Anda di halaman 1dari 13

 

 
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
 

 
II.1 Dasar Teori
  Istilah tribologi pertama kali dimunculkan oleh komite dari Organisasi
  untuk Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan pada tahun 1967. Tribologi
berasal dari kata tribos yang artinya menggaruk atau mendorong dan logy
 
atau logia yang artinya studi. Tribologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang
 
saling berkaitan antara gesekan (friction), aus (wear) dan pelumasan
  (lubrication). [Stachowiak, et al dalam I. Syafaat, 2008].

  Seiring berjalannya waktu dan teknologi yang semakin pesat maka

  dirancanglah suatu mesin yang semakin modern dan kompleks, Mesin yang
semakin modern dan kompleks itulah yang dapat menyebabkan terjadinya
keausan karena panas yang dihasilkan dari mesin cukup tinggi. Oleh karena
itu digunakan metode tribologi. Berikut merupakan tujuan penerapan
tribologi dan strategi penyelesaiannya:
 Tujuan Penerapan Tribologi:
 Meningkatkan pengertian bagaimana terjadinya friksi
 Mengoptimalkan unjuk kerja peralatan
 Mengurangi keausan dan konsumsi energi
 Strategi Penyelesaian Berdasarkan:
 Pengetahuan mendalam mengenai mekanisme pelumasan
 Mengoptimalkan unjuk kerja pelumas
 Penyempurnaan desain dan geometri komponen mesin
Dengan menerapkan pengetahuan tribologi, banyak keuntungan yang
didapat seperti penghematan uang, penghematan pelumas, disipasi friksi
bisa dikurangi, masa pakai mesin menjadi lebih lama. [Sukirno, TT].

II.2 Pelumas dan Pelumasan


Pelumas merupakan elemen esensial yang digunakan untuk
meningkatkan efisiensi operasi dan mereduksi hilangnya energi dan material
di hampir kebanyakan industri manufaktur. [Gatot S dan Hariyadi, 2015]

II-1
 
 

 
Stribeck (1902), Hersey (1915), dan McKee (1927) merupakan para
 
ahli yang menyelidiki perilaku gesekan atau friksi dalam sistem tribologi.
  Biasanya gaya gesek dalam sistem pelumasan di tribologi digambarkan
  sebagai fungsi dari satu atau lebih parameter operasional. Daerah pelumasan

 
terbagi dalam 3 bagian yaitu (elasto) hydrodynamic lubrication ((E)HL),
boundary lubrication (BL), dan mixed lubrication (ML). [I. Syafaat, 2008].
 

 
II.3 Komposisi Minyak Pelumas
  Minyak pelumas tidak hanya mengandung minyak dasar tetapi juga

  mengandung zat aditif untuk meningkatkan kinerja dari pelumas tersebut,


misalnya zat aditif dengan jenis zinc dithiophospate dapat meningkatkan
 
indeks viskositas dan menghambat terjadinya korosi. Sebagian pelumas
yang banyak digunakan saat ini memiliki komposisi 80 sampai 95% berupa
minyak dasar dan 5 sampai 20% berupa aditif. [Singh dan Yee dalam Gatot
S dan Hariyadi, 2015]

II.4 Limbah B3
Menurut PP No.18 tahun 1999, “limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung, maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain”
Limbah oli berdasarkan PP No 85 tahun 1999 termasuk dalam kategori
limbah B3. Limbah oli mengandung senyawa kimia baik organik dan
anorganik yang sangat berbahaya. Kandungan senyawa dan logam berat
dalam limbah oli (oli bekas) sebagai berikut:

II-2
 
 

 
Tabel II.1 Beberapa Contoh Kontaminan dalam Oli Bekas
 
Logam Hidrokarbon Senyawa organik
  (anorganik) terklorinasi lainnya
Aluminium Diklorofluorometana Benzena
  Antimon Triklorofluorometana Toluena
  Arsenik 1,1,1-trikloroetana Xylena
Barium Trikloroetilena Benzaantrasena
  Kadmium Total klorine Benzopirena
Krom Poliklorin biphenil Naftalena
  (Sumber: Riyanto, 2013)

 
Hidrokarbon, air, abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya
 
merupakan kandungan yang terdapat pada limbah oli. Berdasarkan tabel di
 
atas hidrokarbon yang terdapat oli dapat berupa benzena, toluena,
etilbenzena, xylena dan logam berat seperti timbal (Pb). Jika limbah oli
tersebut langsung dibuang maka dampaknya akan sangat berbahaya bagi
lingkungan. Oleh karena itu, limbah oli tersebut harus diserahkan pada
badan usaha/jasa pengumpul minyak pelumas bekas untuk perlakuan lebih
lanjut.
Pengumpul minyak pelumas bekas adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pengumpulan dari penghasil minyak pelumas bekas sebelum
diserahkan ke pengolah atau pemanfaat minyak pelumas bekas. Pengumpul
minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan:
1. Persyaratan Pengumpul Minyak Pelumas Bekas
 Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran,
dan peralatan komunikasi;
 Konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik
pelumas bekas;
 Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir
2. Kewajiban Pengumpul Minyak Pelumas Bekas
 Mempunyai izin dari BAPEDAL.
 Membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak
pelumas bekas kepada pengolah atau pemanfaat;
 Mengisi formulir permohonan izin

II-3
 
 

 
3. Persyaratan Bangunan Pengumpulan
 
 Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak
  bergelombang, kuat dan tidak retak;
   Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan

  dengan kemiringan maksimum 1 %;


 Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan
 
minyak pelumas bekas;
 
 Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap
  yang dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam
  tempat penyimpanan atau pengumpulan;

   Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila


bangunan diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari
bahan yang mudah didobrak. [Riyanto, 2013].

II.5 Klasifikasi Minyak Pelumas


II.5.1 Berdasarkan Wujud
Berdasarkan wujudnya minyak pelumas dapat digolongkan menjadi
tiga bentuk, yaitu cair (liquid), setengah padat (grease) dan padat (solid).
[Sukirno, TT].
II.5.2 Berdasarkan Viskositas atau Kekentalan
SAE (Society of Automotive Engineer) mengembangkan sistem
klasifikasi berdasarkan viskositas atau kekentalan. Angka SAE yang
lebih besar menunjukkan minyak pelumas yang lebih kental.
 Oli monograde, yaitu oli yang indeks kekentalannya dinyatakan
hanya satu angka.
 Oli multigrade, yaitu oli yang indeks kekentalannya dinyatakan
lebih dari satu angka. [Petro Canada Lubricants, 2017].

II-4
 
 

 
II.5.3 Berdasarkan Penggunaan
 
Sejak tahun 1970, API, ASTM dan SAE bekerjasama mendirikan
  sistem The American Petroleum Institute Engine Service Classification.
  Sistem ini memungkinkan oli atau pelumas mesin harus didefinisikan

 
dan dipilih berdasarkan karakteristik kinerjanya atau pengunaannya.
Sistem ini dibagi menjadi 2 yaitu pelumas untuk mesin bensin dan untuk
 
mesin diesel. [Petro Canada Lubricants, 2017].
 
II.5.4 Berdasarkan Bahan Dasar
  Berdasarkan bahan dasarnya, oli atau minyak pelumas dibagi menjadi :

   Minyak Bumi (Petroleum)


Minyak mentah yang kemudian diolah menjadi base oil
 
diantaranya parafin, naften, dan aromatik.
 Sintetis (Synthetic)
Minyak yang dibuat setengah sintetis atau seluruhnya sintetis
sehingga menghasilkan senyawa yang memiliki ketahanan oksidasi
dan stabilitas kekentalan yang tinggi.

Tabel II.2 Keuntungan dan Kerugian Bahan Dasar Sintetis

Keuntungan secara umum Kerugian secara umum


Titik nyala tinggi dan titik tuang
Biaya tinggi
rendah
Rentang temperatur operasi
Mencemari lingkungan
panjang
Tahan api Perlu seal khusus
Daya lumas lebih baik Perawatan lebih sulit
Ketahanan terhadap oksidasi
baik
Indeks viskositas tinggi
Tidak mudah rusak dan stabil
Umur pakai lebih panjang
(Sumber: Elisa, 2012)

Base oil yang termasuk synthetic oil di antaranya :Poly Alpha


Olefins (PAO), Acid Esters Dibasic (Diester). Polyol Esters. Dan
Polyalkylene Glycols (PAG).

II-5
 
 

 
 Biodegradable oil
 
Base oil-nya terbuat dari minyak binatang atau minyak nabati.
  [Elisa, 2012].
 
II.5.5 Berdasarkan Spesifikasi

   SAE (Society of Automotive Engineer)


SAE merupakan badan atau asosiasi yang mengeluarkan
 
spesifikasi pelumas berdasarkan kekentalannya [SAE dalam
 
Anonim, 2016].
  Pada kemasan oli akan tertulis kode oli monograde (misal
  SAE 30) dan multigrade (misal SAE 10W-30). Angka pada oli
multigrade yang berada di paling depan adalah tingkat kekentalan
 
oli pada suhu dingin dan angka setelah w adalah tingkat kekentalan
ketika mesin dalam kondisi bekerja atau menyala sementara pada
angka oli monograde hanya menunjukkan tingkat kekentalan
ketika mesin dalam kondisi bekerja atau menyala saja. [Anonim,
2016].
 API (American Petroleum Institute)
API adalah suatu institusi yang menetapkan spesifikasi
pelumas berdasarkan penggunaannya baik untuk mesin bensin
maupun mesin diesel. Grading untuk mesin bensin yaitu diawali
dengan huruf S yang berarti Service Oils terdiri dari SA, SB, SC,
dan sebagainya dan untuk mesin diesel yaitu diawali dengan huruf
C yang berarti Commercial Oils terdiri dari CA, CB, CC, dan
sebagainya. Semakin tinggi API service nya, semakin baik pula
kualitas pelumasnya [Sukirno, TT].
 JASO (Japanese Automotive Standards Organization)
JASO adalah suatu badan organisasi yang menetapkan
spesifikasi pelumas berdasarkan kandungan phospor dalam
pelumas standar yang dibuat oleh Jepang untuk memenuhi tuntutan
teknologi di sepeda motor yang di dalamnya terdapat kopling

II-6
 
 

 
- JASO MA merupakan pelumas khusus yang digunakan untuk
 
mesin dengan gesekan yang besar seperti kopling basah. Jenis
  motor yang memiliki kopling basah seperti type cub (bebek)
  dan sport (manual)

 
- JASO MB merupakan pelumas khusus untuk mesin dengan
gesekan lebih kecil seperti kopling kering. Jenis motor yang
 
memiliki kopling kering seperti motor matic atau automatic
 
dan mobil pada umumnya [Anonim, 2016].
 
Tabel II.3 Karakteristik Minyak Pelumas yang Mengacu
  Safety Data Sheet SAE 10W-30
  SAFETY
DATA SHEET
NO PENGUJIAN SATUAN SAE 10W-30 METODE
MIN. MAX.
Viskositas kinematik
cSt 40 -
pada 40oC
1 ASTM D445
Viskositas kinematik
cSt 7,8 11,3
pada 100oC
2 Indeks viskositas 138 - ASTM D2270
o
3 Titik nyala C.O.C C 200 - ASTM D92
mg
4 Bilangan Asam Total - 0,5 ASTM D974
KOH/g
Penelitian
5 Densitas g/mL 0,87 -
sebelumnya
Penelitian
6 Berat pengotor % w/w 0 -
sebelumnya
Penelitian
7 Hidrokarbon % w/w - -
sebelumnya
(Sumber: www.sfm.state.or.us)

II.6 Karakteristik Minyak Pelumas


Oli atau minyak pelumas memiliki ciri-ciri fisik yang penting, antara lain:
II.6.1 Warna
Warna merupakan indikator awal tingkat kemurnian bahan. Jika
warna pelumas semakin lama semakin hitam maka dapat dipastikan
bahwa pada pelumas tersebut terdapat kontaminan.[Adhe Mulat, 2013].

II-7
 
 

 
II.6.2 Spesific gravity
 
Pada pelumas bekas akan terjadi penurunan angka specific gravity,
  yang mana hal ini mengindikasikan bahwa pelumas bekas tersebut telah
  mengalami fuel dilution. Tetapi bila angka specific gravity meningkat

 
dari biasanya maka hal ini mengindikasikan bahwa pada pelumas bekas
tersebut telah terdapat kontaminan seperti material-material yang telah
 
teroksidasi. [Arluky N, TT]
 
II.6.3 Viskositas
  Viskositas adalah daya tahan fluida yang mengalir. Ini mungkin

  satu-satunya properti pelumas yang paling penting. Viskositas pelumas


bervariasi secara signifikan dengan suhu, jadi saat menentukan atau
 
membandingkan viskositas pelumas, yang harus diperhatikan yaitu
mencatat suhu di mana viskositas diukur. Makin besar perlawanannya
untuk mengalir, berarti makin tinggi kekentalannya, begitu juga
sebaliknya. [Mark De Benedetto, TT].
II.6.4 Indeks Viskositas
Indeks viskositas (VI) adalah bilangan empiris yang dirancang
untuk menunjukkan jumlah perubahan viskositas selama rentang suhu
tertentu. Indeks viskositas dapat diperoleh dengan pengukuran viskositas
pada suhu 40°C dan 100°C (pengukuran dibuat pada 100°F dan 212°F
dalam Sistem Inggris). Bedanya kemudian digunakan untuk
perbandingan dalam sebuah buku tabel untuk mendapatkan indeks
viskositas. Jumlah ini tidak bisa digunakan sebagai ukuran milik
pelumas lainnya. [Mark De Benedetto, TT].
II.6.5 Titik Nyala
Titik nyala merupakan suhu minimum dimana pelumas akan
mengeluarkan uap yang akan menyala saat nyala api kecil dilewati
permukaan pelumas. [Mark De Benedetto, TT].
II.6.6 Titik Tuang
Titik tuang merupakan suhu terendah di mana pelumas berhenti
mengalir. [Sukirno, TT].

II-8
 
 

 
II.6.7 Angka Basa Total (TBN) dan Angka Asam Total (TAN)
 
TBN adalah ukuran alkalinitas cadangan atau netralisasi asam
  cadangan yang tersisa dalam minyak. TAN mengukur peningkatan
  oksidasi minyak dan pembentukan senyawa asam korosif. Produsen

 
mesin sering menganjurkan untuk memanfaatkan kedua tes tersebut
untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang kondisi minyak
 
dan perlindungan oli mesin yang tersisa.
 
Dalam memanfaatkan kedua tes tersebut, TBN akan menurun
  seiring waktu dan TAN akan meningkat seiring berjalannya waktu. Titik

  di mana dua angka bertemu atau menyeberang bisa dianggap sebagai


titik di mana minyak tidak bisa lagi memberikan proteksi yang memadai.
 
[Mark Betner, 2014].
II.6.8 Residu Karbon
Uji karbon residu dimaksudkan untuk menentukan kecenderungan
pembentukan karbon pada silinder. Pembentukan karbon residu
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu fuel consumption, pengoperasian
mesin, kondisi mekanis, dan sifat fisika dan kimia dari pelumas itu
sendiri.
Penentuan karbon residu saat ini banyak diaplikasikan utamanya
pada:
 Base oil untuk pembuatan minyak lumas mesin,
 Stright mineral engine oil, seperti minyak lumas mesin pesawat
terbang, dan beberapa tipe produk cylinder heavy oil. [Arluky N,
TT].
II.6.9 Kandungan Abu Sulfat
Uji ini untuk mengukur adanya material yang tidak habis terbakar
yang terkandung di dalam minyak pelumas. Material yang tidak dapat
terbakar ini biasanya terdapat pada aditif yang ditambahkan pada
pelumas dan biasanya mengandung senyawa metallo-organic yang akan
membentuk residu pada uji abu sulfat. Pada pelumas bekas, bila uji abu
sulfat meningkat maka hal ini menunjukkan bahwa pada pelumas bekas
tersebut telah terdapat berbagai kontaminan. [Arluky N, TT].

II-9
 
 

 
II.7 Zat Aditif
 
Zat aditif yaitu senyawa yang dapat menyempurnakan mutu atau
  karakteristik minyak dasar pelumas dan dapat berfungsi juga sebagai
  pelengkap. Beberapa aditif utama dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

 
Tabel II.4 Beberapa Jenis Aditif Pelumas
  Kegunaan Jenis aditif
  Memperbaiki sifat minyak dasar  Viscosity Index Improver (zinc
dithiophospate)
   Pour Point Depressant
  (polimetakrilat)
Memberikan property baru untuk  Antiwear (zinc dithiophospate)
  minyak dasar  Detergents (polimetakrilat)
 Dispersants (sukinimida)
Memperpanjang umur Antioksidan (senyawa fenolik)
(Sumber: Sukirno, TT)

II.8 Metode Pengolahan Minyak Pelumas Bekas


II.8.1 Acid-Clay Process
Metode acid-clay yaitu proses pemurnian dilakukan dengan
menggunakan asam kuat sebagai pelarut dan clay dalam menjerap
kontaminan dari sisa pelarutan asam. Sifatnya yang dapat bekerja
menurunkan tegangan permukaan cairan dapat digunakan dalam
menghilangkan sejumlah kontaminan yang terkandung dalam minyak
pelumas bekas. Dalam prosesnya, penggunaan metode acid dalam
pemurnian oli bekas masih membutuhkan sejumlah perlakuan lebih
lanjut untuk mengembalikan karakteristik minyak pelumas yaitu salah
satunya dengan clay treatment [Petder dalam I Made dan Arif, 2015].
II.8.2 Solvent Extraction-Clay Process
Untuk menjalankan proses pemurnian dan recovery energi secara
simultan, maka pendekatan praktis dengan membuat campuran antara
Heksan dan pelarut polar dari turunan senyawa bergugus fungsi karbonil
sebagai suatu sistem kimia untuk kedua tujuan proses tersebut. Kedua
pelarut secara teoritis berdasarkan sifat kimiawinya dapat bercampur
pada berbagai komposisi tanpa adanya efek/ pengaruh negatif. Namun

II-10
 
 

 
demikian adanya interaksi dipol-dipol dapat pula berlaku sebaliknya
 
berubah terutama terhadap jumlah Heksan didalam campuran. Titik
  didih campuran pelarut tersebut 176oF (80oC), relatif lebih rendah
  sehingga pelarut campuran tersebut dapat diperoleh kembali (recycled)

 
pada temperatur rendah yang mengikuti prinsip rancangan berkelanjutan
(sustainable design) dan efisiensi penggunaan energi.
 
Keuntungan tambahan lainnya dari proses pelarut biner adalah
 
bahwa kandungan air dari pelumas bekas juga dapat dihilangkan. Air
  udah melarut didalam pelarut polar dari turunan senyawa bergugus

  fungsi karbonil, melalui ikatan hidrogen antara gugus OH dan gugus


karbonil C=O [Burke dalam Gatot S dan Hariyadi, 2015]. Air dan
 
campuran pelarut biner dapat dipisahkan melalui distilasi berdasarkan
pada perbedaan antara titik didih air dan titik didih dari campuran pelarut
pada tekanan atmosferik. Dengan demikian rancangan proses proses
pelarut biner merupakan konsep berkelanjutan, ramah lingkungan dan
efektif dalam biaya.
Beberapa penelitian tentang pengolahan kembali minyak pelumas
bekas telah dilakukan baik oleh penelitian didalam negeri maupun di
luar negeri. Berbagai jenis material pemisah digunakan sebagai
penjernih diantaranya bentonit, karbon aktif, fly ash, alkyl benzene
sulfonat dan zeolit yang dimanfaatkan sebagai salah satu adsorbennya
[Ika,. et.al, dalam Gatot S dan Hariyadi, 2015].
Proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang ramah
lingkungan dalam mengolah minyak pelumas bekas serta
pemanfaatannya telah banyak dilakukan. Penggunaan pelarut tunggal
maupun campuran biner baik Methyl Ethyl Ketone (MEK), etanol,
propanol, Butanol-1 serta heksan dan turunan hidrokarbon lainnya telah
dilakukan dengan mengkombinasikannya melalui proses distilasi vakum
sebagai tahap pemisahannya [Kannan,. et.al dalam Gatot S dan Hariyadi,
2015].

II-11
 
 

 
Pemanfaatan hasil dari pengolahan minyak pelumas bekas ini
 
diantaranya sebagai media pembakaran dengan melakukan pencampuran
  bersama kerosin dalam peleburan alumunium [Supriyanto dalam Gatot S
  dan Hariyadi, 2015].

 
II.9 Bentonit
 
Istilah "bentonit" itu banyak pengertiannya. Seperti yang didefinisikan
 
oleh ahli geologi, ini adalah batuan yang terbentuk dari koloid dan tanah liat
  yang terutama terdiri dari montmorilonit, mineral tanah liat dari kelompok

  smektit, dan dihasilkan oleh devitrifikasi abu vulkanik in situ [Parker dalam
Zoltan A. et al, 2005]. Transformasi abu ke bentonit ternyata hanya terjadi di
 
air (tentu saja air laut, mungkin danau alkali, dan mungkin air tawar lainnya)
selama atau setelah pengendapan [Grim,. et al dalam Zoltan A,. et al, 2005].
Bentonit dinamai Fort Benton (Wyoming, AS), wilayah tempat pertama kali
ditemukan. Selain montmorilonit, bentonit juga mengandung feldspar, biotit,
kaolinit, illit, cristobalit, piroksin, zirkon, dan kuarsa kristal [Parkes dalam
Zoltan A. et al, 2005].
Rumus molekul untuk montmorilonit biasanya diberikan sebagai:
(M+ x.nH2O) (Al2-yMgx)Si4O10(OH)2, di mana M+ = Na+, K+,Mg2+ atau Ca2 +
[Brindley & Brown, dalam Zoltan A. et al, 2005]. Idealnya, x = 0,33.

II.9.1 Struktur Bentonit

Gambar II.1 Struktur Bentonit


(Sumber: RSC dalam Raghavendra et al, 2014)

II-12
 
 

 
II.9.2 Komposisi Bentonit
 
Tabel II.5 Komposisi Bentonit
 

 
(Sumber: Tekmira dalam Eko R, 2011)
 
II.9.3 Aktivasi Bentonit
 
Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan
  terlebih dahulu. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk aktivasi
bentonit, yaitu:
 Secara Fisika (Pemanasan)
Pengaktifan fisika dilakukan dengan memanaskan bentonit di-
furnace pada suhu 400oC selama 6 jam [Adel Fisli dan Haerudin,
dalam Imelda Joni., et. al, 2013].
 Secara Kimia (Kontak Asam)
Pengaktifan kimia dilakukan dengan melarutkan bentonit
kedalam asam kuat (HCl dan H2SO4) yang bertujuan untuk
menukar kation Ca2+ yang terdapat dalam bentonit menjadi ion H+
dan melepaskan ion logam dan pengotor lainnya pada kisi-kisi
struktur. [Supeno dan Sembiring dalam Eko R, 2011].
II.9.4 Aplikasi Bentonit
Menurut Eko R (2011), “Bentonit dapat diaplikasikan sebagai adsorben
atau bahan pemucat pada industri minyak kelapa sawit, sebagai katalis,
sebagai bahan penukar ion dan dapat diaplikasikan juga sebagai lumpur
bor”.

II-13
 

Anda mungkin juga menyukai