Namun apa sesungguhnya yang luar biasa di balik sukses Mehmed II?
Rasulullah bersabda, “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu
kedua orang tuanya lah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani
& majusi (penyembah api). (HR. Muslim No.4807)
Kita bisa belajar dari Sultan Murad bagaimana bersahabat dengan anak-anak
kita. Karena jika orang tua hanya sibuk dengan pekerjaannya, jangan
salahkan jika di luar rumah anak-anak akan mencari pelarian dengan alasan
untuk diperhatikan orang lain. Jadilah mereka berperilaku buruk,
kerjanya berantem, ngomong kotor, bolos sekolah, dan lain-lain.
Sedih jika mendengar ada orang tua yang membentak anaknya dengan
ucapan-ucapan kasar hingga sang anak tak percaya dengan dirinya sendiri.
Sang anak merasa lemah dan tak punya kemampuan apa-apa.
Saat anak terjatuh, ibunda langsung berucap, ”Duh, dasar anak bodoh.
Sudah dibilangin diam-diam aja, gak bisa banget diam.”
Saat anak sudah bisa berjalan dan pandai berbicara biasanya anak ingin
melakukan hal-hal yang baru, misalnya memanjat pohon, biasanya orangtua
akan melarang dengan alasan takut anaknya jatuh lalu keluarlah kalimat,
"Udah, kamu gak akan bisa manjat pohon itu. Jangan macem-macem nanti
kamu jatuh.”
Tahukah jika orang tua seperti itu, maka yang terjadi sang anak akan merasa
bahwa dirinya memang tidak bisa, merasa dirinya memang bodoh. Makanya
banyak anak yang tidak mandiri.
Setiap hari Sultan mengajak anaknya duduk di puncak menara masjid yang
tertinggi, lalu Sultan menunjuk tangannya jauh di sebuah cakrawala. Apa
yang disampaikan Sultan? Sultan menyampaikan motivasi, visi pada seorang
anak yang masih sangat kecil.
Sejak kecil Mehmed telah diajari oleh seorang Ulama besar yang nasabnya
tersambung sampai pada sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, Syaikh Aaq
Syamsuddin namanya. Syaikh Aaq Syamsuddin punya peran besar dalam
menjadikan Mehmed sebagai pemimpin dunia. Ilmu dan nasehat menjadi
semacam makanan pokok tak tergantikan. Hingga jadilah Mehmed II sebagai
sebaik-baik pemimpin yang pernah disabdakan Rasul.