namun bahasa Indonesia yang ada di Kota
Solo bukan bahasa ibu, melainkan bahasa kedua. Sehingga mayoritas masyarakat Kota Solo
dalam berinteraksi menggunakan bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan bahasa Jawa bahasa yang
pertama kali di perkenalkan dan di pakai dalam berinteraksi secara sosial. Kondisi seperti ini
banyak menimbulkan fenomena kebahasaan di Kota Solo seperti, terjadinya campur kode, ali
kode, dan interfrensi. Riva ( 2019) mengatakan, alih kode merupakan pengguna bahasa atau
variasi kebahasaan lain untuk menyesuaikan diri terhadap situasi. Contoh, penutur beralih
menggunakan bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, bahasa Bugis ke bahasa Jawa, sama halnya
dengan campur kode.

Situasi kebahasaan dalam penggunaan ini tergolong terjadinya varian kebahasaan atau
sering disebut dengan diglosia. Diglosia terbagi menjadi dua, yaitu varian formal, dan varian
nonformal. Varian Formal sering terjadi di situasi resmi seperti yang di ungkapkan Eliya (2017)
dalam penelitiannya tentang Pola Komunikasi Politik Ganjar Pranowo. Hal yang sama juga di
lakukan Sri (2018), varian kebahasaan dapat diliat dari segi pemakai dan pemakaiyannya.
Sendangkan varian nonformal sering terjadi pada saat kondisi mengharapkan atau melakukan
percakapan tutur dengan rasa kekerabatan antara teman.
Diglosia merupakan fenomena variasi kebahasaan yang ada dalam masyarakat. Hal itu
juga di sampaikan Ferguson dalam penelitian Trisnayanti dkk (2021) diglosia adalah sebuah
penamaan yang di berikan melalui gejala penggunanya melalui dua ragam bahasa yang
sebenarnya berasal dari satu induk bahasa masyarakat pada waktu yang bersamaan.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan varian kebahasaan atau Diglosia
pada grup Whatsapp mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya. Diglosia akan menjadi
fokus utama dalam penelitian ini. Berdasarkan situasinya pola komunikasi bahasa percakapan
yang dipakai di Grup Whatsapp mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya terbagi menjadi
dua pembagian fungsional varian kebahasaan. Pertama, keadaan formal, dalam keadaan ini
sering di digunakan pada saat berdiskusi atau dalam proses pembelajaran berlangsung. Kedua,
keadaan nonformal. Pada keadaan ini sering dilakukan pada saat percakapan yang sifatnya
kekerabatan untuk memperakrab sesama mahasiswa IKAMI. Dari kedua pembagian fungsional
variasi kebahasaan di atas ini relevan dengan apa yang dilakukan oleh. (Herawati 2014) & (Sitti
2019) yang menyatakan, ragam bahasa di pengaruhi oleh sebab dan adanya akibat, dari
keragaman sosial serta interaksi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan Demikian, bahasa Jawa berbeda dengan bahasa Sulawesi, terutama pada
Mahasiswa IKAMI Sulsel yang tergabung dalam Grup Whatsapp IKAMI cabang se-Solo Raya.
Dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak menggunakan bahasa Bugis sebagai alat interaksi
antarsesama, maka secara tidak langsung terjadinya variasi dalam kebahasaan yang di tuturkan.
Hal ini terjadi karena bentuk penyesuaian terhadap lingkungan baru. Dalam Utami (2021)
menuturkan, membutukan adanya penyesuain bahasa, melalui adapatasi lingkungan dengan
menyesuaikan bahasa, logat, nada bicara, maupun perubahan makna sebagai akibat perbedaan
suku ketika berinteraksi secara langsung dan tak langsung. Meski demikian dalam situasi tertentu
mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komuniakasi dalam bersosial untuk
menyesuaikan bahasa tempat tinggal yang baru dengan mengadopsi bahasa Jawa sebagai bahasa
keseharian.

Berdasarkan data teori diatas dapat di simpulkan, keragaman bahasa yang terjadi pada
mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya mempunyai keunikan dalam berkomunikasi
secara kesehariannya, Hal ini didasari oleh perpindahan georafis kebahasaan, ini juga relevan
dengan apa yang dikatakan Utami (2021), bahwa komunikasi antar budaya dipahami sebagai
sebuah perbedaan, perbedaan yang di maksud disini adalah perbedaan dalam menilai suatu
objek-objek sosial dan kejadian-kejadian. Jadi dapat dipahami bahwa komunikasi antar budaya
merupakan tindakan yang seharusnya dapat dijadikan ilmu pengetahuan alami bagi setiap
manusia.

Menjadi perhatian penulis pada penelitian ini untuk melihat dari sudut pandang
Sosiolinguistik, diglosia. Kata diglosia berasal dari bahasa Prancis diglossie. Dalam pandangan
Ferguson. Trisnayanti (2021), menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu
masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-
masing mempunyai peranan tertentu dalam variasi bahasa sendiri, dilogsia sendiri merupakan
suatu varian kebahasan yang di pakai suatu kelompok dalam keadaan formal maupun sebaliknya.

Metode

Pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
(Siliwangi 2018), menyatakan bahwa kualitatif deskriptif merupakan metode yang
mengfokuskan pada suatu peristiwa pengalaman yang terjadi, sehingga mampu menjawab
pertanyaan yang terkait dengan siapa, dimana, dan bagaimana. deskriptif semata-mata dilakukan
berdasarkan fakta yang ada serta fenomena-fenomena yang memang ada pada penuturnya. Maka
dengan hasil fenomena itu, kemudian dihasilkan berupa varian kebahasaan atau yang disebut
dengan diglosia.

Metode penelitian ini menggunakan metode simak yang dilanjutkan dengan dua teknik,
yaitu teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik lanjutan. Teknik lanjtan berupa teknik simak
langsung catat (SLC) , teknik rekam, dan teknik catat untuk pengumpulan datanya Padanan
(2018), dimana teknik sadap sendiri merupakan teknik penyadapan untuk mendapatkan data
dengan melakukan penyadapan pembicara dalam arti menyadap penggunaan bahasa seseorang
atau beberapa orang. Kemudian dilanjutkan teknik simak langsung catat (SLC), memposisikan
penulis berpartisipasi secara langsung kedalam dialog, dan kemudian di traskip ke dalam tulisan
untuk mengetahui lebih dalam bahwa bahasa yang di dialogkan sedang diamati oleh penulis
terutama pada grup whatsapp Mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya.

Bentuk dari penelitian ini merupakan ujaran percakapan Mahasiswa IKAMI Sulsel
cabang se-Solo Raya pada Grup Whatsapp. Penelitian ini, juga menghasilkan beberapa data
terkait dengan varian kebahasaan yang di gunakan mahasiswa IKAM Sulsel cabang se-Solo
Raya dalam melakukan percakapan di Grup Whatsap. Pertama, penggunaan bahasa formal, yaitu
menggunakan bahasa indonesia sebagai alat komunikasi dengan baik dan benar antara sesama,
Unswagati (2016), penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar menjadi proritas utama
dalam melakukan percakapan resmi. Sendangkan bahasa nonformal menurut Chaer dalam
Khairunisa (2018), mengatakan bahasa nonformal biasa digunakan pada komunikasi sehari-hari
agar berkomunikasi tidak terlalu susah. Namun tergantung pada penutur yang hiterogen dan di
latarbelakangi oleh lingkungan sosial, akhirnya kebahasaan yang dihasilakan menjadi beragam.

Untuk Keabsahan data, penulis memakai uji validitas dan realibilitas. Sutriani (2019),
mengatakan bahwa pada dasarnya uji ke absahan sebuah data dalam penelitian, hanya di
tekankan pada uji validitas dan realibilitas. Matondang (2009), mengatakan bahwa uji validitas
yitu suatu ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur, dalam melakukan fungsi
ukurnya. Sendangkan menurut (Bandur 2013: hlm 124-126), Reliabilitas, atau bisikan, adalah
konsistensi dari peregangan pengukuran atau peregangan alat ukur. Hal tersebut bisa berupa
pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama,
atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang
mirip (reliabilitas antar penilai).

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif , yakni
data dianalisis bermaksud untuk menggambarkan sejumlah fenomena kebahasaan berupa tuturan
mahasiswa sulawesi IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya. Berdasarkan rumusan masalah yang
ada. Proses analisis data dimulai dengan menelaah sumber yang berasal dari grup whatsapp.
Dari data yang diperoleh dari observasi, pengumpulan data, dan dokumentasi dikategorikan
dalam tema pokok permasalahan yang sesuai. Selanjutnya data dan informasi yang diperoleh dari
lapangan disajikan dalam bentuk deskriptif. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dapat
dilakukan melalui tiga tahapan, yakni reduksi data (data reduction), penyajian data (data
display), dan penarsikan simpulan/verifikasi (conclusion drawing/verivication) waedo sitti aisyah
(2019)

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan terdapat dua varian yang saling
berkaitan anatara penutur bahasa yang dilakukan di Grup Whatsapp Mahasiswa IKAMI Sulsel
Cabang se-Solo Raya. Pertama penutur melakukan percakan dengan varian resmi formal (T) ini
dapat dilihat dari percakapan pada acara Mahasiswa IKAMI Sulsel se-Solo Raya melakukan
undangan untuk rapat ataupun saat pengenalan diri di Grup Whatsapp. Kedua melakukan
percakapan kepada teman yang berada di Grub Whatsapp dengan menggunakan varian bahasa
yang santai dan akrab nonformal (R) untuk mencairkan suasana dan menggunakan identitas
meraka berasal dari Sulawesi.

Asapek-aspek yang mempengaruhi terjadinya varian bahasa yang di lakukan mahasiswa


IKAMI Cabang se-Solo Raya dalam melakukan percakan di grub whatsapp dipengaruhi oleh
perpindahan tempat tinggal mereka atau dari segi geografis. Dengan tujuan untuk menyesuaikan
keadaan tempat tinggal mereka yang baru agar memudahkan dalam hal berkomusikasi di
lingkungan sekitar mereka.

Pembahasan

Ragam Formal

Yang dimaksud dengan Ragam Formal yaitu terjadi variasi ragam kebahasaan formal pada
percakapan mahasiswa IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya dalam melakukan interaksi
percakapan di dalam Grup Whatsapp

Tempat 1 : Grub Whatsapp IKAMI Sulsel se-Solo Raya


Penutur : SK (sekertaris grup) dan AG (anggota grub)
Sk : IKAMI SULSEL CABANG SOLO RAYA
Bagaimana kabarnya semua kanda/Dinda?
“bagaimana kabarnya semua teman-teman”
Lama mki ndk kumpul² dan masak2 lagi di,
“lama tidak lagi berkumpul”
Maka dari itu mari kita akrabkan diri kembali dengan sama2 masak sanggara
peppe' yang akan dilaksakan
“maka dari itu mari kita berkumpul agar akrab dengan buat acara goreng pisang”
Hari/tanggal : Sabtu, 3 Desember 2022
Pukul :16.00 WIB
Tempat : Kontrakan lisda
Diharapkan kehadiran dan partisipasi ta semua untuk bantu masak2 dulu
sebelum makan bersama
Tanpamu kurang satu
Wassalamu'alaikum wr wb
AG1 : Ku usahkan datang
“saya usahakan datang”
AG2 : Bntar kak ,Lgi ada urusan di ums
“sebentar masih ada urusan di UMS”
AG3 : Butuh motor untuk belanja

Data di atas menujukan penggunaan bahasa formal pada percakapan yang di lakukan di
Grup Whatsapp IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya, dengan percakapan SK dan AG. Dalam
percakap SK di atas berlangsung ketika proses percakapan tentang undangan menggoreng
pisang. Ragam bahasa yang digunakan bentuknya formal. Sedangkan percakapan yang di
lotntarkan AG, menujukan respon dari percakapn undangan yang di lontarkan SK kepada AG.
Sendangkan percakapan yang di tutur AG, menunjukan sebuah percakapan mendesesak. SK dan
AG, dominan pemakaiyan BI dalam percakapanya. Sehingga situasi diglosia dalam percakapan
yang ada di atas menujukan ragam M, dikarenakan penggunaan BI pada waktu tertentusaja
misalkan pada pembagian surat undangan, sebagai tuntutan keformalan sebuah acara tersebut.

Tempat 2 : Grup whatsapp IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya


Penutur : PK (pak ketua) dan AG (anggota grup)
PK : Assalamu’alikum Wr. Wb
Melihat keadaan yang telah terjadi oleh saudara kita disana
(Cianjur), mereka sedang membutukan uluran tangan
Dari kita, tergeraknya rasa humanis ini, tak hanya diam saja
Melainkan kita harus segera memberikan iuran/bantuan tangan.
Maka dari itu:
IKAMI SULSEL CABANG SOLO RAYA
Mengajak Seluruh Keluarga Besar IKAMI SOLO
Untuk melaksanakan penggalangan dana pada:
Hari /tanggal : sabtu, 26 November 2022
Pukul: 14:00 wib-selesai
Tempat: Lampu merah manahan
AG1 : Saya bisa kanda tapi ndd kendaraan
“saya bisa datang tetapi tidak ada kendaraan”
AG2 : nanti saling jemput
“nanti saling jemput”
PK : BETUL

Data (2), ini menujukan percakapan undangan untuk penggalangan dana, yang akan
dilaksanakan pada hari Sabtu mengajak para AG untuk melaksankan sebuah bantuan
kemanusiaan. Dengan di dominasi penggunaan BI oleh PK kepada AG. “BETUL” , kalimat
yang di gunakan PK bentuknya kunjungsi yang menunjukan sebuah kata penghubung sebagai
bentuk pembenaran dalam percakapan bersama AG. Sehingga ragam diglosia yang di gunakan
PK dapat dikatakan sebgai ragam tinggi (T). Sendangkan dengan ragam diglosia AG berperan
penting dalam percakapan yang di dominasi ragam T, sekalipun situasinya dalam keadaan
mengajak.

Ragam Nonformal

Ragam nonformal merupakan ragam kebahasaan yang biasa digunakan pada saat suasana
tidak resmi, pada ragam nonformal. Ini biasanya digunakan pada percakapan yang di tuturkan
pada orang-orang yang sudah akrab antaralain seperti, teman, kerabat, atau keluarga. Dengan
menggunakan kata-kata atau bahasa yang lazim digunakan pada kehidupan sehari-hari.

Tempat 3 : Grup Whatsapp IKAMI Sulsel caang se-Solo Raya


Penutur : PK dan AG
PK : Ada yg tau penjual ubi kayu selain pasar kleco?
“ada yang tahu penjual ubi kayu, selain pasar kleco”
AG2 : Pasar kembang deng
“pasar kembang ada”
PK : Kalau bisa yg dekat-dekat sini, pasar kartasura
“kalau bisa yang tidak jauh dari pasar kartasura”
AG1 : Yo ndak ada mazzeh
“kalau yang dekat sini tidak ada yang jual”

Dalam tuturan PK di atas menujukan percakapan, dengan ujaran berbentuk sebuah


pertanyaan yang di langsungkan kepada AG. Dalam tuturan yang di lontarkan PK pada AG di
dominasi dengan penggunaan BI bercampur dialek BJ. BI dan BJ dugunakan sebagai ujaran
dalam percakapan yang dilangsungkan atau sebagai pelengkapan dalam sebuah percakapan
misalkan, Deng, mazzeh, sehingga diglosia AG dalam sebuah perecakapan yang dilakukan
dengan PK menggunakan ragam (R). Dengan demikian situasi diglosia berperan sebagai fungsi
ujaran komunikasi yang dilakukan kepada AG terhadap PK.

Tempat 4: Grup Whatsapp IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya

Penutur : PK dan AG

PK : Ayo kumpul

AG1 : dimana eee

“Dimana tempatnya”

PK : Di kontrakanya lisda dengk

“Di kontrakan kakak Lisda”

AG2 : Malas ku kalau kumpul disana eeee

“Saya malas kalau kumpul disana”

Dalam percakapan yang dilakukan pada penutur nonformal (4), berlangsung pada saat PK
mengajak berkumpul di kontrakan salahsatu kontrakan AG, untuk mnelakukan sebuah acara
bakar-bakar jagung. Percakapan yang digunakan PK dalam mengajak AG dengan memakai BI
sebagai tutran yang di langsungkan pada AG, sendangkan percakapan yang di tuturkan AG
memakai BJ sebagai penanda BD, seperti eee, dengk, yang bermakna malas, benar, sehingga
posisi diglosia pada penggunaan BI dalam tuturan PK menjadi ragam (T). Dengan sedirinya
situasi diglosia BI sebagai peran dan fungsinya masi dominan di gunakan pada saat
berkomunikasi.

Tempat 5 : Grup Whatsapp IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya


Penutur : AG dan PK
AG1 : janganki lupa datang nahh nonton alda vs lisda
“Jangan lupa nonton alda versus lisda”
AG2 : weh baku lawan ka masa
“Ternyata saya bertanding dengannya”
AG3 : lomba apa ini?
AG2 : Badminton
PK : itu hebat
AG1 : hari minggu nahh, nadak seru lngsungka ndag semangat
“Hari minggu acaranya, tidak semangat kalau tidak datang”
PK : kita ada rapat tante hari sabtu
“Saya ada rapat kakak di hari sabtu”

Pada percakapan AG mengajak teman-teman untuk ikut serta menonton pertandingan


batminton yang salah satu dari teman AG ikut serta dalam pertandingan itu. Hasil penuturan
dalam ragam nonformal di dominan penggunaan BD, misalnya ki, nahh, weh, ka, bauku,
sehingga dapat di simpulkan posisi diglosia BI adalah (T). demikian juga dengan penggunaan BI
sebagai peran dan fungsi masih dominan dalam keseharian yang di gunakan dalam grup
wahatsapp IKAMI Sulsel cabang se-Solo Raya.

Kesimpulan

Pada situasi diglosia ragam Formal dan Nonformal pada penelitian yang penulis lakukan,
ini terdapat ragam formal dan nonformal yang di dominan digunakan memakai BI sebagai ragam
bahasa tinggi (T). Sendangkan penggunaan bahasa daerah (BD), sebagai ragam bahasa rendah
(R) hanya digunakan pada partiel injeksi serta adanya pengunaan bahasa satu daerah yang sama,
penggunaan BD hanya digunakan untuk menyebutkan nama, tempat, barang tertentu, penanda
kalimat, ajakan. Sedangkan penggunaan BI digunakan sesuai dengan penggunaannya atau ranah
sesuai dengan tempatnya.

Daftar Pustaka
Afandi, Ahmad. 2018. “Kepercayaan Animisme-Dinamisme Serta Adaptasi Kebudayaan Hindu-
Budha Dengan Kebudayaan Asli Di Pulau Lombok-Ntb.” Historis | FKIP UMMat 1(1):1.
doi: 10.31764/historis.v1i1.202.
Bahtera, Mahendra. 2014. T Pemerolehan Bahasa pada Anak 3:24.
Bandur, Agustinus. 2013. Validitas Dan Reliabilitas Penelitian 9 786023 183654.
Dkk, Rahmi. 2021. “Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan Gratis Masyarakat Di Sekitar Kelurahan
Marunda Jakarta Utara.” Jurnal Karya Abdi 5:235–38.
Dkk, Riva Rosviana. 2019. Analisis SituasiI Kebahasaan Dialek Sunda dan Masyarakat Ciasem
Kabupateng Subang 839.
Eliya, Ixsir. 2017. “Seloka : Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Pola Komunikasi
Politik Ganjar Pranowo Dalam Perspektif Sosiolinguistik Di Media Sosial Instagram
Abstrak.” 6(3):286–96.
Eriyani, Novita Dessy. 2019. “Penyuntingan.” 3.
Khairunisa. 2018. “Bentuk , Fungsi, Dan Penggunaan Bahasa Nonformal Dalam Novel Angan
Karya Sophi Maya.” Jurnal Skripsi 5.
Matondang, Zulkifli. 2009. “Validitas Dan Reliabilitas Suatu Instrumen Penelitian.” JURNAL
TABULARASA PPS UNIMED 6(1):87–97.
Padanan, Wacana, dan Istilah Asing-indonesia Dan. 2018. “Kaitanya dengan Pembelajaran
Bahasa.” 4(2):1–9.
Siliwangi, Wiwin Yuliani IKIP. 2018. “Penelitian, Metode Kualitatif, Deskriptif Perspektif,
Dalam Konseling, Bimbingan D A N.” 2(2):83–91. doi: 10.22460/q.v1i1p1-10.497.
Sitti, Waode, Aisya Kahaz, Program Studi, Bahasa Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, and
Universitas Hasanuddin. 2019. “Peraturan Situasi Diglosia Pondok Pesantran Moderen Al-
Syikh Abdul Wahid Kota Bau-Bau :” 7:68–77.
Sri, Sudaryanti. 2018. Variasi Keformalan Dalam Wacana Kelas Mahasiswa Angkatan 2016
Kelas A Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Tadulako 3:5.
Sutriani, Elma. 2019. “Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Sorong Tugas Resume Ujian
Akhir Semester (Uas).” Https://Osf.Io/Preprints/Inarxiv/ 19–22:22.
Unswagati, Mahasiswa. 2016. XVIII(3).
Utami, Sri. 2021. “Proses Penyesuaian Kode Bahasa Dalam Komunikasi Antar Budaya.” Skripsi
1–2.

Anda mungkin juga menyukai