Anda di halaman 1dari 7

Tulisan ini ditujukan untuk semua muslim yang akan bertemu dengan bulan

Ramadhan dalam keadaan sehat wal afiat, agar dapat memanfaatkan bulan
tersebut dalam ketaatan pada Allah Ta’ala. Semoga melalui tulisan ini dapat
menjadi sarana untuk membangkitkan semangat di dalam jiwa seorang mukmin
dalam beribadah kepada Allah di bulan yg mulia ini. Maka penulis memohon
kepada Allah Ta’ala agar diberikan taufik dan jalan yang lurus serta menjadikan
amal ini ikhlas hanya karena mengharap Wajah-Nya Yang Mulia semata. Dan
semoga Allah mencurahkan shalawat atas junjungan kita, Muhammad, dan
kepada keluarganya serta seluruh sahabatnya.

Bagaimanakah Seharusnya Kita Menyambut Ramadhan?

Pertanyaan: Apa saja cara-cara yang benar untuk menyambut bulan yang mulia
ini?

Seorang muslim seharusnya tidak lalai terhadap momen-momen untuk


beribadah, bahkan seharusnya ia termasuk orang yang berlomba-lomba dan
bersaing (untuk mendapatkan kebaikan) di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫س ْال ُم َت َنافِس‬
26 : *‫ُون )المطففين‬ ِ ‫ك َف ْل َي َت َنا َف‬
َ ِ‫) َوفِي َذل‬

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berloma-lomba.” (QS. Al-


Muthaffifiin:26)

Maka bersemangatlah wahai saudara-saudara muslim dalam menyambut


Ramadhan dengan cara-cara yang benar sebagaimana berikut ini:

1. Berdo’a agar Allah mempertemukan dengan bulan Ramadhan dalam


keadaan sehat dan kuat, serta dalam keadaan bersemangat beribadah kepada
Allah, seperti ibadah puasa, sholat dan dzikir.

Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa dia berkata,


adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, beliau
berdoa,

‫اللهم بارك لنا في رجب وشعبان* وبلغنا رمضان‬

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta pertemukanlah
kami dengan Ramadhan.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).

Catatan: Syaikh Al-Albani rahimahullah mendhaifkan hadits ini dalam


kitab Dha’if al-Jaami‘ (4395) dan tidak mengomentarinya dalam kitab Al-
Misykaah.
Demikian juga generasi terbaik terdahulu (as-salaf ash-shalih) berdoa agar
Allah menyampaikan mereka pada bulan Ramadhan dan menerima amal-amal
mereka.

Maka apabila telah tampak hilal bulan Ramadhan, berdoalah pada Allah:

‫ والتوفيق لما تحب وترضى* ربي وربك هللا‬, ‫هللا أكبر اللهم أهله علينا باألمن* واإليمان* والسالمة واإلسالم‬

“Allah Maha Besar, ya Allah terbitkanlah bulan sabit itu untuk kami dengan
aman dan dalam keimanan, dengan penuh keselamatan dan dalam keislaman,
dengan taufik agar kami melakukan yang disukai dan diridhai oleh Rabbku dan
Rabbmu, yaitu Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan Ad-Darimi, dishahihkan oleh Ibnu
Hayyan)

2. Bersyukur pada Allah dan memuji-Nya atas dipertemukannya dengan bulan


Ramadhan.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Adzkaar,

“Ketahuilah, dianjurkan bagi siapa saja yang mendapatkan suatu nikmat atau
dihindarkan dari kemurkaan Allah, untuk bersujud syukur kepada Allah Ta’ala,
atau memuji Allah (sesuai dengan apa yg telah diberikan-Nya).”

Dan sesungguhnya di antara nikmat yang paling besar dari Allah atas seorang
hamba adalah taufiq untuk melaksanakan ketaatan. Selain dipertemukan
dengan bulan Ramadhan, nikmat agung lainnya adalah berupa kesehatan yang
baik. Maka ini pun menuntut untuk bersyukur dan memuji Allah Sang Pemberi
Nikmat lagi Pemberi Keutamaan dengan nikmat tersebut. Segala puji bagi Allah
dengan pujian yang banyak dan pantas bagi keagungan Wajah-Nya dan
keagungan kekuasaan-Nya.

3. Bergembira dan berbahagia dengan datangnya bulan Ramadhan.

Telah ada contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau


dahulu memberi berita gembira pada para sahabatnya dengan kedatangan
Ramadhan. Beliau bersabda,

‫* شهر رمضان* شهر مبارك كتب هللا عليكم صيامه فيه تفتح أبواب الجنان* وتغلق فيه أبواب‬,‫جاءكم شهر رمضان‬
‫الجحيم… الحديث‬

“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan Ramadhan bulan yang
diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berpuasa didalamnya. Pada
bulan itu dibukakan pintu-pintu surga serta ditutup pintu-pintu neraka….” (HR.
Ahmad)

Dan sungguh demikian pula as-salaf ash-shalih dari kalangan sahabat dan


tabi’in, mereka sangat perhatian dengan bulan Ramadhan dan bergembira
dengan kedatangannya. Maka kebahagiaan manakah yang lebih agung
dibandingkan dengan berita dekatnya bulan Ramadhan, moment untuk
melakukan kebaikan serta diturunkannya rahmat?

4. Bertekad serta membuat program agar memperoleh kebaikan yang banyak


di bulan Ramadhan.

Kebanyakan dari manusia, bahkan dari kalangan yang berkomitmen untuk


agama ini (beragama Islam), membuat program yang sangat serius untuk
urusan dunia mereka, akan tetapi sangat sedikit dari mereka yang membuat
program sedemikian bagusnya untuk urusan akhirat. Hal ini dikarenakan
kurangnya kesadaran terhadap tugas seorang mu’min dalam hidup ini, dan lupa
atau bahkan melupakan bahwa seorang muslim memiliki kesempatan yang
banyak untuk dekat dengan Allah untuk mendidik jiwanya sehingga ia bisa lebih
kokoh dalam ibadah.

Di antara program akhirat adalah program menyibukkan diri di bulan Ramadhan


dengan ketaatan dan ibadah. Seharusnya seorang muslim membuat rencana-
rencana amal yang akan dikerjakan pada siang dan malam Ramadhan. Dan
tulisan yang anda baca ini, membantu anda untuk meraih pahala Ramadhan
melalui ketaatan pada-Nya, dengan ijin Allah Ta’ala.

5. Bertekad dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh pahala di bulan


Ramadhan serta menyusun waktunya (membuat jadwal) untuk beramal
shalih.

Barangsiapa yang menepati janjinya pada Allah maka Allah pun akan menepati
janji-Nya serta menolongnya untuk taat dan memudahkan baginya jalan
kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

َ ‫ص َدقُوا هَّللا َ* لَ َك‬


21 : *‫ان َخيْراً لَ ُه ْم )محمد‬ َ ‫( َفلَْ*و‬

“Maka seandainya mereka benar-benar beriman pada Allah, maka sungguh itu
lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad:21)

6. Berbekal ilmu dan pemahaman terhadap hukum-hukum di bulan


Ramadhan.
Wajib atas seorang yang beriman untuk beribadah kepada Allah dilandasi
dengan ilmu, dan tidak ada alasan untuk tidak mengetahui kewajiban-kewajiban
yang diwajibkan Allah atas hamba-hamba-Nya. Di antara kewajiban itu adalah
puasa di bulan Ramadhan. Sudah sepantasnya bagi seorang muslim belajar
untuk mengetahui perkara-perkara puasa serta hukum-hukumnya sebelum ia
melaksanakannya (sebelum datang bulan Ramadhan), agar puasanya sah dan
diterima Allah Ta’ala.
ِّ ‫( َفاسْ َألوا َأهْ َل‬
َ ‫الذ ْك ِر ِإنْ ُك ْن ُت ْم ال َتعْ لَم‬
7: ‫ُون) األنبياء‬

“Maka bertanyalah pada orang-orang yang berilmu jika kalian tidak


mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’:7)

7. Wajib pula bertekad untuk meninggalkan dosa-dosa dan kejelekan, serta


bertaubat dengan sungguh-sungguh dari seluruh dosa, berhenti melakukannya
serta tidak mengulanginya lagi.

Karena bulan Ramadhan adalah bulan taubat. Barangsiapa yang tidak


bertaubat di dalamnya, maka kapankah lagi ia akan bertaubat? Allah Ta’ala
berfirman,

َ ‫( َو ُتوبُوا ِإلَى* هَّللا ِ َجمِيعا ً َأ ُّي َها ْالمُْؤ ِم ُن‬


َ ‫ون لَ َعلَّ ُك ْ*م ُت ْفلِح‬
31 : ‫ُون ) النور‬

“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang


beriman, agar kalian beruntung.” (QS. An-Nur: 31)

8. Mempersiapkan jasmani dan rohani dengan membaca dan menelaah


buku-buku serta tulisan-tulisan, serta mendengarkan ceramah-ceramah
islamiyah yang menjelaskan tentang puasa dan hukum-hukumnya, agar jiwa
siap untuk melaksanakan ketaatan di bulan Ramadhan.

Demikian pulalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan jiwa-jiwa


para sahabat untuk memanfaatkan bulan ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sempat bersabda pada akhir bulan Sya’ban,

‫جاءكم شهر رمضان* … إلخ الحديث‬

“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan…(sampai akhir hadits).” (HR.


Ahmad dan An-Nasa’i).[1]

9. Mempersiapkan dengan baik untuk berdakwah kepada Allah Ta’ala di bulan


Ramadhan, melalui:
Menghadiri pertemuan-pertemuan serta bimbingan-bimbingan dan
menyimaknya dengan baik agar dapat disampaikan di masjid di daerah tempat
tinggal. Menyebarkan buku-buku kecil, tulisan-tulisan serta nasehat-nasehat
tentang hukum yang berkaitan dengan Ramadhan kepada orang-orang yang
shalat serta masyarakat sekitar.

Menyiapkan “hadiah Ramadhan” sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.


Hadiah tersebut dapat berupa paket yang didalamnya terdapat kaset-kaset dan
buku kecil, yang kemudian pada paket tersebut dituliskan “hadiah Ramadhan”.
Memuliakan fakir dan miskin dengan memberi sedekah serta zakat untuk
mereka.

10.Menyambut Ramadhan dengan membuka lembaran putih yang baru,


yang akan diisi dengan:

Taubat sebenar-benarnya kepada Allah Ta’ala. Ta’at pada perintah


Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meninggalkan apa yang dilarangnya.

Berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, saudara, istri atau suami serta
anak-anak. Berbuat baik kepada masyarakat sekitar agar menjadi hamba yang
shalih serta bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫أفضل الناس أنفعهم* للناس‬

“Seutama-utama manuia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia


lainnya.”[2]

Demikianlah seharusnya seorang muslim menyambut Ramadhan, seperti tanah


kering yang menyambut hujan, seperti si sakit yang membutuhkan dokter untuk
mengobatinya dan seperti seseorang yang menanti kekasihnya.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/1003-menyambut-bulan-suci-
ramadhan.html

Wanita Dan Puasa Ramadhan


a. Wanita yang wajib berpuasa
dakwatuna.com – Wanita muslimah yang sudah baligh dan berakal ditandai dengan menstruasi (haidh), maka ia
sudah wajib berpuasa di bulan Ramadhan apabila di bulan tersebut ia tidak dalam keadaan haidh atau nifas.
b. Wanita haidh atau nifas
Wanita yang sedang haidh atau nifas diharamkan melakukan puasa, jika ia melakukannya maka berdosa. Dan
apabila seorang wanita yang sedang berpuasa keluar darah haidhnya baik di pagi, siang ataupun sore walaupun
sesaat menjelang terbenamnya matahari, maka ia wajib membatalkannya, dan wajib mengqodhonya setelah ia
bersuci. Juga sebaliknya jika wanita tersebut suci sebelum fajar walaupun sekejap maka ia wajib berpuasa pada hari
itu walaupun mandinya baru dilakukan setelah fajar.
c. Wanita tua yang tidak mampu berpuasa
Seorang wanita yang lanjut usia yang tidak mampu lagi untuk berpuasa dan jika berpuasa akan membahayakan
dirinya, maka ia tidak boleh berpuasa, karena Allah swt. Berfirman:”… Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
dalam kebinasaan …” (QS. Al Baqarah: 195) dan karena orang yang lanjut usia itu tidak bisa diharapkan untuk bisa
mengqodho, maka baginya wajib membayar fidyah saja (tidak wajib mengqodho), dengan memberi makan setiap
hari satu orang miskin, berdasarkan firman Allah swt : “Dan bagi orang yang tidak mampu berpuasa maka ia harus
membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin” (QS. Al Baqarah: 184)
‫ر‬  ‫رأة الكبي‬  ‫رة ال ي‬  ‫ سمع ابن عباس يقرأ “وعلى الذين يطوقونه فال ي طيقونه (فدية طعام مسكين) ستطيعان أن‬،‫عن عطاء‬
‫ق يصوما فيطعمان مكان آل يوم مسكينا‬  ‫ال اب‬  ‫ن عب‬  ‫ لي‬: ‫اس‬  ‫ست بمن‬  ‫و ال سوخة ه‬  ‫والم شيخ الكبي‬
Dari Atho, ia mendengar Ibnu Abbas membaca ayat yang artinya “Wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya – membayar fidyah-, yaitu memberi makan satu orang miskin”, Ibnu Abbas berkata :”ayat ini tidak
dinasakh, ia untuk orang yang lanjut usia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak sanggup berpuasa hendaknya
memberi makan setiap hari satu orang miskin” HR. Bukhari
d. Wanita hamil dan menyusui
Wanita yang sedang hamil atau menyusui tetap harus berpuasa di bulan Ramadhan, sama dengan wanita-wanita
yang lain, selagi ia mampu untuk melakukannya. Jika ia tidak sanggup untuk berpuasa karena kondisi fisiknya yang
tidak memungkinkan, maka ia boleh berbuka sebagaimana wanita yang sedang sakit, dan wajib mengqodhonya jika
kondisi tersebut sudah stabil kembali. Allah berfirman: “Maka barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain” (QS. Al Baqarah: 184) dan apabila ia mampu untuk berpuasa, tapi khawatir berbahaya bagi kandungan atau
anak yang disusuinya, maka ia boleh berbuka dengan berkewajiban untuk mengqodho di hari lain dan membayar
fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbas saat
mengomentari penjelasan yang termuat dalam surat Al Baqarah: 184 yang artinya “Dan wajib bagi orang yang
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah …”, beliau berkata : “Ayat ini adalah rukhshoh
(keringanan) bagi orang yang lanjut usia lelaki dan perempuan, wanita hamil dan menyusui jika khawatir terhadap
anak anaknya maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan (fidyah)” HR. Abu Daud hal yang sama juga
diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radliallahu ‘Anhu, dan tidak ada seorang pun dari sahabat yang menentangnya (lihat
Al Mughni: Ibnu Qudamah 4/394)
e. waktu mengqodho puasa bagi seorang wanita
Wanita yang memiliki hutang puasa (harus mengqodho) karena sakit atau bepergian maka waktu mengqodhonya
dimulai sejak satu hari setelah Idul fitri dan tidak boleh di akhirkan sampai datangnya bulan Ramadhan berikutnya,
barang siapa mengakhirkan qadha puasa sampai datangnya Ramadhan berikutnya tanpa udzur syar’i, maka di
samping mengqodho ia harus membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin, sebagai
hukuman atas kelalaiannya. (Lihat: Al mughni 4/400, fatwa Ibnu Baz, Fatwa Ibnu Utsaimin) Dan para ulama telah
sepakat bahwa qadha puasa Ramadhan itu tidak diharuskan untuk dilakukan secara terus menerus dan berurutan,
karena tidak ada dalil yang menjelaskan akan hal itu. Kecuali waktu yang tersisa di bulan Sya’ban itu hanya cukup
untuk qadha puasa maka tidak ada cara lain kecuali terus menerus dan berurutan. (Al Fiqhu Al Islami Wa Adillatuhu
2/680)
f. mengkonsumsi tablet anti haidh pada bulan Ramadhan
Hendaknya seorang wanita tidak mengkonsumsi tablet anti haidh, dan membiarkan darah kotor itu keluar
sebagaimana mestinya, sesuai dengan ketentuan yang telah Allah gariskan, karena dibalik keluarnya darah tersebut
ada hikmah yang sesuai dengan tabiat kewanitaan, jika hal ini dihalang halangi maka jelas akan berdampak negatif
pada kesehatan wanita tersebut, dan bisa menimbulkan bahaya bagi rahimnya, dan pada umumnya wanita yang
melakukan hal ini kelihatan pucat, lemas dan tidak bertenaga. sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda :
‫” ال ضرر وال ضرارا” رواه ابن ماجة في األحكام‬
“Tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan dirinya, juga tidak boleh melakukan perbuatan yang
membahayakan orang lain.” HR. Ibnu Majah (lihat: fatawa ulama Najd, dan 30 Darsan Lisshoimat)
Namun apabila ada wanita yang melakukan hal seperti ini, maka hukumnya sebagai berikut :
1. Apabila darah haidhnya benar-benar telah berhenti, maka puasanya sah dan tidak diwajibkan untuk mengqodho.
2. Tetapi apabila ia ragu apakah darah tersebut benar-benar berhenti atau tidak, maka hukumnya seperti wanita
haidh, ia tidak boleh melakukan puasa. (lihat: masail ash shiyam, hal 63 dan jami’u ahkamin nisa’ 2/393)
g. Mencicipi makanan
Kehidupan seorang wanita tidak bisa dipisahkan dengan dapur, baik ia sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai
juru masak di sebuah rumah makan, restoran atau hotel. Dan karena kelezatan masakan yang ia oleh adalah menjadi
tanggung jawabnya, maka ia akan selalu berusaha mengetahui rasa masakan yang diolahnya, dan itu mengharuskan
ia untuk mencicipi masakannya. Jika itu dilakukan, bagaimana hukumnya ? batalkah puasanya ? para ulama
memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi masakannya, asal sekadarnya saja, dan tidak sampai ke
tenggorokannya, hal ini diqiyaskan kepada berkumur kumur ketika berwudhu. (jami’ ahkamin nisa’)
Wanita Dan Shalat Tarawih Di Masjid
Seorang wanita diperbolehkan untuk datang ke masjid, baik untuk shalat tarawih, berdzikir maupun mendengarkan
pengajian, jika kehadirannya tidak menyebabkan terjadinya fitnah baginya atau bagi orang lain, hal itu sesuai
dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
‫” ال تمنعوا إماء هللا مساجد هللا” رواه البخاري‬
“Janganlah kalian melarang wanita-wanita untuk mendatangi masjid-masjid Allah” HR. Bukhari Namun demikian,
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yang di antaranya : harus berhijab, tidak berhias, tidak memakai parfum, tidak
mengeraskan suara, dan tidak menampakkan perhiasan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam :
‫“إذا شهدت إحداآن المسجد فال تمس طيبا” رواه مسلم والنسائي وأحمد عن زينب‬
“Jika salah seorang di antara kalian (para wanita) ingin mendatangi masjid maka janganlah menyentuh wangi
wangian” HR. Muslim.
‫“أيما امرأة تطيبت ثم خرجت إلى المسجد ل‬  ‫م تقب‬  ‫ل له‬  ‫ا ص‬  ‫الة حت‬  ‫ى تغت‬  ‫سل ” رواه اب‬  ‫ن ماج‬  ‫ة ع‬  ‫ن‬
‫أبي هريرة‬
“Wanita manapun yang memakai wangi wangian, kemudian pergi ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sampai
ia mandi”. HR. Ibnu Majah.
Wanita Dan I’tikaf
Sebagaimana disunnahkan bagi pria, I’tikaf juga disunnahkan bagi wanita. Sebagaimana istri Rasulullah Saw juga
melakukan I’tikaf, tetapi selain syarat-syarat yang disebutkan di atas, I’tikaf bagi kaum wanita harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Mendapatkan persetujuan (ridha) suami atau orang tua. Dan apabila suami telah mengizinkan istrinya untuk
I’tikaf, maka ia tidak dibolehkan menarik kembali persetujuan itu.
2. Agar tempat dan pelaksanaan I’tikaf wanita memenuhi tujuan umum syariat. Kita telah mengetahui bahwa salah
satu rukun atau syariat I’tikaf adalah berdiam di masjid. Untuk kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat
tentang masjid yang dipakai wanita untuk beri’tikaf. Tetapi yang lebih afdhol-wallahu a’lam ialah I’tikaf di masjid
(tempat shalat) di rumahnya. Manakala wanita mendapatkan manfaat dari I’tikaf di masjid, tidak masalah bila ia
melakukannya.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/08/16/7014/fiqih-wanita-berkaitan-dengan-ramadhan/#ixzz7OqbzXyaa
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai